Renata Keyla ✔

By fihaainun_

40.8K 2.2K 1K

[Squad Series 1 - Completed√] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa... More

1. Prolog
2. GUE
3. Bad Luck
Visualisasi
4. Devin Sialan!
5. Punishment
Bukan Update
6. Nge - Date
7. Why Mama?
8. Solitude
9. Sweet Dreams
10. Nongki - Nongki
11. Who Is She?
12. April
13. Confession
14. Fact
15. Correctness
16. Seolah Kembali Nyatanya Pergi
17. Lepaskan!
18. Kak Andrew
19. The Big Secret
20. Enough I'm Sick at Heart
21. My Mother
22. Family
23. Please! Don't Come Back Again
24. Truth
25. Distance
27. Misunderstanding
28. He is My Boyfriend
29. Suggestion
30. A Former Lover
31. Love Mama
32. Rhythm After Summer
Cuap-cuap author
33. Epilog
Devino Xavier
DEVINO XAVIER 2
BACA DULU
Antologi Cerpen
Memoria
Novel Memoria

26. What?

762 38 10
By fihaainun_

Gue melangkah terburu-buru untuk keluar kelas. Namun sial, karena tidak berhati-hati, alhasil gue menabrak seseorang. Beruntung buku-buku yang tengah dipegang ini tidak sampai berjatuhan.

"Maaf!" seru gue sambil menatap orang yang gue tabrak. Namun, mata ini kini sukses melotot ketika melihat siapa orang yang gue tabrak tadi, Kak Juna.

Terlihat Kak Juna hanya bersikap datar lalu melengos pergi. Namun langkahnya langsung terhenti ketika dia gue memanggilnya.

"Kak Juna!" panggil gue dengan sedikit berteriak supaya dia menghentikan langkah.

Kak Juna memang kini langsung menghentikan langkah, namun dia masih tetap diam tak menoleh sedikit pun ke arah gue.

"Mau ngobrol sebentar sama aku?" tanya gue yang kini langsung membuat dia jadi menoleh.

Gue langsung memasang wajah senyum ramah, dan terlihat Kak Juna jadi sedikit kikuk saat ini. Dia perlahan menganggukkan kepala yang membuat gue jadi semakin menyunggingkan senyum.

***

Gue menyeruput segelas Bubble Tea yang tadi dipesan sambil sesekali melirik ke arah Kak Juna yang duduk tepat di hadapan gue. Suasana di antara kami sangat terlihat akkward sekali. Mungkin karena sudah sangat lama kita tak pernah duduk berhadapan seperti ini.

Gue berdehem untuk mencoba memecah keheningan di antara kami.

"Kok kita jadi canggung gini ya?" tanya gue disusul kekehan.

Kak Juna yang melihat gue tertawa langsung ikut tertawa juga. Mungkin dia juga benar-benar merasakan kecanggungan di antara kami.

"Biasanya kita gak pernah secanggung ini," celetuk gue yang sontak langsung dijawab anggukan oleh Kak Juna.

Kami kembali diam seolah larut dalam pikiran masing-masing. Gue ingin mengatakan sesuatu pada Kak Juna, tapi gue bingung harus memulainya dari mana.

"Natt..." panggilan Kak Juna refleks membuat gue langsung mendongak menatapnya. "Maafin Kak Juna...," serunya sambil menunduk. Terdengar sedikit helaan napas dari mulutnya.

Gue tersenyum setelah mendengar ucapannya barusan. "Gak ada yang perlu minta maaf dan memaafkan lagi Kak," jawab gue yang sukses membuat Kak Juna langsung mendongak menatap gue tak percaya.

"Tapi Kak Juna salah. Waktu itu-"

"Udah kak," sela gue. "Gue tau Kak Juna gak pernah sejahat itu. Itu semua Kak Juna lakuin biar aku jadi benci Kak Juna, kan?" tanya gue yang otomatis membuat Kak Juna jadi langsung terdiam. "Kenapa Kak? Kenapa Kak Juna malah buat aku jadi benci Kak Juna waktu itu?"

Kak Juna menunduk lalu terkekeh pelan. "Emang keliatan banget ya kalo Kak Juna sengaja ngelakuin itu?"

Gue tersenyum. "Selama ini Kak Juna selalu tulus sayang sama Natt, mana mungkin aku gak curiga kalo Kak Juna sengaja lakuin itu."

"Iya, aku sengaja," jawab Kak Juna sambil kembali menatap gue. "Aku tau sampai kapan pun kamu gak bisa berpaling dari Devin."

Oke, sekarang gue jadi mengetahui satu fakta lagi. Kak Juna sengaja membuat skenario seolah dia menyakiti gue hingga gue bisa bersama Devin kembali. Untuk apa? Bukankah dia juga selama ini berjuang buat mendapatkan hati gue? Tapi kenapa dengan gampangnya dia ingin menyerahkan gue kembali pada Devin?

Tapi lihatlah, bahkan sekarang setelah Kak Juna melepas gue, Devin pun tak kembali ke sisi gue.

"Kamu udah tau kan kalo Kak Juna sama Devin saudara?" tanya Kak Juna yang gue jawab dengan anggukan.

Kak Juna menghela napas pelan lalu kembali menatap gue. "Kamu kaget?"

Gue tersenyum lalu mengangguk. "Awalnya aku kaget. Tapi, ya lambat laun aku mulai ngerti kok."

Gue kembali menyeruput bubble tea sebentar. "Kak!" panggil gue.

Kak Juna kembali menatap gue sambil meminum minuman yang tadi dipesannya.

"Mulai sekarang, bisa kan kita bersikap kaya biasa lagi," pinta gue. "Maksudku, kita gak usah canggung kaya kemarin-kemarin lagi. Ya, bisa kan kita bersikap kaya biasa?"

Kak Juna otomatis langsung tersenyum. "Iya, Kak Jun juga gak mau ada kecanggungan lagi di antara kita berdua," ucapnya yang otomatis langsung membuat gue menyunggingkan seulas senyum tipis.

"Oh ya!" seru Kak Juna. "Sekarang, gimana hubungan kamu sama Devin?"

Gue tersenyum miris. "Sekarang udah beda Kak, gue udah gak sedeket dulu sama Devin."

"Serius?" tanya Kak Juna tak percaya.

Gue mengangguk. "Devin sekarang udah punya pacar," celetuk gue.

"Masa sih?" tanya Kak Juna lagi. "Gue baru tau kalo Devin udah punya pacar."

Gue terkekeh pelan. "Kak Juna kan gak sedeket itu sama Devin. Makanya Kak Juna gak tau," seru gue yang membuat Kak Juna ikut terkekeh pelan.

"Jadi, sekarang udah gak deket lagi nih sama Devin?" tanya Kak Juna yang gue jawab dengan anggukan. "Boleh dong kalo gitu Kak Juna deketin kamu lagi?"

"Eh?" gue tersentak yang otomatis membuat Kak Juna tertawa.

"Kak Jun becanda!" serunya yang membuat gue langsung ikut tertawa juga.

Gue melirik jam yang melingkar di tangan lalu beralih menatap Kak Juna. "Kak, aku harus pergi sekarang, aku udah ditungguin nih sama Kak Sica," seru gue sambil langsung bangkit dari duduk.

Kak Juna mengangguk lalu ikut bangkit juga. "Ya udah. Yuk pergi sekarang."

***

Gue dan Kak Juna berjalan keluar kantin sambil sesekali tertawa bersama ketika mendengar candaan yang di lontarkan Kak Juna ke gue. Ahh... rasanya lega sekali sekarang karena gue sudah berhasil menyelesaikan permasalahan dengan Kak Juna.

"Natt, Kak Juna duluan ya...," serunya ketika kami sudah berjalan melewati perpustakaan kampus. Kak Juna memang tadi bilang mau meminjam buku dulu di perpustakaan. Makanya, karena arah perpustakaan dengan arah keluar kampus itu searah, jadi kami pun berjalan beriringan.

Gue mengangguk sambil tersenyum. Kak Juna lalu mengelus pelan kepala gue yang membuat gue sedikit tersentak mendapat perlakuan seperti itu. Kak Juna yang menyadari gue cukup terkejut langsung segera menjauhkan tangannya dari kepala gue.

"Maaf...," serunya pelan. "Kak Juna belum bisa ngilangin kebiasaan kalo lagi sama kamu."

Gue tersenyum sambil menyunggingkan deretan gigi. "Gak apa-apa Kak, aku gak marah kok. Lagian, aku udah anggep Kak Juna kakakku sendiri."

Kak Juna ikut tersenyum. "Jadi, boleh nih elus rambut kamu lagi?" tanyanya sambil tersenyum menggoda.

Gue terkekeh pelan lalu mengangguk yang otomatis membuat Kak Juna jadi gemas dan langsung mengacak rambut gue hingga terlihat berantakan.

"Kak Juna!" pekik gue tak terima karena rambut gue sudah seperti rambut singa sekarang.

Kak Juna tertawa lalu langsung melesat pergi memasuki perpustakaan sebelum dia mendengar amukan yang lebih dahsyat dari mulut gue. Akhirnya gue hanya mendesis kesal lalu tersenyum melihat Kak Juna yang kini sudah tak terlihat lagi.

Gue pun kembali melangkah untuk menuju keluar kampus karena kebetulan Kak Sica sudah menunggu di luar. Namun, langkah gue kembali terhenti ketika melihat Devin yang kini berdiri tepat di hadapan gue. Sial! Kenapa gue harus bertemu Devin di saat gue lagi sendiri sih!

"Natt," panggil Devin sambil menarik tangan gue ketika gue hanya berjalan melewatinya saja.

Gue otomatis langsung berbalik karena Devin menarik tangan gue dengan sekali tarikan.

"Gue mau ngomong sama lo," serunya dengan tatapan serius.

Gue menghela napas sambil membuang muka. "Nanti aja, Gue mau pulang."

"Bentar doang Natt...," pinta Devin lagi sambil tetap melihat lekat manik mata gue.

Sumpah! Gue tak sanggup jika harus terus-terusan bersitatap dengan Devin seperti ini. Apa kabar jantung gue coba?

"Gue udah ditungguin Kak Sica, Vin!" seru gue sambil berusaha melepaskan cengkraman Devin dari tangan gue.

"Sebentar kok Natt, gak sampe lima menit," pintanya sambil lebih mengeratkan cengkramannya.

Gue menghela napas. Baru saja gue hendak menjawab, ucapan gue tercekat ketika mendengar suara seorang gadis yang memanggil Devin.

"Vin!" panggil gadis itu yang kini mulai berjalan mendekati kami.

Gue dan Devin otomatis menoleh menatap gadis itu, Yuna.

Sial! Sekarang malah ada Yuna. Akhirnya gue buru-buru melepaskan cengkeraman Devin yang kebetulan mulai melonggar itu. Terlihat Devin sedikit kaget melihat gue yang tiba-tiba melepaskan cengkramannya.

Gue buru-buru melangkah meninggalkan Devin sambil sedikit berlari. Bahkan gue tak peduli dengan teriakan Devin yang kini terus-terusan memanggil gue.

Gue takut. Gue benar-benar takut. Gue takut kalau akan dicap sebagai penghancur hubungan orang oleh sahabat sendiri. Dan gue juga belum siap kalau untuk kehilangan sahabat sekarang.

***

Gue terus membolak-balikkan buku yang ada di hadapan dengan kesal. Ahh... kenapa hari ini gue sangat merasa gelisah sekali? Dan gue juga tak tahu apa yang membuat gue gelisah sekarang. Aneh!

"Natt," panggil Kak Sica yang tiba-tiba sudah berada di ambang pintu kamar.

Gue mendelik sebentar ke arahnya. "Apa?"

"Ada Yuna di bawah."

Degh!

Napas gue seketika langsung tercekat. Apa? Ada apa Yuna malam-malam ke rumah gue? Gue hanya takut Yuna akan membahas kejadian siang tadi saat gue bersama Devin. Apa Yuna mau menegur gue sekarang?

"Naaattt...," panggil Kak Sica lagi membuyarkan lamunan gue.

Gue mengerjap pelan lalu segera menatap Kak Sica. "Suruh langsung ke kamar aja Kak."

Kak Sica mengangguk pelan lalu segera beranjak pergi dari kamar. Gue benar-benar bingung harus berbuat apa. Bagaimana kalau tiba-tiba Yuna membahas kejadian tadi siang? Apa yang harus gue katakan.

Tunggu! Gue kan nggak berbuat macam-macam. Jadi, kenapa gue harus takut? Ahh... Nyatanya gue sekarang memang tengah ketakutan.

"Natt...," seru Yuna yang kini sedikit menyembulkan kepalanya di pintu.

"Masuk aja," seru gue sambil sesekali menormalkan pikiran. Gue langsung beranjak untuk duduk di atas kasur dan disusul Yuna.

"Ngapain? Tumben ke sini?" tanya gue langsung.

Yuna mendelik sebal. "Gak boleh?" sindirnya.

Gue otomatis langsung terkekeh pelan. "Nggak, bukan gitu. Cuma aneh aja, ini udah malem loh. Gak biasa-biasanya lo ke sini malem-malem."

"Gak apa-apa kali, pengen main aja. Lagian dari kecil gue juga sering main ke rumah lo malem-malem," jawab Yuna yang otomatis membuat gue menjawabnya dengan anggukan kepala saja.

Gue kembali membuka buku yang sedari tadi masih berada di genggaman, sementara Yuna kini beralih untuk memainkan ponselnya. Entah dia tengah melihat apa di ponselnya itu gue pun tak tahu. Mungkin saja dia tengah balas pesan dari Devin, kan? Ahh... mana gue tahu.

"Natt," panggil Yuna yang membuat fokus gue kini teralihkan untuk memandang Yuna.

"Apa?" tanya gue sambil memicingkan mata.

"Lo kenapa sih keliatan canggung banget kalo ketemu Devin?"

Pertanyaan Yuna kini sukses membuat tubuh gue membeku. Lihat, kan? Yuna pun akhirnya mempertanyakan ini juga. Apa yang harus gue jawab coba? Tidak mungkin kan gue jujur soal semuanya ke Yuna? Gue tak mau persahabatan gue dan Yuna hancur hanya gara-gara masalah sepele ini.

Tidak! Ini bahkan sudah dianggap bukan sebuah masalah sepele lagi.

"Naattt...," panggil Yuna lagi yang kini sudah tak berfokus untuk menatap ponsel.

Gue gelagapan, karena otak gue sekarang benar-benar sedang buntu untuk menjawab pertanyaan Yuna.

"Masa sih? Nggak deh ah, biasa aja," celetuk gue sambil tertawa hambar.

Yuna kini memajukan badannya untuk lebih bisa menatap mata gue dengan jarak dekat. Gue otomatis langsung menahan napas melihat pandangan Yuna yang seperti itu.

Akhirnya, gue mulai kembali bernapas lega ketika Yuna mulai menjauhkan badannya dari gue.

"Gak usah bohong Natt, gue udah kenal lo dari kecil," seru Yuna yang membuat gue jadi serba salah. Gue harus jawab apa lagi coba?

"Natt...," panggil Yuna lagi. "Kalo lo punya masalah sama Devin, lo bisa cerita ke gue. Siapa tau gue bisa bantu."

Gue menghela napas berat.

Gak Yuna, lo gak bisa bantu. Kalau gue menceritakan semua masalah gue dengan Devin ke lo, yang ada lo bakal benci ke gue Yuna, dan gue gak mau itu.

Gue menggeleng pelan. "Gak, gue gak punya masalah apa-apa kok sama Devin."

Terlihat Yuna menghela napas sambil menunduk sebentar. Lalu ia kini kembali memandang gue.

"Mau gue bantu?"

Gue mendelik. "Bantu apa?"

"Bantu lo buat dapetin Devin."

Gue melotot.

***

Akhirnya aku bisa update lagi...
Aku cuma mau kasih tau, follow Instagram khusus cerita wattpadku ya, nama instagramnya @im.story_
Follow yaa...
Kalau minta follback tinggal Dm aja

Ini nih instagramnya.

Kalau semisal mau follow instagram pribadiku juga gak apa-apa :v
Nama instagramnya @fihaass_

Oke, sampai jumpa di part selanjutnya...



XOXO

FIHA IM

Continue Reading

You'll Also Like

20.2K 3.8K 60
Highest Rank #2 in Mystery -14/12/2018- --- Suara hantaman keras. Pria berkode nama V berhasil mendobrak pintu kayu usang mendekati masa lapuk itu da...
23.2K 931 95
✿ Fly High, X1! ✿ . ☛ Open request ☛ Tidak menerima request terjemahan ☛ Kalau ada koreksi kesalahan part bisa komentar part siapa yang benar ( ╹▽╹ )
5.8M 246K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
124K 6.3K 30
Jadi sekretaris itu tugasnya tidak mudah. Apalagi ditambah dengan atasan yang punya watak dingin, kaku, dan nyebelinnya yang tidak bisa terbayang. Be...