[✓] Kakak + Day6

By fnza19

275K 28.1K 5.3K

Menjadi satu-satunya perempuan dalam keluarga Aksara tak lantas membuat Jinara diperlakukan bagai ratu oleh k... More

Revisi
Aksara bersaudara!
Dongeng Masa Kecil
Para Abang bersatu
Rencana terselebung
Jalan-jalan
Kebenaran?
Sendiri
Ingatan yang hilang?
Perlahan
Calon ibu
Pangeran Dani?
Mencari Jinara
Diculik
Kehilangan Jinara
Wilnan dan Dava
Penculikan Aksara Bersaudara
Sebuah fakta
Memori
Seperti dulu
Drama
JEPANG, KAMI DATANG!!!
Bukan Bunda!
Bertamu
Bertemu
Jalan malam
Reuni bersama bunda
Kencan (+8 stalker)
Kencan (+8 stalker) part 2
Salam perpisahan kita
Khawatir
Selamat datang kembali, Ayah.
Mantan
Jayandra vs. Jinara
Gibah dan Nostalgia
Wisuda
A few years later
We will go home together, with you
Lamaran
Mantan Dava?
SAH
Day6 series

Hilang!

4.7K 655 40
By fnza19

"Pada kemana, nih?" gumam Dava bingung saat kedua matanya tidak melihat siapapun di dalam ruangan inap Jinara. Ia menutup kembali pintu ruangan itu lalu berjalan masuk dan menyimpan tas hitam miliknya di atas kursi lalu mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Key - menanyakan keberadaan sang kakak.

"Sudah pulang?" Sebuah suara terdengar membuat Dava yang mulanya sedang memainkan ponsel menoleh ke arah kamar mandi, di mana di sana terdapat Wilnan yang sepertinya baru saja menuntaskan panggilan alam.

"Yoi. Eh, Wil, gimana kencan lo? Lancar?" Tanya Dava.

Wilnan berjalan menghampiri sang kembaran lalu mendudukan dirinya di samping Dava. "Ya, gitu. Gak ada yang spesial soalnya gue malah terus kepikiran Jinara. Gue buru-buru pulang tapi, kayaknya Jinara lagi jalan-jalan sama Bang Key."

Sebelah alis Dava terangkat mendengar penjelasan Wilnan. "Maksudnya? Jinara emang gak ada? Lo jam berapa datang ke sini?"

"Jam setengah lima, setengah jam lalu." Jawab Wilnan setelah ia melihat ke arah jam yang menempel di dinding. "Bang Key bawa Jinara ke mana, ya? Sudah mulai sore, waktunya Jinara istirahat. Kalau Bang Shaka atau Ayah tahu, bisa-bisa kena omel karena membawa Jinara di saat kondisi dia masih belum membaik."

"Udah nanya ke Bang Key dia di mana?" Tanya Dava yang dibalas anggukan kecil Wilnan. "Udah, cuman belum di balas. Kayaknya sih lagi di jalan atau gak pegang hp. Kok gue tiba-tiba khawatir ya? Bang Key kan gak bisa lepas dari namanya handphone, kok gak balas? Apa terjadi sesuatu?"

"Berlebihan, tunggu aja, nanti juga pulang kok." Ucap Dava sembari mengangkat bahu acuh dan memilih untuk memainkan ponselnya tanpa berniat membalas ucapan Wilnan yang sirat akan kekhawatiran. Ia bergumam kecil menyanyikan sebuah lagu yang membuat Wilnan seketika menatapnya curiga.

"Dav, kenapa sih?"

"Kenapa, apanya?" Tanya balik Dava tanpa menoleh. Ia tiba-tiba menyunggingkan sebuah seringai saat menatap layar ponselnya yang hal itu tak luput dari perhatian Wilnan.

"Dav, kenapa sih?"

"Apa, sih?" Tanya Dava jengah lalu menatap Wilnan datar. Ia menyimpan ponselnya di atas meja lalu bersidekap dada menghadap ke arah Wilnan.

BRAK

Pintu tiba-tiba dibuka secara kencang yang membuat Dava dan Wilnan yang ada di dalam ruangan langsung terlonjak kaget. Mereka berdua menatap ke arah pintu, di mana ada Key yang terduduk di ambang pintu dengan nafas yang terengah-engah..

"Kenapa sih, bang? Astagfirullan gue kaget." celetuk Wilnan dengan mengusap dadanya yang bergemuruh keras akibat bantingan pintu yang Key lakukan.

"Lo darimana sih bang?" Tanya Dava, "kok line gue gak dibales?"

"Jinara..." Ucap Key dengan nafas yang belum teratur dan membuat si kembar dengan segera menghampiri dan berjongkok di sampingnya. Key dengan susah payah mencoba berbicara, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah hembusan udara mengingat ia belum bisa bernafas dengan benar.

"Jinara mana? Bang, lo kenapa?" Tanya Wilnan. Ia mengusap pelan punggung Key dan mencoba membantu sang kakak untuk menormalkan pernafasannya.

"Kenapa, bang? Tenang dulu, minum nih minum." Dava berdiri lalu mengambil sebotol air mineral dari atas meja yang entah milik siapa lalu menyerahkan botol itu pada Key.

Key menerima botol itu dan langsung meminum air sampai habis. Ia terdiam sampai nafasnya kembali teratur lalu menatap Wilnan dan Dava dengan mata berkaca-kaca hampir menangis. "Jinara hilang, dia di culik."

Dava dan Wilnan terdiam lalu saling memandang, tak lama mereka tertawa bersama membuat Key mengeryit bingung, mengapa mereka tertawa di saat darurat seperti ini?

"Gak lucu, gak usah ketawa." tegur Key.

"Jangan bercanda elah bang, kalian lagi nge-prank kita kan? Sekarang, Jinara mana? Waktunya dia istirahat, bang. Kasihan." Ucap Wilnan setelah puas tertawa. Ia menyeka air mata di kedua matanya akibat terlalu puas tertawa dan mencoba tenang saat dadanya sesak.

"Apa gue keliatan lagi bercanda?" Ucap Key serius, ia menatap keduanya dengan tatapan yang di buat seserius mungkin agar mereka percaya jika Jinara memang benar-benar hilang.

"Prank-nya udah yah bang, sekarang mana Jinara? Lo jangan ngajak dia main dulu, lagi sakit juga." ucap Dava tak percaya. Ia lalu berjalan ke belakang tubuh Key dan memeriksa keadaan di luar kamar. Siapa tahu ketika ia keluar, ada Jinara yang sedang tersenyum lebar sembari berkata 'prankkk' seperti biasanya.

"Lo pikir gue di pukul sama orang itu cuman settingan, gitu? Gue lihat sendiri kalau Jinara di bawa sama itu om-om terus gue gak bisa lawan soalnya gue keburu pingsan." Ucap Key gemas pada Dava, namun sayangnya sang adik tidak mendengarkan hal itu karena sibuk mencari Jinara di lorong rumah sakit.

Dava menatap ke sekitar dengan bingung. Lorong rumah sakit di sekitarnya ini sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Jinara, baik sedang bersembunyi maupun tidak karena rupanya di sini tidak ada tempat yang memadai untuk Jinara bersembunyi, jadi apa yang dikatakan Key itu benar? Jadi Jinara memang benar-benar hilang?

"Gimana, Dav? Ada gak?" Wilnan menyusul Dava keluar, dan ia ikut celingukan di depan pintu sembari memperhatikan lorong yang sepi.

"Gak.. adaa?" Tanya Wilnan pada Dava yang diangguki oleh Dava.

"Tapi, kok bisa Jinara di culik, bang?" Tanya Dava yang kini kembali masuk ke dalam ruangan dan menghampiri Key yang sedang membersihkan perutnya dengan kain basah.

"Terus, itu kenapa perut lo memar, gitu?"

"Nanti gue ceritain, sekarang, anter gue ke ruang cctv, cepetan. Siapa tahu, Jinara kerekam sama cctv." setelah tenaganya pulih dan ia mampu kembali berdiri, Key menyimpan kain basah yang ia gunakan untuk membersihkan perutnya itu lalu menarik Wilnan keluar dan mereka berniat ke ruang cctv rumah sakit untuk memastikan keberadaan terakhir Jinara dan pelaku penculikan.

"Dava, lo lacak Jinara." Teriak Wilnan saat ia di ambang pintu.

Dava mengangguk mengerti, ia mengeluarkan laptop dari dalam tas miliknya untuk melacak keberadaan Jinara, mengingat ia telah menanamkan chip pelacak di dalam handphone sang adik untuk berjaga-jaga. Ia terlihat mengotak-atik keyboardnya dan terlihat fokus pada layar laptop yang menampilkan deretan angka. Wajahnya terlihat khawatir dan panik. Ia bertekad untuk mencari keberadaan Jinara sebelum ayah dan kedua kakaknya yang lain pulang dan mengetahui hal ini.

Ceklek

"Assalamualaikum!!!" Seru Jay heboh ketika masuk, ia membuka pintu lalu terdiam di ambang pintu untuk berputar membuat Shaka yang ada di belakang si sulung Aksara itu menggelengkan kepalanya heran.

"Waalaikumsalam." jawab Dava pelan dan dalam hati ia mengumpat karena kedatangan Jay dan Shaka yang ia rasa kurang tepat.

Setelah puas berputar sampai pusing, Jay mendudukkan tubuhnya di sofa dan bersandar. Sedangkan Sakha menyimpan terlebih dahulu dua rantang yang ia bawa di meja dan menyusul Jay duduk. Keduanya kemudian memperhatikan Dava yang tampak tidak bereaksi pada kedatangan mereka karena Dava lebih memilih memperhatikan layar laptopnya.

"Serius amat si Sadewa." canda Jay, namun tetap, Dava tidak merespon.

"Sepi banget, yang lain kemana?" Tanya Sakha setelah ia memperhatikan ruangan bercat putih itu. Harusnya, di ranjang ada Jinara yang sedang gibah bersama Wilnan, lalu Dava akan bermain laptop seperti biasanya dan Key akan tidur di sofa. Namun kali ini sepi, hanya ada Dava dan laptopnya di dalam ruangan itu.

Dava tidak menjawab, tangannya tetap sibuk mengetik di atas keyboard. Tatapannya tidak beralih dari layar yang menampilkan koordinat dan peta kota Bandung. Bagi Dava, mengabaikan Jay dan Sakha adalah pilihan terbaik untuk saat ini, agar tidak ada keributan yang terjadi karena tingkah dua orang tertua dalam Aksara bersaudara itu.

Jay dan Sakha saling berpandangan, mereka saling mengirimkan tatapan bertanya satu sama lain perihal tingkah Dava yang cenderung mengabaikan keberadaan mereka. Memang, dalam sehari-hari, Dava cenderung pendiam dan terkesan cuek, tapi tetap saja, Dava akan menjawab jika ia di tanya, bukan diam saja seperti yang baru saja terjadi.

"Dav, lo buta?" Tanya Jay bingung.

"Kok buta? Tuli maksudnya?" Tanya Shaka meralat ucapan sang kakak. Jay yang menyadari kesalahannya itu tertawa sembari menepuk keningnya pelan. "Maaf, lagi gak bisa konsentrasi."

"DAVA!!" seru kompak Key dan Wilnan yang baru saja datang ke ruangan itu. Dan saat melihat sosok Jay dan Shaka di samping Dava, keduanya membeku kaget dan menatap dua kakak sulung mereka dan Dava secara bergantian dengan kalimat yang sudah akan terucap di ujung lidah.

"Kalian dari mana?" Tanya Jay dengan harapan pertanyaannya kini dapat dijawab tanpa terus dihiraukan.

Key terdiam dan melirik ke arah Wilnan, ia meringis kecil karena tidak menyangka jika Sakha dan Jay sudah datang.

"Bagaimana dengan cctv?" Tanya Dava membawa kembali atensi Key yang sempat teralihkan. Ia memandang Key penuh harap, karena cctv bisa menjadi satu-satunya kunci untuk mengungkap pelaku penculikan Jinara.

"Tidak ada harapan, Jinara tidak ada dalam jangkauan semua cctv di sini." jawab Wilnan.

Sakha mengeryit saat firasatnya merasakan ada sesuatu yang tidak beres. "Kalian menyembunyikan sesuatu? Mana Jinara?"

Dava, Key dan Wilnan mengumpat dalam hati karena tingkat kepekaan yang Sakha miliki. Mereka bertiga saling memandang lalu menunduk, tidak berani menatap wajah galak Shaka yang kini menuntut jawaban sesungguhnya.

"Heh, jawab. Ada apa sih?" Sentak Jay penasaran yang membuat ketiga adiknya yang lain semakin terdiam dan menunduk.

"Bang, maaf..." Key akhirnya buka suara. Ia menatap Jay dan Shaka dengan tatapan menyesal dan nada bicaranya terdengar bergetar. Ia memainkan kedua tangannya takut saat membayangkan reaksi yang akan ia terima.

"untuk?" tanya Jay sabar. Berbeda dengan Shaka yang menampilkan wajah galak dan tegas, Jay merubah ekspresinya menjadi lunak dan sabar agar Key bisa menyampaikan sesuatu yang sebenarnya terjadi.

"Jinara hilang, dia di culik... Maaf, gue gak bisa jadi kakak dan penjaga yang baik buat Jinara." Ucap Key dengan suara yang semakin lirih.

Sakha dan Jay terdiam dengan ekspresi masing-masing, sekarang mereka mengerti mengapa ketiga adiknya yang lain terlihat sangat khawatir, rupanya karena Jinara hilang diculik.

"HILANG? JINARA HILANG?" Seru mereka berdua sembari menatap satu persatu wajah adik-adik yang lain yang kini semakin menunduk.

Shaka bangkit dari duduknya. "ASTAGHFIRULLAH, KENAPA JINARA BISA HILANG? KALIAN GIMANA NGE JAGA NYA SIH?"

"GIMANA CERITANYA JINARA YANG SEGEDE DUGONG GITU BISA HILANG? CARI CEPETAN CARI." Titah panik Jay yang kini mulai mengelilingi ruangan untuk menenangkan diri. Namun, seketika ia merasa déjà vu dengan kejadian ini, langkahnya mengelilingi ruangan terhenti dan ia berbalik ke arah Key. "Atau ini cuman prank? Eh gak lucu ya, Key, mana Jinara? Dia butuh istirahat, jangan main-main!"

"Gue sudah nyari bang daritadi, gak ada. Malahan di cctv juga gak ada." Bela Wilnan saat merasa jika posisi Key mulai terpojokkan,

"Lo kenapa gak becus sih cuman jaga Jinara doing, Key? Lo lagi ngapain, hah? Kenapa Jinara bisa hilang? Kalau cuma prank, sumpah gak lucu, Keyandra! Sekarang serius, di mana Jinara?" cecar Shaka yang kini sudah berada di hadapan Key untuk mempertanyakan keberadaan si bungsu yang katanya hilang.

"INI BUKAN PRANK, ABANG!" sentak Key yang sudah kepalang marah karena sedari tadi, ia terus dicurigai melakukan prank padahal Jinara memang benar-benar hilang dan di bawa oleh seorang yang tidak dikenal. "JINARA MEMANG HILANG, DI BAWA PERGI SAMA OM-OM!"

"TERUS KENAPA JINARA BISA HILANG? DISIMPEN DI MANA MATA LO, HAH? KENAPA JINARA BISA DI BAWA PERGI GITU? SEBENARNYA, LO ITU BECUS GAK SIH JAGA JINARA? ATAU LO SENGAJA BUAT DIA HILANG?!" Ucap Jay yang marah besar, membuat Key yang biasanya selalu mempunyai kata untuk memutar balikan fakta langsung terdiam dan merasa bersalah

"ABANG! BERHENTI MENYALAHKAN. SEKARANG KITA HARUS CARI CARA AGAR JINARA KETEMU. BANG KEY UDAH SEBISA MUNGKIN CARI JINARA BANG, TAPI DIA TADI PINGSAN SAAT AKAN MENYELAMATKAN JINARA. KENAPA ABANG GAK MAU MENDENGARKAN PENJELASAN BANG KEY, SIH?" seru Wilnan yang jengah ketika para kakaknya ini bukannya mencari Jinara malah memperdebatkan hal yang tidak jelas.

"Kenapa Jinara bisa hilang, Keyandra Sabian? Bisa kau jelaskan?" Tanya Shaka yang sedang mengontrol amarah. Ia menatap Key tajam dan menuntut sebuah jawaban yang pasti.

"Awalnya, gue sama Jinara jalan-jalan dan duduk di taman soalnya Jinara minta keluar. Pas lagi duduk, gue ada telfon dan gue angkat telfon dulu, sumpah gue cuma lima langkah dari Jinara. Terus, tiba-tiba Jinara manggil gue dan pas gue lihat, dia udah di bawa sama orang yang gue gak tahu siapa dia. Gue coba bawa balik Jinara, tapi gue di pukul. Lihat, perut gue, dan gue juga pingsan. Pas gue sadar, semua orang udah ada di sekitar gue dan nanyain kondisi gue, tapi gue gak lihat Jinara, dia udah di bawa sama orang itu." Jelas Key sembari menyingkap pakaian yang ia kenakan, memperlihatkan memar keunguan yang terdapat di perutnya akibat pukulan yang ia terima dari orang yang menculik Jinara.

Seketika, suasana ruangan itu berubah sunyi. Key ambruk ke lantai lalu menutup wajahnya yang sudah akan menangis. Shaka terdiam lalu membuang muka, digigitnya bibirnya itu keras untuk menahan raungan tangis yang sebentar lagi akan pecah.

"Jinara hilang? Apa ayah tidak salah mendengar?"

Kelimanya langsung menoleh dan mendapati di ambag pintu ada Mahendra dan Citra yang masih menggunakan pakaian kantor. Mahendra kemudian masuk dan menyimpan tasnya di ranjang Jinara, kemudian melonggarkan dasinya, ia menatap kelima anaknya yang kini malah berdiri secara perlahan dan menunduk.

"Apa yang ayah dengar itu benar? Di mana Jinara?" Tanya Mahendra, namun tidak ada yang berani menjawab.

"Ayahhh.." panggil Dava setelah mengumpulkan keberanian. Ia mendongak dan menatap wajah ayahnya dengan tatapan nanar.

"Iya, Dava?"

"Ayahh, Jinara hilang. Jinara memang hilang."

Mahendra terdiam dengan ekspresi wajah tidak menunjukkan ekspresi apapun. Setelah itu, ia tertawa kaku. "Kalian bercanda kan? Ayoo jangan prank ah. Kalian barusan sedang merencanakan prank pada Ayah, kan? Ayo, karena Ayah sudah tahu rencana kalian, prank nya gagal. Nah, sekarang, di mana Jinara? Di mana kalian sembunyikan dia?"

"Ayahhh.. Jinara memang hilang." Ucap Wilnan dengan suara bergetar menahan tangis.

"Jinara sayang, ayoo keluar. Prank-nya gagal loh, ayah gak kaget." ucap Mahendra berkeliling ruangan, siapa tahu Jinara tiba-tiba muncul. Tapi sayangnya, setelah mencari, ia tidak menemukan sosok sang anak di mana pun.

"KETEMU!" Seru Dava secara tiba-tiba ketika menemukan sesuatu di laptopnya, membuat 4 dari 6 kepala langsung menoleh ke arahnya.

"Gue sudah lacak Jinara, dan ketemu.." ucap Dava bahagia. Jari-jarinya semakin lincah menari di atas keyboard dan sebuah senyuman misterius muncul di wajahnya.

"Kalian niat banget mau ngerjain ayah. Ayok serius dulu, Jinara di mana, nak?" celetuk Mahendra yang masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan anak-anaknya itu. Namun, karena dilingkupi rasa penasaran, Mahendra berjalan menghampiri Dava untuk melihat secara langsung apa yang sebenarnya terjadi.

"Jinara bawa hp dia, kan, Bang?" Tanya Dava ke Key.

"Sepertinya, iya."

"Tapi, Jinara ke lacaknya satu jam lalu." Ucap Dava dengan tangan tetap sibuk mengetikan sesuatu dan kedua matanya terpaku pada layar laptop.

"Bukannya lo bilang kalaupun hp Jinara mati atau off data bakal terus terdeteksi, yah?" Tanya Jay yang kini sudah ada di belakang dava, ikut memantau walaupun ia tidak mengerti dengan sistem kerja aplikasi pelacak milik Dava.

"Gue juga gak tau, gak mungkin alat pelacak yang gue pasang itu rusak. Kalaupun ada orang yang ngelepasin alat itu, bakal ada laporan ke gue. Tapi ini gak ada. Jinara kek ilang gitu aja," jelas Dava serius.

"Di mana Jinara terakhir terdeteksi?" Tanya Mahendra.

"Kalau menurut koordinat, di taman rumah sakit," Jawab Dava.

"Berarti dia di sana, kenapa kalian panik gini sih? Ayo kita ke sana sekarang, susul dia."

"Kalaupun sekarang Jinara di taman rumah sakit, pasti dalam laporan misalnya jam 17.12 Jinara ada di taman dan di kordinat mana. Tapi, disini, Jinara terakhir dilihat jam 16.09 dengan koordinat taman. Haduh gimana menjelaskannya, yah." Jelas Dava setengah bingung untuk menjelaskan kinerja aplikasi yang ia buat itu pada keluarganya.

Semuanya terdiam, antara kagum dan juga bingung. Kagum karena Dava berbicara sepanjang itu dan bingung untuk melakukan apa. Tidak mungkin kan Jinara hilang begitu saja tanpa bisa dilacak? Seolah-olah ia pergi ke sisi dunia yang lain dan tidak terdeteksi.

"Gue bakal buka rekaman 10 menit terakhir." Ucap Dava saat ia menemukan folder rekaman sebelum koordinat Jinara dinyatakan hilang.

Semuanya langsung menyiapkan telinga saat Dava memulai membuka rekaman itu dan membesarkan volume. Menit awal rekaman itu, tidak ada suara yang terdengar kecuali suara tangisan Jinara membuat Key teringat pada mata sembab dan hidung merah Jinara saat ia menemukan adiknya itu di taman. Benar rupanya firasatnya tentang Jinara yang menangis.

"Jinara? Kamu di sini? Istighfar gue, astagfirullah. Gue nyari dari tadi, heh, ternyata lo di sini? Gue kan bilang tunggu tadi. Ngeyel banget sih jadi anak. Untung aja ketemu, bikin panik aja sih lo."

Tiba-tiba, terdengar suara Key yang sontak membuat semua atensi tertuju pada Key.

"Jinara tadi sama kamu, Key?" Tanya Citra, Key hanya mengangguk dan memilih untuk mendengarkan rekaman suara Jinara. Baginya kini, keberadaan Jinara lebih penting dibandingkan menjawab pertanyaan Citra yang hanya bedasarkan penasaran.

"Eh? Lo kenapa? Sakit? Mana yang sakit? Kenapa nangis?"

"Kenapa sih? Lo aneh banget."

"Bang lihat deh, itu bapak-bapak yang di sana lagi liatin kita atau gimana?"

"Ah, itu mungkin keliatan nya aja liatin kita, padahal mah bisa kan lagi liatin orang lain, kan?"

"Makan tuh coklatnya, gue banyak perjuangan pas nganterin ke sini nya. Mana harus nyari lo segala."

"Makasih bang,"

"Sama-sama, terus tadi kenapa nangis?"

"Nangis? Gak kok, barusan kelilipan."

"Ah bohong lo."

"Eh sumpah, cuma kelilipan."

"Halah, alibi."

"Bentar yah, gue angkat telpon dulu."

Tidak ada suara lagi, bahkan rekaman tersebut hampir habis. Ketika Dava akan menghentikan rekaman itu..

"Jinara Adipadhya Aksara?"

...terdengar kembali sebuah suara yang asing terdengar membuat niat Dava menghentikan rekaman itu terhenti. Dengan sigap, Dava menyiapkan pendengaran terbaiknya agar ia tidak melewatkan informasi apapun.

Namun, rekaman itu mendadak mati.

"Kenapa mati?" Tanya Shaka.

"Rekamannya habis,"

"Ulang yang terakhir, Dav." titah Jay sembari mendekatkan telinganya pada speaker laptop Dava. Dava mengangguk dan memutar kembali rekaman tersebut di menit akhir yang mereka lewatkan.

"Jangan takut, perkenalkan namaku Dani Alexandre. Dan bisakah kau ikut dengan ku sebentar?"

"Namun sayangnya, aku memaksa."

"ABANGGGGGGGG.!"

"JINARA, HEY, LO MAU BAWA KEMANA ADIK GUE?!".

"ABWANGGGHMPPPPP!"


Jay menjauhkan kepalanya dari speaker laptop Dava dan melotot kaget pada para adiknya yang sedang menatap penasaran. Mulutnya terbuka dan lidahnya mendadak kelu untuk mengucapkan sebuah kata yang sudah berada di ujung lidah.

"Kenapa, Jay?" Tanya Mahendra.

"Dani Alexandre? Pangeran Dani?" gumam kaget Jay lalu tak berselang lama ia jatuh pingsan, membuat semua orang berteriak panik dan mencoba membangunkan Jay yang tampak sangat kaget tentang fakta yang ia dengar.
























•••
.
.
.
30/01/2019

Direvisi 31/10/2020

Continue Reading

You'll Also Like

modus By 𝐫𝐞

Short Story

383K 43.9K 41
❝siapa yang baper duluan?❞ [COMPLETED] ©urkissy, 2019 #1 in shortstory
YES, DADDY! By

Fanfiction

295K 1.7K 9
Tentang Ola dan Daddy Leon. Tentang hubungan mereka yang di luar batas wajar
249K 11.4K 74
Season 1 COMPLETED :) Cerita ini adalah FANFICTION sekedar memuaskan diri sendiri dan mengobati rasa kangen sama 304th Study Room - Felicia Huang, da...
9.5K 145 16
kepada para isi kepala, para bahasa kalbu, meluruhlah disini