[✓] Kakak + Day6

By fnza19

274K 27.9K 5.3K

Menjadi satu-satunya perempuan dalam keluarga Aksara tak lantas membuat Jinara diperlakukan bagai ratu oleh k... More

Revisi
Aksara bersaudara!
Para Abang bersatu
Rencana terselebung
Jalan-jalan
Kebenaran?
Sendiri
Ingatan yang hilang?
Perlahan
Calon ibu
Pangeran Dani?
Hilang!
Mencari Jinara
Diculik
Kehilangan Jinara
Wilnan dan Dava
Penculikan Aksara Bersaudara
Sebuah fakta
Memori
Seperti dulu
Drama
JEPANG, KAMI DATANG!!!
Bukan Bunda!
Bertamu
Bertemu
Jalan malam
Reuni bersama bunda
Kencan (+8 stalker)
Kencan (+8 stalker) part 2
Salam perpisahan kita
Khawatir
Selamat datang kembali, Ayah.
Mantan
Jayandra vs. Jinara
Gibah dan Nostalgia
Wisuda
A few years later
We will go home together, with you
Lamaran
Mantan Dava?
SAH
Day6 series

Dongeng Masa Kecil

13.2K 1K 50
By fnza19

Bulan purnama bersinar begitu cerah di atas langit malam, menerangi setiap sudut kerajaan yang tak terjangkau oleh cahaya obor. Semilir angin malam berhembus, membawa gemerisik suara alam yang menenangkan. Para pengawal tampak berjaga dengan tetap menanamkan kewaspadaan pada diri mereka. Tanpa suara, dan hanya gerak yang terlihat.

Sungguh, malam yang tenang di Kerajaan Aksara.

Namun, tenang nya malam berbanding terbalik dengan apa yang sedang terjadi. Dulu, Kerajaan ini tentram, damai dan sejahtera karena dipimpin oleh Raja yang Arif dan bijaksana yang bernama Yang Mulia Daniel. Raja Daniel mempunyai 2 orang anak yang tampan, cantik dan juga pintar.

Anak pertama, sekaligus pewaris tahta adalah Pangeran Dani. Seseorang yang dikenal tegas dan berambisi tinggi. Sangat dingin dan datar pada siapapun. Tekadnya yang kuat kadang membuatnya menyingkirkan apapun yang menghalangi keinginannya. Dia juga seorang yang berhati kejam dan tidak mengenal ampun dalam menghukum seseorang yang bersalah sehingga membuat rakyat sangat tidak nyaman.

Anak kedua sekaligus bungsu adalah Putri Minara. Seorang yang santun, cantik dan pintar. Berbeda dengan sang kakak, Putri Minara sangat digemari oleh rakyat. Dia sangat suka berkuda dan memanah. Hobinya yang seperti itu, kadang membuat orang lupa jika ia adalah seorang Putri Bangsawan. Dalam sebuah ramalan, disebutkan jika kelak keturunan dari Putri Minara lah yang akan memimpin kerajaan.

Suatu hari, Raja Daniel mengalami sakit keras dan bahkan untuk turun dari ranjang pun tak sanggup, sehingga mau tidak mau, Pangeran Dani naik tahta di usia 19 tahun, karena ditakutkan kerajaan tidak stabil jika tidak ada pemimpin.

Pada masa kepemimpinan Pangeran Dani, kerajaan menjadi kacau. Rakyat menjadi menderita dan pemberontakan terjadi dimana-mana. Perekonomian negara turun, bahan pangan menjadi langka dan pajak bagi petani naik dengan tidak manusiawi. Kematian warga akibat kelaparan tidak bisa terelakkan dan kejahatan karena kemiskinan semakin merajarela. Para pejabat kini membelot dan melakukan korupsi, sedangkan Pangeran Dani sibuk menghitung harta dan membeli perhiasan juga pakaian mewah.

Raja Daniel dan Ratu Aiko berusaha untuk mengembalikan kembali citra kerajaan dengan mendatangi langsung anak sulung mereka dan mencoba memberikan arahan juga peringatan, namun yang ada, mereka dimasukkan kedalam penjara dan diawasi oleh ribuan pengawal bersama dengan pejabat kerajaan yang masih setia mengabdi.

Putri Minara yang melihat kekacauan tersebut, langsung menemui sang kakak. Ia hanya ingin membuat kakaknya sadar jika apa yang selama ini ia lakukan sudah melebihi batas wajar, apalagi dengan memenjarakan orangtua mereka. Namun ternyata, saat Putri Minara sampai di kamar sang kakak, rupanya Pangeran Dani sedang mengobrol dengan penasehat kerajaan. Mereka tengah membicarakan tentang cara menyingkirkan Putri Minara. Karena menurut ramalan, anak bungsu Putri Minara akan menggulingkan kekuasaan Pangeran Dani dan membuat Pangeran dalam keadaan yang sulit.

Putri Minara yang mendengar itu sangat terkejut dan memilih untuk kabur dengan mengendarai kuda kesayangannya. Ia diam-diam keluar dari istana setelah berhasil melewati penjagaan ketat istana. Ia memasuki hutan es yang jarang dilewati orang karena terkenal karena badai es yang mematikan.

Pangeran Dani yang mengetahui bahwa Putri Minara kabur langsung memerintahkan semua prajurit untuk mencari keberadaan sang adik. Dan bagi siapapun yang menemukan Putri Minara akan mendapatkan hadiah yang sangat besar. Ia sangat khawatir jika adiknya itu akan memberontak dan semua tragedi dalam ramalan akan menjadi kenyataan.

Sementara, di dalam hutan, Putri Minara harus berjuang antara hidup dan mati karena badai dahsyat yang tiba-tiba menyerang dan menyebabkan kuda kesayangannya mati. Ia mengikuti kata hatinya dan berjalan menelusuri hutan. Berbekal dengan mantel yang tipis dan tanpa barang apapun, Putri Minara terus berjalan. Tidak perduli dengan kakinya yang membeku dan persediaan makanan yang hancur akibat badai, ia terus berjalan untuk mencari tempat yang aman. Yang ada dipikirannya hanya satu, ia harus kabur sejauh mungkin dan kembali suatu hari nanti untuk menyelamatkan rakyat dan kedua orangtuanya.

Ia harus bersembunyi, menyamar dan harus menikah dengan seseorang agar melahirkan sosok ramalan yang akan mengembalikan Kerajaan Aksara pada zaman keemasan lagi.








------








"Bunda, kenapa Putri Minara harus kabur? Harusnya dia kan melawan. Apa Putri Minara tidak berani melawan pangeran yang jahat itu? Lalu bagaimana keadaan Putri Minara setelah kabur? Apa dia menemukan pangeran baik hati?" Tanya seorang anak kecil berkacamata kepada seorang wanita dewasa yang sedang duduk sembari bercerita. Dan secara tidak langsung, pertanyaan yang ia ajukan itu memotong cerita yang sedang dibacakan.

Wanita itu tersenyum, ia mengusap kepala anak kecil tersebut dengan lembut, "Putri Minara harus pergi karena ia tau, ia tidak akan mampu untuk melawan Jay,"

"Lalu bunda, apa Raja Daniel baik-baik saja? Dia kan sedang sakit, kenapa harus di penjara?" Tanya kembali anak kecil yang bernama Jay itu. Ia menatap wajah sang bunda dengan tatapan berbinar karena penasaran.

"Mungkin, bunda tidak tahu." Jawab wanita yang disebut bunda itu, yang membuat Jay merengut kecewa karena rasa penasarannya tidak terjawab.

"Bundaaa, kok celitanya ndak dilanjut cih? Abang Jay cih. Akha kan macih kepo!!" seru seorang anak yang sedang menidurkan dirinya di samping Jay. Sakha berdecak kesal lalu berpindah tempat untuk lebih dekat dengan sang bunda.

"Sabar Sakha, tidak boleh seperti itu." Tegur Bunda tak suka.

Anak yang bernama Sakha itu merengut sebal, "iya-iya bunda, Akha sabal. Olang sabal dicayang Tuhan kan, bunda?"

"Iya, makanya Sakha harus sabar yah." Jawab Bunda dengan lembut dan penuh perhatian sembari mengusap rambut Sakha.

Sakha mengangguk kecil, jari-jari mungilnya ia usapkan ke perut Bunda yang buncit karena sedang mengandung calon adiknya yang keempat. Sebuah senyuman muncul di wajahnya saat ia merasakan adanya pergerakan dari dalam perut sang bunda, ia semakin mengusap perut ibunya itu untuk membalas sapaan calon adiknya.

"Bundaaa, key mau idulll." lagi, seorang anak berbicara sembari menggosok kedua matanya yang berair. Ia menjauh dari tempat mereka berkumpul dan menaiki ranjang. Tanpa menunggu lama, dengkuran halus terdengar menandakan anak bernama Keyandra itu sudah terlelap.

"Ya sudah, ceritanya kita sudahi. Dilanjutkan besok yah... Sakha, Jay ayo naik ke atas kasur. Sudah malam, waktunya kalian tidur."

Sakha dan Jay mengangguk dan dengan segera menaiki ranjang mereka, selimut segera dinaikkan sebatas dada lalu perlahan mulai memejamkan mata. Mulut kedua anak itu terlihat bergerak, berkomat-kamit untuk membaca do'a sebelum tidur lalu serempak berseru 'Aamiin'.

Bunda tersenyum, ia menghampiri anak-anaknya itu lalu mengecup satu persatu dahi mereka. "Tidur yang nyenyak anak-anak Bunda, mimpi indah."

"Bunda mau kemana?" Ketika akan mematikan lampu kamar, Jay tiba-tiba bangun, membuat gerakan tangan dari Bunda terhenti.

"Wilnan dan Dava harus diberi susu dulu Jay, kalau tidak mereka menangis."

"Kenapa Inan sama Dava selalu menangis, bunda?"

"Karena mereka haus dan tidak mau ditinggalkan."

"Bunda, kalau Jay punya adik perempuan. Jay bakal jaga adik Jay, biar Jay tidak seperti Pangeran Dani, jahat." ucap tiba-tiba Jay dengan penuh semangat. Ia bahkan bangkit dari tidurnya dan berpose layaknya seorang superhero.

"Akha juga, Akha nanti bakal jaga cepenuh hati adik Akha. Bayi yang ada di pelut bunda, kapan bica ketemu Akha?" Sakha yang dikira sudah tidur pun tiba-tiba bergabung dalam obrolan mereka.

Bunda lagi-lagi tersenyum melihat tingkah dua anak sulungnya itu, "iyaa, sudah sekarang Jay tidur yah, Akha gak sabar yah pingin ketemu bayi? Sabar yah, sebentar lagi kok."

CTAK

Lampu kamar dimatikan dan ruangan itu menjadi gelap.

"Selamat malam anak-anak." Ucap Bunda lalu menutup pintu kamar.

Setelah dirasa sang bunda sudah jauh, Jay turun dari atas ranjang lalu menggusur kursi meja belajar dan menaiki kursi itu untuk menggapai saklar lampu. Dengan susah payah dan disertai perjuangan keras mengingat saklar lampu yang begitu tinggi, Jay akhirnya berhasil menyalakan kembali lampu kamar.

"Loh, kenapa dinyalakan?" Sakha yang menyadari lampu kamar menyala pun terbangun. Ia terduduk dan memperhatikan gerak-gerik kakaknya itu. Kedua alis tebalnya terangkat naik, heran dengan tingkah Jay yang kini sedang berusaha turun dari kursi.

"Jay belum mau tidur." keluh Jay.

"Kenapa?" Sakha memiringkan kepalanya bingung, ia menatap wajah sang kakak yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Kenapa Jay masih kepikiran cerita bunda, yah?" Tanya Jay pada Sakha setelah sekian lama berfikir.

"I don't know." Jawab Sakha sekenanya lalu kembali berbaring dengan memunggungi Jay. Dan hal itu membuat Jay sebal karena ia paling tidak suka diabaikan, apalagi oleh Sakha.

"Iiii Akha, dengerin dulu Jay." Rengek Jay yang kini mulai menggoyangkan pundak Sakha agar sang adik bangun. Bibir mungilnya tampak maju layaknya bebek sembari terus merengek.

"Abangggg, belisik. Kasian key cedang tidul!! Cana pelgi." Karena merasa terganggu dengan suara rengekan Jay dan guncangan di tubuhnya, Sakha bangun dan mengibaskan tangannya ke arah Jay sebagai tanda pengusiran.

Jay yang tidak terima pun langsung masuk kedalam selimut Sakha dan memeluk sang adik dari samping, dan hal ini membuat Sakha menghela nafas panjang dan membiarkan kakaknya itu berada di ranjang miliknya. Kedua anak itu kini terdiam dan memandang langit-langit kamar dengan pikiran masing-masing.

"Akha, adik kita nanti laki-laki atau perempuan?" Tanya Jay memecah keheningan di antara mereka. Ia menoleh untuk menatap wajah adiknya itu.

"Pelempuan. Akha bocen adik laki-laki cemua." Jawab Sakha.

"Akha, nama adik kita siapa yah nanti?" Jay mulai menerawang, membayangkan jika ia nanti menggendong calon adik barunya.

"Kalau laki-laki lagi, Akha pingin namanya Jayakha."

"Kok gitu?"

"itu cingkatan dari Jay dan Akha hehe."

"ohhhh, tapi katanya mau adik kita perempuan, kok namanya laki-laki?"

Mendengar ucapan Jay membuat Sakha terdiam sejenak, sampai sebuah nama terlintas di otak anak-anak miliknya. "Oh, gimana kalau namanya Jinala?"

"Jinara yaaa? Hmmm ide bagusssss, adik kita namanya Jinara. Mau laki-laki atau perempuan. Bagaimana?"

Jay dan Sakha tos dengan bangga, mereka merasa tidak sabar bertemu dengan adik perempuan mereka yang kiranya akan lahir 3 bulan lagi. Wajah kedua anak itu berseri dan rona bahagia muncul di kedua pipi mereka saat membayangkan jika sang adik tumbuh dengan sehat dan cantik.

Kedua tangan Jay terangkat dengan semangat, "Nanti, kalau bayi sudah lahir, bakal Jay kasih boneka ayam banyak-banyak,"

"Terus, ntar Jay ajak jalan-jalan ngelihat ayam banyak."

"Pokoknya, kalau adik Jay perempuan, Jay bakal jaga terus karena Jay sayang."

"Iya, Akha juga. Bakal Akha jauhkan Jinala dali Pangelan Dani yang kejam.."

"Kita harus terus jaga adik kita Akha, siap?"

"Siap!!"

Keduanya terus saja bertukar cerita tentang calon adik mereka sampai tidak menyadari jika pintu kamar terbuka dan di sana ada Ayah dan Bunda yang mengintip sembari tertawa geli.















--------








10 tahun kemudian...

"Jay, dimana Bunda dan Jinara?" Seorang pria dewasa bertanya kepada seorang pemuda berkacamata bernama Jay yang sedang bermain dengan ponselnya di sofa. Ia baru saja selesai memanaskan mobil namun kedua matanya tidak melihat dua sosok perempuan diantara anak-anaknya yang sedang berkumpul di ruang tengah.

Tanpa menatap sang ayah, Jay menjawab, "paling masih di kamar, masih dandan."

Sang Ayah yang bernama Mahendra itu mendengus melihat sikap Jay yang terlalu acuh dengan lingkungan sekitar jika sudah bermain ponsel. Tak ingin membuat perdebatan dengan sang anak, Mahendra memilih untuk mengumpulkan semua koper yang berserakan di lantai dan membawanya keluar untuk ia masukkan ke dalam bagasi mobil.

"Lamaaaaaaaaaaaaa..." keluh anak di sebelah Jay, Wilnan namanya. Kedua kakinya yang menggantung di atas sofa bergerak gelisah dan berkali-kali ia melirik ke arah lantai 2 di mana letak kamar Jinara berada dengan tatapan khawatir.

"Sabar Wilnan, kamu kayak gak tahu gimana bunda kalau dandan. Sebentar lagi beres, kok." tegur Sakha yang sedang membantu menalikan ikat sepatu milik adiknya yang sedang bernyanyi sembari memakan eskrim dengan riang, Dava namanya.

Dava yang melihat Key sedang tidur di sofa, tiba-tiba memasukkan jari telunjuknya ke lubang hidung kakaknya itu sampai membuat Key mengerang kesal. "Abang, jangan tidur."

"Aku mau susul." Ucap Wilnan lalu turun dari sofa dan mulai berjalan menuju tangga. Sorot matanya memancarkan kekhawatiran yang besar dan sebelah tangannya terangkat untuk menyentuh bagian dadanya yang bergemruh kencang akibat firasat buruk.

"AAAAAAAA BUNDAAAA! AYAH TOLONG." sebuah teriakan dari lantai dua terdengar dan berhasil menarik perhatian kelima bersaudara itu, bahkan Jay yang biasanya telinga tuli pun refleks menoleh.

Tak berselang lama, muncul seorang anak perempuan yang sedang berlari sembari melihat ke arah belakang, membuat Wilnan dengan panik langsung menaiki tangga agar menahan langkah adik bungsunya yang terlihat seperti ketakutan itu.

"JINARA! AWAS TANGGA." Wilnan berseru kencang, memperingatkan sang adik agar segera menoleh ke depan dan sadar jika ada ada pijakan tangga di sana. Namun terlambat, sedetik setelah Wilnan mengatakan itu, Jinara sudah jatuh dan berguling ke bawah tanpa sempat Wilnan tangkap.

"JINARAAAA." Teriak serempak Wilnan dan Jay. Wilnan dengan segera turun dari tangga dan menghampiri Jinara yang sudah tergeletak tak berdaya di atas lantai marmer yang dingin. Darah menggenang di sekitar kepala gadis kecil itu, membuat Dava yang kepalang panik langsung menangis sejadinya sembari memanggil nama Jinara berulang kali.

"Jinara, bangun dek, kamu kenapa? Bangun..." Jay memangku kepala Jinara sembari menepuk pelan pipi sang adik tanpa perduli celana miliknya kini dipenuhi oleh darah. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya, siap tumpah kapan saja melihat kondisi Jinara yang jauh dari kata baik.

"Aku mau panggil ayah..." Key langsung bangkit dan berlari keluar untuk menemui sang ayah dan melaporkan yang terjadi. Kedua kakinya yang lemas ia paksakan melangkah dan ketakutannya melihat darah terpaksa ia lawan demi keselamatan Jinara.

Tanpa diduga, Jinara membuka sedikit kedua matanya dan memandang Jay. Dengan nafasnya tersendat, ia mencoba untuk berbicara pada Jay walaupun rasanya sulit karena ia sedang di ambang kesadaran. "Abangg.. bun-bundaaa...pergi..."

"Sakha, coba lihat ke atas..." Titah si sulung Aksara itu pada Sakha yang masih sibuk menenangkan tangisan histeris Dava. Ia juga memberi kode pada Wilnan untuk menggantikan posisi Sakha dalam menenangkan Dava.

Sakha dan Wilnan mengangguk kompak dan menuruti apa yang dititahkan oleh Jay dan tanpa menunggu lama, keduanya langsung ke tempat masing-masing. Wilnan dengan segera menghampiri Dava dan memeluk tubuh kembarannya itu sembari menepuk punggung Dava sedangkan Sakha langsung berjalan ke lantai dua dengan langkah yang tergesa dan perasaan yang tak menentu.

"Bun?" Panggil Sakha saat ia membuka pintu kamar ibunya dan masuk namun sesuatu yang tertangkap oleh penglihatannya membuat ia mendadak lemas dan langsung jatuh terduduk ke lantai. Kedua pupil matanya bergetar, mulutnya menganga dan suaranya tercekat, jiwanya seolah melayang dan tubuhnya bagai tersambar petir di siang bolong saat melihat tubuh ibunya yang tergeletak di lantai dengan darah yang menggenang.

Tangisan Sakha yang ia tahan sedari tadi pecah seketika dan saat tenaganya sudah pulih untuk bangkit, ia langsung menghampiri tubuh ibunya itu dan mencoba membangunkannya. "BUNDAAAAAAAAA."










































•••
.
.
.
•••
19/10/2018

Direvisi 26/09/2020

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 15.7K 2
Revisi perubahan alur cerita dari versi pertama tahun 2016. Start revisi, 16 Maret 2023. Update setiap 15 hari 💜
13.8K 1.7K 39
[2A1 Series] Eira Fresca Anuhea. Namanya full berarti dingin, mungkin kehidupannya juga ikut dingin jika tak ada Bayu, tetangga lima langkah yang sel...
3.6K 461 30
"Kalau sudah bosan itu bilang, jangan tiba-tiba diam, lalu menghilang." ~Syifa Adnin Ivana. "Anggap aja aku air laut. Ada masanya pasang, dan ada mas...
63.3K 5.7K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...