Crazy Marriage [FINISHED]

Oleh Lachaille

218K 12.7K 396

"Sumpah deh kalo dalam sehari ini gua gagal kawin kedua kalinya. Gua kaga usah kawin aja. Jadi perawan tua ju... Lebih Banyak

NAFAS X 1
NAFAS X 2
NAFAS x 3
NAFAS X 4
NAFAS X 5
NAFAS x 6
NAFAS x 7
NAFAS X 8
NAFAS X 9
NAFAS X 10
NAFAS X 11
NAFAS X 12
NAFAS X 13
NAFAS X 15
NAFAS X 16
NAFAS X 17
NAFAS X 18
NAFAS X 19
NAFAS X 20
DISKON I
DISKON II
NEWS

NAFAS X 14

6.9K 443 7
Oleh Lachaille

NAFAS X 14
***

Aku nangis, aku sakit, pokoknya perih ati aku sampe nangis kejer gini. Kenapa sih aku?

"Aygong," aku segera menghapus air mataku, bergegas keluar dan menemui Ilham. "Ngapain di kamar? Enggak masak?"

"Gua males masak,"

"Kenapa suara lo? Apa lagi sakit?" aku menepis tangannya yang menyentuh keningku. "Kita makan di luar aja gimana?"

"Gua kenyang, lo ajak aja Siyah. Dia belum makan dari tadi siang." aku kembali masuk ke dalam kamar, berpura-pura menonton televisi.

"Rin, lo kenapa?"

"Gua kenapa emang?" aku membalas tatapannya, "gua baik-baik aja. Kalo lo laper, beli makan aja di luar, jangan lupa Siyah juga." ulangku kembali.

"Iya."

***

Dan rutinitas malam hari sebelum berangkat tidur adalah perawatan diri. Wajah dan badan. Hukumnya wajib.

"Aygong,"

"Hm?" aku mengusapkan skincare pada wajahku lalu mengoleskan lotion untuk tubuhku. "Apa?" tanyaku lagi setelah tak ada kelanjutan dari panggilan dia.

"Ada reunian minggu depan,"

Aku memutar tubuhku menghadapnya, "terus? Pergi aja, gua enggak ngelarang."

"Lo ikut, ya?"

"Kenapa gua ikut?" aku menarik selimut dan berbaring di sisi ranjangnya yang lain.

"Karena lo bini gua,"

"Sori, gua enggak mau ganggu quality time lo sama angkatan lo itu." aku memutus topik pembicaraan dengan menarik selimut sampai batas leher.

"Lo harus ikut," rengeknya yang memelukku erat, kakinya sudah mengunci kakiku dan bibirnya rakus menciumi wajahku sembarangan. "Gua enggak mau denger penolakan dari lo."

"Gua ngantuk,"

"Lo kenapa aneh hari ini?" katanya yang menempelkan wajahnya dengan wajahku. Ilham nyaman mengungkungku dalam rangkulan tangan dan kakinya.

Aku enggak harus bersikap kayak gini. Terserah dia mau jalan sama siapa, toh dulu nikahin aku karena kasihan. Pengantin wanita ditinggal kabur calon suaminya gitu aja tanpa ada penjelasan apapun.

Dan esok harinya, aku memilih bersikap seperti biasanya. Berpikir keras kemarin malam sampai membuat dua kantong mataku semakin kentara. Alhasil, aku harus make concelear lebih tebal dari biasanya.

"Pagi," Siyah memilih untuk makan roti dari pada masakanku. "Murung, mbak?"

"Gua?" aku menunjuk diriku sendiri setelah menyiapkan sarapan untuk Ilham, "murung kenapa juga? Bedak gua ketebelan ya?" aku memeriksa wajahku.

"Enggak sih. Biasa aja." jawab Siyah, aku mengangguk saja dan ikut duduk di seberangnya. "Mama pulang kapan sih mbak?"

"Ehm, besok deh kayaknya. Kan ngomongnya tiga hari aja."

"Nyatanya lebih." gumam Siyah yang sudah menghabiskan potongan rotinya. "Iya kan?"

"Enggak tau." aku meneguk habis susu hangatku dan meraih tas ranselku. "Gua berangkat dulu, ya."

"Kok pagi bener mbak?"

"Miket." jawabku yang ngancrit ninggalin Siyah sendirian.

Aku enggak perlu menuhin pikiran tentang Ilham dan cewek yang meluk-meluk dia itu waktu di kafe. Biarin aja suka-suka dia.

Enggak usah mikirin itu.
Enggak usah nangis.
Enggak usah marah-marah
Biasa aja. Anggap enggak ada apa-apa, Rin.
Kudu kuat.

***

"

Lho, pengantin baru kok wajahnya kusut, buk?" celetuk Anes yang baru saja datang, mengerat kursinya lebih dekat ke mejaku. "Kenapa atuh, buk?"

"Enggak pa-pa."

"Ceritain aja. Luapin semua biar legowo, buk." kata Anes, sok bijak ala Mas Teguh. Aku terbahak melihat tingkahnya.

"Kentut kucing."kataku yang membuatnya mencebik kesal.

"Nyesel gua." aku mengamini kata-katanya. "Eh, Rin."

"Apaan?" sahutku yang menyiapkan buku paket peganganku sebelum jam masuk berbunyi.

"Pernah mikir, enggak?"

"Mikir apaan?" aku memutar tubuhku padanya. "Yang jelas dong ngomongnya."

"Iya ini gua perjelas lagi elah." sungutnya. "Gini lho, pernah enggak lo mikir suatu hari lo ketemu si item blangsat itu, maksud gua si Riko itu?"

Sumpah, aku enggak pernah mikirin itu. Dari dalam lubuk hati sih aku penasaran kenapa dia pergi gitu aja ninggalin aku, padahal sehari sebelumnya kita chat baik-baik aja. Kalau dikata aneh, iya sih aneh.

"Eh, malah bengong kek orang bego lagi," aku mengusap lenganku yang sudah dipukul dengan penggaris besi yang selalu dia bawa. "Jawab!"

"Ehm, gua enggak pernah mikirin itu. Otak gua udah capek sama tingkah si Ilham,"

"Terus, pertanyaan gua, ya, lo pernah nanya alasan Ilham mau nikahin lo? Mendadak pula," satu pertanyaan lagi menghantam otakku.

Dua pertanyaan itu memang pernah terlintas di otakku, tapi dulu setelah shock melandaku saat acara H. Tapi, setelah menjadi istri sah keluarga Noor Syarief, aku tidak pernah memikirkan dua pertanyaan itu diakibatkan kepusinganku menghadapi setiap drama dan tingkah keluarga Noor Syarief.

Aku menggeleng ngenes ke arah Anes, "kenapa enggak? Seengaknya lo nanyain alesan Ilham nikahin lho lah. Berhubung pacar Ilham itu banyak binti centil-centil sampe kalo liatin baju mereka mau gua kafanin sekalian itu, sapa tau lo cuman dijadiin tameng buat ngadepin mantan-mantannya itu." ujar Anes yang kembali membuatku terdiam. Ada benarnya juga apa yang dikatain Anes sih. Masuk logika juga.

"Coba deh lo tanyain. Gua enggak mau kalo nantinya lo udah cinta mati sama Ilham eh, taunya dia cuman manfaatin lo jadi tamengnya." nasehat Anes selanjutnya yang aku sahutin dengan anggukkan kepala patuh bak anak kelas satu SD yang seolah mengerti pelajaran yang diajarkan gurunya.

"Just saran dari gua aja. Lo pikir-pikir aja mana yang mau lo pengen tau dulu. Sisi Riko atau sisi Ilham," Anes menepuk pundakku pelan sebelum meninggalkan mejanya untuk mengajar.

"Bu Ririn enggak ngajar?" aku melonggo menatap Bu Retno yang menatapku bingung. Kayaknya separuh nyawaku ngintilin si Anes deh gara-gara statementnya itu. "Bu Rin enggak pa-pa?"

"Ehmm, iya, Bu." jawabku salah tingkah yang akhirnya milih ngancrit juga setelah berpamitan pada guru senior itu.

Munafik sih kalo aku enggak mikirin semua itu. Tapi, semenjak sah jadi Nyonya Muda keluarga Noor Syarief, aku memang enggak mikirin kenapa Ilham nikahin aku atau kenapa Riko ninggalin aku? 

Semuanya pertanyaan itu menguap karena aku terlalu asik menikmati peran baruku menjadi salah satu anggota keluarga Noor Syarief.

Apa aku terlalu menikmati kefanaan ini? Nikmat yang semua aja?

"Liat jalan, Buk Rin." aku tersentak mendengar wanti Pak Doni, aku tersenyum tipis dan mengangguk menyahuti perkataannya. "Hati-hati, nanti jatuh dari tangga."

"Makasih, Pak." ucapku yang disambut anggukkan sebelum masuk ke dalam kelas enam.

"Enggak usah mikirin yang aneh-aneh deh, Rin." gerutuku kesal dan menonyor kepalaku sendiri persis seperti orang gila.

"Stop mikirin itu, Rin." kesalku yang menghembuskan napas sebelum masuk ke dalam untuk mengajar murid-muridku.

Enggak usah dipikirin, Rin.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

948K 54.2K 53
BELUM DIREVISI. "Suutttt Caa," bisik Caca. "Hem?" jawab Eca. "Sttt Caa," "Apwaa?" Eca yang masih mengunyah, menengok ke samping. "Ini namanya ikan ke...
5.3M 80K 10
[Telah Terbit] Menjadi seorang sekretaris merangkap sebagai asisten pribadi seorang big boss tidak pernah masuk ke dalam daftar tujuan hidup seorang...
1.2M 105K 34
Sudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-775-8 Kikan merasa hidupnya hancur ketika suaminya selingkuh dan memilih untuk menceraikannya. Dia mencoba menja...
1.5M 149K 39
Bianca Dhanakitri tidak banyak bermimpi untuk menemukan pasangan yang sempurna di umurnya yang ketiga puluh empat. Apalagi menjadi pasangan seorang p...