Renata Keyla ✔

By fihaainun_

40.8K 2.2K 1K

[Squad Series 1 - Completed√] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa... More

1. Prolog
2. GUE
3. Bad Luck
Visualisasi
4. Devin Sialan!
5. Punishment
Bukan Update
6. Nge - Date
7. Why Mama?
8. Solitude
9. Sweet Dreams
10. Nongki - Nongki
11. Who Is She?
12. April
13. Confession
14. Fact
15. Correctness
16. Seolah Kembali Nyatanya Pergi
17. Lepaskan!
18. Kak Andrew
19. The Big Secret
20. Enough I'm Sick at Heart
21. My Mother
22. Family
23. Please! Don't Come Back Again
24. Truth
26. What?
27. Misunderstanding
28. He is My Boyfriend
29. Suggestion
30. A Former Lover
31. Love Mama
32. Rhythm After Summer
Cuap-cuap author
33. Epilog
Devino Xavier
DEVINO XAVIER 2
BACA DULU
Antologi Cerpen
Memoria
Novel Memoria

25. Distance

751 44 10
By fihaainun_

Gue menatap ke arah lapangan basket dari kejauhan sambil sesekali tersenyum menatap segerombolan teman-teman yang gue kenal tengah berada di sana. Iya, jauh di sana, gue melihat seseorang yang selama ini tak pernah berhenti singgah di hati walaupun nyatanya gue terus memberontak. Memberontak ingin melupakannya, namun tak pernah bisa.

Gue tersenyum. Menyadari kalau hanya bisa melihatnya dari sini, dari jauh. Seseorang yang terlihat dekat namun sebenarnya jauh. Tidak! Bahkan sekarang dia tak terlihat dekat lagi. Dia sudah jauh, terlihat jauh karena faktanya dia memang jauh. Tak mungkin akan tergapai kembali.

“Woi!” suara seseorang berhasil mengusik ketenangan gue. Gue menoleh menatap Ara yang kini sudah berdiri tepat di sebelah gue.

“Ara!” pekik gue. Gue kaget setengah mati karena mendapati Ara yang kini berada di sini. Karena pasalnya, sudah tiga hari ini anak itu susah untuk dihubungi. Lebih tepatnya setelah putus dengan Ridwan, dia hilang seolah ditelan bumi.

Ara terkekeh. “Kenapa? Kangen sama gue?” tanyanya sambil menunjukkan cengiran kudanya itu.

Gue mendengus sebal. “Lo ke mana aja? Tiga hari ini gue terus hubungi lo tapi ponsel lo gak pernah aktif. Gue sama yang lain bahkan ke rumah lo tapi lo nya gak ada!”

Ara terkekeh kembali. “Gue ke luar kota jenguk nenek. Nenek gue sakit.”

Gue memicingkan mata memandang Ara seolah tak percaya. “Lo gak lagi bohong, kan?”

“Astaga Natt!” teriaknya sambil mengusap wajah gue kasar. “Lo gila apa? Masa iya gue bohong pake alesan nenek gue yang sakit. Itu sama aja gue beneran nyumpahin Nenek gue sakit!” cecar Ara yang membuat gue langsung terkekeh geli.

“Terus? Kenapa pake gak aktifin ponsel segala?” tanya gue lagi.

Ara tersenyum miring. “Ya karna gue sekalian pergi buat nenangin diri. Makanya gue gak mau kalian ganggu gue.”

“Terus sekarang, udah bertapanya?” tanya gue menyindirnya.

Ara mendengus. “Nenangin diri doang, Donat! Gak pake bertapa segala!”

Gue terkekeh. “Ya biasanya kan kalo mau nenangin diri itu ya sambil bertapa gitu kaya di film-film.”

“Ngomong sekali lagi, gue bacok lo!” Ancam Ara sambil menudingkan telunjuknya yang sukses membuat gue bungkam menahan tawa.

Akhirnya kami sama-sama terdiam dan hanya berfokus untuk kembali menatap sekumpulan pria yang masih asyik dengan permainan basketnya itu.

Gue tersenyum ketika melihat Devin yang dengan lincahnya memasukkan bola basket ke dalam ring. Selama jadi sahabatnya, gue tak pernah melihat Devin bermain basket seperti sekarang. Gue kira juga dia tak suka olahraga itu. Tapi yang gue lihat, dia malah sangat lincah memainkan bola basket. Gue benar-benar tak menyangkanya.

“Kenapa senyum-senyum gitu?” tanya Ara yang membuat gue langsung menoleh ke arahnya.

Gue menggeleng pelan. "Nggak. Seneng aja lihat mereka main basket kaya gitu. Biasanya kan mereka cuma hobi nongkrong di kantin doang,” jawab gue bohong. Nyatanya, gue hanya senang melihat Devin. Hanya Devin. Tapi melihatnya hanya dari kejauhan. Miris!

“Ara.” Kini gue yang memanggil Ara. Ara hanya menoleh tapi tetap diam seolah membiarkan gue untuk melanjutkan bicara.

“Walaupun lo udah putus sama Ridwan, gue mau lo tetep jangan benci dia. Seenggaknya, dia masih tetap sahabat kita, kan?”

Ara tersenyum lalu mengangguk. “Gue ngerti. Gue gak akan benci dia kok. Gue gak mau merusak persahabatan kita,” jawab Ara yang membuat gue langsung tersenyum. Seenggaknya, Ara sudah bisa berpikir dewasa saat ini.

Walau putus cinta, bukan berarti kita juga harus putus sahabat, kan?

“Natt! Ara!” panggil seseorang yang tengah duduk tak jauh dari lapangan basket sukses membuat gue dan Ara menoleh menatapnya.

Terlihat dia melambaikan tangan seolah meminta gue dan Ara untuk segera menghampiri ke sana. Gue ikut membalas lambaian tangan dia lalu beralih menoleh menatap Ara.

Gue ragu. Apa Ara mau pergi ke sana? Karena di sana ada Ridwan. Gue yakin Ara belum sepenuhnya bisa langsung bertatap muka dengan Ridwan sekarang.

“Natt,” panggil Ara membuat gue jadi semakin menatapnya lekat. “Lo gak penasaran kenapa gue bisa putus sama Ridwan?”

Gue tersenyum. “Gue penasaran,” jawab gue yakin. “Tapi gue gak akan nanya sebelum lo sendiri yang mau menceritakannya. So, gue cuma nunggu lo siap buat curhat ke gue. Gue gak akan maksa.”

Ara tersenyum tipis setelah mendengar jawaban gue. Ara memejamkan mata sambil menghela napas pelan lalu kembali membuka mata dan memandang gue.

“Kita ke sana yuk!” ajak Ara sambil menunjuk ke arah lapangan basket dengan dagu.

“Lo yakin?” tanya gue was-was.

Ara mengangguk yang membuat gue otomatis menghela napas lalu mengikuti langkahnya untuk menuju lapangan basket.

***

“Ara! Lo ke mana aja?!” teriak Sesil begitu kami menghampirinya. Dan teriakannya yang keras itu sukses membuat para pria yang masih asyik bermain bola basket kini beralih menatap kami.

Ara terkekeh pelan. “Gue ke rumah nenek. Dia sakit, makanya keluarga gue dateng berkunjung,” jawab Ara.

Sesil mendengus. “Seenggaknya lo harus kabarin kita, biar kita gak khawatir sama lo!”

Ara terkekeh lagi. “Di sana gak ada sinyal, makanya gue gak aktifin ponsel,” jawabnya yang gue tahu persis itu hanyalah sebuah kebohongan. Mungkin Ara sengaja berbohong karena di sini ada Ridwan.

Terlihat Joshua, Dio dan Adin mulai menghampiri kami disusul yang lainnya yang berjalan di belakang mereka.

“Natt, lo di sini?” seru Adin langsung memposisikan duduk di sebelah gue sambil mengatur napasnya yang masih terlihat lelah setelah bermain basket tadi.

Gue tersenyum jahil lalu sedikit menyenggol lengannya. “Sejak kapan lo deket sama April?” tanya gue setengah berbisik padanya.

Terlihat mata Adin langsung terbelalak lalu segera menatap gue. “Lo tau?”

Gue mengangguk mengiyakan. “Gue bahkan ketemu dia tiga hari yang lalu.”

Adin tersenyum tipis. “Gue tau kok kalo lo ketemu dia. Gue ada di sana waktu itu, cuma kalian gak sadar aja.”

“Eh?” gue terjingkat kaget. “Kalo lo ada di sana, kenapa lo gak menghampiri kita?”

Adin menghela napas pelan. “Gue lagi ada masalah sama dia.”

Mendengar jawaban Adin sontak membuat gue jadi ikut menghela napas juga. “Seberapa besar sih masalah kalian? Sampai kemarin April pun kayanya enggan buat nyeritain ke gue?”

Adin hanya kembali menghembuskan napas lalu terdiam dan berhasil membuat gue jadi ikut terdiam juga.

“Kalian ngobrolin apa sih? Asik sendiri aja!” celetuk Dio yang sontak membuat gue dan Adin hanya memutar bola mata malas enggan untuk menjawabnya.

“Ada bau-bau mencurigakan di sini.” Kini Joshua mengenduskan hidungnya ke arah gue dan Adin bergantian.

Gue refleks memukulnya dengan tas yang membuat Joshua langsung meringis. “Bukan bau mencurigakan!” dengus gue. “Tapi bau asem, bau ketek lo!” tuding gue tepat menunjuk ke arah ketiaknya hingga membuat yang lain langsung tertawa.

“Yuna mana?” tanya gue refleks sambil menatap Devin yang sedari tadi hanya berdiri diam mematung saja.

Kini Devin langsung menatap gue lalu mengendikkan bahu tanda tak tahu.

Gue langsung beralih ke arah Ridwan dan Malik yang berdiri di sebelah kanan kiri Devin. “Malik! Tumben lo jadi pendiem banget hari ini?” sindir gue yang sukses membuat dia langsung kikuk.

Aneh! Biasanya dia yang paling rese di antara kami, kenapa dia jadi sangat pendiam seperti itu?

“Ridwan! Walaupun lo udah putus sama Ara, lo gak usah canggung kaya gitu. Kita kan masih tetap sahabat,” celetuk Joshua ikut menimbrung karena sedari tadi Ara dan Ridwan hanya diam dan sesekali hanya saling mencuri pandang satu sama lain saja.

Hening. Setelahnya hanya terjadi hening di antara kami. Aneh! Kenapa kami jadi terlihat canggung seperti ini? Biasanya kita tak pernah merasakan keheningan jika tengah berkumpul bersama.

“Gue beli minum dulu buat kalian.” Akhirnya suara gue mulai memecah keheningan di antara kami. Baru saja gue beranjak dari duduk, namun Adin menginterupsi gue untuk segera duduk kembali.

“Gak usah, tuh si Yuna udah dateng bawa minuman,” seru Adin sambil menunjuk Yuna yang tengah berjalan ke arah kami dengan dagunya dan membuat semuanya langsung mengikuti arah pandang Adin.

“Hai!” sapa Yuna. “Gue bawa minum buat kalian. Kalian pasti haus, kan?” serunya yang langsung dijawab dengan anggukan antusias oleh Joshua dan Dio.

“Nih!” seru Yuna lagi sambil memberikan satu plastik berisi minuman pada Joshua, lalu plastik yang satunya ia berikan ke gue.

Gue dan Joshua pun langsung membagikan minuman itu. Namun, saat minuman itu tersisa dua di plastik yang ada di tangan gue, gue melihat sebuah tangan terulur untuk ikut mengambilnya. Refleks tangan gue pun bersentuhan dengan tangannya. Dan napas gue semakin tercekat begitu menyadari tangan itu milik siapa, milik Devin.

Kenapa Devin harus mengambil minumnya di plastik yang di pegang gue? Padahal dia bisa saja mengambilnya di plastik yang di pegang Joshua, karena Joshua sendiri yang berdiri lebih dekat dengannya. Kenapa harus gue?

Gue refleks langsung menarik tangan agar tak bersentuhan lagi dengan Devin. Devin diam sebentar sebelum dia mulai mengambil minuman itu.

Gue bernapas lega setelah Devin mengambil minuman itu dan mulai menjauhkan badannya dari gue.

“Gue ke toilet bentar!” seru Malik yang membuat semuanya hanya refleks menganggukkan kepala.

Gue mulai membuka tutup kaleng bersoda itu lalu mulai meneguknya. Sesekali gue mencuri pandang ke arah Devin yang masih tetap dengan posisinya berdiri tak jauh dari gue. Walaupun gue berusaha untuk tak melirik Devin, namun mata seakan geli ingin sekali melihatnya.

Dan, gue langsung tersedak begitu pandangan mata tak sengaja bertubrukan dengan mata sipit Devin yang tengah menatap gue juga.

Sial! Gue ketahuan!

***


XOXO

FIHA IM

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
742K 76.2K 44
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
621K 49.8K 29
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...