Feeling (GOOGLE PLAY BOOK...

By CutelFishy

36.4K 2.2K 127

Hanya tersedia di Google Play Book & KBM APP. Sinopsis : Seumur hidup Aisha Hasna Purnawitra sudah pernah... More

Part 1 - Kehilangan
Part 2 - Minder
Part 3 - Rasa Yang Pernah Ada
Part 5 - Tidak Ada Rasa
Part 6 - Janji Suci
Part 11- Pacaran?
Part 16 - Belum?
Feeling in Google Play Book
Feeling di KBM APP

Part 4 - Teman Curhat

1.4K 222 10
By CutelFishy

Makin lama Aisha tidak nyaman dengan keadaan sekitar. Ia ingin segera pulang. Sedari tadi hanya bisa mendengar mereka bercerita. Aisha meletakkan gelas minumannya yang sudah kosong. Meskipun mereka tertawa saling mengenang masa lalu. Aisha hanya menanggapi dengan senyuman tanpa mau melibatkan diri dalam obrolan mereka.

"Kamu kerja, Aisha?" tanya Tama yang duduk disebelahnya.

"Ya?" Aisha sedikit terkejut saat Tama bicara padanya. "Oh, iya.."

"Dimana?"

"Di Garment bagian adminitrasi," terangnya. Tama mengangguk mengerti. "Kamu?"

"Di IT," jawab Tama. "Kenapa belum nikah?" sambungnya.

Aisha tersenyum canggung, "belum jodoh mungkin. Kamu udah punya anak berapa?"

"Satu, perempuan." Mereka berdua mengobrol sedangkan yang lainnya sibuk. Aisha tidak munafik, sesekali melirik ke arah Rizky. Pria itu tidak ada berubahnya dari segi bicara yang suka sembarangan, ceplas ceplos dan pecicilan. 1 tahun ternyata tidak ada mendewasakannya. Hati Aisha sedikit tenang. Untung saja ia tidak terjerumus lebih dalam lagi.

Rizky pernah berkata akan menikahinya tapi harus menunggu 2 atau 3 tahun lagi. Katanya ia masih trauma dengan pernikahan. Tentu saja Aisha menolak keras, mau sampai kapan ia menunggu. Jika jodoh, jika tidak? Itu sama saja menyia-nyiakan waktu. Ia tidak sanggup jika harus menanti selama itu. Usia yang menjadi pertimbangannya juga. Kilasan masa lalu membuatnya semakin gelisah.

Tama menyadari itu, "kamu ada acara lagi?"

"Eum?" Aisha tidak mengerti dan menatapnya ragu.

"Teman-teman, maaf ya, kayaknya aku nggak bisa lama. Soalnya besok harus ke Yogya, aku pulang duluan ya." Tama bangkit dari kursinya. "Aisha, tadi bukannya kamu bilang ada acara keluarga. Mau bareng nggak?"

Aisha buru-buru berdiri mengikuti Tama. "Ya, aku mau ke rumah saudara ada acara." Teman-teman yang kecewa karena Tama dan Aisha pulang terlebih dulu.

"Kita pulang dulu ya," Tama memeluk satu persatu teman-temannya. Aisha bersalaman dengan mereka.

Tama dan Aisha jalan beriringan. "Bareng aja yuk,"

"Nggak usah, makasih."

"Aku bawa mobil." Tama mengeluarkan kunci mobilnya dari saku.

"Tapi kamu kan lagi sibuk," sanggah Aisha.

"Nggak kok, tadi cuma alasan aja. Memang aku mau ke Yogya tapi besok malam." Pria itu nyengir seraya membuka pintu mobil untuk Aisha. Lalu berjalan memutar ke kursi pengemudi. Pria itu langsung melajukan mobilnya.

"Kamu bohong ya," Aisha tertawa kecil.

"Kamu juga." Senyuman Aisha memudar. "Nggak ada acara saudaramu, kan?" gadis itu bergeming. "Aku tau kamu udah nggak nyaman disana."

Aisha bertanya-tanya kenapa Tama tahu? Ia mengalihkan pandangannya pada Tama sejenak lalu menunduk.

"Tebakanku benar, kan?" Tama tertawa renyah. "Aku bisa melihatnya dengan sangat jelas. Kenapa kamu nggak nyaman?"

"Nggak apa-apa," jawab Aisha datar.

Tama terkekeh, "cewek kalau bilang nggak ada apa-apa pasti ada apa-apa. Apa ada masalah pribadi diantara mereka?" tanyanya ingin tahu. Aisha tidak menyahutinya. "Kita jalan-jalan sebentar ya. Aku pengen ngobrol sama kamu."

"Tapi.."

"Tenang aja, aku nggak akan macem-macem kok." Aisha menghela napas. Ia merasa aman dengan Tama.

Mereka mampir ke sebuah danau. Mereka berjalan menyelusuri pohon-pohon besar mencari tempat duduk. Disana ada tikar-tikar yang sengaja digelar. Pengunjung bisa menyewanya dengan harga Rp. 20.000. Banyak pengunjung yang datang bersama keluarganya. Dan ada juga dengan kekasihnya. Walaupun hari semakin sore masih banyak pengunjung yang belum pulang.

Tama memilih tikar dekat danau. Pemandangannya sangat bagus. Ada pengunjung yang naik bebek-bebekan. Mereka duduk sambil memperhatikan danau.

"Sebentar, aku beli minum dulu ya," Tama bangkit lalu ke warung yang ada dibelakang mereka. Sebelum Aisha protes. Gadis itu merasa tenang. Suasananya tidak begitu ramai dan dingin. Ia lebih suka melamun daripada mengobrol. "Ini," ucapnya sambil menyerahkan minuman botol dan juga makanan kecil.

"Makasih," ucap Aisha.

Tama duduk agak berjauhan. "Udaranya sejuk ya."

"Iya," balas Aisha.

"Sekarang udah nyaman?" tanya Tama seolah mengejek. Pipi Aisha memerah karena malu. Tama seakan tahu tentang dirinya. Pria itu sudah menikah, tekannya. "Dulu aku pernah ketemu sama kamu lho dijalan. Aku mau nyapa tapi takut kamu nggak mau kenal aku,"

"Masa sih, kapan? Mungkin aku nggak kenal. Kamu banyak berubah soalnya."

"Bisa aja kamu," Tama terkekeh. "Dulu aku pernah mau cerai dengan istriku." Tiba-tiba Tama menceritakan masalah pribadinya. Aisha menoleh padanya. Pandangan Tama lurus ke depan danau. "Tapi aku masih ingat anak. Jadi aku urungkan niatku itu. Istri protes karena pekerjaanku yang jarang dirumah."

Aisha hanya mendengarkan keluh kesah temannya itu.

"Aku bilang sama istriku, kalau mau pisah ya udah pisah. Aku nggak rugi kok, aku kerja. Aku bilang padanya kalau aku bisa mencari wanita lain. Dan akhirnya istriku minta maaf."

"Nggak jadi cerai?"

"Nggak,"

"Namanya berumah tangga pasti ada masalah. Kalau udah punya anak pasti jadi pertimbangan untuk nggak pisah. Jangan suka ngomong cerai, Tama." Aisha mengomelinya.

"Tapi kadang suka emosi juga, Sha. Aku kerja kan untuk mereka."

"Iya, tapi istrimu itu butuh suami dan ayah buat anaknya. Yang nemenin dirumah, bukannya sibuk kerja tanpa ingat mereka," Aisha memberi pengertian. Kalau ia menjadi istripun pasti begitu. Ingin suaminya ada dirumah.

"Setiap hari aku telepon dan video call." Tama membela diri. Ia mendesah, "kenapa aku jadi curhat begini ya sama kamu," ia menertawakan dirinya sendiri.

"Nggak apa-apa kok aku seneng. Aku jadi tau gimana berumah tangga itu." Aisha tersenyum.

"Kamu udah punya pacar, Sha?"

"Belum," Aisha menunduk.

"Masa sih?" Tama tidak percaya.

"Iya,"

"Kamu mau jadi istri kedua aku nggak?" candanya. Hampir saja Aisha melempar botol mineral ke arahnya. Ia mendelik.

"Maaf ya, aku nggak minat," Aisha cemberut. Tama tertawa terbahak-bahak. Entah kenapa gadis itu nyaman bersama Tama yang berstatus suami orang. Ia tidak perlu jaim atau apapun itu.

"Mau aku kenal kan sama temanku nggak?"

"Boleh, kalau ada," Aisha hanya bercanda. Ia tidak menganggapnya serius.

"Oke, nanti aku cariin deh. Mau naik itu nggak?" Tama menunjuk bebek-bebekan. Aisha merinding ngeri.

"Aku takut, Tama. Nggak mau ah, lagian aku nggak bisa berenang."

"Padahal seru lho,"

"Nggak ah, makasih. Kamu aja sana."

"Dasar penakut,"

"Biarin!!" Aisha memeletkan lidahnya.

***

Aisha tidak bisa tidur. Berkali-kali memejamkan mata tidak berhasil juga. Berguling dari kanan ke kiri mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Malah yang ada ia semakin gelisah. Aisha tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ia mengambil ponselnya di atas nakas. Melihat ada notifikasi dari aplikasi Whatapps. Ia membuka aplikasi tersebut. Tama mengirim pesan.

Tama : Udah tidur, ndut?

Aisha : Nggak usah panggil ndut juga kali..

Tama : Hahaha.. Tapi aku suka. Aku panggil kamu ndut aja ya.

Aisha : Terserah, kok belum tidur?

Tama : Udah kebiasaan, aku nggak bisa tidur kalau jam-jam segini.

Aisha : Owh, aku nggak bisa tidur.

Tama : Kenapa?

Aisha : Nggak tau, lagi banyak pikiran mungkin.

Tama : Oh, udah jangan dipikirin.

Aisha : Nggak dipikirin tapi kepikiran juga.

Tama : Iya sih, hehehe
Ya udah ndut, tidur sana.

Aisha : Iya, aku udah mulai ngantuk ini. Aku tidur duluan ya.

Tama : Oke,

Tak lama Aisha tertidur dengan ponsel masih ditangannya. Banyak pikiran yang menghantui dirinya termasuk Malik. Sudah beberapa hari pria itu tidak mengirim pesan. Ada rasa kehilangan tapi Aisha tidak mau mengakuinya. Hatinya tidak mau terluka lagi.

Aisha tidak tidur terlalu lama jam 5 saja sudah bangun. Shalat subuh dan membantu Ibunya mengerjakan pekerjaan rumah. Ponselnya selalu ia bawa kemanapun. Ibunya sampai heran, Aisha melihat ponselnya lalu mendesah kecewa.

"Aisha?"

"Iya, Ma," jawab Aisha tanpa mengalihkan pandangan ke ponselnya.

"Kamu nggak kerja?"

"Mau, Ma,"

"Ini udah jam berapa?" tanya Ibu Wenny seraya melihat jam dinding.

"Ma, kalau aku berenti kerja gimana?" Aisha menaruh ponselnya di atas meja.

"Kenapa?"

"Aisha, mau buka usaha kecil-kecilan aja. Jualan baju atau apa, secara online gitu?" Aisha sudah lelah bekerja. Ia mulai jenuh.

"Ya udah nggak apa-apa, kalau itu maumu. Untuk makan kita masih cukup kok," Ibu Wenny menenangkan hati Aisha. "Mama berharap kamu segera menikah. Biar kamu cuma fokus ngurus suami sama anak nanti. Selama ini kamu mengurus Mama sama Bapak aja," Aisha memandang ibunya dengan mata berkaca-kaca.

"Ma.." suara Aisha terasa tercekat.

"Kalau ada laki-laki yang sayang sama kamu. Jangan menolaknya ya," Ibu Wenny yang duduk disamping memegang lengan Aisha. "Mama selalu berdoa agar kamu didekatkan jodohnya." Ibu Wenny kini berusia 58 tahun sedangkan Pak Galih 62 tahun. Air mata Aisha merebak dan bergulir jatuh membasahi pipinya.

"Mama.." lirih Aisha terisak lalu memeluk sang ibu. Hanya ibu dan ayahnya yang mengerti dirinya. Mereka tidak pernah memaksa Aisha agar cepat-cepat menikah. Mereka tahu itu akan melukai putri mereka. Bersabar dan berdoalah yang mereka lalukan. Doa terbaik untuk Aisha Hasna Purnawitra.

Sepupu Aisha sudah menikah semua. Itu yang menjadi beban Aisha. Setiap keluarga besar ayahnya datang, Aisha tidak pernah hadir. Ia malu sekali, sepupu dibawahnya sudah menikah dan mempunyai anak. Tapi ia masih sendiri.

Sorry typo & absurd

Thankyuuuu 😘😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

131K 5.9K 27
Cinta itu bisa datang darimana saja dan pada siapa, kita tidak akan bisa mengontrol pada siapa hati ini akan jatuh terkadang kita bertemu dengan cint...
1.5M 78.4K 35
Ketika mafia yang dingin dan kejam bertemu dengan seorang pria yang memiliki sifat bodoh, apa yang terjadi? "I'm not afraid to die even if I have to...
82.2K 159 12
hai gays cerita ini khusus menceritakan sex ya, jadi mohon yang pembaca belom cukup umur skip saja☺️🗿, sekumpulan cerita dewasa 18++
392K 34.4K 55
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...