Crazy Marriage [FINISHED]

By Lachaille

218K 12.7K 396

"Sumpah deh kalo dalam sehari ini gua gagal kawin kedua kalinya. Gua kaga usah kawin aja. Jadi perawan tua ju... More

NAFAS X 1
NAFAS X 2
NAFAS x 3
NAFAS X 4
NAFAS X 5
NAFAS x 6
NAFAS x 7
NAFAS X 8
NAFAS X 9
NAFAS X 10
NAFAS X 11
NAFAS X 12
NAFAS X 13
NAFAS X 14
NAFAS X 15
NAFAS X 16
NAFAS X 17
NAFAS X 18
NAFAS X 19
DISKON I
DISKON II
NEWS

NAFAS X 20

10.8K 499 13
By Lachaille

Liat Ilham yang berbaring di atas brankar itu menyakitkan. Sebenci, sekeselnya dan seselainnya aku ke dia itu, tetep aja aku enggak bisa liat dia kayak gini. Aku menarik kursi plastik ke dekat brankarnya, meraih jemarinya untuk ku genggam. Ini tangan lebih kurus dari sebelumnya, enggak makan apa gimana sih? Aku lho yang hamil, harusnya aku yang enggak nafsu makan. Kucium punggung tangannya dengan ringan, setelahnya mengusap punggungnya lembut.

"Aygong." Dahiku sudah menempel pada punggung tangannya, acuh dengan usapan lembut pada rambutku. "Aygong," Panggilnya lagi.

"Enggak." Aku malu campur kesal ke dia.

"Gua kangen lo." Ucapnya yang masih setia mengusap rambutku. "Juga si Printilan kita." Aku memukul perutnya hingga terdengar bunyi 'bug'. "Sakit."

Cepat-cepat aku mengusap jejak air mataku, menatapnya garang. "Lo ngapain sih pake berantem segala, heh? Emang bisa nabok orang?" Omelanku hanya disahuti dengan kekehannya. "Kenapa malah ketawa?"

"Gua seneng bisa denger bawelan ketus lo itu." Jawabnya yang kali ini tanganya mengusap pipi kiriku. "Lo kurus banget. Si Printilan bisa kena gizi buruk nanti."

Aku ingin menyentak tangannya yang menyentuh pipiku, "Enggak usah pegang-pegang." Sewotku.

Ilham kembali ketawa, entah kapan tangannya udah nelusup di leherku dan menarik leherku mendekat ke arahnya, "Gua kangen banget sama istri tersayang gua yang bawelnya pake diskonan ketus." Aku kembali memukul perutnya yang malah berbunyi suara ketawanya.

Mataku terpejam saat Ilham menarik kepalaku lebih mendekat padanya dan dia mencium keningku cukup lama. Lama banget kayak waktu berhenti buat dia yang nyium aku doang. Titik, enggak usah protes kalian, ya. Aku enggak nampung protesan para pengiriku.

"Jangan kabur-kaburan pake ngambek, ya." Ucapnya yang kembali mengusap lembut pipiku. "Gua sayang lo, Rin."

"Sayang aja? Cinta enggak?" Tanyaku, emosiku kembali tersulit.

Dia menggeleng lemah, "Sayang aja." Aku mencebik dan menjauhkan kepalaku darinya.

Melipat kedua tanganku di atas perutku yang sudah menyembul enam bulan, "Iya, cinta lo buat Mahendi Indiot itu aja. Gih sana kawinin dia kayak ngawinin kucing," Sungutku.

"Jangan lagi, Rin!" Katanya.

"Siapa yang mulai lagi? Lo kali yang mulai. Nyesel gua dateng ke sini." Cerocosku lagi.

"Rin,"

"Gua tahu lo enggak cinta gua, seengaknya senengin gua dikit napa pake bilang cinta meski lo enggak cinta." Aku mulai menangis lagi. "Gua tahu lo cinta mantan lo itu, si Mahendi indiot itu." Aku sudah terisak. Aku terus menepis tangan Ilham yang ingin meraih tanganku. "Enggak usah pegang-pegang. Jembekno lo itu."

"Rin, dengerin gua."

"Gua enggak mau dengerin lo. Apa yang lo omongin bikin gua sakit hati aja." Aku sudah nangis kejer-kejer di depannya. "Aduh!" aku memengang perutku.

"Rin?"

Aku menatapnya kesal, "Enggak bapak, enggak anak, sama aja nyakitin gua."

"Apaan?"

"Gua ditendang." Aku nangis lagi.

Aku enggak sadar Ilham sudah turun dari brankarnya dan mengusap lembut perutku. Matanya berbinar takjub saat lagi-lagi si Printilan nendang perutku. "Sekongkol kan kalian ini?" Tudingku sengit.

"Namanya juga printilan gua." kekeh Ilham yang kemudian mencium perutku. Aku memukul punggungnya pelan, kesal bercampur terharu melihat momen calon bapak dan printilannya itu.

"Hai, apa kabar, printilannya Ayah sayang!" Sapa Ilham yang mengusap lembut perutku. "Enggak apa-apa nendang-nendang perut Bunda tapi jangan kenceng-kenceng, ya." aku memukul lengannya lagi.

"Sakit tau." Aku mengusap lembut rambutnya yang mulai gondrong. "Potong rambut deh ke Mbak Selly."

Ilham menggeram kesal, "Kenapa mesti Mbak Selly?"

"Bagus potongannya, gua suka." Jawabku.

"Dia suka grepe-grepe gua." Kesalnya.

"Gua rela lo digrepe mbak Selly daripada Mahendi Indiot itu." Kataku jujur. "Beneran,"

"Jangan mulai lagi." Katanya yang kembali mencium perutku, dan aku kembali menyisir ke belakang rambutnya yang mulai memanjang.

"Abis pulang dari sini langsung potong rambut sama cukur, ya." Kataku dan dia mengangguk nurut.

***

"Ayo ikut gua!" Aku tak perlu menoleh kepada dia — si Mahendi Indiot yang baru masuk ke dalam kamar inap Ilham. Aku berlalu melewatinya keluar. Enggak perlu ngecek dia ngikutin aku apa enggak, udah kedengeran suara tok tok tok sepatu cetarnya.

Mengambil duduk di salah satu meja kosong kantin lantai dua rumah sakit. Diam, nungguin dia duduk di meja seberangku. Aku melipat kedua tanganku ke depan.

"Mau bicara apa?" Tanyanya bak cicitan uler kadut mau dipinjek. Mana nyali lo kayak kemaren nolak permintaan Mama ninggalin Ilham, hah? Kelelep di kali?

"Mantannya Ilham kan pas SMA dulu? Gua udah liat lo tiga kali." Kataku belagak angkuh.

"Tiga kali?"

"Pertama, lo nyander-nyander sok kayak anak labil baru kenal cowok di cafe. Ngaku enggak lo?" Todongku.

"Itu gua. Gua kangen dia." Jawabnya terbata-bata. Menunduk kincep. Halah, drama lo.

"Mana ada kangen nyander-nyander pake meluk lengan suami orang?"

"Gua enggak tahu kalo Ilham udah nikah." Elaknya dengan mimik wajah yang dibuat nelangsa mau nangis.

"Enggak usah nangis. Enggak bakalan luluh gua." Bentakku kesal, aku menghirup sebanyak-banyaknya udara masuk ke dalam paru-paruku, menetralisir udara kotor di paru-paruku. "Lo itu jangan belagak sok bego kayak orang idiot. Lo udah tahu kan Ilham nikah dan niatan lo buat ngerusak pernikahan kita. Iya, kan?" Tudingku to the point, tanpa embel-embel basi tai kucing tetanggaku yang kurang ajar, eek sembarangan di halaman depan.

"Gu-gua, gua enggak kayak gitu. Sumpah, gua enggak tahu kalo —"

"Lo kira gua bego percaya gitu aja sama mulut gincu lo itu? Gua tahu Mama mertua gua minta lo buat jauhin Ilham, tapi emang uler kadut yang enggak tahu malu aja." Ujarku sekaligus menghina dia. Printilan, maafin Bunda, ya. Bunda khilaf hari ini aja kok.

Dengan derai air mata, si Mahendi Indiot menggebrak meja, berdiri di depanku dengan mata merahnya, "Lo itu udah ngerebut dia dari gua dan udah seharusnya gua ngambil apa yang harusnya jadi milik gua."

"Lo kira suami gua itu barang main rebut-ambil gitu aja seenak jidat? Liat! Lo aja enggak bisa menghargai orang lain, buktinya lo egois sama diri lo. Makanya sekarang keegoisan lo bikin lo ngelakuin tindakan tolol kayak gini. Enggak tahu malu." Kataku yang aslinya takjub sih bisa bicara sebijak itu pake kata-kata agak kasar dikit, dikit kok. Abis ini aku harus minta maaf ke Printilan udah bikin dia denger emaknya ngomong kasar ke pelakor bapaknya.

"Gua cinta dia dan dia juga sama kayak gua. Harusnya lo yang sadar diri." Dia balik menghinaku. Dasar uler kadut minta disambal bajak, ya.

"Denger, cinta lo itu udah enggak ada artinya lagi. Dia suami gua sekarang dan Ilham enggak akan cerai sama gua." Ujarku.

"Dia milik gua." Teriaknya dengan derai air mata. Beberapa orang yang ada di kantin gara-gara bocah labil ini jadi melihat ke arah kami. Emang bego didiskon tolol sih, ya. Ya jadinya macem dia ini, enggak terlalu berkualitas. Casing oke, dalemnya bobrok.

Buat cowok-cowok di luaran sana. Percayalah, ada yang lebih kejam dari kata-kata manis. Yaitu make up dan gincu cewek. Kamu enggak akan tahu sampe make up itu kena micellar water.

"Lo sadar, enggak?" Kataku menatapnya kesal. "Lo hampir aja ngerusak kehidupan anak gua yang belum lahir ini. Liat! Gua hamil anak dia, Ilham bakal jadi bapak. Gua istrinya dan lo adalah mantannya. Sadar dong, posisi lo sekarang itu apa." Ujarku, dia merosot duduk lagi, menelungkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Menangis tersedu-sedu.

Halah drama lagi si Mahendi Idiot ini. Nyari simpat orang-orang disini? Mana ada orang kasihan ama pelakor? Yang ada ya mereka belain aku. Aku istri sah secara agama dan negara.

Aku kaget saat usapan lembut mampir di kepalaku, Ilham yang berdiri di sampingku dengan senyumannya. "Ran,"

Rani kontan menengadah, "Ham," Panggilnya dengan suara sengau.

Halah drama mulu dia.

Ilham duduk di sampingku, kepalanya menunduk untuk melihat tangannya yang meraih tanganku, digenggam dengan lembut. Aku cuman diam.

"Ran, kita udah milih jalan masing-masing buat ke masa depan." ucap Ilham lembut, menatap si Mahendi Indiot.

"Enggak. Kita masih bisa kok perbaiki ini." Elaknya yang terlihat optimis dengan pemikiran begonya.

"Enggak, Ran. Aku sudah memilih hidup sama Ririn. Aku memilih ngehabisin waktu hidupku sama dia. Kamu cari jalan hidup kamu sendiri dan aku mau menikmati kebahagiaanku sekarang." Ujar Ilham yang membuat Mahendi Indiot kembali terisak.

"Kamu cinta aku kan, Ham? Iya kan?"

"Iya. Aku cinta kamu, tapi kasih sayangku buat Ririn lebih besar. Cintaku sama kamu itu masa lalu dan cuman harus aku kenang aja sekarang." Jawab Ilham. Aku terdiam, menatap Ilham takjub. Bisa ya dia ngomong sebijak itu? Abis berguru sama Eyang Sepuh Teguh?

"Ham,"

"Lepasin masa lalu kita." Perintah Ilham yang membuat Mahendi Indiot bangkit dari duduknya.

"Gua benci lo!" Teriaknya yang berlalu pergi. Hadeh, dram queen emang dia.

"Apa?" Tanyanya jahil. "Gua ganteng banget, ya?"

Aku mencebik, menyentak tangannya yang tadinya mengenggam tanganku, "Aku-kamu. Cih."

"Aygong,"

"Aku cinta kamu." Kataku menirukan kata-katanya tadi dengan mengejek. "Enek. Enggak usah pegang-pegang." Ujarku meninggalkan Ilham sendirian di kantin.

"Aygong!"

"Bodo amat." Sahutku berjalan meninggalkan dia, mengusap lembut perutku. Si Printilan sayang.

Fiuhhh, beres.

Aku harap si Mahendi Indiot itu enggak gangguin rumahtanggaku lagi. Hadeh, demen banget sih jadi pelakor.

Rumahtangga? Aku enggak jadi cerai, nih?

Rujuk, ya? Siapa yang ngajak rujuk?

Kok aku kayak anak SMP yang labil gini sih?

Plin plan.

****

Yuhuuu.... Say goddbye to Mbak Rin dan Mas Ham, ya. 😚😚😚

Jangan bilang saya jahat kok ceritanya sampe segini aja. Tabok nih ✊✊✊

Tinggal beberapa part extra ya. 😄😄😄

Continue Reading

You'll Also Like

29.6M 1.3M 44
[Story 4] Di penghujung umur kepala tiga dan menjadi satu-satunya orang yang belum nikah di circle sudah tentu jadi beban pikiran. Mau tak mau perjod...
1M 39.1K 19
Note: Cerita ini sebenarnya sudah tamat tahun 2020. Tersedia versi PDF, Karyakarsa dan cetak. Di Wattpad, sebagian besar bab sudah dihapus. D'Abang S...
1.2M 105K 34
Sudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-775-8 Kikan merasa hidupnya hancur ketika suaminya selingkuh dan memilih untuk menceraikannya. Dia mencoba menja...
281K 31.7K 22
Bagi Inggita, Tuhan pasti mengambil tulang rusuk Vikram ketika Sang Maha Pencipta itu menciptakan dirinya. Tetapi, siapa bisa menduga bagaimana alam...