PRINCESS PATAH HATI (tamat)

By rayamipi

12.2K 532 190

Bercerita tentang seorang gadis populer bernama RENE MAURENNE yang sedang patah hati. Yang memutuskan hubunga... More

:: BAB 1 - ZONA PATAH HATI ::
:: BAB 2 - SURPRISE ::
:: BAB 3 - MANTRA RINDU ::
:: BAB 4 - KHAWATIR ::
:: BAB 5 - PERANG ::
:: BAB 6 - DUET ::
:: KENALAN YUK! ::
:: BAB 8 - BUKAN URUSAN ELO ::
:: BAB 9 - SELAMAT UNTUK KALIAN ::
:: BAB 10 - KELUARGA ::
:: BAB 11 - BACKSTREET ::
:: BAB 12 - PUTUS ::
:: BAB 13 - PACAR BARU ::
:: BAB 14 - REYHAN HADI NUGROHO ::
:: BAB 15 - CARA MENCINTAI ::
:: BAB 16 - HOROR ::
:: BAB 17 - DODO SASONGKO ::
:: KENALAN YUK! PART 2 ::
:: BAB 18 - ALASAN ::
:: BAB 19 - TOPENG ::
:: BAB 20 - VASCO MAURER ::
:: BAB 21 - BALAPAN MOTOR ::
:: BAB 22 - TEMAN BARU ::
:: BAB 23 - BERDEBAR ::
:: BAB 24 - GUE SUKA LO ::
:: BAB 25 - DEBORA ANASTASYA ::
:: BAB 26 - SENSASI ::
:: BAB 27 - DIPAKSA PEDULI ::
:: KENALAN YUK! PART 3 ::
:: BAB 28 - CALON KAKAK IPAR ::
:: BAB 29 - SEANDAINYA ::
:: BAB 30 - KINTAN ELMAVI ::
:: BAB 31 - HEBOH ::
:: BAB 32 - BALIKAN ::
:: BAB 33 - HADIAH ( TAMAT ) ::

:: BAB 7 - LUKISAN ::

333 20 10
By rayamipi

KELAS SENI LUKIS. Begitu tulisan yang ditulis di papan nama yang tergantung di depan pintu.

Di dalam kelas, hening. Semua mata sedang fokus pada kanvas masing-masing, dimana tangan mereka begitu lihai memainkan kuas di atas kanvas, begitu pun Kintan yang sedang melukis dua ayunan kembar di sebuah taman.

Tanpa Kintan sadari, di kaca jendela paling belakang, ada dua murid yang sedang mengawasinya. Siapa lagi kalau bukan Rene dan pengikut setianya, Mia.

Entah bagaimana caranya, Rene berhasil membujuk Mia untuk mengikutinya sampai ke kelas seni lukis yang baru pertama kali mereka kunjungi. Maklumlah, kelas seni lukis termasuk ekskul yang paling sedikit diminati di sekolah mereka.

Kelas itu berada di lantai tiga paling pojok, jauh dari kebisingan murid-murid. Jadinya, Rene dan Mia sedikit aman mengintip dari luar.

"Apa sih yang dilihat Han dari cewek itu?" tanya Rene tanpa mengalihkan matanya yang terus mengawasi gerak-gerik Kintan. "Bukannya gue jauh lebih segalanya?" tambahnya penuh percaya diri.

"Mungkin aja, Kintan nggak rese' kayak elo. Nggak cemburuan kayak elo. Nggak emosian kayak elo." jawab Mia sekenanya, tapi disambut tatapan tajam oleh sahabatnya itu. "Kita ngapain sih di sini? Pegal tau berdiri terus?"

"Gue mau nyantet sih Kintan. Puas?"

Hah? Mia melongo.

"Gue akan buat Kintan garuk-garuk dinding. Nyanyi-nyanyi nggak jelas. Gelindingan di lantai, terus Han bakal ilfil karna punya cewek stres. Terus dia minta balikan lagi deh sama gue."

Hah? Mia makin tercengang.

"Rene-Rene... wajah sih boleh kayak Bidadari. Tapi kelakuan elo kayak Nenek Sihir, tau nggak?" Mia menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir apa yang ada di kepala sahabatnya itu.

"Eh, jangan Nenek Sihir deh. Yang lebih ke-Indonesia dikit, Mak Lampir gitu." balas Rene cengengesan.

"Gue serius kampret!" sembur Mia kesal. Bersamaan dengan itu, terdengar suara langkah kaki mendekat.

Sontak, mereka menoleh bersamaan. Tepat saat itu, Bu Mayang yang mengajar di kelas seni lukis sudah berdiri di depan mereka.

"Apa yang kalian lakukan?" tanyanya.

Mampus! Jerit Mia dalam hati sambil menyikut lengan Rene.

Rene tampak tenang. Ia menarik sedikit sudut bibirnya, membuat ia terlihat seperti gadis manis, polos, tanpa dosa.

"Maaf Bu, kita nggak bermaksud..."

"Rene Maurenne?" tanya Bu Mayang memotong ucapan Rene.

"Iya?" balas Rene, bingung.

Bu Mayang tersenyum lebar. "Wah... kamu lebih cantik dari yang Ibu dengar selama ini."

Hah?

Bu Mayang mengajak mereka ke sebuah ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam lukisan. Tapi yang paling menyita perhatian mereka adalah lukisan wajah Rene yang dipajang dalam satu sudut dinding dan juga sketsa wajah Rene yang bertumpuk dalam jumlah banyak.

"Lho, itu kan lho Ren?" tunjuk Mia kaget.

Rene tidak menjawab. Matanya sibuk menyeleksi satu persatu lukisan dirinya yang dipajang itu.

"Kamu itu populer lho di kelas saya. Setiap kali saya meminta anak-anak membuat sketsa wajah, selalu wajah kamu yang paling banyak dilukis. Kata mereka, kamu itu objek yang sempurna." jelas Bu Mayang, seolah sedang melakukan pameran lukisan, dimana Rene dan Mia adalah pengunjung yang penasaran dengan lukisan-lukisan yang dipajang itu.

"WOW! Keren!" Mia berdecak kagum. "Nah Ren, jangan rusak image baik lo dengan kelakuan bodoh kayak tadi." tambah Mia setengah berbisik.

Rene menyeringai senang. "Ah, itu berlebihan Bu."

"Ya ampun, kamu polos sekali. Ibu jadi ngefans juga sama kamu. Oh ya, keponakan Ibu juga ngefans sama kamu karna sering lihat lukisan kamu. Boleh nggak Ibu foto sama kamu?" tanya Bu Mayang dengan wajah bahagia.

Hah? Rene dan Mia hanya saling pandang. Lalu kemudian, Rene dan Bu Mayang menghadap kamera dengan pose yang sama, mengacungkan jari membentuk huruf V, plus senyum mengembang. Cekrek, Mia berhasil mengabadikan mereka berdua dalam foto.

"Satu lagi, bolehkah saya bilang kalau saya akrab sama kamu pada keponakan saya?"

Rene mengangguk. Bu Mayang tersenyum senang. Sebaliknya, Mia menatap aneh pada guru muda itu.

"Kasihan ya Ren, Bu guru juga kena tipu dengan wajah cantik elo. Aslinya kan, elo nggak banget!" bisik Mia pada Rene saat Bu Mayang sedang sibuk memeriksa hasil fotonya.

Rene tidak mengubrisnya. Matanya tertuju pada satu lukisan sketsa wajahnya yang dipajang paling tengah.

"Milikku." kata Rene membaca tulisan kecil di bagian paling bawah di lukisan itu. "Gue suka lukisan ini." kata Rene tiba-tiba.

Mia menatap bingung pada lukisan yang Rene pegang itu. Lukisannya sama sekali tidak bagus karna sketsa wajah Rene tidak mirip dengan aslinya. Hanya beberapa bagian yang terlihat mirip. Seperti bagian poni karna Rene berponi, mungkin itu saja.

"Ren, itu kan satu-satunya lukisan yang sama sekali nggak mirip elo. Meskipun pelukisnya menganggap itu elo. Kok elo malah suka sih? Ah, selera lo nggak bagus." cibir Mia sok tau.

"Bu, apa boleh saya membawa pulang lukisan ini?" tanya Rene pada Bu Mayang, membuat kening Mia berkerut bingung. Ditambah lagi, Bu Mayang mengiyakannya begitu saja.

--- ooo ---

RENE dan Mia kini duduk di depan kanvas kosong, di kursi bagian paling belakang, diantara murid-murid yang sedang sibuk melukis.

Tanpa perlu mencari seribu satu alasan, Bu Mayang sendirilah yang menawari mereka untuk bergabung di kelasnya. Dengan begitu, Rene lebih leluasa untuk bisa mendekati Kintan, si rival cintanya.

Di dalam kelas itu, semua murid tergabung dari kelas 1 sampai kelas 3. Karna tidak banyak murid yang mengambil kelas seni lukis yang tidak begitu populer.

"Ren, nggak salah nih kita gabung di ekskul seni lukis?" tanya Mia, masih tidak bisa mengerti apa yang ada di pikiran sahabatnya itu.

"Berisik! Udah, lukis aja sesuai tema, pe-man-da-ngan." balas Rene.

"Iya deh." kata Mia akhirnya, lalu mulai melukis.

Sebaliknya, Rene hanya memperhatikan kanvas milik Kintan yang duduk paling depan. Lukisan Kintan hampir selesai. Lukisan dua ayunan kembar di taman, plus dua sejoli yang saling berpandangan sambil duduk di ayunan.

Bisa ditebak, Kintan pasti sedang melukis dirinya dan Han. Itu membuat Rene sangat cemburu. Pokoknya Rene harus berbuat sesuatu. Diliriknya Mia yang sibuk menarikan kuasnya di atas kanvas.

"Elo gambar apaaan?" tanya Rene heran melihat lukisan Mia yang acakan.

"Pangeran berkuda putih. Gue lagi melukis kudanya, setelah itu baru gue melukis sang pangeran. Ceritanya nih, pangeran sedang menunggangi kudanya melewati hutan belantara untuk menyelamatkan gue dari menara tinggi yang dijaga ketat oleh seorang penyihir jahat yang persis kelakuannya kayak elo!" jelas Mia panjang lebar.

"Idihh, Rapunzel kelesss." cibir Rene. "Tapi kok lebih mirip keledai ya daripada kuda?"

"Jangan menghina lukisan gue, elo sendiri ngapain dari tadi? Bengong mulu." balas Mia sewot melihat kanvas Rene yang masih mulus, belum tersentuh.

"Gue nggak tahu mau melukis apa. Kasih ide kek."

Mia terdiam lama.

"Ahaa! Gue punya ide." Mia menyeringai senang. "Elo gambar aja tiga buah gunung, terus buat jalan aspal sampai ke kaki gunung. Tambahin sebuah rumah kayu yang dikelilingi pohon kelapa. Dan sekelilingnya buat gambar padi yang hampir panen. Jangan lupa, elo buat matahari di atas gunung, tambahin juga awan-awan putih, plus burung-burung yang lagi berterbangan. Nah, kan lengkap tuh gambar elo sesuai tema, pemadangan. Gimana ide gue?"

"Itu lukisan anak TK, dodol!" semprot Rene dengan nada rendah.

"Elo cari ribut atau gimana sih? Nih, gue aja yang gambar kayak gitu buat elo."  Kuas Rene dicelupkan ke cat air, lalu ia mewarnai lukisan Mia yang baru setengah jadi itu dengan garis-garis warna.

"Wah, elo nantangin gue!" kata Mia emosi, lalu terjadilah keributan kecil.

Tanpa sengaja, wadah cat yang dipegang Rene terjatuh dan mengotori kanvas miliknya. Tepat saat itu juga, Bu Mayang mengumumankan waktu melukis sudah habis.

"Taruh kuas kalian dan Ibu akan memeriksa satu persatu hasil lukisan kalian." kata Bu Mayang yang disambut helaan nafas lega oleh murid-murid di kelas itu. Sebaliknya, Rene dan Mia saling pandang, takut.

"Cepat tutupin!" kata Rene pada Mia saat Bu Mayang berjalan ke arah mereka.

"Lukisan kalian kenapa ditutupi?" tanya Bu Mayang penasaran melihat keduanya berdiri di depan kanvas masing-masing sehingga menutupi lukisan mereka.

Rene menarik nafas berat, lalu menyingkir perlahan sambil berdoa dalam hati, semoga saja ia tidak diledek habis-habisan karna lukisannya seperti lukisan anak TK, berantakan sekali.

"Bagus. Ibu suka. Tapi lain kali, harus melukis sesuai tema ya."

Mendengar itu, Rene dan Mia saling melemparkan pandang, penuh tanya.

Nggak butuh waktu lama, semua murid di kelas itu langsung berkumpul mengelilingi keduanya. Semua mata penasaran dengan hasil lukisan Rene.

"Abstrak. Bagus, natural banget kayaknya."

"Wihhh... warnanya juga bagus, kecampur gitu."

Entah apa yang terjadi. Rene malah mendapatkan pujian.

"Anak seni aneh ya Ren, masa tumpahan cat acakan gitu dibilang bagus." komentar Mia setengah berbisik.

"Kayaknya mereka lihat dari sisi yang berbeda. Elo nggak akan paham deh." jawab Rene ngasal.

Rene bisa menarik nafas lega setelah anak-anak meninggalkan mereka satu persatu. Menyebalkan sekali baginya harus meladeni murid-murid yang sok akrab dengannya.

"Hai kak Rene," panggil seseorang seraya melangkah mendekati mereka. "Aku Kintan." katanya sambil menjulurkan tangan.

Rene menelan ludah, membuang muka langsung.

"Gue Mia." sambut Mia mencairkan suasana. "Dan sahabat gue, Rene."

"Siapa sih yang nggak kenal Kak Rene. Yang populer itu." puji Kintan dengan melemparkan senyum lebar. "Oh ya, aku mau Kak Rene nilai lukisanku, bagus nggak?"

Kintan memperlihatkan lukisannya yang sudah selesai. Di dalam lukisan itu, terlihat jelas wajah Kintan dan pacar barunya, Han.

"Rada malu sih mau ngomongnya, ini lukisan aku sama pacar aku. Bagus nggak, kak? Soalnya setelah ini, aku mau nunjukkin ke dia."

Rene terdiam lama. Mia jadi was-was, takut Rene kumat. Apalagi Kintan blak-blakan menyebut Han sebagai pacarnya.

Tapi bukan salah Kintan juga sih. Anak-anak seantero sekolah tidak ada yang tahu kalau Rene pernah pacaran sama Han karna selama ini mereka backstreet.

"Lukisannya bagus, pasti dia suka." kata Mia, berharap Kintan segera menyingkir dari hadapan mereka.

Tapi sebaliknya, Kintan tetap ngotot mendengar komentar Rene. "Kalau menurut Kak Rene, gimana?"

Rene masih diam. Namun tiba-tiba, Rene tersenyum, nyaris sempurna, seolah tidak ada yang salah sama sekali.

"Kalian kelihatan bahagia, dan... itu bagus."

"??"
-
-
-
-
#22/02/18

Continue Reading

You'll Also Like

5.9M 313K 48
⚠️BEBERAPA PART DIHAPUS⚠️ "Cintailah orang yang kau cintai sekadarnya saja; siapa tahu-pada suatu hari kelak ia akan berbalik menjadi orang yang ka...
110K 972 8
#1 sniper (21 Juni 2019) #1 stres (23 Juni 2019 #4 Agent (21 Desember 2019) Jessy mahasiswi semester tiga yang terlihat biasa saja, tidak ada yang sp...
62.9K 5.5K 63
Tulisan inspiratif dan edukatif membahas tentang: ✔SNMPTN ✔ Dunia Perkuliahan ✔ Kehidupan Mahasiswa Baru Beberapa part saling berkaitan💦 Semoga men...
4M 310K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...