BTW KALT GANTI COVER:)
________
"Bianca, tolong jangan ajak Senja untuk makan. Biarkan dia menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu."
Deg.
Kenapa semuanya malah menjadi seperti ini? Ya tuhan, ia memang bodoh sekali. Bodoh dengan pemikirannya yang selalu mengatakan bahwa Dyzach mencintainya.
Bianca, dan dirinya?
Jelas, masih kaya dan cantikan Bianca. Dirinya dan Bianca sangatlah berbeda sekali. Sebenarnya, Senja harus sadar bahwa ia tak pantas dengan lelaki seperti Dyzach. Ah, dirinya saja yang terlalu bereksperasi terlalu tinggi dengan ucapan Dyzach saat itu.
"Senja." Panggil Dyz yang langsung membuat Senja menoleh kearahnya.
"Iya?"
"Tolong antarkan Bianca sampai lobby, ya? Pastikan dia sudah naik mobil terlebih dahulu." Ujarnya sambil merangkul Bianca yang sedang tersenyum kearahnya.
"Ih, kamu lebay banget sih! Gak papa kok, Senja. Gak usah anterin aku." Elak Bianca tersipu karena sifat Dyz yang posesif padanya.
"Enggak, Bi. Pokoknya kamu harus ikuti apa kata saya."
Sebentar, hatinya kali ini benar-benar dipermainkan oleh Dyzach. Sungguh, ia sangat-sangat kecewa dan sakit hati sekali dengan sifat Dyz yang terbilang labil. Memang benar dugaannya, sepertinya Dyz memiliki kepribadian ganda. Bagaimana tidak? Toh, kemarin dia berlaku manis. Dan sekarang? Sekarang kembali pada Dyz nya yang kasar, ke Dyz yang tidak peduli lagi padanya.
Bianca menggandeng Senja untuk menemaninya sampai ke lobby. Entah, Bianca sangat baik dan friendly sekali padanya. Sungguh, Ia tak ingin Bianca merasakan apa yang ia rasakan sekarang nantinya. Bianca baik, ia tak pantas untuk disakiti.
"Kamu masih kuliah ya?" Bianca tersenyum menatap Senja disampingnya. Senja hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Pantes aja, masih imut banget. Mending jadi adek aku aja yuk?" Candanya sambil tertawa. Senja pun ikut tertawa. "Emm, Senja. Aku boleh minta tolong gak?" Lanjutnya sambil memencet tombol lobby pada lift.
"Kenapa, Mbak?"
"Tolong pantau Dyz ya, aku takut dia bawa atau deket sama cewe lain kecuali aku. Soalnya..aku bener-bener sayang banget sama dia." Jelas Bianca masih tersenyum.
Ada raut wajah khawatir yang besar diwajahnya. Jika Senja perhatikan lagi, Bianca sangat tulus dan tidak main-main untuk mencintai Dyzach. Keterlaluan sekali jika Dyzach mempermainkan hati Bianca. Entah, hatinya ikhlas tidak ikhlas menerima keadaannya kali ini.
Senja hanya mengangguk sebagai jawaban. Sesampainya dilobby, Senja memperhatikan Bianca untuk memastikannya selamat sampai ke mobil. Namun, baru saja Bianca ingin menaiki mobilnya, pergelangan kakinya terkilir karena sepatu hak nya yang terlalu tinggi sehingga membuatnya terjatuh.
Senja langsung berlari cepat kearah Bianca untuk menolongnya. "Bantu aku ke apartment Dyz lagi, ya? Sepertinya kakiku keseleo. Tolong panggilkan Bi Ijah juga ya, tukang urut langganan Dyz." Ujarnya sambil berusaha bangkit.
"Trus supirnya gima-"
"Pak Iguh! Duluan aja, Pak. Saya jatoh nih!" Teriak Bianca lagi yang membuat Pak Iguh menggas mobilnya menjauhi apartment cepat.
Senja membawanya lagi ke lift dengan posisi menggopoh setengah tubuh Bianca. Diliriknya Bianca yang sedang meringis kesakitan. Sebentar, apa alasannya untuk balik lagi ke aparment Dyz? "Emang di deket rumah Mbak gak ada tukang urut?" Tanya Senja penasaran.
"Ada, tapi yang cocok sama aku gak ada." Jawabnya masih menggenggam tangan Senja untuk menuntunnya berjalan.
Senja hanya menganggukan kepala sambil membulatkan mulutnya menjadi huruf 'O'. Sepertinya, ini kesempatannya untuk bertanya Dyz pada Bianca. "Emm..aku boleh nanya gak, Mbak?"
"Boleh." Bianca mengangguk ramah.
"Mbak pacrnya Mas Dyz, ya?" Tanya Senja hati-hati agar tak menimbulkan kecurigaan diri Bianca.
Bianca menggeleng cepat, lalu kembali tersenyum. "Enggak. Aku aja gak tau hubungan kita apaan."
"Maksudnya, Mbak?"
"Iya, Dyz itu aneh. Kadang ilang, kadang ada. Dan kadang dingin, kadang posesif. Kamu tau gak sih dia itu kenapa?"
Seriuskah Bianca menanyakan 'kenapa' dengan sifat Dyz padanya? Salah sekali ia menanyakan perihal ini padanya. Toh, ternyata tak hanya Senja saja yang merasakan keanehan dari Dyz.
"Eh..aku juga gak tau Mas kenapa." Jawab Senja bohong.
"Hm..pokoknya kalau ada apa-apa sama Dyz jangan ditutup-tutupin ke aku ya, apalagi kalau dia bawa cewe ke apartmentnya."
Senja hanya mengangguk. Tepat sekali lift berdenting dilantai teratas. Cepat-cepat Senja membawa Bianca untuk masuk kedalam apartment Dyz, saat Bianca ingin masuk ke dalam apartment, sudah ada Dyz yang menatap Senja dengan tatapan membunuh.
"Kenapa?" Dyz menatap Senja tajam, dan langsung membopong Bianca agar duduk di sofanya.
"Ta..tadi Mbak Bianca kekilir, sewaktu-"
"Kamu mau saya potong gaji?!" Potongnya dengan nada sangat mengancam.
Senja menunduk, takut. "Bu..bukan begitu-"
"Bukankah kamu sudah saya tugaskan untuk menjaganya agar tak terjadi apa-apa sampai ke mobil?" Potongnya lagi, masih dengan tatapan membunuhnya. "Kenapa kamu malah membiarkannya jatuh? Kenapa gak kamu aja yang jatuh? Ken-"
"Dyz, udah! Itu semua salahku." Potong Bianca cepat sambil mengasihani Senja yang masih menunduk ketakutan didepan Dyz.
Dyzach menatap Bianca sekilas, lalu beralih lagi pada Senja didepannya. "Sekali kagi kamu sakiti Bianca, hidupmu akan sengsara."
***
Dyzach mengucek matanya kasar. Gerah sekali pagi ini diapartmentnya. Dyz melihat temperatur dikamarnya, dua puluh empat derajat celcius. Hei, siapa yang menaikkan temperaturnya?
Dyzach keluar dan membuka pintu kamarnya cepat, dilihatnya Senja yang sedang duduk membopong kepalanya di meja pantry. Dyz tau, pasti Senja sedang menunggunya dari tadi. Sebenarnya, Dyz sangat ingin marah sekali dengan Senja yang selalu berbuat seenaknya padanya. Apa ia tak tau, kalau perbuatannya pekan lalu sangat membuat amarahnya memuncak? Dan ingin membuatnya semakin terus-terusan ingin memberikan pelajaran padanya?
"Morning." Senja tersenyum saat menyadari kehadiran Dyzach didepannya. Dyzach hanya menatapnya datar dan langsung menyalakan laptopnya diruang TV.
"Kamu gak makan?" Tanya Senja menoleh kearahnya. "Aku bawain ke samping kamu, ya?" Lanjutnya sambil membawa sop iga kesukaan Dyz ke meja didepannya
Senja langsung meninggalkannya dan beranjak ke dapur untuk membersihkan sisa masakannya yang berceceran disana. Entah, sampai sekarang pun hatinya terus bertanya kenapa. Kenapa dengan diri Dyz yang sekarang. Padahal, ia sudah merelakan Gilang hanya untuknya. Ya, untuknya.
Ingin rasanya ia berontak, lalu bertanya apa yang salah dari dirinya. Namun, dirinya terlalu takut dan bisu untuk mengatakan hal itu pada Dyz. Dan tiba-tiba saja saat Senja sedang mencuci piring didepannya, Dyz memanggilnya dengan lantang. Cepat-cepat Senja mendekat kesumber suara.
Ya, mangkuk yang berisikan sop iga masakannya sudah jatuh dan pecah berkeping-keping dilantai. Senja menutup mulutnya, shock. Diliriknya Dyzach yang kembali menatapnya lebih membunuh dari yang kemarin. Ada apa ini?
"Kenapa-"
"Kamu main-main sama saya?" Potong Dyzach sambil menunjuk sop iga dan mangkuk yang sudah berhamburan di lantai.
Senja menatap bingung. Jelas bingung. Toh, ia tak tau apa yang dimaksud dan yang terjadi sebenarnya. "Maksud kamu ap-"
"Kamu meracuni saya?!"
Meracuni?
Sungguh, Senja tak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Dyz sekarang.
"Aku gak ngerti maksud kamu apa." Elak Senja sambil memungut pecahan mangkuk yang pecah berkeping-keping didepannya ini.
"Kamu gak tau?" Dyzach menurunkan intonasi suaranya dan berjalan mendekat kearah Senja yang membuat Senja mundur perlahan.
Senja menggeleng.
"Jujur sama saya.." Dyz tersenyum licik. "Kamu menyampurkan kuah itu dengan air kobokan, iya?"
"Astaga, Dyz. Mana mungkin aku mencampurinya. Sungguh, jangan berfikiran seperti itu!" Senja kembali berdiri dan sedikit mendorong tubuh besar didepannya ini agar menjauh darinya.
"Kau tau?" Ada jeda sedikit pada kalimat yang dilanjuti oleh tatapan rajam nan membunuhnya. "Sop yang kamu buat barusan untuk saya itu adalah, sop paling ter-gak enak yang penah saya makan!" Teriaknya lantang dan ikut menjauh dari Senja.
Senja hanya diam dan menahan rasa sakitnya yang terus menggebu di hatinya. Se-tak enak itukah, memangnya?
Padahal, Senja sudah mencobanya berulang kali agar rasanya tidak hambar. Seharusnya, ia menegur secara baik-baik. Senja berusaha sekali untuk bisa memasak sop iga, karena ia tau Dyz menyukainya. Namun, yang ia dapatkan malah hinaan dan cacian dari mulut lelaki itu. Sungguh, ia tak pernah berfikir bahwa Dyz bisa sejahat ini.
"Kamu tau, Senja? Kalau kamu ingin membunuh saya secara perlahan bukan seperti ini caranya!" Dyz kembali berteriak dan mengguncangkan tubuh kecil Senja didepannya.
Kali ini, ia sudah sangat tidak kuat lagi untuk menghadapi semua ini. Kalau bukan karena kuliahnya, tak akan ia bertahan dengan Dyzach yang menyiksanya terus-terusan seperti ini.
"Stop, Dyz! Stop!" Kini tangisnya pecah. Ia sangat tidak bisa menahan sakit dihatinya yang terus menggebu-gebu itu.
"Kamu kenapa? Bukankah kamu kemarin bersikap manis padaku? Tapi kenapa?! Kenapa sekarang kamu malah menyiksaku?!" Senja memukul dada Dyz berkali-kali. Lelaki seperti ini sangat tak pantas untuk dicintai.
"Kamu yang kenapa! Kenapa kamu malah membohongi saya? Kenapa kamu malah memeluk lelaki itu?!" Balas Dyz tak kalah lantang.
Senja mengerutkan alisnya cepat. Gilang kah maksudnya?
"Maksudmu apa? Lelaki sia-" Baru saja Senja kembali ingin mendorong Dyz. Dyznya sudah mendorong Senja duluan hingga jatuh tersungkur ke lantai. Senja kembali meringis keasakitan karena badannya yang jatuh terlebih dahulu, sehingga mengenai pecahan mangkuk didepannya.
Sedangkan Dyzach, ia sangat tak percaya dengan apa yang ia lakukan barusan. Sungguh, emosinya sangat memuncak sekali. Dan tepat didepannya, sekarang, Senja sedang meringkuk menangis kesakitan karena tubuhnya yang mengenai pecahan mangkuk itu. Setan macam apa yang ada didirinya sekarang? Kenapa bisa ia melukai bahkan berlaku kasar pada wanita didepannya ini?
Dyzach sangat ingin membantunya, namun gengsinya lebih besar daripada kemauan dari hati baiknya. Ya, tuhan. Ia masih tak percaya dengan semua yang sudah ia lakukan kali ini pada Senja. Ini sangat keterlaluan.
Dyzach masih menatapnya khawatir, berusaha agar Senja bisa bangkit sendiri. Dan saat Dyz menatapnya, Senja ikut menatapnya. Namun, ada isakan tanpa suara dalam dirinya dan air mata yang sudah memenuhi pipinya disana. Ia sangat tidak bisa melihat Senja terlihat sangat tersakiti seperti ini. Sangat tidak bisa.
Senja tersenyum kecil, sedikit mengelap air matanya dan menyingkirkan rambutnya yang menghalangi pandangannya pada Dyzach, "Semudah itu tuhan mengejutkanku dengan kehadiranmu yang selalu menyakiti, bahkan menjatuhkanku dengan kesengajaanmu itu. Terimakasih, Dyz. Terimakasih."
________________
JANGAN LUPA DIVOTE!
ig: shafazuhri