Perfect Love

By Atnisia_Ksh

25.1K 861 74

(Sequel Marriage With Mr. ARSENIO) Ini kisah cinta yang sedikit rumit, awalnya Keina pikir dengan menyetujui... More

Prolog
Part 1. Arkan Aglerino
Part 2. mengenalkan Keina
Perfect Love||Part 4
Perfect Love||Part5
Perfect Love||Part 6
Perfect Love||Part 7
PerfectLove||Part 8

Perfect Love||Part 3

2.1K 82 9
By Atnisia_Ksh

Arkan tengah berdiri dengan pandangannya tertuju kepada Keina yang sekarang sudah mulai sadar, Mata Keina terbuka, dengan segera Arkan mendekatinya.

"Dimana ini?" Keina sedikit bingung.

"Di kamarku." Arkan membantu Keina untuk duduk, dan tatapan Keina masih tertuju kepada Arkan.

"Apa yang terjadi?"

"Kau pingsan." Sejenak Keina mengingatnya, mengingat semua sebelum ia tak sadarkan diri Arkan yang tiba-tiba mengakui Keina sebagai kekasih juga calon istrinya, dan pernikahan akan di percepat Keina mulai ingat itulah yang membuat Keina pingsan.

Keina menatap Arkan dengan tatapan meminta penjelasan, dan tatapanya di mengerti oleh Arkan lelaki itu terlihat prustasi dia duduk di samping Keina dengan mengacak rambutnya kasar.

"Maafkan aku, bukan bermaksud seperti itu."

"Jelaskan, apa yang kamu rencanakan Arkan?"

"Orangtuaku selalu mendesak untuk segera menikah, dan aku tidak suka, aku selalu menolak namun Ibu mempunyai rencana yaitu akan menjodohkan aku dengan anak temanya, aku tidak mau aku tidak suka," Arkan membuang nafasnya dengan kasar, Keina tampak tak mengerti. "Keina, aku mohon padamu bantu aku." Pinta Arkan, lelaki itu terlihat memohon di depan Keina.

"Membantu apa Arkan?"

"Jadilah kekasihku, dengan itu orangtuaku tidak akan mendesak lagi." Keina terkejut, apa Arkan sudah gila? Haruskah Keina menerima itu, yang artinya dia akan masuk kedalam jurang sandiwara, dan itu akan membuat orang sekitarnya terluka.

"Tidak," Keina segera berdiri, suaranya membentak tak suka, bagaimanapun ini konyol dan Keina tak suka. "Aku tidak mau, kau bisa mencari gadis lain selain aku." Keina hendak pergi dengan segera Arkan menahan tangan Keina dengan segera Keina berbalik menatap Arkan.

"Tidak ada gadis lain, hanya kau satu-satunya gadis yang aku kenal,  mohon bantu aku."

"Pembohong, aku tidak percaya orang sepertimu hanya mempunya kenalan seorang gadis hanya aku, mungkin saja di luar sana banyak sekali korbanmu." Ucapnya sinis, Arkan menatap Keina dengan tatapan tajam.

"Aku serius Keina hanya dirimu."

"Tidak, kau bohong." Kena tetap tak percaya,  mustahil bukan lelaki setampan Arkan hanya punya satu kenalan perempuan.

"Tolong bantu aku, berapapun uang yang kau mau akan aku berikan asal kau ingin menjadi kekasihku."

Mata Keina menajam. "Sungguh suatu penghinaan bagiku Arkan, dengar ya tidak bisa kau bayar seperti itu, aku tidak ingin lagi bertemu denganmu, jangan temui aku lagi ku harap ini yang terakhir kita bertemu." Keina kembali melangkah, Arkan mengacak rambutnya dengan kasar, semuanya malah jadi kacau, dia pikir cara ini mudah namun kenyataannya malah membuat Keina marah, Keina menghapus air matanya dengan segera ia melangkah melewati ruang makan saat itu juga bertemu dengan Kira yang sepertinya sudah membereskan meja makan.

"Keina kau sudah sadar nak?" Suaranya khawatir.

"Maaf Bu, Keina harus segera pulang, Keina pamit ya." Keina menyalami Ibunya Arkan.

"Tunggu, kenapa terburu-buru? Mana Arkan? apa dia tidak akan mengantarmu?"

"Arkan...." Ucapan Keina terpotong.

"Aku akan mengantarnya Bu." Suara Arkan datang bersama orangnya yang kini mendekat, Keina tampak tak suka.

"Tidak perlu, aku akan pulang sendiri, permisi semuanya." Keina berlalu begitu saja membuat Kira menatap Arkan dengan bertanya-tanya, dan Arkan hanya mengangkat kedua bahunya.

"Kejar, kenapa malah diam?"

"Biarkan saja, toh itu keinginannya."

"Arkan, jangan seperti itu Ibu memang tak tau masalah kalian apa, tapi jangan membuat seorang gadis pulang malam sendirian dalam keadaan sedih, cepat kejar Arkan." Kira terus mendesak Arkan, hingga mau tak mau akhirnya Arkan menyusul Keina, Arkan mengemudikan mobilnya, tampaknya Keina sudah menghilang entah kenapa cepat sekali Keina pergi, padahal Arkan tidak sudi mengejar Keina namun ia berpikir dua kali, jika dia membiarkan sama saja melepas peluang, Arkan harus membuat Keina mau denganya dengan cara apapun.

Arkan melihat Keina yang sedang berjalan dengan langkah cepat dengan segera Arkan memarkirkan mobilnya.

"Keina tunggu." Keina yang melihat Arkan segera mempercepat langkah kakinya, namun Arkan kembali menyetir mobilnya mengikuti Keina.

"Keina masuklah, aku akan mengantarmu pulang."

"Tidak perlu, terimakasih." Keina masih kekeuh dengan kesal Arkan turun dari mobilnya mengejar Keina dan berhasil meraih tangannya, entah untuk keberapa kali Arkan menyentuh tangan Keina.

"Aku sudah menegaskan, Aku tidak mau Arkan."

"Kali ini aku berniat baik, hanya untuk mengantarmu pulang."

"Tapi Aku..." Ucapan Keina terhenti saat mendengar dering ponselnya berbunyi, Keina menatap Arkan sejenak kemudian dia berbalik melangkah sedikit jauh dan memunggungi Arkan untuk menerima panggilan itu.

Arkan masih diam mematung di belakang Keina, dan Keina terlihat tengah menjawab panggilan, seharusnya Arkan pergi saja, kenapa malah menunggu Keina yang bahkan mengabaikannya? Astaga Arkan benar-benar rela melakukan apapun untuk Keina, tapi ini bukan cinta, Arkan melakukanya karena ia ingin Keina membantunya, dan menerima tawarannya, karena hanya Keina lah satu-satunya cara untuk menghindari perjodohannya dengan perempuan gatal kenalan Ibunya.

Keina menutup panggilannya, ia berbalik raut wajahnya langsung berubah membuat Arkan bingung penuh pertanyaan.

"Kenapa Keina? Siapa yang menelvonmu?"

"Dokter." Jelas Keina.

"Dokter, siapa yang sakit?" Arkan penuh penasaran, mata Keina berubah berkaca-kaca ia menyentuh lengan Arkan.

"Tolong antarkan aku ke rumah sakit." Pinta Keina, Arkan sempat tak percaya tadi Keina menolak untuk di antar pulang olehnya tetapi sekarang Keina seperti terlihat memohon padanya, karena Arkan tidak tega dan memang tujuanya untuk mengantar Keina, akhirnya Arkan mengangguk lalu menyuruh Keina masuk ke dalam mobilnya.

***

Keina berjalan lebih cepat, sedari tadi pemikirannya khawatir mendapat telvon dari Dokter mengatakan Ibunya yang tiba-tiba mengamuk padahal Keina sedang tidak ada disana, entah siapa yang telah membuat Ibunya seperti itu.

"Dok, bagaimana keadaan Ibu saya?" Keina sampai dan langsung menanyakan keadaan Ibunya saat Dokter keluar dari ruangannya.

"Pasien sekarang sedikit lemah, mungkin karena efek suntikan yang kami berikan." Keina membuang nafasnya lega.

"Sebenarnya kenapa dengan Ibuku Dok?"

"Menurut suster yang menangani Ibumu, tadi itu ada seorang pria tua yang datang menjenguk Ibumu, dan suster berpikir itu adalah suaminya tetapi Ibu anda malah berteriak tak jelas seakan membenci lelaki itu, apa mungkin dia Ayahmu?"

"Tidak, itu pasti bukan Ayahku, itu pasti orang yang berniat mencelakai Ibu, Dok tolong perketat penjagaan Ibu saya jangan sampai ada orang yang tidak di kenal masuk keruangan Ibu saya." Pinta Keina memohon, Dokter itu mengangguk.

"Baiklah, akan saya usahakan."

Keina membuang nafasnya lega, setelah Dokter itu berlalu, Keina segera masuk kedalam ruangan Ibunya.

Sementaa itu, Arkan masih diam mematung tidak terlalu jauh posisinya dari Keina yang tadi sedang berbincang dengan Dokter, Arkan mendengar semuanya tentang Ibunya dan lelaki tua yang di maksudnya, sedari tadi Arkan bingung karena Keina membawa dirinya ke rumah sakit jiwa, dan ternyata Di sinilah Ibunya berada yang berarti Ibunya Keina mengalami sakit kejiwaan.

Arkan sedikit mendekat lalu menatap di ambang pintu, Keina tengah mencekal lengan Ibunya berkali-kali menciumnya, pemandangan ini sedikit mengharukan bagi Arkan ia tidak menyangka jika Keina mempunya Ibu yang kehilangan jiwanya, sedikit prihatin.

"Arkan." Suara itu membuat Arkan segera menatap Keina dengan sadar. Keina berjalan kearahnya.

"Terimakasih telah mengantarku kesini, sekarang kau boleh pulang."

"Baiklah." Arkan membalas singkat, dia tidak tau harus apalagi akhirnya menyetujui permintaan Keina jika Arkan harus pergi, Arkan menutup pintu ruangan itu sejenak dia terdiam, sepertinya Keina memang sedang bersedih dan Arkan tidak akan mengganggunya ia memilih pergi dan besok pasti akan menemui Keina lagi akhirnya Arkan melangkahkan kakinya menjauh dari sana.

Keina menatap sang Ibu, hatinya sangat sedih, kapan Ibunya bisa sembuh? Keina sudah tidak kuat melihat Ibunya terus-terusan seperti ini.

"Bu, kapan Ibu sembuh? Aku ingin tertawa bersamamu dan Ibu akan menyayangiku," Keina meneteskan air matanya, "Bu, andai saja kau tau bahwa Aku bertemu dengan lelaki baik, dan Aku sempat kagum padanya, tetapi kemudian lelaki itu malah meminta Aku untuk menjadi kekasihnya, apa menurut Ibu itu tidak keterlaluan? Aku bingung Bu, disisi lain lelaki itu memang baik dan selalu menolongku, dan Aku ingin membalas budinya tetapi Aku tidak mau kalau harus terlibat kepada panggung sandiwara." Keina terus bercerita, hanya ini yang bisa Keina ceritakan yaitu kepada sang Ibu walau ia tau Ibunya mungkin tidak akan mendengarnya, tetapi dengan curhat kepada Ibunya Keina sedikit tenang, dan berharap ia bisa menemukan titik terang.

Menit kemudian, Keina sudah tertidur dengan posisi duduk di samping Ibunya, hening membuat suasana menjadi tenang dan Keina sedikit kelelahan akhirnya membuatnya malah tertidur.

***

"Kau tidak boleh menyerah Arkan, ingat dialah satu-satunya peluangmu." Mario yang sedari tadi bersamanya terus mendesaknya, Arkan tidak tau Mario memang benar bahwa Keina adalah peluang satu-satunya tetapi ia tidak yakin Keina mau, sejak dua hari yang lalu Arkan tidak bertemu dengan Keina, sejak malam itu Keina seolah menghindar dia tidak lagi pergi ke kafenya, dan saat malam saat Arkan pergi ke rumah sakit jiwa Keina sedang tidak ada, entah sulit sekali bertemu dengannya.

"Tapi gadis itu benar-benar menolaknya."

"Mereka memang seperti itu, awalnya menolak namun lama-lama pasti akan menerima pandanganku perempuan itu munafik." Mario berkata dengan nada tak suka.

Arkan bungkam, ucapan Mario ada benarnya juga selama ini pandangannya juga sama jika semua perempuan itu munafik, dan ia yakin Keina pasti akan menerimanya walau mungkin tidak secepat yang ia inginkan, tetapi Arkan akan terus mencoba untuk membuat Keina mau dengannya.

Siang ini Arkan mencoba datang ke rumah sakit untuk mencari Keina, tetapi alhasil Keina sedang tidak ada disana Arkan terlalu kesal dan Keina memang sangat sulit di cari entah kenapa dengan gadis itu, ia menyesal seharusnya ia meminta nomor ponselnya dulu, dengan itu dia bisa mudah mencari Keina ahh kenapa dia bodoh sekali.

Arkan memilih pergi dari sana, hari ini mungkin bukan waktunya bertemu dengan Keina.

"Arkan, kapan kau ajak Keina ke rumah lagi? Ibu benar-benar menyukai Keina dan sangat setuju jika Keina menikah denganmu."

"Bu, jangan membahas Keina sekarang, Arkan datang untuk bertemu Ayah bukan membahas Keina." Suara Arkan terdengar tak suka.

"Arkan, kalau mau cari Ayahmu ya pergi sana ke kantor, kenapa malah kerumah?"

"Astaga aku lupa." Benar juga kata Ibunya kenapa dia bisa lupa? Ah semua ini pasti gara-gara Keina, Arkan kembali beranjak dari duduknya.

"Arkan tunggu." Tahan Ibunya.

"Apalagi Bu?"

"Ingat bawa Keina kerumah lagi, dan perjelas hubungan kalian di depan Ibu dan Ayahmu, dengan itu Ibu tidak akan menjodohkanmu." Ancaman itu membuat Arkan kembali prustasi, dia tidak suka di ancam-ancam, dengan kesal Arkan melangkah pergi begitu saja membiarkan Kira Ibunya yang meneriaki namanya.

"Aish anak itu, tidak pernah berubah." Kira menggelengkan kepalanya melihat putranya yang lagi-lagi mengabaikan perkataanya

***

Keina baru saja menyelesaikan pekerjaannya, walau hanya bekerja mencuci piring di sebuah lestoran kecil namun Keina bisa mendapatkan uang setidaknya untuk makan hari ini, jangan tanyakan kenapa Keina tidak bekerja di kafe Arkan, sebenarnya jika malam itu Arkan tidak seperti itu, mungkin Keina akan bertahan bekerja disana, tetapi ia berpikir dua kali jika tetap disana maka Arkan akan semakin mendesaknya untuk menjadi kekasihnya, biarlah ini yang terbaik dan ia memilih untuk menjauh.

Keina menuju sebuah mini market, sepertinya gajihnya hari ini cukup untuk membeli beberapa bahan makanan untuknya, bukan makanan berkelas, Keina hanya membeli makanan sejenis mie instan saja karena itu yang selalu di makannya setidaknya cukup untuk membuat perutnya tak lapar.

Setelah selesai berbelanja Keina memilih untuk pulang ke rumahnya.

"Keina." Suara itu terdengar begitu dekat dengannya, Keina berbalik dan ia terkejut sampai membuat belanjaanya terjatuh, Arkan berada di belakangnya entah sejak kapan lalu dia menatap mobil Arkan yang terletak tak jauh dari rumahnya, jadi mungkinkah Arkan menunggunya sejak tadi.

"Untuk apa disini?" Suara Keina begitu dingin.

"Menemuimu, siapa lagi memangnya?" Keina gugup entah kenapa?

"Kalau begitu masuklah." Tawar Keina, dengan senang hati Arkan masuk kedalam rumah Keina, Keina merutuki kebodohannya kenapa malah membiarkan Arkan masuk, astaga semua ini gara-gara parasnya yang membuat Keina tidak bisa apa-apa dan berkata yang tak sejalan dengan otaknya.

Arkan sudah duduk di bangku sederhana milik Keina, matanya menelusuri semua isi rumah Keina, tidak mewah ini benar-benar rumah sederhana namun tidak berantakan, sepertinya Keina memang orang yang bersih dan rapih.

"Silahkan di minum." Keina menyuguhkan air putih ke arah Arkan, Arkan menatap minuman itu sejenak setelahnya ia meneguknya sekali tegukan, Keina hanya terdiam menatapnya.

"Kenapa kau tak datang lagi ke kafeku bahkan aku belum memecatmu."

"Aku sibuk mengurus Ibuku." Dusta Keina.

"Kau bohong, jika sibuk kenapa setiap aku datang kerumah sakit kau tidak ada disana? aku tau kau sengaja menghindar bukan." Keina menatap lelaki yang entah tau dari mana jika dirinya memang sedang menghindar.

"Ya, kau tau akhirnya."

"Sungguh, aku tidak ingin kau menghindar Keina, maafkan jika ucapanku waktu itu membuatmu tersingung." Suara Arkan terdengar bersalah.

"Semuanya sudah jelas, aku tidak ingin menyetujui permintaanmu, jadi tidak ada haknya lagi kau menemuiku."

"Tapi Keina." Arkan kembali bersuara, dia tidak mau ambil pusing Keina harus mau mebabtunya.

"Kenapa?"

"Ibu terus menanyakanmu, tampaknya dia sudah menyukaimu dan mengharapkanmu menjadi calon istriku."

"Kau benar-benar telah membuatku malu di depan Ibumu, sudahlah sekarang kau pergi saja jelaskan pada Ibumu tentang aku." Keina mengusir secara terang-terangan.

"Kenapa kau kekeuh Keina? Padahal aku tau di hati kecilmu sebenarnya menyetujui ini. Berapa, Berapa yang kau inginkan Keina? Akan aku berikan, dengar Keina kau tidak akan rugi dengan menyetujui sandiwara ini, Keina kau akan hidup senang bersamaku hidupmu akan tecukupi jika..." plak.. Keina memotong dengan satu tamparan mendarat di pipi Arkan, lelaki di depanya benar-benar terlewat keterlaluan, Keina muak dan ia menyesal telah mengagumi lelaki ini, Keina merasa di rendahkan dia memang orang miskin tapi ia masih bisa mencukupi kebutuhannya dengan kerja paruh waktunya.

"Dengar Arkan, kau sudah keterlaluan aku memang orang miskin, tapi aku tidak ingin mendapatkan uang dengan cara seperti itu apalagi membohongi orangtuamu, sampai kapanpun aku tidak akan menyetujuinya, pergi dari rumahku, keluar Arkan." Keina mendorong tubuh Arkan dengan paksa keluar dari rumahnya.

"Keina jangan seperti ini, kau tidak perlu mengusirku." Ucap Arkan sedikit kesal karena Keina mengusirnya paksa, dan Arkan berhasil keluar dari rumah Keina, gadis itu menutup pintunya dengan kasar menimbulkan suara yang mengejutkan, Arkan merapihkan kerah bajunya.

"Sungguh berani sekali gadis itu mengusirku," Gumam Arkan tak suka "Oh, Keina aku mohon buka pintunya." Arkan menggedor pintu rumah Keina, sampai berkali-kali hingga tiba-tiba pintu terbuka lagi membuat Arkan merasa lega. "Akhirnya kau...." Ucapan Arkan terpotong saat lembaran uang menghujaninya,  seumur-umur baru pertama kali ada seorang perempuan melempar uang padanya. Air muka Arkan memerah menahan amarah.

"Aku hanya akan mengembalikan uangmu, jangan khawatir aku belum memakainya jadi hitung saja uangnya, masih utuh."  Keina berkata dengan begitu tegas.

"Keina.." Pintu sudah tertutup Kembali, membuat Arkan diam mematung baru kali ini ia bertemu gadis seperti Keina, lihat saja Arkan akan kembali dan Keina akan menyesal telah mengusirnya seperti ini, dengan segera ia berlalu dari sana, sementara Keina mematung di balik pintu, lalu setelah mendengar mobil Arkan berlalu, Keina kembali membukanya sejenak membuang nafasnya dengan lega.

"Semoga lelaki itu akan menyerah menemuiku, dasar lelaki sialan."

***
Oh yah, maaf ya kalau ceritanya bikin boring, aku tidak terlalu hebat menulis cerita, hanya hobi yang entah ingin selalu aku tulis di sini, jadi buat kalian yang setelah baca langsung pergi, mending jangan membaca ceritaku deh, carilah cerita yang lebih baik dan bagus dariku, aku menyediakan cerita ini khusus untuk orang yang tahu artinya menghargai.

Ok yang ikhlas aku tunggu vomentnya

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 33.1K 30
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
3.3M 26.2K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
16.9M 750K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
605K 26.2K 41
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...