BERDETAK (Berakhir dengan Tak...

By Penjejak_Rasa

68.4K 13.5K 7.6K

♡[BERCERITA SEPENUH RASA]♡ 🌟Genre Cerita: General Fiction🌟 Follow dulu ya sebelum membaca Neira, seorang ga... More

01. Ketidaksengajaan
{Tokoh Cerita}
02. Mengejutkan
03. Tak Terduga
Pemberitahuan!
♥Teruntuk Pembaca Aktif♥
"BERDETAK" Segera Kembali !!!
04. Keterpaksaan Rasa
05. Awal Takdir
06. Hidup indah yang tak terjamah
07. Cinta dan Luka
08. Penyesalan
09. Memilih Bertahan
10. Bersandiwara?
💓BERDETAK💓
11. Fakta Baru
12. Keanehan yang Mengherankan
13. Terulang, Kembali Mengenang
Menyapa
14. Masa Lalu
15. Alasan
16. Perubahan Seiring Waktu
18. Menghitung Detak Waktu
19. Ada Debar Karenanya
20. Sepercik Petang Mengusik Tenang
21. Mengurai Perasaan
22. Berserah Diri
23. Luapan Perasaan
24. Emosi yang Diuji
25. Suatu Kenyataan
26. Kepedihan Tak Tertahan
27. Luka dan Fakta
28. Terusik Kenangan
29. Sidang Mediasi
30. Konsekuensi
💕Apa Kabar?💕
31. Sidang Perkara Perceraian
32. Perihal Keresahan
33. Insiden Tidak Terduga
34. Titik Kebenaran
35. Mengurai Dalam Sepi
36. Terhempas Ketika Lepas
♥SEKUEL~BERDETAK♥
💕COVER SEKUEL BERDETAK #2💕
INFO PENTING BERDETAK 2
#Singgah❤
#Mohon Doa Restu💞
Baca di Kwikku

17. Perlakuan Manis

1.3K 301 148
By Penjejak_Rasa

"Terkadang seseorang sedikit was-was menikmati hal manis jika akan membawanya kembali berujung tragis."
*****

Pagi, secercah bersinar cerah mentari telah memasuki celah jendela kamar. Membuat Neira mengerjap lalu membuka mata. Pendar silau itu telah membangunkan tidur lelapnya. Terbangun kembali seperti waktu subuh tadi.

Namun, kali ini ia tidak beranjak dari ranjang karena tubuhnya masih terasa lemas dan wajahnya kuyu berkeringat akibat demamnya belum juga turun. Ia tetap memilih berbaring. Meski kepalanya sudah tidak lagi terlalu pusing.

Tiba-tiba pandangan Neira teralihkan ketika mendengar sebuah pintu kamar berderik sedang dibuka oleh seseorang dari arah luar.

"Kau sudah bangun rupanya." Reyhan berjalan masuk seraya membawa sebuah nampan di tangan. Laki-laki itu terlihat segar dengan rambut belum keringnya. Masih berkaus pendek.

Ekor mata Neira memperhatikan tak percaya gerakan suaminya dan apa yang sedang dibawanya itu, semakin mendekat ke arahnya.

"Makanlah ini selagi hangat, lalu minum obatnya" ujarnya seraya meletakkan semangkuk bubur di atas nakas yang tampak uapnya masih mengepul dan juga beberapa tablet obat.

"Ayo, aku bantu kau ke kamar mandi terlebih dahulu," tambah Reyhan sementara Neira bergeming di tempatnya. Mengernyitkan kening tampak mencoba berpikir menerka-nerka isi kepala laki-laki itu.

Apakah dia sedang tidak sehat juga? Lagi-lagi Neira mendapati sikap tak biasa Reyhan.

"Mau kugendong lagi?" tawarnya, ketika masih tak mendapatkan respon dari Neira yang masih tertegun menatapnya.

Neira seketika mengerjapkan mata tersadar dari lamunannya saat tiba-tiba Reyhan mendekatinya untuk merengkuh tubuhnya di kedua lengan kekar suaminya itu.

"Tidak! Tidak usah, Rey. Aku bisa...cukup kau bantu aku berjalan saja," sergah Neira cepat.

Entah mengapa dia merasa ada hal yang berbeda saat tiba-tiba Reyhan di dekatnya. Seperti kikuk dan canggung atau perasaan lain yang tidak bisa dijelaskan terhadap perubahan sikap Reyhan.

Ternyata pagi dini hari tadi aku sedang tidak bermimpi. Neira menyimpulkan dalam hati tentang apa yang terjadi, sedang berlangsung masih dialami.

"Terima kasih, Rey" ucap Neira sesaat kemudian setelah Reyhan membantu memapah tubuhnya berjalan ke kamar mandi. Lalu dijawab sebuah anggukan kepala olehnya.


*****

"Sebelum sarapan minum dahulu obat maag itu." Reyhan berdiri sambil menunjuk obat dengan gerakan dagunya. Di antaranya obat demam, diare, maag dan antibiotik yang dapat dilihat oleh Neira dari jangkauan dekatnya.

"Iya, terima kasih," jawab Neira yang sedang duduk di sisi ranjang kemudian mengulurkan tangan mengambil air minum dalam gelas dan obat di atas nakas.

"Setelah makan baru minum obat sisanya," tambah Reyhan yang masih mengancingkan lengan kemejanya itu. Ya, dia bersiap untuk berangkat bekerja.

Tok tok tok!

Terdengar suara pintu kamar di ketuk dari luar. Reyhan bergegas lalu membukanya. Maka terlihatlah Ayah Lucas, Ibu Raniya dan Elladya berdiri di hadapannya.

"Bagaimana keadaan menantu Ibu, Nak?" Suara sang ibu mendahului begitu pintu itu dibukanya.

"Dia sedang sarapan dan minum obat, Bu." Reyhan memberi jalan kepada mereka untuk masuk.

"Kau baik-baik saja, Sayang?" seru ibu mertua menatap khawatir begitu melesak masuk berdiri di depan Neira yang sedang mengunyah pelan makanannya itu.

Meski lidahnya sedang tidak bisa merasakan makanan dengan benar, tetapi Neira tetap memaksakan diri untuk memakannya barang sedikit. Agar kondisi tubuhnya segera membaik.

Neira memalingkan pandangan menatap kedatangan mereka, lalu tersenyum tipis sesaat setelah menelan makanannya, berbanding terbalik dengan wajah sayunya. "Akan segera membaik, Ibu."

"Semoga, Nak," jawab sang ibu mertua yang mengambil tampat duduk di sampingnya.

"Lihatlah keadaanmu... kau tampak pucat, Nak. Sebaiknya kita pergi ke dokter." Ayah Lucas berdiri sembari mengamati keadaan menantunya itu.

"Neira hanya butuh istirahat, Ayah...pasti akan segera pulih seperti sedia kala," tolak Neira dengan halus seraya menyunggingkan senyum tipisnya lagi. Sejujurnya dia enggan ke rumah sakit.

"Benar kata Ayah, Kak. Sebaiknya kita periksa keadaan Kakak ke Rumah Sakit," seru Elladya.

Belum sempat Neira menjawab sebuah suara menimpalinya.

"Sudah aku beritahu hal itu sejak tadi." Reyhan yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. Tetapi tidak memperjelas ucapnya. Seakan tersirat jika Neiralah di sini yang keras kepala.

"Jika selama tiga hari demammu belum juga turun dan keadaanmu belum membaik, maka kau harus mengikuti saran kami untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit." Suaminya itu menatap dalam penuh keseriusan, seakan ada kepedulian. Itulah caranya memberi batasan terhadap sifat keras Neira agar mau menurutinya.

Kenapa dia terlihat begitu peduli padaku? Mungkinkah sikapnya yang mulai berubah hampir beberapa bulan belakangan ini adalah caranya menebus rasa bersalahnya? Tanya Neira dalam hati kepada diri sendiri.

Baiklah aku akan mencoba berdamai dengannya, dan mungkin ini adalah awal yang baik dari hubungan kami.

"Baiklah...aku setuju." Neira mengalah. Meski dia terlalu enggan sejujurnya jika harus ke sana.

Banyak kenangan buruk di Rumah sakit. Mengingat dirinya pernah mengalami situasi tidak menyenangkan berawal dan berakhir di sana.

Reyhan menatap jam yang tersemat di pergelangan tangannya. Pagi ini dia dijadwalkan mengoperasi seorang pasien. "Sebaiknya aku berangkat sekarang." Laki-laki itu bersuara sembari mendekat untuk berpamitan kepada ketiga orang itu.

Setelah mencium punggung tangan orangtuanya. Lalu sang adik-Elladya mencium punggung tangan sang kakak.

Beralih ke sang isteri. Namun, saat Neira mengulurkan tangan hal tak terduga olehnya, terjadi di depan mata mereka. Bukannya menerima uluran tangan itu, Reyhan justru mendekat ke wajahnya lalu...

Cup!

Sebuah ciuman mendarat di kening sang isteri yang seketika terperangah, tertegun di tempatnya. Neira tersentak bersamaan dengan kedua bola matanya yang membulat kala Reyhan masih menciumnya itu.

Tiba-tiba secepat kilat terasa sengatan meletup lembut yang bersumber dari keningnya segera berangsur berbuah desiran halus yang bermuara di rongga dadanya.

Seseorang tolong kali ini katakan padaku kebenarannya, apakah aku tidak sedang berhalusinasi yang bukan-bukan terhadap sikap Reyhan?

Ya, nyatanya dia tidak segera mendapat jawaban dari seseorang. Lalu dia memalingkan wajah dan menggigit bibir bawahnya sendiri tanpa sepengetahuan mereka.

Aww! Pekiknya dalam hati. Benar, ini nyata. Tambahnya menyimpulkan kejadian barusan.

Ada apa dengan diriku? Mengapa menjadi tidak nyaman begini? Neira berseru gelisah dalam hati. Merutuki reaksi dirinya yang mungkin saat ini kedua pipinya tengah merah merona. Kedapatan dicium sang suami di hadapan mertua dan adik iparnya.

Tentu bukanlah hal biasa. Jelas itu yang membuatnya malu.

Itu adalah kali kedua Reyhan menciumnya. Namun, kali ini jelas berbeda caranya mencium keningnya lembut dan lekat beberapa saat. Tidak secepat kilat seperti saat selesai proses ijab kabul mereka kala itu.

Neira kehabisan kata-kata untuk hanya sekadar berpikir tentang perubahan dari perlakuan manis Reyhan itu, yang jujur membuatnya tercengang bukan kepalang.

Sementara mereka bertiga-Ayah Lucas, Ibu Raniya dan Elladya tampak tersenyum memperhatian kemesraan yang baru saja terjadi dari keduanya itu.

*****

Reyhan sedang mengemudikan mobil sembari tampak berpikir mengingat kejadian kemarin malam. Saat dia sedang di Rumah Sakit kala itu.

"Rey, kenapa kau sulit sekali ditemui?" tanya seorang perempuan yang tiba-tiba datang mengejutkannya tanpa mengetuk pintu ruang kerjanya itu. Bukan. Bukan ruang kerja lebih tepatnya ruangan khusus milik Reyhan sebagai tempat beristirahat atau bermalamnya di Rumah Sakit milik keluarganya-James.

"Liza jika kau lupa... ingat ini adalah Rumah Sakit bukan tempat piknik yang bisa sesuka hati kau datangi apalagi tanpa permisi!" sungut Reyhan menatap dingin kepada perempuan yang duduk di meja tepat di depannya.

"Apakah begini caramu memperlakukan seorang mantan yang pernah mewarnai hari-harimu dahulu, Rey?" Perempuan yang bernama lengkap Liza Clara itu semakin bertingkah dengan beranjak lalu mengelus pelan bahu Reyhan.

Namun, dengan cepat ditepisnya tangan perempuan itu oleh laki-laki yang tampak semakin geram saja melihat tingkahnya.

Ya, Liza Clara adalah seseorang yang pernah menelpon Davin-adik Reyhan tepat di hari pernikahan laki-laki itu.

Dia adalah mantan kekasih sekaligus sahabat dekat Reyhan hingga duduk di bangku perkuliahan. Kemudian mereka menjalin hubungan selama satu tahun lamanya. Sebelum pada akhirnya perempuan itulah yang meninggalkannya. Lenyap bagai di telan bumi tanpa ucapan penjelasan yang pasti.

Namun, dia kembali kemudian selalu mengganggu hidup Reyhan. Bahkan tetap mencari informasi tentang Reyhan dari kedua adiknya-Davin dan Elladya yang memang tidak tahu menahu perihal putusnya hubungan mereka. Sebab kakak mereka -Reyhan adalah seseorang yang tertutup apalagi perihal asmaranya.

"Pergi dari ruanganku!!" bentak Reyhan yang sudah beranjak. Lalu membuka pintu dengan cekatan sambil menatap tajam menusuk. Membuat hati perempuan yang penuh kepercayaan diri sebelumnya dengan berniat merayunya kembali untuk kesekian kali itu menciut takut seketika.

Apakah dia lupa tabiat mantan kekasihnya itu? Hingga dia masih punya nyali untuk kembali mengganggu.

"Reyhan... aku mohon maafkanlah aku," pintanya memohon sembari kedua matanya berkaca-kaca.

"Jika kita tidak lagi bersama, setidaknya kita bisa kembali bersahabatan bukan?" tambahnya lagi seakan berusaha mempengaruhi Reyhan.

"Tidak semua hal bisa kau kendalikan." Reyhan masih berdiri di ambang pintu seraya menatap tajam seakan mengancam.

"Baiklah, sekali lagi maafkan aku Reyhan. Aku melakukan itu dahulu karena punya alasan, dan sekarang aku mendapatkan karma dari kebohonganku itu." Liza mengakhiri perkatakaannya sembari berjalan ke arah Reyhan yang tampak mengerutkan kening sesaat.

"Jangan bersandiwara seperti orang lugu di hadapanku!" Reyhan memicingkan mata menatap penuh intimidasi ke arah Liza.

Reyhan kala itu sedang sangat lelah sehabis menjalani operasi terhadap tiga pasiennya. Namun, saat sedang duduk sembari memejamkan mata, tiba-tiba dengan lancang datanglah perempuan tak diundang itu dari masa lalunya yang membuatnya meletupkan emosi seketika.

"Aku harap suatu saat kau mau mendengar penjelasanku... maafkan aku Rey, baiklah aku pergi," ucap Liza sesaat sebelum akhirnya ke luar ruangan meninggalkan Reyhan.

Reyhan menutup pintu seketika sembari berdecak, tidak berniat sama sekali menanggapi ucapannya itu. Hanya dianggapnya sebagai angin lalu.

Laki-laki itu memutuskan membersihkan diri lalu segera beranjak untuk tidur di ranjang, karena dia terlalu lelah untuk pulang.

Reyhan tampak tidak bisa tidur dengan tenang sudah hampir satu jam lebih dia menggerakkan badan ke segala arah di ranjang. Namun, kedua kelopak matanya belum juga terpejam dan tertidur lelap.

Dia mulai berpikir. Barangkali kali ini ia sulit tidur jika tidak di kamarnya?
Mungkin juga karena aroma dalam kamar di rumah sakitnya yang mengganggung penciumannya?

Atau...ia butuh seseorang seperti teman tidur di rumahnya. Isterinya-Neira? Sebab ia beberapa kali mendapati dirinya terbangun tanpa sengaja memeluk wanita itu.

Reyhan terkejut dengan dugaan terakhirnya. "Sepertinya aku banyak berpikir dan terlalu lelah."

Namun, semua dugaannya masuk akal bukan? Dirinya butuh seseorang untuk menemaninya, sebab laki-laki itu sering kali bermimpi buruk tentang masa lalunya. Membuat tidurnya sangat terganggu dan yang tepat berada di posisi itu adalah isterinya bukan?

Benar. Itu bukan suatu masalah besar. Batinnya bermonolog kembali.

Namun, benarkah dia juga akan terjaga jika tidak ada teman tidur di sisi ranjangnya? Seperti halnya saat ini, juga ketika ia sedang di luar kota beberapa kali untuk menghadiri acara seminar kesehatan kala itu?

Reyhan nyaris tak percaya dengan dugaan yang memenuhi kepalanya. Akhirnya dengan terpaksa malam itu dia memutuskan pulang ke rumah. Ia ingin memastikannya.

Itulah alasan sebenarnya laki-laki itu pulang meski larut malam dan saat tiba di kamarnya ia mendapati Neira melamun dalam duduknya.

*****

Pukul 08.30. Seseorang membuka pintu kamar dan mendapati Neira yang sedang bermain dengan telepon genggamnya.

"Sudah malam, kenapa kau belum juga tidur? Ingat tubuhmu butuh istirahat!" Reyhan berjalan mendekat lalu meletakkan tas kerja di atas meja.

"Setelah salat magrib tadi aku tertidur. Jadi baru saja bangun untuk salat isya." Neira menjelaskan sesaat setelah mengalihkan tatapannya dari layar berbentuk pipih itu.

Reyhan mengangguk mengerti lalu laki-laki itu menuju kamar mandi memutuskan untuk membersihkan diri.

Beberapa saat kemudian...

Neira merasakan sisi ranjang terasa melesak karena seseorang merebahkan tubuh di sampingnya. Lalu ia yang belum tertidur membuka mata ketika merasakan seseorang menyentuh keningnya, memeriksa kondisinya dari arah belakang tubuh Neira yang tidur dengan posisi miring ke samping.

"Demamnya sudah mulai turun, sepertinya Bibi Ratna melaksakan tugasnya dengan benar," ujar Reyhan datar yang tadi sempat berpesan kepada aisten rumah tangganya untuk rutin mengopres Neira dan menyiapkan makanan dan obat-obatnya.

"Apakah kau masih diare hari ini?" tanyanya lagi karena mengetahui Neira masih belum tidur terlihat dari gerakan tubuhnya saat Reyhan bergabung di ranjang.

Sementara itu Neira bergeming sembari memperhatikan lampu tidur di depannya. Dia tertegun seketika mendengar perkatakan Reyhan.

Sebegitu pedulinyakah dia? Batin Neira sembari mengerjapkan mata beberapa kali. Lagi-lagi dia mendapati sesuatu menjalar di rongga dadanya, menimbulkan perasaan hangat melesat di hatinya.

"Tidak... ak-aku baik-baik saja," jawab Neira sedikit terbata.

"Ya sudah... tidurlah!" perintah Reyhan lalu tanpa terduga merengkuh Neira dalam dekap hangatnya.

Tubuh Neira menegang seketika, meski sudah sering kali dipeluk tanpa sengaja olehnya saat terlelap, baginya itu agak biasa. Tetapi kali ini suaminya itulah yang dengan sengaja memeluknya dengan penuh kesadaran dan kewarasan bukan?

"Rey... aku.. aku boleh bertanya sesuatu padamu?" Neira mengatur napas tercekatnya karena perlakuan manis suaminya itu. Meski tampak masih terbata karena kegugupan dan keraguannya.

"Heeem," guman Reyhan sembari memperbaiki posisi lengannya yang melingkar di pinggang sang isteri.

"Kenapa dengan sikapmu belakangan ini? Jujur aku merasa aneh dengan perubahan sikapmu terhadapku." Akhirnya Neira memberanikan diri bertanya tanpa terbata.

Terjadi keheningan beberapa saat.

"Jika kau menemukan segala jawaban di awal, itu namanya bukan kejutan, Nei." Reyhan berkata penuh makna yang tentu membuat Neira mengernyitkan dahi, mencoba berpikir untuk menemukan jawaban dari maksud tersirat suaminya itu.

Neira enggan bertanya lebih lanjut pada laki-laki itu. Setelah beberapa saat berpikir akhirnya dia menyerah dan memutuskan untuk tidur saja. Kondisinya sedang tidak mendukung untuknya menggunakan otak cerdasnya dengan baik.

Semoga ini adalah awal baik dari hubungan kami. Meski aku tidak tahu hal apa yang terjadi di masa depan nanti. Neira ragu-ragu meyakini hal itu.

TBC....

Maluku, 19 Maret 2020

Akan langsung update kalau sudah 130 vote dan 150 komentar. Bisa tidak nih kalian? 😁

Oya jaga kesehatan semua ya, jaga kebersihan lingkungan...semoga kita terlindungi dari wabah corona. Semoga Indonesia segera pulih seperti sedia kala.

Mari sama-sama kita jaga kebersihan lingkungan demi kesehatan dan kebaikan kita bersama💞💞💞🙏


Apa yang kalian rasakan saat membaca part ini? Tunjukkan dengan memilih emoticon berikut ini ya 😅😍😊😂😘😳😭😆😱😓😫

Harap kawan pembaca tinggalkan jejak "⭐" dan memberikan komentarnya 📝.

Terima kasih 😊

Daah sampai jumpa di bab selanjuutnya 😊

Salam
Penjejak_Rasa

------------------------

Salam!

"BERDETAK"_Berakhir dengan Takdir.

Semoga "BERDETAK" selalu di jantung kalian,
karena sebuah rasa yang tak mampu diluapkan.

>%%%<

Continue Reading

You'll Also Like

43.9K 7.2K 37
[COMPLETED] Khala bermakna sepi. Itulah yang kerap dialami oleh Ayyara Rivania Kiev atau yang biasa disapa Yara. Kesibukan sang suami, Rafif Omar Sya...
STRANGER By yanjah

General Fiction

233K 26.4K 33
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...
10.7K 1.4K 47
GENRE : HUMOR - GENERAL FIKSI *Judul awal: Unik bin Ajaib ⚫⚫⚫ Apa jadinya jika semuanya serba dadakan? Ya kamu tidak salah membaca. Yang dialami Ar...
1.7K 311 41
TELAH TERBIT DI PENERBIT LOVRINZ "Jangan mendekat! Ada bom di sini! Tolong, suruh orang-orang menjauh!" Tiga puluh lima detik lagi. Aya sudah menyer...