Young God(s) || KookV [ √ ]

By fantae-ssi

238K 33.4K 2.1K

"But, do you feel like a young God?" Ketua OSIS bernama Kim Taehyung itu punya suatu rahasia, namun apa jadi... More

✨ Intro: Heaven
✨ His Smile Is A Thorn
✨ What's His Name?
✨ I Saw You Hiding
✨ Are You Real?
✨ Don't Smile At Me
✨ Another Step to You
✨ You Can Call Me
✨ ✨
✨ I Can't Show You Me
✨ Put A Mask and Go
✨ Flower Like You
✨ Need To Be Hidden
✨ I Am Afraid
✨ I Am Shattered
✨ Will You Leave?
✨ The Only Thing
✨ In This World
✨ Want To Breathe You
✨ A Little Too Much
✨ Stand Before You
✨ But I Still Want You
✨ Back Then
✨ If I Was Brave
✨ Show You Me
✨ Be Young and Wild-Free
✨ Can't See You Again
✨ My Heart Is Breaking
✨ Everything Has Fallen
✨ You Know It All
✨ Love's Maze
✨ Darkness Isn't Eternal
✨ Bloom For You
✨ I Want To See You
✨ A Little Longer
✨ Can You Stay?
✨ Until Spring Comes Back
✨ Epilogue: It's Ending.
✨ Read More

✨ The Winter

4.1K 623 51
By fantae-ssi

Yeah I hate you. You left, but there was not a day I ever forgot about you.
-Spring Day-

💫💫♠💫💫

Jimin harus mengatakan sesuatu untuk yang terakhir kalinya. Ia harus memberitahu tentang kebenarannya. Hanya sedikit lagi, ia memohon pada Tuhan untuk memberikannya waktu sedikit lagi. Kemudian, Tuhan dengan tidak terduga, mengabulkannya. Pria bersurai pirang itu membuka matanya dengan tiba-tiba.

Desahan lega terdengar memenuhi telinganya. Disana ada Eunwoo, Taehyung, dan ibunya. Mereka mengucapkan doa syukur atas bangunnya Jimin. Namun, pria itu tidak bisa berlama-lama berada disana. Kepalanya dibalut perban, begitu juga dengan bagian dada serta tulang rusuknya. Ada kabel yang tak ia ketahui namanya menempel di dadanya. Lalu, kakinya tidak dapat digerakkan sama sekali dan saat ia melihat ke arah sana, hanya ada satu yang masih utuh. Kaki kirinya telah diamputasi, tapi Jimin tidak punya waktu untuk menangis.

"T...Tae...hyung..." Suara Jimin terdengar lemah. Ditambah ada masker oksigen di wajahnya.

"Ya, Jimin?"

"J... Jeongguk." Nafas Park Jimin mulai direnggut. Ia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. "Dia tidak akan menjadi... Tuhan yang baik."

Selagi Taehyung mencerna ucapannya, suara mesin detak jantung pun berdenging. Tubuhnya tiba-tiba tergeser karena dokter dan beberapa perawat melangkah dengan tergesa. Eunwoo menarik lengannya untuk keluar sementara ibu Jimin masih berada disana. Jauh di belakang dokter sembari merapalkan doa untuk sang anak. Air mata jatuh dengan deras ke lantai.

Taehyung akhirnya bertemu pandang lagi dengan Jeongguk yang sedari tadi berada di luar. Park Jeonghan ada disana, terlihat frustasi duduk di ruang tunggu dengan Jeongguk di sebelahnya. Si surai cokelat tidak tahu apa yang telah terjadi diantara mereka atau apa yang telah mereka bicarakan. Jeongguk terlihat sangat tenang, lalu Taehyung duduk di sampingnya untuk menyandarkan kepala di bahunya.

💫💫♠💫💫

Min Yoongi dengan mata sembabnya berjalan ke area pemakaman. Sebuket bunga lili putih dengan pita berwarna mint ada di tangannya. Meski sudah ditahan sekuat mungkin, air matanya jatuh lagi. Ia telah berada di depan batu salib dengan nama Park Jimin di ukirannya. Di sekelilingnya, ada kedua orang tua pria itu, beberapa kerabat, beberapa temannya dari Hanlim, Taehyung, Jeongguk, Eunwoo, dan tiga pria tak dikenal.

"—damai sejahtera bagi mereka."

Pendeta menutup doanya. Beberapa detik lamanya pendeta tersebut menatap makam, sebelum akhirnya meninggalkan tempat diikuti beberapa pelayat. Yoongi terlalu sibuk dengan apa yang harus ia katakan pada Jimin dibanding mendengarkan mereka-mereka yang tengah mengutarakan perasaannya pada batu salib itu.

Hingga akhirnya tiba gilirannya untuk datang pada peristirahatan terakhir Jimin. Pria itu berlutut di samping makamnya. Mengusap aliran air mata dengan lengan kemejanya sebelum berbicara pada Jimin.

Sangat tidak disangka. Pria itu seolah hilang dalam satu kejapan mata. Dua hari lalu mereka baru menghabiskan kue brownies bersama dan sekarang ketika natal akhirnya tiba, pria itu malah ditelan oleh bumi. Yoongi ingin sekali marah, tapi tidak tahu pada siapa.

"Jimin, semoga kau bahagia." Yoongi meletakkan buket bunganya untuk bersandar di batu salib. "Terima kasih telah mencintaiku."

Kedua orang tua Jimin yang berada paling lama disana. Sang ibu tidak bisa berhenti menangis sembari memeluk lengan suaminya. Yoongi awalnya ingin langsung meninggalkan mereka bersama Taehyung dan yang lainnya, tapi kemudian ia minta mereka untuk pergi lebih dulu saja. Ada yang perlu Yoongi sampaikan pada kedua orang tua itu.

"Tuan dan Nyonya Park." Panggilnya sopan. "Aku temannya Jimin."

"Oh, terima kasih sudah datang ya, nak." Balas ibu Jimin dengan suara seraknya. "Maafkan Jimin jika dia punya salah padamu, ya."

"Tentu saja." Yoongi tersenyum. "Jimin itu anak yang baik. Dia begitu peduli padaku. Dia bertanggung jawab atas kesalahan yang pernah dilakukannya."

"Uri Jiminie~"

Yoongi membungkuk mengundurkan diri. Ia menatap ke langit seolah Jimin telah berada disana. Duduk di ayunan yang menggantung di pohon besar sembari menatap kembali ke bumi. Tersenyum pada orang-orang yang datang ke peristirahatan terakhirnya dan melambaikan tangan. Menyedihkan sekali, Yoongi tidak pernah menyangka jika ia akan kehilangan sosok Park Jimin secepat ini.

💫💫♠💫💫

"Appa, sedang sibuk?"

"Apa yang kau inginkan, Jimin?"

"Bisa kita makan bersama? Sebentar lagi natal. Aku sangat ingin makan ayam panggang buatan eomma."

"Pekerjaanku lebih penting dibanding memakan ayam panggang."

"Satu kali ini saja, appa."

"Telepon ini akan kututup."

"Please, app—"

"Jika kau lulus dengan peringkat terbaik, kita akan makan ayam panggang bersama. Satu bulan penuh kalau perlu."

"A-Appa..."

"Sampai jumpa, Park Jimin."

💫💫♠💫💫

"Seandainya saja, seandainya appa menerima ajakanmu tadi malam, mungkin semua ini tidak akan terjadi." Suara parau Tuan Park terdengar membuat langkah Yoongi terhenti. "Seandainya saja appa tidak memaksamu masuk ke pelatihan taekwondo itu, mungkin kau tidak akan pernah bertemu dengannya dan berakhir tragis seperti ini, Jimin-ah."

Yoongi tidak memikirkannya lebih lanjut toh itu tidak akan membuat Jimin kembali hidup. Ia masuk ke dalam mobilnya untuk membuka sebuah kado terakhir pemberian pria itu. Kado yang diletakkan tepat dibawah kolong tempat tidurnya. Dibungkus dalam kotak merah dan pita warna mint—yang telah Yoongi ikat di buket bunganya tadi. Air matanya harus kembali terjatuh saat melihat apa yang ada di dalamnya.

Foto yang pernah Yoongi robek menjadi banyak bagian itu telah tersusun rapi kembali. Mungkin dengan isolasi, karena ada bagian yang tidak pas. Dimasukkan ke dalam pigura baru berwarna cokelat kayu dengan ukiran bunga warna kuning di sudut kanan atas. Di dekat ukiran tersebut ada sebuah tulisan dari spidol hitam. Memoir, tulisnya.

"Park Jimin itu." Gigi Yoongi bergemeletuk ketika menyentuh barang lainnya di dalam kotak. "Kenapa... Kenapa kau meninggalkanku seperti ini?!"

Ada sebuah kacamata bergagang hitam. Lensanya tidak terlalu bundar dan tidak terlalu kotak, sangat pas dengan gaya kesukaan Yoongi. Dilihat dari ukiran kecil merk di gagangnya, Yoongi tahu bahwa harganya tidak murah. Dengan segera, pria itu membuka satu-satunya note kecil yang berada disana.

'Maaf sudah sering merusak punyamu yang sebelum-sebelumnya. Pakai ini, aku tidak ingin matamu iritasi karena sering memakai lensa kontak.'

Rasanya aneh sekali. Jimin bisa berlaku sebaik ini, tapi kenapa dulu ia bisa jahat sekali? Kenapa Jimin berubah di saat-saat terakhirnya sebelum pergi? Rasanya Yoongi menyesal karena tidak datang ke rumah sakit untuk melihat bagaimana pria itu menghembuskan nafas terakhirnya. Yoongi hanya tidak kuat untuk melihatnya terluka, tidak kuat untuk melihat pria yang selama ini ia lihat sebagai pria terkuat, akhirnya jatuh tak berdaya ke dalam takdir kematian dari Tuhan.

💫💫♠💫💫

Cha Eunwoo mengajak Taehyung dan Jeongguk untuk makan di suatu kedai terdekat dari pemakaman. Tidak ada yang berselera makan, jadi mereka hanya memesan minuman. Dua teh hangat dan satu teh hijau. Tidak ada yang membuka suara sampai berbelas menit kemudian.

"Apa kau sudah menerima kado-kadonya, Taehyung-ssi?"

Taehyung terperanjat di tempat duduknya. Menatap Eunwoo dengan mata membulat. "Jadi, kau yang memberikannya? Itu banyak sekali."

"Bukan aku." Eunwoo tersenyum kecil. "Jimin yang menyuruhku memberikannya padamu."

"Kenapa?"

"Entahlah katanya dia merasa amat bersalah padamu. Itu permintaannya padaku saat terakhir kali kami bertemu."

Hening kembali melanda. Jeongguk tampak tidak ingin mengatakan apapun. Ia sibuk memandang ke luar jendela sampai dering ponselnya berbunyi. Nomor sang ayah muncul dan Jeongguk mengangkatnya dengan cepat.

"Ya, Appa?"

"Apakah Jimin baik-baik saja?"

"Dia..."

"Anak itu menelepon appa semalam katanya ingin bertemu dan makan bulgoggi bersama, tapi sampai pagi ini ia belum sampai—"

Jeongguk menghirup nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Appa, Jimin sudah tiada."

"B-Bagaimana mungkin?! Anak itu baik-baik saja saat menelepon semalam!"

"Siapa yang tahu takdir, appa? Jimin meninggal karena kecelakaan. Kau bisa menonton beritanya di televisi."

"Aku tidak percaya ini. Anak itu... Anak itu, aku menyayanginya seperti aku menyayangimu, Jeongguk-ah."

"Arra-yeo, appa."

Sambungan telepon pun terputus dan Jeongguk memasukkan kembali ponselnya ke saku celana. Taehyung memeluk lengannya dan berbisik bahwa semuanya akan baik-baik saja. Jimin sudah tenang disana, Jimin telah terbebas dari luka-luka yang diderita tubuh dan hatinya.

Eunwoo mengatakan dia akan ke kasir dan membayar, sementara Taehyung mengarah ke toilet untuk membasuh wajahnya. Ada jejak air mata kering saat ia menatap ke cermin. Sama seperti yang ada dipikiran orang-orang lainnya, Taehyung juga tidak menyangka jika Jimin akan pergi secepat ini. Kecelakaan tunggal seperti yang diberitakan di televisi. Mungkin pria itu tidak berhati-hati saat menyetir, ditambah tangan kirinya yang patah karena bertanding dengan Jeongguk pada siang harinya.

Suara pintu toilet terbuka dan Eunwoo muncul dari sana. Dengan gerakkan terburu-buru, ia menutup kembali pintunya dan segera menghadap Taehyung. Ia menoleh sekali lagi ke arah pintu untuk memastikan sesuatu. Gerak-geriknya begitu aneh, seolah ia akan mengatakan hal yang penting dan tidak ingin orang lain mendengarnya.

"Taehyung-ssi, aku percaya padamu." Mulanya. "Jaga baik-baik ponsel ini."

Sebuah ponsel dengan layar retak parah diberikan di tangannya. Tanpa perlu bertanya, Taehyung tahu bahwa kemungkinan besar ponsel itu milik Park Jimin. Namun, ia tidak mengerti kenapa Eunwoo justru memberikan itu padanya dan bukan Min Yoongi.

"Ada apa? Kenapa kau terlihat cemas?"

"Taehyung-ssi, dengarkan aku baik-baik." Taehyung mengangguk. "Polisi mengatakan bahwa ada motif bunuh diri di kecelakaan tunggal Jimin kemarin malam."

"A-apa?"

"Rekaman video kecelakaan itu diambil dari kamera mobil yang jauh berada di belakang Jimin. Tidak ada kendaraan lain yang membuat Jimin harus menghindar. Jalanan tersebut juga tidak tertutup salju. Tidak berkelok-kelok dan licin. Jalan layang itu lurus."

"Apa yang terjadi?"

"Aku ingin kau mencari tahunya sendiri. Yang jelas pengemudi mobil yang menyerahkan rekaman itu berkata mobil Jimin tiba-tiba melaju dengan kencang di satu waktu dan membanting stir ke kiri di waktu kemudian."

"Mungkin saja 'kan Jimin mengantuk? Ia mengemudi hampir tengah malam."

"Mungkin saja." Eunwoo mengangguk ragu. "Bisakah kau berjanji padaku, Taehyung-ssi?"

Taehyung menggigit bibir bawahnya sejenak sebelum mengangguk.

"Berjanjilah hanya kau yang akan mengecek ponsel milik Jimin—tidak boleh ada orang lain."

"Kenapa?"

"Kau akan tahu jawabannya nanti. Berjanjilah sekarang padaku."

"Aku berjanji, Eunwoo-ssi."

Ada perasaan yang mengganjal di hati Taehyung setelah ia keluar dari toilet. Ia bisa merasakan ponsel milik Jimin berada di saku depan celananya yang kemudian ia timpa kemeja dan jas hitamnya. Rasanya sangat ingin menjaga ponsel itu supaya tidak jatuh ke tangan orang lain. Tidak pada Jeongguk yang notabenenya kekasihnya sekaligus yang baru kembali menjadi teman untuk Park Jimin.

Ngomong-ngomong, Jeongguk sudah menunggu di depan pajeronya. Ia langsung berdiri dari posisi menyandarnya dan membukakan pintu untuk Taehyung. Jeongguk bertanya mengapa Taehyung cukup lama berada di toilet dan Taehyung menjawab seadanya. Tidak ada pertanyaan lain selama perjalanan kembali ke rumahnya.

"Tae?"

"Ya?"

"Apa kau ingin pergi ke Menara Namsan bersamaku besok?"

"Kenapa tiba-tiba?"

"Hanya ingin."

Taehyung mencoba mencari sesuatu di wajah Jeongguk, tapi ia tidak menemukan apapun. Ekspresinya terlalu datar. Mungkin ia masih begitu terpukul atas kematian Jimin. Dari semua orang, tentu saja Jeongguk yang paling banyak menyimpan cerita dan kesan tentang pria bersurai pirang itu.

"Baiklah." Akhirnya Taehyung menyetujui. "Jika setelahnya aku sakit, maka itu akan menjadi salahmu."

"Tentu saja."

Mereka berpisah setelah Jeongguk menciumnya di bibir. Terasa begitu lambat dan penuh kata tidak tersampaikan. Pria itu melambaikan tangan ke arah mobil sang kekasih dan mendapat balasannya dengan klakson dua kali. Taehyung menghela nafas panjang setelahnya. Kejadian satu minggu ini terasa begitu berat untuk dicerna. Semuanya terjadi secara tiba-tiba. Mereka bahagia dalam jeda yang singkat, sebelum kembali ke dalam kesedihan.

Taehyung mendoakan jiwa Jimin sekali lagi bersama ibu dan adiknya. Juga berterima kasih atas kado-kado yang diberikannya. Beberapa berisi peralatan sekolah dan boneka untuk sang adik, lalu ada banyak makanan kemasan, dan beberapa pakaian untuk ukuran tubuh Taehyung. Pria itu benar-benar niat untuk pergi rupanya. Jika Taehyung boleh meminta, ia akan meminta Jimin untuk menarik semua kadonya dan meminta pria itu untuk tetap hidup. Untuk berjuang sekali lagi, karena Taehyung telah berjanji bahwa ia akan ada untuknya.

Taehyung pun teringat akan ponsel Jimin yang ia letakkan di bawah bantalnya. Pria itu segera mengunci pintu kamar dan mengambilnya. Bersyukur karena ponsel tersebut masih bisa menyala, sayangnya kembali mati akibat daya baterai yang lemah. Ia hanya harus bersabar sedikit lagi untuk mengetahui apa yang Eunwoo maksud. Dengan helaan nafas kasar, pria itu pun mengisi daya baterai ponsel Jimin. Baru lima belas menit berlalu dan suara dengkurannya sudah terdengar.

Taehyung, Jeongguk... Dia tidak akan menjadi Tuhan yang baik.

"PARK JIMIN!"

Nafasnya terengah. Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Tangannya yang gemetar segera meraba-raba untuk meraih ponsel milik pria yang ia teriakkan namanya. Ponselnya menyala dan nafas Taehyung tercekat begitu saja. Layar utama ponsel itu adalah foto selca Jimin dan Jeongguk dengan sebuah tulisan diatas kepala mereka. Young Gods—para Tuhan muda.

💫💫♠💫💫

Besok tinggal epilognya yeay! Sampai ketemu di akhir dari cerita ini :)

Continue Reading

You'll Also Like

27.7K 2.8K 107
Ingin segera menjalani kehidupan pensiun, Lin Shen, ahli termuda di bidang arkeologi, keluar, ingin mengenali leluhurnya dan mewarisi ratusan juta as...
637 68 4
Berkisah tentang seorang putra mahkota yang merupakan alpha dominan yang tampan perkasa Dan seorang pangeran yang merupakan omega yang luar biasa ca...
14.8K 2.3K 26
⚠️ Banyak kata Kasar Zesafa itu gadis angkuh yang penuh akan kepercayaan diri yang tinggi, harus di hadapkan dengan Kaesang, Si lelaki bergelar ACE d...
3.9K 187 15
Kisah beberapa pria yg harus berjuang hidup dan bekerja sama untuk keluar dari kota yg sudah hampir di kuasai mahluk pemakan danging manusia atau zom...