Happily Ever After ✅

By chocodelette

1M 39.6K 1K

[Sequel from Sweet Wedding] . . . . Tentang pasangan yang sangat manis setelah mempunyai anak. Copyright © by... More

Prolog
(1)
(2)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
THE END
Epilogue

(3)

74.2K 2.9K 57
By chocodelette

Gak ngerti lah ini part apa namanya. Ancur seancur-ancurnya banget. But, I tried my best!

Enjoyyy!!


Sudah 2 bulan semenjak insiden bath up itu, hari-hari Tristan dan Luna seketika berubah menjadi cerah.

Perubahan dalam bentuk tubuh Luna yang awalnya dari wanita yang kurus berubah menjadi wanita berutubuh sintal karena habis melahirkan, membuat Tristan berubah menjadi 'papi omes' alias otak mesum.

Bayangkan, hampir setiap malam ia meminta Luna untuk berpakaian seksi, pakaian yang sebenarnya Luna hindari di malam hari karena ia akan kedinginan, namun jaminan dari Tristan yang akan memeluk Luna sepanjang malam akhirnya membuat Luna luluh juga.

Tapi tak selalu ia menuruti permintaan Tristan itu, karena kalau ia menurutinya, ia sudah tau akan berujung kemana... Bahkan, Luna lebih sering menolak dibanding menuruti permintaan Tristan itu, dan itu pasti membuat Tristan kecewa. Hanya sedikit kecewa saja...

Contohnya seperti malam ini, Tristan sudah memohon-mohon pada Luna untuk mengenakan gaun tidur yang sangat pendek dan tipis dengan tali spaghetti yang baru Tristan beli kemarin, namun Luna menolaknya mentah-mentah...

"Gak mau kak, nanti Luna masuk angin"

"Gak Lun, nanti aku 'peluk' deh"

"Apalagi kakak peluk, bikin tambah sakit tau gaaaak sihhhh" Luna gemas karena Tristan daritadi ngotot memaksanya menggunakan sepotong kain itu.

"Apanya Lun, sakit? Bukannya enak?" goda Tristan memamerkan seringai di bibirnya. "Ahh.. Ahh.. Gitu kan?" goda Tristan lagi.

"Ih apaan sih" Luna memutar bola mata jengah.

"Asal kakak tau ya, kalo kakak godain Luna kaya gitu terus, malah bikin Luna makin gak mau make baju itu" ucap Luna dan langsung tiduran dan menutupi tubuhnya dengan selimut dan meringkuk di bawah sana.

"Lun kamu kok jadi pilih kasih gitu sih? Kamu punya waktu seharian sama Hansel, sekarang aku cuma minta kamu punya waktu buat aku di malem hari aja masa gak di kasih" Tristan memulai aksi irinya pada anaknya sendiri.

Luna langsung membuka selimutnya setengah badan, dan memandang Tristan dengan pandangan tak menyangka.

"Kakak masih iri sama Hansel? Astagaaaa" Luna menepuk jidatnya gemas.

"Iyalah iri" ucap Tristan. "Masa hansel boleh nyusu dari kamu, aku yang suami kamu gak boleh" ucap Tristan. Ia sudah tak menyaring kalimat yang keluar dari mulutnya.

Tak apa, Luna sudah mengerti betapa omesnya lelaki yang menikahinya sekitar 1 tahun yang lalu ini.

"Boleh kak, boleh..." ucap Luna gemas sambil mencubit pipi Tristan. "Malem-malem kemaren juga kakak............ Ah udahlah, yang jelas kakak tau Luna pengen ngomong apa"

"Tapi itu kan kemaren-kemaren, aku mau yang sekarang istri cantikku" Tristan tak kalah gemas karena keinginannya daritadi tak dipenuhi.

"Udah abis susunya diminum Hansel" ucap Luna asal. "Pabriknya belom produksi"

"Luna...."

"Udah deh, Luna mau tidur tenang kak, itu bajunya di pake kapan-kapan aja" Luna ingin sekali mengakhiri perdebatan yang tak akan ada habisnya kalau melawan Tristan.

"Hari ini Luna" perintah Tristan lagi.

"Kaaaakkk.... Kenapa sih kakak berubah jadi omes gini?" tanya Luna.

"Gara-gara kamu," ucap Tristan. "Siapa suruh abis ngelahirin badannya jadi montok gitu"

"Yang jelas bukan aku yang minta" ucap Luna ngotot. "Oke gini aja, malem ini bisa kita skip dulu oke? Besok kak, besok!! Luna janji, waktu Kak Tristan narik Luna ke kamar, waktu itu juga Luna siap kakak apa-apain, Luna janji"

"Are you serious?"

"Iyalah!" Luna mencubit pipi Tristan gemas.

"Oke, deal!" Ucap Tristan sambil menyalam Luna. "Tapi malem ini boleh lah ya grepe-grepe dikit?" tanya Tristan. "Kak Tristan mau susu"

"Luna ngantuk banget kak" ucap Luna.

Seharian ini ia lelah karena teman-teman arisan Karin datang ke rumah, Luna menyiapkan semuanya dan membereskan semuanya juga.

Hari ini Hansel juga rewel banget karena ada banyak suara asing yang masuk ke indra pendengarannya, Hansel menangis ketakutan daritadi. Dan anehnya, seharian ini Hansel tidak bisa tidur walaupun kekenyangan.

"Luna cuma perlu tiduran kan" ucap Tristan masih bersihkukuh. "Toh juga kamu sering ketiduran waktu Hansel nyusu"

Akhirnya Luna menghela nafas berat, "susah deh ngelawan kakak" ucap Luna cemberut.

"Ya jangan di lawan makanya, diturutin aja" ucap Tristan sambil mendorong pelan bahu Luna, menuntun supaya Luna untuk telentang di ranjang.

Dan setelah itu, Luna hanya bisa pasrah saat Tristan membuka kancing piyamanya satu per satu, dan bermain-main dengan pemandangan yang ada di hadapannya.

Luna hanya bisa menahan desahannya dengan mengigit bibir saat lidah Tristan bermain di salah satu daerah yang paling sensitive bagi Luna, dan Luna hanya bisa meletakkan tangannya di atas salah satu pipi Tristan yang tak menempel dengan kulitnya.

"Manis" ucap Tristan saat dia berhenti sebentar.

"Hm" Luna hanya bisa bergumam, dan setelah itu Tristan melanjutkan lagi aktivitasnya, dan tangannya pun sudah bermain-main di daerah lainnya.

(Maaf ya agak bokep)

*****

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Luna akan bangun jam setengah 6 pagi dan akan langsung mandi, setelah itu ia akan menyiapkan sarapan untuk seisi rumah ini. Kadang, kalau Karin sudah bangun, ia akan di bantu oleh Karin, tapi kalau dia tidak bangun, ya Luna mengerjakannya sendiri.

Di keluarga ini memang dibiasakan sebelum beraktivitias harus sarapan dulu, dan sebelum Tristan menikah dengan Luna kadang ia melewatkan jam sarapannya. Tapi sekarang sudah tidak pernah lewat lagi.

Luna tak peduli Tristan akan kesiangan kalau ia sarapan, ia akan tetap memaksa Tristan untuk makan, setidaknya roti.

Pernah sekali, Luna sudah membuatkan nasi goreng dengan resep baru buatannya untuk Tristan, tapi Tristan malah pergi duluan dan tidak memakan sarapan buat Luna waktu Luna mandi dan menitipkan pesan pada Karin, "tolong bilangin ke Luna, aku udah telat, gak sempet makan, aku nanti makan di kantor aja" dan akhirnya Luna menangis karena merasa usahanya tak dihargai oleh Tristan.

Dan malam harinya, mereka jadi berantem ala pasangan romantis yang labil.

Dan sekarang, Luna sudah selesai menata piring-piring di meja makan. Nasi kuning, ayam goreng, perkedel, telur dadar yang dipotong memanjang, bihun goreng dan juga tempe orek, tak lupa kerupuknya. Semua itu Luna masak sendirian.

Luna melangkahkan kakinya menuju kamar Karin, berniat untuk membangunkannya, namun langkahnya terhenti karena ia mendengar tangisan kencang Hansel.

Ia langsung naik ke tangga yang ada di sebelahnya, ia takut kalau Hansel jatuh dari kasur karena tadi sebelum ia memasak, ia memindahkan Hansel ke kasur untuk tidur bersama Tristan.

Tanpa ia sangka-sangka, saat ia membuka pintu kamarnya, yang ia temukan adalah pemandangan yang menjengkelkan.

Tristan sedang tiduran di kasur, dan kakinya ditekuk untuk menjadi tempat senderan Hansel yang duduk di atas perutnya.

Mungkin untuk sebagian ibu-ibu yang melihat keharmonisan antara anak dan bapak ini akan senang, bahkan sampai terharu, tapi tidak dengan Luna. Ia benar-benar jengkel.

"Kak Tristan, kasih kenapa sih mainannya" ucap Luna seraya berjalan ke arah mereka itu. Tristan yang sedang tertawa melihat Hansel menangis, malah tiba-tiba berhenti.

"Gapapa sih Lun, biar dia berusaha ngambil" Tristan membela diri.

"Tapi berisik kak" Luna protes dan ingin mengambil mainan itu.

Luna memang masih suka marah-marah kalau Tristan membuat anaknya itu menangis, berisik, bisa-bisa tetangga denger tangisannya Hansel.

Hansel menengok ke arah Luna, tangisannya sudah tak bersuara tapi air matanya masih keluar. Menandakan bahwa Hansel begitu sedih...

"Mi... Mi..." Hansel menunjukkan ekspresi sedihnya.

Luna yang tadinya iba sekaligus jengkel tiba-tiba menjadi tercengang mendengar Hansel memanggilnya 'Mi'

"Kakkkk, Hansel ngomong Mi tadi" ucap Luna senang sambil menarik-narik lengan kaos Tristan.

"Dia nangis Lun, dia gak ngomong apa-apa" ujar Tristan cuek.

"Gak kak, tadi Hansel ngomong kok" ucap Luna kukuh pada pendiriannya. Kupingnya selalu dibersihkan kok, jadi dia yakin kalau pendengaranya masih jelas.

Luna langsung duduk tepat di samping Tristan, mengambil Hansel ke dalam gendongannya dalam posisi Hansel duduk dipangkuannya.

Ibu bahagia ini melongokkan kepapalnya disamping Hansel, "Hansel tadi ngomong apa sayang? Ngomong Mimi ya?"

Hansel yang menengok ke arah Luna, dan melihat mata lucu Maminya ini tiba-tiba tertawa.

"Ayo dong ngomong lagi, sayang, Mami mau denger" ucap Luna bahagia.

Namun, Hansel masih belum mengerti apa yang dikatakan oleh sang Mami, akhirnya Hansel hanya tertawa saja.

Perubahan mood anak ini memang benar-benar cepat. Dari menangis, dan sekarang tertawa.

"Kamu bat banget sih Lun, dibilang Hansel gak ngomong apa-apa juga" ucap Tristan masih dengan menahan mainan Hansel ditangannya.

Hansel mencoba mengambil mainan itu, dan akhirnya ia jatuh tiduran di dada Tristan, dan hal itu membuat Hansel menangis kesakitan karena dadanya bertubrukan dengan dada keras Papinya.

Tristan semakin tersenyum lebar saat melihat anaknya itu menangis, namun tidak dengan Luna. Kepalanya seakan mau pecah mendengar tangisan Hansel yang menggelegar itu.

"Udah cukup main-mainnya" Luna mulai berbicara lagi. "Hansel mandi dulu ya" ucap Luna sambil menarik Hansel untuk digendongnya.

Saat Luna membawa Hansel ke kamar mandi, karena tadi Luna sudah mengisi air hangat ke dalam bath up, langkahnya terhenti oleh tangan Tristan yang berada di punggungnya.

Luna menoleh dan menaikkan alis sebelah matanya.

"Aku ikut mandi" ucap Tristan dan tersenyum begitu bahagia.

Luna tak mampu menolak. Oh tidak, lebih tepatnya, Luna tak ingin menolak permintaan suaminya itu.

Hhh, lama kelamaan Luna jadi ikutan omes juga...

***

Tristan masuk ke kantornya dengan langkah pasti dan senyum dibibirnya. Bukan karena ia tiba-tiba menjadi gila, tapi karena disampingnya berdiri seorang wanita yang sangat berarti di hidupnya. Luna...

Ya, pagi ini Luna ikut ke kantor Tristan untuk sekedar menemani Tristan dan untuk menuruti permintaan karyawan-karyawannya yang tak pernah bertemu dengan Luna setelah acara pernikahaan itu, dan tak pernah bertemu dengan Hansel.

Sejak audi Tristan terparkir di loby gedung kantor ini, sudah puluhan karyawan yang menyapanya dan Luna serta Hansel yang sudah hampir menangis karena tiba-tiba melihat orang asing dalam sekali waktu kalau saja Luna tak langsung mengusap-usap lengannya dan menutup mata bayi itu dengan satu tangannya, karena posisi gendong Luna yang menghadapkan Hansel ke depan.

Setelah Tristan, Luna dan Hansel masuk ke dalam lift, barulah Luna berani membuka mata Hansel, dan entah apa yang menyebabkannya, tiba-tiba Hansel tertawa sambil menepukan tangannya.

Luna begitu gemas melihat tingkah anaknya itu, Tristan juga tak kalah gemas.

"Sini aku aja yang gendong" ucap Tristan. "Kamu badan kecil aja sok-sok gendong anak kecil" ucap Tristan sambil menarik Hansel dari tangan Luna.

Luna hanya mengerucutkan bibirnya lucu saat di bilang begitu. Tristan menggedong Hansel dengan posisi kepala Hansel di bahu Tristan. Ternyata, Hansel tak suka denga posisinya itu.

"Huahhhh" Hansel sudah siap-siap ingin menangis, namun mulutnya di bekap pelan oleh Luna.

Satu tangan Luna yang bebas ia gunakan untuk memukul lengan Tristan. "Hansel sukanya didudukin, bukan begitu" ucap Luna.

"Ya kan repot, aku juga bawa tas ini" Tristan membela dirinya.

"Makanya jangan sok" Luna menjulurkan lidahnya. "Sini tasnya"

Akhirnya Tristan memberikan tasnya itu pada Luna dan mengubah posisi Hansel dari posisi tidak nyamannya, menjadi posisi nyamannya. Hah, bayi kecil aja udah bisa protes...

Setelah itu, pintu lift terbuka dan mereka sampai di lantai tertinggi di gedung ini. Mereka melangkah keluar, dengan tetap Hansel pada gendongan Tristan.

Tristan tak malu sama sekali saat bertemu dengan Raya, sekretarisnya itu, saat itu ia menggendong Hansel, ia malah dengan bangga memamerkan cap di jidatnya 'the best papi in the world' dalam hayalannya.

"Pagi Pak, Pagi Bu" Raya berdiri dan tersenyum.

Tristan hanya mengangguk tanpa tersenyum sedikitpun demi menghindari image 'centil' dan sifat cemburu Luna yang kadang suka berlebihan.

Luna tersenyum, "Pagi"

Senyum yang Luna lontarkan pada Raya ternyata menular pada Hansel. Entah dia mengerti atau tidak, tapi dia tiba-tiba tertawa dan tangannya mencoba meraih Luna.

Namun, tangan itu segera di tarik Tristan, Hansel langsung mendongak dan melihat Papinya tersenyum juga, dan Hansel pun ikut tersenyum.

"Kita masuk dulu ya, Mba Raya" ucap Luna sopan.

"Baik, Bu" Raya tersenyum lagi.

***

Tristan bekerja begitu serius, sampai tidak sadar kalo jam sudah menunjukkan jam makan siang.

"Kakk" Luna memanggil Tristan.

"Bentar ya Lun," ucap Tristan masih fokus pada berkas-berkas yang bertumpuk di mejanya.

"Kak, Luna laper" rengek Luna lagi.

"Yaudah delivery aja" ucap Tristan lagi. "Minta Raya telfonin" ucap Tristan lagi-lagi tak acuh.

Luna yang merasa begitu diabaikan kehadirannya akhirnya memilih diam dan beranjak dari kursi tempat ia duduki sebelumnya.

Ia menuju ke sebuah pintu di salah satu sudut ruangan CEO ini. Ia membukanya, dan menyusul Hansel untuk tidur di kasur yang ada di ruangan itu.

Pintu tadi adalah pintu kamar Tristan kalau-kalau ia harus lembur, namun kalau Luna berada dirumahnya, Tristan tak akan pernah lembur. Ia akan memilih pulang, walaupun semalam apapun.

Luna memilih tiduran santai di sampung Hansel, sambil memeluk putra tunggalnya yang tertidur begitu nyenyak. Lam kelamaan, Luna tak sadar hingga ia akhirnya ketiduran juga.

***

"Achhh!" teriak Luna, sambil memegangi perutnya.

Tristan yang masih sibuk dengan pekerjaannya itu tak mendengar rintihan Luna.

Walaupun Luna merasa perutnya begitu sakit, tapi ia masih kuat untuk bangun, akhirnya dengan langkah tertatih sambil bertopang pada lemari dan dinding. Perut Luna yang begitu sakit, membuat air matanya menetes.

Ia tak menangis, hanya menahan rintihannya lewat air mata.

Ia berhasil menggapai gagang pintu itu, dengan kaki dan tangan gemetar ia berhasil membuka gagang pintu. Dan pemandangan pertama yang menyapa matanya seketika membuat emosinya naik sampai ke ubun-ubun.

Tristan masih sibuk dengan berkas-berkas dan laptopnya, dan kacamata masih bertengger di hidung mancungnya, namun ia tak mampu meneriakkan kemarahannya karena perutnya lebih membutuhkan perhatian.

"Kak.... Tris...tan" panggil Luna dengan suara lemah. Keringat sudah meluncur dengan lancar di pelipis, ke pipi dan turun ke leher Luna. Air matanya pun ikut meluncur.

Tristan segera menoleh saat mendengar panggilan Luna yang terdengar tidak seperti biasanya. Dan matanya langsung melotot, saat melihat satu tangan Luna memegang perutnya, dan satu lagi berpegang pada gagang pintu.

Tristan langsung berlari ke Luna, tanpa melepas kacamatanya. Tidak sampai 3 detik, Tristan sudah membopong Luna masuk ke kamarnya lagi, dan membaringkan Luna.

"Aku telfon dokter ya"

Tristan langsung meninggalkan Luna, dan meraih ponselnya yang tadi ia letakkan di meja kerjanya. Setelah Tristan menelfon dokter keluarganya itu, ia langsung keluar ruangan dan menyuruh Raya untuk membelikan bubur. Makanan yang halus-halus saja.

Setelah itu, ia langsung menghampiri Luna lagi, dan kali ini Luna sudah benar-benar menangis dan meremas perutnya. "Sakiiiiit" adunya, saat melihat Tristan masuk ke kamar itu.

Tristan hanya mampu menggumamkan kata 'maaf' pada Luna, karena mengabaikannya yang tadi bilang 'lapar'. Tristan lupa kalau dulu waktu SMP, Luna bolak-balik masuk UKS karena maag kronis yang dideritanya.

Memang sejak menikah, Tristan tak pernah mendengar keluhan kalau maag Luna kambuh, makanya ia lupa.

Tristan sungguh menyesal tadi pagi memaksa Luna untuk ikut ke kantor, kalau tau akhirnya ia akan mengabaikan Luna karena kerjaan segunungnya itu.

Tak sampai 10 menit, Raya sudah menerobos masuk ke ruangan Tristan karena tangannya digunakan untuk membawa nampan berisi gelas dan piring, serta obat maag.

"Permisi Pak, Bu" Raya berdiri di ambang pintu kamar itu.

Raya masuk ke kamar itu dan meletakkan nampan itu di atas meja lampu,

"Makasih, Raya" ucap Tristan dan Raya mengangguk, dan setelah itu keluar dari ruangan itu.

Dengan sigap, Tristan membantu Luna untuk menyender di bantal yang sebelumnya sudah Tristan susun. Tristan menyuapin Luna dengan telaten dan sabar, karena Luna hanya mampu membuka mulutnya hanya sampai ujung sendok saja.

Tristan merasa beruntung karena Hansel yang masih tidur, tidak rewel sama sekali. Anak itu pintar sekali, seakan mengerti kondisi orangtuanya itu.

Saat baru masuk 5 ujung sendok ke mulut Luna, tiba-tiba Raya datang lagi bersama dengan Dr. Anjar. Dokter keluarga Tristan, usianya berkisar antara 40an, namun wajahnya terlihat masih sangat muda.

"Siang, Tristan" sapa dokter itu.

"Siang dok" Tristan membalas sapaan itu. Hanya untuk sekedar basa-basi dan formalitas saja.

"Bisa saya periksa sekarang?" tanya dokter itu.

"Bisa," jawab Tristan sedikit bergeser dari tempatnya duduk, namun tangannya masih dipegang erat oleh Luna.

Dokter itu duduk tepat disebelah Luna, dan mengambil stetoskopnya, ia mengarahkan stetostop itu ke bagian leher Luna sebelah kanan untuk memeriksa detak jantungnya. Karena dokter itu tidak enak kalau memeriksa tepat di jantungnya, alias di dadanya.

Setelah selesai, dokter itu mengecek tensi Luna dan betapa kagetnya saat melihat tensi Luna adalah 81/49, itu sangat di bawah rata-rata.

"Boleh saya buka bajunya?" tanya dokter itu.

Tristan terlihat ragu untuk menganggukan kepalanya, siapa yang rela kalau tubuh istrinya dilihat oleh laki-laki lain. Tentu tak ada, kalau adapun, bukan Tristan orangnya.

"Hanya sebatas perut," dokter itu melihat begitu jelas keraguan di wajah Tristan.

"Silahkan" akhirnya Tristan mengalah saat melihat Luna terlihat begitu kesakitan.

Sebentar dokter itu melakukan beberapa cek yang umumnya dokter lakukan, Luna dan Tristan hanya pasraha saja.

Tak lama, dokter itu memasukkan alat-alat kedokterannya ke tas hitam yang ia bawa tadi, dan mengambil kertas serta menuliskan beberapa obat yang harus ditebus.

"Jadi istri saya kenapa dok?" tanyanya.

"Istri kamu maag kronisnya kambuh, dia pasti sering telat makan, dan dia udah ngalamin asam lambungnya naik, tapi mungkin cuma sakit ringan, jadi diabaikan, dan sekarang perutnya benar-benar kosong, makanya sampai sakitnya parah" ucap dokter itu tanpa jeda pada Tristan.

Wajah Luna kian pucat saat dokter itu mengatakan kalau Luna sering telat makan. Tristan melirik Luna sekilas, lalu fokus pada dokter itu lagi.

"Istri kamu masih menyusui, kan?" tanya dokter itu, karena ia melihat ada Hansel yang tertidur disebelah Luna.

"Masih dok"

"Sebaiknya makannya jangan telat lagi, dan ini resep yang harus ditebus" ucap dokter itu.

Setelahnya dokter itu dan Tristan berjabat tangan, dan Tristan mengantar dokter itu ke pintu, di depan pintu ia memanggil Raya dan menyerahkan resep obat itu.

"Tolong tebusin resep ini," ucap Tristan sambil mengeluarkan duit berwarna merah 3 lembar. "Nanti gaji kamu saya tambah"

"Eh? Gak usah pak" ucap Raya sungkan.

"Udah gapapa," setelahnya Tristan tak ambil pusing dan masuk kembali ke kamar yang ada diruangannya itu.

Disana, Luna sedang berbaring sambil memeluk Hansel yang masih belum bangun, namun sudah terdengar gumamannya. "Hhh"

"Lun," Tristan mulai duduk di tepi ranjang dekat Luna. "Makan lagi yuk," ajak Tristan sambil mengelus rambut Luna.

"Buburnya dingin, Luna gasuka, enek" ucapnya menoleh pada Tristan.

Tristan menghela nafas berat. "Nasi padang, mau?" tanya Tristan.

"Mau" kata Luna nyengir. "Na..."

"Nasinya setengah pake kuah gule, pake ayam bakar paha, pake sayur singkong, gak pake sambel" Tristan memotong omongan Luna. "Iya kan?" ucapnya sambil menaik-turunkan alis tebalnya.

"Iya" Luna tersenyum lagi.

"Oke" ucap Tristan dan mengambil ponsel di sakunya. "Halo? Raya, tolong beliin nasi padang 2.... yang satu nasinya setengah pake kuah gule, pake ayam bakar paha, pake sayur singkong, gak pake sambel.... Satunya lagi nasinya satu pake ikan bakar sama sayur.... Iya udah itu aja.... Oke makasih" Tristan mengakhiri telponnya dan menaruhnya di atas meja.

"Kok nelfon Raya sih?" tanya Luna jutek.

"Kenapa emang? Cemburu?" goda Tristan.

"IYA!" Luna mulai aksi cemburu berlebihannya.

Tristan menundukkan kepalanya, hingga sisa 1 jengkal antara wajahnya dan wajah Luna. "Aku tadi nyuruh Raya buat nebus obat kamu, dan berhubung dia lagi diluar makanya aku minta tolong buat beliin makanan juga" jelas Tristan sehalus-halusnya.

Entah kemana sifat dewasa Luna saat dihadapan Karin kalau dirumah, semuanya menguap diganti dengan kemanjaan dan sifat kekanakan kalau bersama dengan Tristan.

Satu tangan Tristan diangkat untuk mengusap pipi Luna, membuat Luna merasa nyaman akan perlakuan itu.

"Emang Luna mau ditinggal, kalau kakak yang beli sendiri?" tanya Tristan.

"Gak mau!" Luna memanyunkan bibirnya. "Kakak gak boleh tinggalin Luna, kan Luna sakit gara-gara kakak"

"Loh? Kan gara-gara Luna telat makan" Tristan membela diri.

"Ya kan telatnya gara-gara kakak sibuk sama kerjaan, sampe-sampe aku sama Hansel dianggurin," ucap Luna.

"Oke oke" Tristan mengangkat tangan tanda menyerah. "Kakak yang salah, kakak yang bikin Luna sakit, kakak minta maaf, ya?" ucap Tristan mengalah. Sampai kapanpun, Luna tak akan mau mengalah kalau berdebat.

"Ah jangan ngomong gitu," ucap Luna tak enak hati. "Luna jadi gak enak" ucap Luna merajuk.

Tristan menghebuskan nafas berat, "hmmm maunya apa sih, sayang?" ujar Tristan gemas.

"Mau dicium" ucap Luna tanpa malu-malu.

"Hah?" Tristan terperangah. "Ahhh kesempatan gak boleh disia-siain ini mah" Tristan menggosok-gosok tangannya, seakan-akan ia melihat makanan lezat dan siap menyantapnya.

Tristan sudah mendekatkan bibirnya pada bibir Luna, ia sudah siap untuk mencecap rasa manis di bibir istrinya itu... Dan.....

"Oek.. Oek.. Oek.." Harapannya pun kandas...

Hansel menggeliat di tempatnya tidur, matanya sudah setengah terbuka. Hibernasi panjangnya sudah habis, rupanya...

Tristan mendesah kecewa, sementara Luna tertawa melihat kekecewaan di wajah Tristan.

"Urusin Hansel dong kak, Luna kan lagi sakit" ucap Luna sambil memiringkan wajahnya.

Dengan terpaksa, Tristan mengangkat Hansel dan digendongkannya. Tristan menepuk-nepuk pelan punggung Hansel, "kok kamu gangguin Papi sama Mami sih, nak?"


Vote and comment ditunggu banget :3

Continue Reading

You'll Also Like

214K 11.2K 51
berpisah selama 10 tahun lamanya, apakah status yang awal mulanya mereka jaga akan tetap ada? jawabannya tidak karena nyatanya hubungan jarak jauh i...
415K 39.4K 43
Gimana sih rasanya punya suami modelan Abimanyu Lingga Pandega? Ft. Kim Doyoung Cerita ini hanya fiksi yang tidak ada hubungannya dengan tokoh asli...
27.1K 1.6K 33
Juna Anugrah Hendrawan senior yang sangat amat disegani di kampusku, bagaimana tidak dia adalah seorang presiden mahasiswa. Selain itu dia juga mahas...
3M 24.1K 45
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...