Azzahra's Destiny [✔]

By gaiskafirasn

86.2K 3.2K 35

Takdir serta percintaan yang terjadi dan terjalin antara Ketua Organisasi Libra dan Wakil Kepala Perusahaan P... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh

Extra Part

5.8K 142 1
By gaiskafirasn

"Ayaaah! Bundaaaaaa!"

Suara cempreng yang berasal dari duo A yang saat ini sedang mandi dan mereka sudah duduk dibangku SD kelas dua biarpun usia mereka masih 4 tahun, memekakkan kedua telinga Klaus dan Zahra ketika keduanya masih sibuk mengurus persiapan kedua putra mereka di dapur.

"Kenapa teriak-teriak dari kamar mandi? Ini masih jam 6 pagi, jangan teriak. Ganggu tetangga." tanya Klaus tergopoh-gopoh mendatangi kedua putra kecilnya yang masih berendam di dalam bak mandi lalu menegur keduanya halus sambil duduk jongkok disamping bak mandi.

"Ada kecoa, Ayah." keluh keduanya halus dan berbisik kepada sang Ayah sambil menunjuk ke tempat yang ada kecoanya setelah mereka mengadu perihal ketakutan dan kegelian mereka terhadap serangga yang satu itu diikuti dengan riak air yang berbunyi didalam bak mandi ketika mereka berdua bergerak dan saling beradu satu sama lain.

Klaus menoleh dan mendapati kecoa itu masih diam ditempatnya, ia hanya terbahak melihat kelakuan Arkha dan Aran yang sama persis seperti Zahra, takut serangga terutama kecoa! Mana nggak mati ketawa dia kalau Klaus dikit-dikit harus mendengar teriakan ketiganya setiap saat dan setiap kali ada serangga tersebut dimana-mana dan harus saja ia yang membunuh atau mengusirnya.

Ia kemudian melepas kacamatanya yang mulai berembun akibat uap panas dari air berendam kedua putranya lalu mengelus kepala mereka secara bergantian setelah mengusir kecoa tersebut tanpa harus membunuhnya dan membuat si kembar merasa jijik.

"Sudah Ayah usir, tidak apa, kalian mandilah bersih-bersih. Ayah bantu Bunda kalian dulu menyiapkan semua keperluan sekolah kalian seperti biasanya. Paham?" tanya Klaus yang dibalas anggukan semangat dari Arkha dan Aran.

"Terima kasih, Ayah!"

Klaus tersenyum, lalu beranjak dari kamar mandi lalu menuju dapur setelah mengelap embun panas yang ada di kacamatanya, dan mendapati semua persiapan untuk dirinya, si kembar, dan juga Zahra sudah siap dengan cepat seperti biasanya.

* * * *

"Anak-anak kenapa? Heboh banget dikamar mandi tadi pas teriak." tanya Zahra lembut setelah menggantung celemek lalu menoleh dan memeluk Klaus ketika suami besarnya itu sudah berdiri di dekat nya, Klaus memeluk balik Zahra dan menciumi puncak kepalanya lembut.

"Serangga terbang menjijikkan yang paling kalian benci." ucapnya, membuat Zahra mencibir.

"Udah di usir kan? Aku gak mau ngurus gituan, Klaus-san. Geli." balasnya sambil mencebikkan bibir, membuat Klaus tergelak lalu menciumi bibir istrinya pelan dengan sekilas.

"Udah kok."

Tak lama kemudian, si kembar berlarian dari kamar mandi dengan badan yang masih basah dan membawa handuk yang di terbang-terbangkan layaknya sayap belakang baju superman sambil tertawa-tawa riang, dan tubuh keduanya yang masih basah pun menyebabkan jejak kaki mungil keduanya dimana-mana setelah mereka berlarian kesana kemari, membuat Zahra dan Klaus hanya bisa menatap keduanya sebal.

Namun sesaat kemudian mereka tersenyum, mereka sadar jika ketika bayi dulu bahkan seusia keduanya mereka selalu merepotkan kedua orang tua mereka masing-masing ketika mereka seusia Arkha dan Aran.

Bahkan suasana rumah yang awalnya sepi pun jadi ramai sejak adanya Arkha dan Aran begitu mereka lahir ke dunia dan memenuhi hari-hari mereka selama empat tahun lebih sejak mereka lahir dulu.

"Arkha, Aran. Sini di keringin dulu badannya, nanti masuk angin terus sakit, terus di marah Nenek kalo kalian sakit karena begitu terus tiap habis mandi." ucap Zahra pelan dan membuat mereka langsung mendekat setelah sibuk bermain dan tertawa, dan Klaus pun langsung meraih ganggang pel yang tak jauh dari tempatnya serta Zahra berdiri barusan dan mengeringkan lantai yang basah akibat kelakuan keduanya seperti biasa, ia tau jika keduanya dikasari, nanti akan berpengaruh pada mental dan sikap mereka ditengah tumbuh kembang keduanya.

Itulah kenapa Zahra selalu menegaskan semuanya tanpa harus marah kepada keduanya agar nantinya ketika dewasa mereka tidak jadi pembangkang. Dan untung saja keduanya tumbuh jadi anak yang penurut.

"Bunda! Bunda!" panggil keduanya setelah mereka mulai dipasangi seragam sekolahnya satu persatu oleh Klaus dan Zahra secara bergantian.

"Hmm?" tanya Zahra sambil menatap lembut keduanya ketika mereka menatap Zahra secara serentak, diikuti oleh Klaus yang ikut-ikutan Zahra menatap balik keduanya.

"Mau punya adek!" pekik keduanya riang.

"Ha?"

Pernyataan itu sontak membuat Klaus dan Zahra shock ketika keduanya mengatakan perihal keinginan mereka yang ingin punya adik, yang meminta pun hanya bisa tertawa melihat ekspresi kedua orang tua mereka yang kaget dan hanya bisa memasang muka jelek.

"Kok tiba-tiba? Bukannya dulu waktu awal masuk sekolah kalian protes gak mau punya adek, takut perhatian Bunda sama Ayah teralihkan dari kalian?" tanya Zahra yang mengambil dua sisir lalu satunya di serahkan kepada Klaus lalu menyisir rambut keduanya yang sudah beranjak kering setelah dikeringkan dengan hairdryer.

Keduanya nyengir.

"Itu kan dulu!" ucap mereka.

"Soalnya pas liat temen-temen ada yang punya dedek bayi, liatnya lucu, Bun, Yah!" ucap Arkha, yang langsung disambut anggukan semangat dari Aran yang membuat susunan rambutnya sedikit acak setelah sebelumnya selesai disisir oleh Klaus.

Zahra menghela nafas, ia merasa aneh jika usianya yang baru mau beranjak 22 tahun tapi anaknya sudah tiga jika ia dan Klaus benar-benar membuat anak dan melahirkan adik untuk si kembar, ditambah keduanya juga sudah beranjak 5 tahun.

"Nanti Bunda rundingin sama Ayah ya?" tanyanya, tak berani menolak secara langsung permintaan keduanya.

"Oke!" sahut mereka semangat.

Selepas keduanya berangkat ke sekolah di antar oleh Gilbert yang senantiasa mengantar cucu kembarnya kemana-mana jika mereka ingin pergi, sebelum berangkat kerja, Zahra memilih untuk merundingkan perihal menambah anak karena itu permintaan dari si kembar yang menginginkan adik.

"Klaus-san?'" panggil Zahra ketika ia masuk ke kamar menyusul Klaus, dan mendapati suaminya duduk di pinggir ranjang, Klaus mengangkat wajahnya lalu tersenyum. Tangan kirinya menepuk area kasur yang masih kosong, menandakan Zahra harus duduk di sampingnya dan gadis itu menurut tanpa membantah.

"Siap buat anak?" tanya Klaus tiba-tiba ketika Zahra baru saja mendaratkan pantat cantiknya ke atas kasur, membuat ia terkejut dan memelototi Klaus sekilas yang hanya disambut dengan cengiran lebar, menandakan suaminya sendiri memang ingin menambah anak setelah beberapa lama tidak mendapat jatah akibat kelakuan si kembar yang selalu heboh setiap hari.

"Kok mau aja sih nurutin mau anak-anak!?" protesnya sebal lalu menampar wajah Klaus dengan bantal kepala. Yang dipukul makin tertawa keras.

"Ayolah, sayang. Aku sudah lama gak dapet jatah gegara si kembar ngehalangin terus. Masa kamu tega ama suami kamu? Dosa loh." ucap Klaus lalu mentoel-toel lengan Zahra beberapa kali dengan gemas, membuat Zahra langsung beringsut dari duduknya dan menduduki perut roti sobek Klaus setelah awalnya ia berdiri diatas kasur dan menghempaskan diri keatas tubuh Klaus, membuatnya tersentak karena kelakuan istrinya.

"Oke, kali ini kau dapat!" ucapnya centil karena tidak ingin berdebat lebih lama lagi dan kebetulan ia juga menginginkannya karena apa yang dikatakan Klaus itu memang benar, Klaus pun akhirnya senang dan mereka melakukan ritual wajib mereka setelah sekian lama.

* * * *

Tiga bulan setelah itu. Si kembar masih saja merengek seperti biasanya, membuat Zahra gemas melihat kelakuan keduanya yang sangat tidak sabaran dengan memasang ekspresi menggemaskan mereka, lalu menghujani pipi keduanya dengan ciuman beruntun, membuat mereka tertawa geli.

"Kalo udah ada adek bayi diperut Bunda, kalian tunggu 9 bulan dulu seperti yang Bunda jelasin kemaren. Paham kan?" tanyanya setelah mengganggu kedua putra kecilnya yang disambut dengan anggukan.

Ia menghela nafas, rencananya ia ingin menambah anak lagi begitu usianya menginjak 23 atau 24 tahun sepertinya rencana itu gagal, tapi jika dilihat dan diperhatikan lagi, ada baiknya ia menambah anak selagi ia dan Klaus masih mampu mengurus anak-anak serta rumah tangga mereka dengan baik.

Ketika Klaus baru saja mengambil tas si kembar, ia melihat Zahra berlarian ke arah westafel dan memuntahkan makanannya yang baru ia suapkan sedikit kedalam mulutnya dan menelannya barusan, membuat Klaus hanya bisa tersenyum simpul sebelum menyusul Zahra dan memijit tengkuk lehernya dengan lembut.

"Kayaknya kamu hamil lagi, deh, Ra." bisik Klaus pelan setelah Zahra selesai memuntahkan makanannya dan membersihkan area mulutnya, lalu menatap Klaus dengan tatapan lemas dengan wajah sedikit pucat.

"Kayaknya iya, ku harap anak tunggal, jangan kembar dulu lagi. Tambah riweh urusannya kalo Arkha ama Aran gangguin adeknya kalo dapet adek kembar, bakal kewalahan jagain nya. Bisa kau bayangkan sendiri kan, Klaus-san?" tanya Zahra kemudian setelah ia menyandarkan diri ke pinggang Klaus.

"Cek sekarang? Udah dua bulan lebih sehabis itu soalnya, kita cek ke Luci begitu si kembar udah kita anter ke sekolah." ajaknya yang langsung disambut anggukan oleh Zahra.

* * * *

"Luc? Gimana? Tunggal?" tanya Zahra begitu pengecekannya menggunakan USG dimulai.

"Sabar, belum dapat posisinya." ucap Luci, keduanya berharap cemas semoga tidak dapat anak kembar lagi untuk sementara waktu ini, tapi sepertinya sia-sia.

"Kembar tiga." ucap Luci begitu mendapat posisi janin, membuat keduanya terkejut dan menatap ke arah layar USG yang mampu dilihat oleh pasien yang sedang diperiksa. Dan Luci memang tidak berbohong perihal kehamilannya yang kembar tiga, membuat Zahra hanya bisa menghela nafas jika kehamilan keduanya justru dititipkan anak kembar lagi, dan kali ini kembar tiga!

"Terima kasih, Luc." ucap Klaus yang disambut senyuman oleh Luciana.

"Sepertinya garis keturunan kembar dari pihak keluarga kalian diwariskan oleh kalian ya? Dua kali hamil dan dua kali dapat anak kembar, itu tandanya kalian lagi beruntung." jelas Luci yang turut ikut senang perihal kehamilan kedua Zahra.

Ia hanya mengendikkan kedua bahunya.

"Aku sendiri tidak mengerti dengan garis keluargaku ataupun Klaus-san, Luci." ucap Zahra begitu ia merapikan bajunya.

"Sering-seringlah periksa, lebih rentan dari si duo A itu kehamilannya." balas Luci menatap Zahra yang dibalas dengan anggukan.

"Pasti."

* * * *

"Hah!? Kembar tiga!? Yang benar saja!?" pekik rombongan kantor begitu Klaus mengumumkan perihal kehamilan kedua Zahra.

"Kalian kira kami mau dapat anak kembar lagi untuk sekarang? Aku sama Klaus-san sendiri tidak berharap dapat anak kembar lagi untuk sementara waktu tapi sia-sia, tau!" protes Zahra lalu menghempaskan punggungnya ke senderan sofa.

"Aku kalau jadi kau, aku pasti bahagia, Ra." ucap KK, yang menatap iri kearah wakil ketuanya itu. Sedangkan Zahra hanya membalas perkataan KK dengan dengusan sebal.

"Ra, gak mau pake KB dulu apa? Ntar Ayah ama Bunda protes, tau." tanya Zhean begitu ia duduk di samping Zahra lalu mengambil dan melihat foto USG keponakan kembar tiganya yang barusan masih dipegang oleh kakak perempuan semata wayangnya itu.

"Iparmu yang merengek, gue sih rencananya mau nambah sekitar setahun ato dua tahunan lagi biar si kembar udah agak gedean dikit lagi, tapi tau sendiri ponakanmu itu heboh nggak karuan, Zhe. Pusing tiap hari ini krucil bertiga minta adek ama nambah anak." ucap Zahra pelan sambil menyindir suaminya diam-diam lalu menyenderkan kepalanya ke pundak Zhean.

"Ya udah, kalo emang Klaus-nii maunya gitu. Mungkin kalo gue jadi elo juga kemungkinan terbesarnya bakal sama aja deh." ucap Zhean pelan lalu mencibir, kemudian meringis begitu mendapat jitakan pelan dari Zahra.

"Dasar bocah edan! Kalo dah punya istri terus kelakuanmu sama kek Klaus-san, tak banting!" ancam nya.

"Ra?" panggil Klaus di saat istrinya sedang asik bercanda dengan iparnya, membuat Zahra dan Zhean menoleh ke arahnya secara bersamaan.

"Kenapa?" tanyanya bingung.

"Jatah pekerjaanmu aku kurangi, kau bisa bekerja tapi sesuaikan dengan porsimu. Jangan paksakan diri, ntar anak-anak kita malah kenapa-napa. Paham?" tanyanya halus, perkataannya barusan membuat Zahra melongo, lalu berdiri ke atas sofa dan menjajarkan wajahnya dengan Klaus, hanya saja masih pendek Zahra dari suaminya yang memiliki tinggi nyaris 2,2 meter.

"Kok tumben ngizinin? Kamu gak sakit kan? Dulu hamil si duo kok kamu protes gitu?" tanyanya terheran-heran, yang hanya disambut cengiran oleh Klaus.

"Dulu lain ceritanya, Ra. Itu kehamilan pertama, makanya aku was-was. Begitu tau kalo kamu baik-baik aja biarpun masih ngurusin berkas dikit demi dikit, makanya aku sempat mikir kalo gak ada salahnya kasih kamu kesempatan buat bantu pekerjaan kantor sama rumah kayak biasanya. Kita udah tau mesti bertindak bagaimana buat jaga kandungan kamu." ucap Klaus sambil tersenyum lembut, lalu mengelus kepala Zahra sesaat.

Istri mungil nya kemudian tersenyum lebar.

"Cie yang pengertian!" ganggu nya, membuat yang lain hanya bisa tertawa.

"Terserah deh ah." balas Klaus sambil mencebikkan bibirnya.

* * * *

Kandungan Zahra yang saat ini sudah menginjak usia 6 bulan pun terlihat begitu buncit dengan adanya ketiga anak kembarnya yang ada didalam perutnya saat ini, ia sedang menunggu Klaus yang berencana menemaninya untuk cek USG dan berencana juga untuk mencari tau jenis kelamin si kembar.

"Ra? Udah siap?" tanya Klaus ketika ia mengintip ke dalam kamar dan mendapati Zahra duduk anteng di pinggir tempat tidur dengan baju hamilnya yang terlihat nge pas di tubuhnya karena sedang hamil si trio kembar biarpun masih terlihat longgar, sedangkan ketika hamil si duo, bajunya kebesaran pake banget.

"Hm! Ayo! Kakak kembar gimana? Mau di ajak sekalian?" tanya Zahra begitu ia berdiri dan langsung dibopong oleh Klaus agar tidak oleng.

"Mereka lagi asik main game, jadi tunggu kita pulang nanti aja. Orang tuamu dan Zhean baru saja tiba jadi si kembar ada yang jagain."

"Oke deh."

Keduanya keluar kamar dan berjalan melewati ruang keluarga namun tak mendapati mereka disana, lalu terdengarlah suara dari dapur, Zahra menggandeng Klaus lalu mengintip dan mendapati sang Ayah mengganggu kedua putranya dengan tepung terigu, membuatnya mendengus lalu meneriaki sang ayah.

"Kalo ngasih tepung lagi ke anak-anak, besok-besok gak boleh main lagi!" sindirnya, membuat Killua berhenti melakukan kegiatannya dan mendapati putri sulungnya yang sudah beranjak hamil tua itu sedang berkacak pinggang di pintu ruang makan.

Lucy dan Zhean yang melihat ekspresi ibu dari lima anak itu pun hanya bisa tertawa keras diikuti gelak tawa Arkha dan Aran yang langsung memenuhi ruang dapur.

"Siapa yang mulai colek-colek tepungnya, jagoan Bunda?" tanya Zahra yang berjalan mendekati keduanya namun tidak terlalu dekat karena lantai di area keduanya penuh dengan tepung, takut Zahra terpeleset.

Keduanya dengan muka riang plus jelek akibat colekan tepung pun dengan semangatnya langsung menunjuk sang kakek, membuatnya terkejut dan langsung memasang wajah kaget ketika kedua cucu sulungnya langsung menyalahkannya.

"Kakek duluaaaaan!" pekik keduanya riang.

Zahra mendengus lalu menatap flat ke arah sang ayah.

"Kalo gak mau aku hukum buat gak main lagi ama si kembar, tanggung jawab beresin dapur terus ajak mereka mandi selagi kami ke rumah sakit ya, Ayah?" tanya Zahra yang langsung di sambut anggukan oleh sang Ayah.

"Klaus-kun, hati-hati bawa Zahra ya?" ucap Lucy lembut sepeninggal sang suami serta kedua cucunya yang langsung ngibrit ke kamar mandi, sedangkan Zhean langsung membersihkan area dapur.

"Siap, Bunda."

* * * *

"Dua cowok, satu cewek." ucap Luciana, membuat mereka terkejut.

"Cewek satu? Seriusan?" tanya Klaus bingung, yang di balas anggukan oleh Luciana.

"Anak perempuan kalian pasti ingin kalian tempati di posisi anak bungsu kan?" tanyanya, di sambut anggukan oleh pasutri tersebut.

"Biar keempat kakak laki-lakinya bisa jaga dia." ucap Zahra lembut.

Luci tersenyum.

"Itu lebih baik."

* * * *

3 bulan kemudian ...

"Bunda, aku ama Klaus-san ke RS ya. Aku was-was takut lahiran hari ini, takut kebablasan kayak Arkha ama Aran kemaren. Ini biar cucu perempuan kesayangan Bunda ada di posisi anak bungsu jadi USG bentar biar bisa ancang-ancang." jelas Zahra.

"Hati-hati ya sayang." ucap sang Bunda lalu mencium lembut kedua pipi putri kesayangannya. Lalu menghela nafas sambil tersenyum sepeninggal keduanya beserta Gilbert yang senantiasa menemani Zahra check up.

"Baru mau 5 tahun kita udah punya cucu lima aja ya, Luc." ucap Killua halus selang beberapa detik kemudian, membuat Lucy menatapnya lembut.

"Udah rejekinya, terima aja. Ngomong-ngomong, kembar jagoan mana? Udah kamu mandiin?" tanya Lucy kemudian sambil berkacak pinggang, lalu terdengar suara gaduh dari kamar si kembar diikuti suara Zhean yang menandakan jika keduanya bersama sang paman saat ini.

"Mereka gak mau di pakein baju ama kakeknya, maunya ama Paman. Syedih." ujarnya langsung berpura-pura memasang wajah sedihnya, minta di puk-puk.

"Anak-anak, Yah. Anak-anak kita juga dulu gitu." ucapnya lalu berlalu.

* * * *

Entah bagaimana. Dugaan Zahra untuk menetap di RS setelah cek USG pun benar, selang setengah jam setelah itu, ia pun melahirkan melalui proses operasi lagi. Klaus panik, namun berusaha untuk tetap tenang karena ia yakin jika istri serta ketiga calon anaknya baik-baik saja.

"Halo? Zhean?" ucap Klaus begitu telepon terangkat.

"Klaus-nii? Ada apa?" tanya Zhean.

"Zahra melahirkan, entah bagaimana bisa firasatnya untuk melahirkan setelah cek USG tadi sebelum pergi ke rumah sakit ternyata benar. Ini sudah setengah jam berlalu setelah operasi dimulai. Ajak yang lain kemari, jangan lupa bawa si kembar serta barang yang ingin di bawa oleh keduanya jika mereka ingin." jelas Klaus singkat.

"Yokai, Captain!"

Begitu telepon terputus, Klaus menghela nafasnya.

Kalian berempat. Berjuanglah!

Dua puluh lima menit kemudian, Dokter serta Suster yang menangani proses operasi Zahra pun keluar dari ruang operasi dimana Klaus sedang duduk sambil menundukkan kepala dalam keadaan paniknya, kemudian ia mendongakkan kepala dan mendapati sang dokter serta dua suster saat ini menggendong tiga bedong. Yang menandakan ketiganya adalah anak-anaknya.

"Selamat, tuan Reinherzt. Ketiganya lahir dengan sehat. Anak ketiga kalian yang lahir barusan perempuan." terang sang dokter, Klaus yang awalnya tegang pun mulai menahan tangis bahagianya, kemudian berdiri mendekati ketiganya dan melihat wajah ketiga anaknya yang merah dan mungil.

"Ya Tuhan, mereka berkah terindah." ucap Klaus lirih setelah melihat ketiganya secara bergantian dan menciumi mereka pelan, lalu menatap sang dokter yang saat ini sedang menengadah melihatnya.

"Kami akan bawa mereka sebentar dan menaruh mereka di inkubator untuk sementara waktu, istrimu sudah menunggu didalam." kode sang dokter yang di balas anggukan oleh Klaus.

Sebelum menjauh, ia menoleh kepada Klaus dan tersenyum hangat. Membuat Klaus menatapnya terheran-heran karena diperhatikan.

"Dia istri sekaligus sosok ibu muda yang sangat luar biasa karena sudah berjuang selama kehamilannya yang sudah dua kali diberkahi anak kembar." ucapnya sekilas, lalu berlalu.

* * * *

"Zahra?" panggil Klaus ketika ia sudah berdiri disamping ranjang Zahra sesaat sebelum istri mungilnya dipindahkan ke ruang rawat inap, Zahra membuka matanya pelan dan pandangannya terlihat kuyu dibalik wajah lemas nya setelah operasi, ia menatap Klaus dan tersenyum.

"Sudah lihat ketiganya belum, Klaus-san?" tanya Zahra menahan rasa lelahnya mungkin karena efek obat bius untuk operasi tadi, dan pertanyaan itu mendapat anggukan.

"Kau benar-benar hebat, Ra." ucapnya, air mata mengalir. Membuat Zahra terkekeh.

"Cengeng!" sindir nya lalu tertawa.

"Kita pikirkan namanya nanti setelah kau dipindahkan ke ruang inap ya?"

"Hmm."

* * * *

"Adek manaaa!? Bunda ama adek-adek manaaaaa!!?" pekik kedua bocah kembar ketika masuk ke ruang rawat inap sang bunda serta ketiga adik kembar mereka, membuat Klaus langsung memelototi keduanya dan hanya di sambut dengan cekikikan serta keduanya hanya ber-'sat sut' ria karena menyuruh untuk jangan ribut satu sama lain.

"Kalian berdua kalo buat rusuh diruang rumah sakit ntar gak Ayah suruh ketemu ama bunda ama adek-adek kalian." ancam Klaus, yang langsung di sambut dengan anggukan patuh.

Lain halnya Zahra yang hanya tertawa terjaga melihat kelakuan Klaus serta kedua putra sulungnya yang selalu heboh jika sudah menyangkut hal seperti ini.

"Kalian berdua, sini. Jangan ribut tapi, ya." ajak Zahra lembut memanggil keduanya, mereka pun berlarian mendekati sang bunda dan ketiga tempat ranjang bayi yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk ketiga adik kembar mereka dengan sangat antusias.

"Iihhh, kecil-kecil semua, terus pipinya merah semua." ucap Arkha.

"Dulu kalian juga gitu pas baru lahir." balas Zahra.

"Masa sih, Bunda?" tanya Aran yang di sambut anggukan oleh sang bunda.

"Widih, cucu Ayah nambah tiga!" celetuk Killua begitu ia berdiri dibelakang si kembar yang sedang terperangah dan takjub melihat adik-adik mereka.

"Terus emang mau nambah berapa, Ayah? Hamil 3 gratis 1 kayak barang gratisan? Jadi pas lahiran dapet 4 cucu lagi?" sindir Zahra, membuat Ayahnya terbahak.

"Nggak lah, bayi itu nyawa dan anugerah. Gak mungkinlah di samain kayak barang obralan, Ra."

"Itu tau. Ish! Bener-bener kelakuan si bapak, nular ke cucu! Petakilan terus heboh gak karuan!" sergah Zahra sebal sambil mencebikkan bibirnya.

"Ra, namanya siapa aja?" tanya Zhean.

Kakaknya tersenyum.

"Railo, Rayhan, Rianna." ucapnya lembut, lalu tersenyum bahagia.

"Rianna? Satunya cewek?" tanya Killua penasaran.

"Iyalah, anak bungsu. Kalo cowok semua ngapain aku ngasih nama jagoan aku nama anak cewek? Ayah kebiasaan ngawur!" protes Zahra.

Semua anggota keluarga yang sudah hadir didalam ruang rawat pun hanya bisa terbahak.

"Yang jelas, Ayah seneng keluarga kita nambah rame." ucapnya kemudian.

"Rame gegara kelakuan minus Ayah."

"Iya, Ayah jangan ajarin keponakan aku nyeleneh. Tak pites!" ancam Zhean, yang hanya dibalas dengan tundukan lesu.

"Kenapa anakku dua-duanya pada jahat sih?" keluhnya sambil memasang wajah pura-pura sedih.

"Salah sendiri!" sergah keduanya serentak.

"Bundaa! Nanti pas pulang mau gendooooong!" rengek si kembar.

"Iya nanti pas udah di rumah, ikut petunjuk Ayah ya?" tanya Zahra.

"Okeee!"

* * * *

Zahra dan ketiga bayi mungil nya hari ini langsung diizinkan pulang kerumah, sama persis seperti operasi sesar pertamanya dulu. Tak perlu rawat inap terlalu lama. Zahra menggendong putrinya, sedangkan Klaus menggendong kedua putra nya yang diikuti oleh si duo A yang mengapit keduanya layaknya pengawal ketika mereka menuju mobil. Satu menggamit ujung dress Zahra, satu lagi menggamit sedikit celana dasar Klaus.

"Kok kayak pengawal sih, Nak?" tanya Zahra sambil berusaha menahan gelinya.

"Karena kami berdua emang pengawal setia Bunda ama adek-adek! Ayah juga pengawal sejati kita semua!" celetuk Arkha semangat.

"Betul, betul, betul!" sergah Aran dengan cepat, menyetujui pernyataan sang kakak.

Klaus dan Zahra terkekeh, setiba di dalam kamar rumah mereka, Klaus dan Zahra membaringkan ketiganya di atas kasur agar kedua kakak kembar mereka dapat melihat ketiganya dengan seksama.

"Adek-adek lucu ya, Ran." bisik Arkha.

"He'eh! Tapi gak berani megang dari tadi padahal udah Ayah bantuin, rapuh sih!" balas Aran.

"Kita tunggu mereka gede aja!"

"Hm!"

Klaus hanya tersenyum melihat kelakuan keduanya, ketika ia menatap ke arah Zahra, ia mendapati Zahra menatap kelima anaknya dengan tatapan bahagia. Menahan air mata nya di kedua pelupuk matanya.

Melihat itu, Klaus menarik Zahra ke pelukannya. Lalu mencium puncak kepalanya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Bahagia kan, Ra? Makin bahagia kan?" tanya Klaus, Zahra mengangguk.

"Kenapa makin gak pernah nyesel sih, Klaus-san? Kelakuanmu sama anak-anak malah bawa berkah terus." ucapnya sedikit gemetar menahan tangis bahagianya yang susah payah ia tahan melihat kelima anaknya sedang bersama di atas kasur nya saat ini.

"Kalo berencana nambah anak lagi, kita tunggu mereka agak gedean lagi ya?" tanya Klaus dan langsung mendapat tinjuan tepat diperut roti sobek nya tanpa diketahui oleh anak-anak mereka yang asik mengganggu ketiga adiknya.

"Aku sekarang emoh dulu nambah anak, tau!" ucapnya kesal.

"Itu makanya kutanya tadi, nambah anaknya pas mereka udah gede semua, si Arkha ama Aran udah sekitar 10 tahunan kan si Railo, Rayhan sama Rianna kan udah 5 tahun juga itu. Kamu juga masih 27 tahun, aku malah udah 40 tahun. Kamu masih mau protes?" tanya Klaus.

Zahra berpikir, menimbang-nimbang permintaan Klaus yang ingin menambah anak lagi, lalu mengangkat kedua bahunya.

"Liat sikon aja nanti ya?"

Klaus mengangguk.

"Pokoknya, aku gak pernah nyesal bisa nikahin kamu, Ra. Soalnya Tuhan ngasih aku berkah dan anugerah terindah, itu semuanya lewat kamu." ucapnya, lalu mencium sekilas bibir Zahra ketika gadis yang belum genap 22 tahun itu mendongakkan kepalanya.

Zahra tersenyum.

"Kamu ama anak-anak juga anugerah terindah dalam hidup aku, Klaus-san. Sejak 5 tahun yang lalu." balasnya tersenyum.

"Terima kasih sudah memilihku untuk jadi pendamping hidup dan sudah jadi ibu dari kelima anak kita, Azzahra."

"Terima kasih juga sudah memilihku dan mempercayai ku jadi sosok wanita yang diberkahi segala anugerah, Klaus-san."

¶ ¶ ¶ ¶

3771 words

Extra Part the end❣

Terima kasih sudah baca cerita Author dari awal hingga akhir, jangan lupa follow Author dan beri dukungan biar Author makin semangat buat nulis cerita buat para pembaca💕

See you❣

Continue Reading

You'll Also Like

286K 11K 46
[SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA FOLLOW AKUN INI] Apabila tidak sanggup mempertahankannya, maka lepaskanlah. Meskipun sulit. Namun itu lah yang terbaik...
227K 10.4K 31
Saga Safir Rahman seorang pria yang merupakan anak tunggal dari seorang pemilik sekolah dan pengusaha. tampan?, sudah pasti jangan ditanya lagi diant...
93.1K 4.1K 19
#BelumRevisi Pernikahan Lenandra Yoongi Abram dan Kinan Ananda Yewon terjadi karena sebuah kesalahan. Yoongi salah karena telah jatuh cinta pada wani...
64.7K 57 1
TAHAP REPUBLISH • First Literary Work • *** Mutmainnah tidak pernah menyangka akan berteman dengan Aila Azahra Artanegara yang merupakan adik perempu...