Invidious

By Atiya_AW

10.1K 765 98

Ray hadir sebagai cowok misterius dalam hidup Levi. Bukan hanya karena sikap dingin dan sorot mata tajam Ray... More

Prolog
1. Namanya Raymond
2. Kisah Raymond
3. Khawatir
4. Peduli
5. Berdua Denganmu
6. Masalah
7. Marah
8. Kecewa
9. Fakta
10. Hukuman
11. Kerja
12. Berdua
13. Cantik
14. Pengakuan
15. Kalah
16. Jadian
17. Kencan
Ray dan Levi
18. Kacau
19. Masa Depan
21. Curiga
Info
22. Sayang
23. Tentang Masa Lalu
24. Masalah Baru
25. Salah Paham

20. Misteri Bekal

267 23 1
By Atiya_AW

Untuk yang kesekian kali, Levi dengan bahagia membawakan bekal makan siang untuk Ray. Tak ada kalimat yang bisa menggambarkan suasana hatinya yang sedang bersorak. Perasaan seperti ini adalah rasa pertama yang pernah dialaminya. Dengan adanya Ray, semua jadi berbeda. Hal sepele apa pun menjadi sangat berkesan jika dilalui dengan Ray. Katakanlah bahwa sate bukanlah makanan mewah. Namun dengan ada Ray di sampingnya dan cowok itu untuk pertama kali menunjukkan kebaikannya, dunia Levi menjadi lain. Berlanjut dengan pertemuan-pertemuan lainnya yang lebih menegangkan.

Tak ada gunanya memedulikan Dexie yang masih saja menatapnya dengan sorot mata dingin. Kalau boleh jujur, Levi merasa tak nyaman. Dia bisa saja meminta pindah kost ke tempat lain kalau saja ibunya mengizinkan. Sayangnya selain itu, dia tak punya alasan yang lebih masuk akal untuk keluar dari rumah Yola.

Seandainya saja, pindah tempat tinggal itu mudah, dia dan Ray akan mudah bertemu tanpa harus bersembunyi seperti orang yang sedang berselingkuh. Seperti pula yang terjadi hari ini. Ingin rasanya Levi duduk manis di boncengan Ray. Tapi dia tidak punya pilihan lain selain memasuki mobil Dexie seperti biasanya. Yang tidak biasa adalah, Dexie memintanya duduk di samping cowok itu. Padahal biasanya Sammy yang duduk di depan.

“Apa-apaan, nih?” omel Sammy ketika Dexie menyuruhnya untuk duduk di belakang. Mata cowok itu berkeliaran dengan memandang Dexie dan Levi bergantian. “Lo pengin duduk berdua bareng Levi, gitu?” Sammy masih tak terima.

“Lo cepet masuk atau milih naik taksi aja,” jawab Dexie dingin tanpa menoleh. Tatapan cowok itu lurus ke depan. Sesekali melirik Ray yang bersiap di atas motor, dari kaca spionnya.

“Hahaha,” Sammy tertawa sarkastis, “lo sekarang laris amat sih, Lev?” cowok itu segera masuk dengan jengkel. “Woi, tamu emang harus diutamain!” Sammy mengomel tidak jelas.

“Diem, Kak, diem! Lo makin hari makin cerewet ngelebihin cewek.” Yola bersungut karena Sammy terus saja berisik. Walaupun sebenarnya dia juga merasa janggal dengan keputusan Dexie, tapi dia berusaha untuk mengikuti alur saja.

“Kak, gue di belakang aja kayak biasanya.” Levi bersuara merasa tak nyaman. Di belakang mobil, Ray masih mengawasinya. Dia tentu saja tidak ingin membuat Ray berpikir macam-macam.

“Masuk aja.”

Levi menoleh ke belakang lagi, seperti meminta persetujuan Ray. Ketika samar-samar dia melihat Ray mengangguk, gadis itu akhirnya masuk juga ke dalam mobil. Lalu perjalanan yang biasanya menyenangkan menjadi sepi. Hanya sesekali saja Sammy bernyanyi tidak jelas untuk meluapkan kekesalannya.

Sesampainya di halaman sekolah, Levi segera turun untuk menghindari percakapan apa pun dengan Dexie, Sammy, atau Yola. Hubungan yang dulunya hangat kini menjadi dingin karena status barunya yang telah menjadi kekasih Ray. Sebenarnya dia merasa tidak nyaman. Tapi ini tidak bisa dihindari begitu saja. Masalah harus dihadapi.

Seperti biasa, Yola segera menyusulnya seolah tak sabar untuk menginterogasinya. Walaupun dia sebenarnya enggan untuk melayani sahabatnya itu, tapi demi menutupi hubungannya dengan Ray, dia tidak boleh bertingkar yang mencurigakan.

“Lev, kayaknya Kak Dexie beneran naksir lo deh.”

“Gue nggak tahu, Yol.”

“Udah jelas tadi dia nyuruh lo duduk di sampingnya. Apa itu artinya kalau bukan karena dia naksir lo?”

“Kali aja karena Sammy cerewet banget, Yol.”

“Mau duduk di depan atau di belakang, Kak Sam tetep aja cerewet.”

“Gue nggak mau mikir macem-macem, Yol. Selama Kak Dexie nggak bilang apa-apa, berarti emang dia nggak punya perasaan apa-apa.”

“Perasaan nggak mudah diungkapin kali.”

“Berarti kita nggak usah mengira apa pun.”

“Gue lama-lama heran deh sama sikap lo yang banyak berubah, Lev. Lo nggak seasyik dulu. Lo sering nyembunyiin sesuatu dari gue.”

“Gue nggak nyembunyiin apa-apa, Yol.”

“Tapi tetep aja gue ngerasa lo tuh aneh sejak kedatangan Kak Ray.”

Levi menghela napas panjang. “Yol, sori ya, kalau menurut lo sikap gue berubah. Tapi beneran deh, gue nggak berniat nyembunyiin apa pun sama lo. Lo dari awal juga tahu kalau gue emang simpati sama Ray. Jadi, please, jalanin aja semuanya kayak biasanya.”

***

Levi sadar, pada saatnya nanti semua orang pasti akan tahu tentang hubungannya dengan Ray. Hanya saja dia tidak tahu apakah saat itu membutuhkan waktu lama atau sebentar. Untuk saat ini dia hanya ingin menikmati kebersamaan bersama Ray sebelum saatnya nanti mereka akan lebih susah bertemu karena keadaan yang tidak memungkinkan.

Gadis itu menarik napas panjang sebelum menaiki tangga untuk menemui Ray. Segala pemikiran buruk yang baru saja terlintas tentang masa depannya bersama Ray, diabaikannya begitu saja. Di hadapannya saat ini adalah kebahagiaan. Kesedihan, kalau memang akan datang, maka biarlah nanti akan dihadapinya seperti apa.

“Ray,” panggil Levi lembut dengan senyum samar-samar.

“Hai, Sayang.”

Panggilan itu, panggilan itu sangat disukai oleh Levi. Dia membayangkan pasti semua perempuan akan senang jika dipanggil seperti itu oleh kekasihnya.

“Aku bawa makan siang buat kamu.” Levi mendekat untuk duduk di samping Ray. Sepertinya Ray telah mengusir teman-temannya karena cowok itu sedang duduk sendiri.

“Aku nggak tahu kapan kamu masak.” Ray membuka bekal makanan itu.

“Kamu kan di kamar terus. Keluar kamar cuma kalau mau makan dan pergi sekolah.”

“Aku malas ketemu Dexie dan Sammy.”

Mendengar nama Dexie dan Sammy disebut, Levi jadi teringat akan kejadian menegangkan beberapa malam yang lalu. Sejujurnya dia tahu Dexie memang mengetahui dengan pasti bahwa dia memang pergi dengan Ray malam itu. Kalau saja Dexie punya kesempatan untuk berdua saja dengan dirinya, barangkali cowok itu sudah akan mengungkit kejadian malam itu. Tapi dengan segala cara, Levi menghindar bertemu berdua saja dengan Dexie.

“Ray, aku kira Kak Dexie memang tahu kalau kita emang pergi berdua malam itu.”

“Die emang cerdik. Tapi nggak usah kamu pikirin. Kalau aku mau, aku bisa juga aduin dia ke Om Damar kalau Dexie udah ngeroyok aku. Tapi aku nggak sepengecut itu.”

“Aku ngerasa ngeri aja kalau Kak Dexie lagi ngeliatin aku. Rasanya sekarang keadaannya bener-bener beda dengan dulu.”

“Semua emang gara-gara aku, kan?” tanya Ray dengan senyum.

“Nggak, Ray. Bukan gara-gara kamu. Tapi karena Kak Dexie nggak bisa nerima kedatangan kamu.”

“Nah, balik lagi ke aku, kan?”

Levi menunduk. “Iya juga sih.”

Ray tertawa karena merasa lucu melihat wajah Levi yang sedikit cemberut. “Udahlah, kita jalanin aja apa adanya sekarang. Kalaupun kita ketahuan, aku janji sama kamu, aku pasti ngelindungin kamu.”

Levi mengangkat wajah kemudian tersenyum lega. “Makasih, Ray. Aku percaya sama kamu.”

Ray mengangguk lalu menunduk melihat bekal yang telah terbuka itu. “Aku makan sekarang ya? Makan masakan dari kekasih tersayang.”

Levi mengangguk cepat sambil tersenyum geli. Namun sebelum suapan pertama itu terasa di lidah Ray, Sammy kembali datang menganggu mereka. Terpaksa Ray menurunkan kembali sendoknya.

“Em, gue juga belum makan siang nih.” Sammy berlagak bodoh sambil menatap lapangan sepak bola dari atas. Lalu dia berbalik menatap sepasang kekasih itu. “Udah lama juga lo tinggal di rumah gue, Lev. Tapi belum pernah lo bawain gue bekal.”

“Emang lo siapanya gue sampe gue harus bawain lo bekal?” ketus Levi tak peduli walaupun Sammy akan marah.

“Lah, berarti Ray siapanya lo, dong?” Sammy menyeringai. “Tanpa kalian bilang sekalipun, gue yakin kalau hubungan kalian lebih dari temen. Gue belum punya bukti aja buat ngelaporin kalian ke Mama dan Papa.”

“Susah amat lo mau nyari bukti. Tinggal fotoin kita berdua aja terus lo kirim deh ke Tante Yunita.”

Sammy tertawa terbahak-bahak. “Gue nggak bodoh kali fotoin kalian berdua yang lagi duduk jauh-jauhan begitu. Entar Mama malah bingung dilihat dari apanya kalau kalian lagi pacaran.”

“Kalau gitu mending lo pergi deh, Sam, dari sini. Gue sebel lama-lama ngerasain sikap lo yang selalu gangguin gue.”

“Yah, gimana dong, gue sebel sih lihat kalian deket.” Sammy melirik Ray yang sedari tadi diam. “Apalagi setelah tahu kalau Dexie juga naksir lo. Gue sih ya, sebenci-bencinya sama Dexie, tetep aja gue nggak tega lihat dia sakit hati.” Sammy menebah dadanya dengan kedua tangannya, bertingkah seperti orang yang sedang sakit hati. Suaranya juga dibuat selebay mungkin. Dan itu membuat Levi sangat ilfeel.

Ray tak tahan lagi. Cowok itu meletakkan kotak bekal lalu berdiri. “Sekarang bilang aja, Sam, mau lo apa?”

“Wow, singa tidur udah bangun.” Sammy terkikik seperti mak lampir. Tapi kemudian dia berubah serius. “Levi bukan cewek sembarangan. Jadi jangan tarik dia ke dalam hidup lo yang udah ancur.”

“Apa peduli lo ngatur-ngatur gue?”

“Hah, siapa juga yang peduli sama lo? Gue pedulinya cuma sama Levi. Karena Levi udah jadi bagian dari keluarga gue.”

“Dan lo mau ngebiarin keluarga lo ini,” Ray menunjuk Levi, “deket sama kakak lo?”

“Dari pada deket sama lo yang nggak jelas masa depannya.” Sammy tertawa.

“Masa depan gue bukan urusan lo. Dan gue pastiin kalau masa depan gue nggak akan sesuram masa lalu gue.”

“Hoho, hebat, hebat. Lo emang hebat, MANTAN PEMBUNUH!”

“Brengsek!” Ray siap melayangkan jotosannya namun Levi lebih cepat berdiri untuk menahan tangan Ray. “Lepas, Lev!”

“Ray, jangan! Please, dengerin aku. Jangan lupa pesen Om Damar, jangan mudah terpancing dengan perkataan dan perlakuan orang yang cuma pengin bikin kamu marah. Kendalikan emosi kamu, Ray.”

Tak tahan untuk tak menyakiti, akhirnya Ray hanya mendorong Sammy dengan sekuat tenaga sehingga Sammy jatuh terduduk menghempas lantai kotor.

Bukannya meringis kesakitan, Sammy justru tertawa terbahak-bahak. Apalagi ketika melihat Dexie tiba dengan Pram di ujung tangga. “Woi, kakak tercinta, tolongin adek lo yang teraniaya ini.”

Ray dan Levi berbalik untuk melihat kedatangan Dexie. Sedangkan Dexie mendekati mereka dengan penuh rasa percaya diri.

“Kalian berani main api di belakang gue. Gue harus peringatin kalau apa yang kalian lakukan bisa berakibat fatal buat masa depan kalian.”

“Kalau ngancem orang emang bikin lo jadi keren, gue akan denger apa pun anceman lo, Dex. Tapi perlu lo tahu, gue nggak akan pernah ngikutin apa mau lo. Karena gue punya hidup sendiri.”

“Hidup lo sendiri?” Dexie mencibir. “Jangan lupa kalau hidup lo, bokap gue yang beli. Jadi lo berutang budi sama keluarga gue.”

“Tentu, gue nggak akan lupa. Tapi bukan jadi budak lo.”

“Lo emang bener-bener nggak tahu diri. Terbuat dari apa sebenernya otak lo? Atau gara-gara pernah kumpul sama para pemerkosa, otak lo jadi semiring ini?”

Ray sudah akan maju selangkah saat suara Sammy terdengar. Membuatnya batal membalaskan dendam tonjokan beberapa malam yang lalu.

“Yayaya, udah-udah jangan berantem, saudara-saudara gue.” Sammy menginterupsi suasana yang menegangkan itu. Kemudian cowok itu mengambil bekal yang tergeletak di atas bangku. “Mending gue makan ini aja.”

Semua orang melihat ke arahnya. Tak ada yang peduli saat Sammy menyuapkan beberapa sendok makanan ke mulutnya. Sampai dua puluh detik kemudian, cowok itu mengerang kesakitan tepat di daerah perut.

***

Continue Reading

You'll Also Like

253K 13.7K 73
"Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahu...
2.3M 124K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
445K 23.4K 35
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.7M 217K 27
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...