Unexpecated

By flow-flow

132K 5.1K 210

Kata orang, hidup itu dibawa santai aja. Tapi ini gak bisa buat Viola Evelyn. Dia masih remaja, masih labil... More

Unexpected and complicated
One
Two
Three
Four
Five
Six
Seven
Eight
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fourteen
Fifteen
Sixteen
Epilog
Side chapter [GCA-V]

Side chapter [Family]

4.8K 218 22
By flow-flow

"Rawnie Claretta Elvarette!" Viola berteriak, memanggil putri sulungnya. Daritadi, putrinya itu sibuk dengan earphone yang menempel di telinganya.

"Ya, Ma?" Rawnie melepas earphonenya. Dia menunjukkan cengiran terbaiknya, kala melihat wajah Viola.

Viola menghela nafas panjang. "Kamu itu, ya. Liat sekarang jam berapa."

Rawnie melirik jam dinding. "Elah. Baru jam enam juga, Ma. Bentar lagi lah sarapannya. Tanggung, nih. Lagunya bagus."

"Nanti, nanti! Telat, baru tahu rasa," omel Viola. "Ini hari pertama ospek, loh. Beberapa kakak ospek itu biasanya suka sok kejem sama murid baru kayak kamu."

"Ah, gampanglah." Rawnie mengibaskan tangannya acuh. "Palingan cuma dibentak, atau disuruh berdiri di tengah lapangan, doang."

"Ya lah, ya lah. Terserah kamu,"  Viola mengalah. "Yang penting, jam setengah tujuh udah selesai semua urusan kamu."

Viola beranjak pergi, meninggalkan Rawnie di meja makan. Gadis itu masih keukeuh memainkan handphonenya sambil mendengarkan lagu.

Sedangkan Viola, dia sudah berada di depan pintu kamar anaknya yang kedua.

"Cheryl!" Viola mengetuk pintu.

Tak ada jawaban.

"Cheryl!"

Masih tak ada jawaban.

"Cheryl Fidela Earlena!" Viola berteriak kencang, sampai-sampai Rawnie protes karena suara Viola yang masih kedengaran, meskipun dia sudah memakai earphone dengan volume paling kencang.

Viola tak peduli, lalu dia menerobos kamar anaknya. Terlihat, Cheryl yang masih tidur nyenyak. Dia mengguncang tubuh Cheryl pelan.

"Cheryl, bangun yuk. Udah jam enam. Nanti kamu telat sekolah, loh."

Cheryl bergumam malas, sambil mengucek matanya.

"Ayolah," bujuk Viola. "Kalau gak mau bangun, entar Mama buka jendelanya!"

Cheryl langsung terduduk. Dia merengek, meminta agar Viola tidak membuka jendelanya. Si Mama terkikik geli, lalu mengangguk dan meninggalkan Cheryl yang dalam perjalanan menuju kamar mandi.

Sekarang, yang terakhir. Dia membuka pintu kamarnya, dan tidak melihat suaminya di tempat tidur. 

"Kemana, ya?" dia bergumam bingung. "Biasanya gak secepet ini ngilangnya." 

"Cie, nyariin aku, ya?"

Sepasang tangan menutupi matanya. Dari suaranya saja, Viola sudah tahu siapa yang menutupi matanya.

"Yan," dia berdecak.

Si penutup mata, yang tak lain tak bukan adalah Adrian, langsung melepaskan tangannya  dari mata Viola. Dia memeluk Viola dari belakang.

"Kamu cepet banget sih bangunnya." Adrian meletakkan dagunya di salah satu pundak Viola, membuat Viola meringis geli.

"Adrian, ih." Viola berusaha menyingkirkan dagu Adrian dari pundaknya.

"Kenapa, sih, Sayang?"

Wajah Viola memerah. Dia memainkan jari-jarinya gugup. Meskipun sudah menjalin hubungan rumah tangga selama sembilan belas tahun, tetapi Viola masih tidak bisa mengontrol rona di wajahnya karena perlakukan dan perkataan Adrian.

Adrian membalikkan tubuh Viola, sehingga mereka saling berhadapan sekarang. Tangan Adrian memeluk pinggang Viola.

"Tau gak sihㅡ"

"Ya gak tau lah, kamu nya juga belom ngomong ke aku," potong Viola.

Adrian gemas sendiri. "Ya, 'kan, aku belom selesai ngomong, Vlyn."

Viola mangut-mangut. "Yaudah, ngomong aja sekarang."

"Entar malem jangan sibuk sendiri, ya. Aku mau ajak kamu ke suatu tempat."

"Tempat apa, nih?"

"Kamu juga bakal tahu, deh, nanti. Nah, sekarang, istriku yang cantik ini ke bawah duluan aja, ya, nemenin Rawnie sama Cheryl. Suamimu yang ganteng ini mau siap-siap dulu."

Viola mendengus geli. "Agak gimana gitu, omongan kamu, Yan. Gak kamu banget."

Adrian mengerutkan keningnya bingung. "Gak aku banget gimana?"

"Terlalu puitis, Yan."

"Puitis-puitis gini, tapi sayang, 'kan?" Adrian menaik-turunkan alisnya menggoda.

Wajah Viola memerah lagi. "Enggak!"

"Alah, kamu gak bakat bohong, Sayang."

"Adrian!"

Adrian mengacak rambut Viola gemas, sambil tersenyum. Dia memperhatikan wajah Viola seksama. Viola yang diperhatikan begitu, menundukkan kepalanya malu.

"Kenapa nundukin kepala?" Adrian memegang dagu Viola, mengunci tatapan Viola.

Wajah Adrian mendekati wajah Viola. Viola menutup matanya. Adrian mengecup kening istrinya itu, lalu pipi, dan kedua mata Viola. Sudah jadi rutinitas tiap pagi.

"Have a nice daySweetheart."

*

"Sekolahnya yang bener, ya, Rawnie," pesan Adrian, sebelum Rawnie turun dari mobil.

Rawnie mengangguk malas. "Iya, Papa. Papa juga kerja yang bener."

Adrian terkekeh. "Iya, iya. Papa jalan, ya?"

Rawnie mengangguk, lalu melambaikan tangannya pada Adrian dan Cheryl. Sekolah adiknya itu memang melewati sekolah barunya terlebih dahulu, jadi Adrian bisa sekali jalan.

Rawnie memainkan salah satu earphone di tangannya, dan satu lagi ia pasang di telinganya. Dia bersenandung, menyanyikan lagu yang tengah didengarkannya.

Brukk.

"Aduh!" Rawnie jatuh terduduk. Dia mendesis jengkel, lalu mendongakkan kepalanya. Dilihatnya, seorang cowok dengan wajah yang menurutnya lumayan itu, tengah memandangnya dengan salah satu alis yang naik.

"Nih orang apa banget sih. Udah numbur, eh gak ngebantu lagi," batin Rawnie, sambil berdiri. Dia melirik jengkel ke arah cowok itu, lalu bersiap untuk melangkah lagi ke lapangan.

Tapi, belum sempat dia melangkah, tangannya dicegat oleh cowok itu.

"Mau kemana lo, Murid Baru?"

Rawnie memutar bola matanya malas. "Mau ke lapangan lah, Kakak Kelas."

"Setelah numbur gue, lo dengan mudahnya langsung nyelonong pergi gitu?"

"Gue yang numbur lo? Gak salah, Bang? Lo gak sih, yang numbur gue?"

Cowok itu mendesis jengkel. "Jangan cari gara-gara sama gue."

"Gue gak cari gara-gara sama lo. Lo nya aja yang ngajak berantem duluan," balas Rawnie.

"Kayak cewek aja, masalah gini mau dipanjang-panjangin," tambah Rawnie, dalam hati.

Cowok itu tersenyum sinis. "Siapa nama lo?"

Rawnie menahan keinginannya untuk berteriak, "Gak bisa liat nametag gue apa?!"

"Rawnie," jawab gadis itu, setelah berhasil menahan keinginannya untuk menantang cowok itu.

"Lengkapnya?"

"Kepo banget, sih?" ceplos Rawnie.

"Heh, Bocah," cowok itu menggerutu. "Tinggal nyebutin nama lengkap aja, kok susah amat."

"Rawnie Claretta Elvarette, Kak," jawab Rawnie, dengan nada suara yang sengaja dia lembutkan. Lama-lama, dia greget juga dengan cowok yang merupakan seniornya ini.

"Oh."

Mata Rawnie membelalak kaget. Astaga. Responnya cuma 'oh'? Setelah bikin Rawnie kesel setengah mampus, responnya cuma 'oh'? Rawnie gak tahu harus membalas apa lagi, sehingga dia memutuskan untuk meninggalkan cowok yang belum dia ketahui namanya.

"Gue cuma iseng kok, jangan cemberut gitu, Rawnie," cowok itu berteriak, membuat Rawnie berhenti di tempat, namun tidak berbalik.

"Ngomong-ngomong, gue Faustin."

Iseng, Rawnie membalas perkataan cowok yang katanya namanya Faustin. "Lengkapnya?"

"Penasaran atau tertarik, nih?"

Rawnie membalikkan badannya jengkel. "Gak dua-duanya!"

"Sensi amat, Mbak. Faustin Alvaro Azzamy."

Rawnie mengedikkan bahunya, lalu berjalan menuju lapangan, tepat pada saat upacara akan dimulai. Beberapa senior mulai mengucapkan pidato dan segala macam aturan selama ospek. Tapi Rawnie tak begitu peduli. Dia lebih tertarik mengamati sekitar, menunggu namanya dipanggil.

"Rawnie Claretta Elvarette."

Rawnie langsung mengancungkan tangannya. Senior yang memanggil namanya tadi, langsung mengangguk.

"Rawnie Claretta Elvarette dengan Faustin Alvaro Azzamy. Di kelas X IPA-1."

Rawnie melotot. Faustin?! Senior tadi?

Matanya menyisir sekitar, mencoba mencari cowok tadi.

"Nyari gue, Manis?"

Rawnie membalikkan badannya, dan Faustin tersenyum manis.

Rawnie tidak mengerti, kenapa saat Faustin tersenyum padanya, rasanya dia mau melonjak kegirangan.

Satu lagi. Ketika iris miliknya bersitatap dengan iris milik Faustin, rasanya nyaman.

Astaga. Ini lebih parah dari dibentak atau disuruh berdiri di tengah lapangan.

Ini gawat!!! teriak Rawnie dalam hatinya.

*

"Ih, Adrian. Mau kemana, sih?" Viola menggerutu.

"Liat aja nanti, Vlyn," jawab Adrian.

"Kenapa sih, gak dibuka aja tutupan matanya? Risih, ish."

"Kalo dibuka, entar kamunya gak blushing lagi dong," jawab Adrian dengan nada menggoda.

Viola mengerucutkan bibirnya, namun, lagi-lagi wajahnya tersipu. "Ngomongin yang lain aja deh."

"Rawnie kenapa tadi? Cemberut terus."

"Oh itu. Katanya dia di-ospek sama kakak kelas yang songong."

"Siapa?"

"Ya, mana aku tahu." Viola memutar bola matanya. "Paling benci jadi cinta, entar."

Adrian terkekeh pelan. Dia memberhentikan mobilnya.

"Udah sampe. Kamu tunggu aja disitu. Entar aku bukain pintunya."

Viola mengangguk paham. Dia menunggu, hingga terdengar bunyi pintu terbuka di sebelahnya.

Adrian menghela Viola menuju tempat yang sudah disiapkannya. Dengan lembut, dia melepaskan penutup mata Viola.

Perlahan, Viola membuka matanya, dan dia tidak bisa menahan senyumnya lagi.

"Happy anniversary twenty years, Sweetheart."

Viola membalikkan badannya, dan langsung memeluk badan Adrian.

"Thanks." Viola tersenyum sumringah.

Adrian mengacak rambut Viola, sambil tersenyum. Dia membiarkan Viola yang mengelilingi ballroom yang sudah dia hias dengan gaya Violet. Tahun kemarin, dia menggunakan gaya Vintage. Dua tahun yang lalu, B&W. Dan untuk tahun-tahun sebelumnya, dia sudah lupa.

"Adrian, makasih banget udah nemenin aku selama dua puluh tahun ini. Meskipun, umur kita udah tua, tapi kamu ngebuat aku masih ngerasa muda," ucap Viola, dia tersenyum haru.

Adrian membawa Viola ke pelukannya. "Aku seneng udah ngabisin dua puluh tahun lebih sama kamu. Dan aku bakal ngabisin sisa-sisa hidupku bersamamu."

Viola tak mampu mengucapkan apapun. Dia memeluk Adrian lebih erat. Setelah semua suka yang mereka lalui semua ini. Setelah semua pertengkaran.

Viola dan Adrian tetap bersama. Tak terpisahkan.

*

Looks like we made it

Look how far we've come my baby

We might took a long way

We knew we get there someday

They said, "I bet, they'll never make it."

But just look at us holding on

We still together, still going strong

"Karena aku terikat denganmu, untuk selalu bersama."

"Untuk bersama di saat yang terbaik dan untuk bersama di saat yang terburuk."

"Untuk bersama di saat sukses dan untuk bersama di saat terpuruk."

"Untuk bersama di saat sakit dan untuk bersama di saat sehat."

"Untuk saling mencintai."

"Untuk selalu bersama, sampai maut menjemput."

You're still the one I run to

The one that I belong to

You're the one I want for life

You're still the one that I love

The only one I dream of

You're still the one I kiss goodnight

"Apa memang tiap suami selalu menodai cinta istrinya?" Viola berteriak. Adrian pulang hampir subuh. Itu pun pulang, karena Viola meminta Rawnie dan Cheryl untuk menelepon Ayah mereka.

Adrian diam, tidak menjawab.

"Jawab, Adrian!" Suara Viola naik satu oktaf.

Adrian masih diam. Pandangannya kosong, seperti menyesali sesuatu.

"Kalau memang kamu udah bosen sama kita," Viola berujar lirih, matanya terpejam, "kamu harusnya bilang, Yan. Jangan berbuat gini."

"Maaf," suara Adrian memecah keheningan.

Viola menutup mulutnya rapat-rapat. Adrian sudah mengucapkan kata maaf. Apa artinya memang benar?

"Kenapa yang jawab perempuan, Yan?" nada keputusasaan jelas ada. "Harusnya kamu ngertiin juga, kalo yang nelpon itu anak kita, Yan. Coba, bayangin, gimana perasaan mereka?"

"Maaf," hanya itu yang terucap dari bibir Adrian.

Viola mengerang kesal. "Jangan cuma bilang maaf! Aku butuh alasan disini, Yan."

Dari ekor matanya, bisa dia lihat bahwa Rawnie dan Cheryl melihat mereka dengan pandangan sendu.

"Udahlah." Viola menutup matanya sekilas. "Gak baik buat anak-anak denger kita berantem. Abis anter anak-anak sekolah, baru kita bicarain lagi."

Belum sempat Viola keluar dari kamar, sepasang tangan melingkar di pinggangnya.

"Maaf," bisik Adrian.

Viola berusaha melepaskan pelukan Adrian. "Udahlah, Yan. Aku ngerti."

Padahal Viola tak bisa membohongi perasaannya sendiri, dia kecewa. Dia sakit hati. Dia sudah mendekati hancur.

"Aku belum selesai," lanjut Adrian, masih dalam bisikan.

Viola mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

"Maaf udah bikin kamu kesel hari ini."

Lagi berusaha di maafin.

"Tapi aku cuma mau menyampaikan ini sama kamu."

Ya sampein aja. Awas aja bikin gue serangan jantung.

"Aku cuma main-main. Happy birthday, Vlyn."

Viola melotot, dan langsung berbalik. Dia baru ingat, kalau pagi ini, dia sudah bertambah tua setahun.

"Ih, jadi ini cuma main-main?!" Viola mencak-mencak. "Terus apanya tadi yang main-main?"

"Sebenernya, suara perempuan yang aku bilang tadi, itu suara operator," sahut Rawnie dari luar. Dua gadis itu mulai melangkah masuk, sambil membawa kue.

"Jadi aku dikerjain, nih?" Viola manyun.

Adrian mengacak rambut Viola sayang. "Maaf, ya."

"Iya, Ma. Maaf, ya. Happy birthday, Ma."

Viola tersenyum bahagia. Airmata yang ingin menetes tadi, sudah hilang tak berbekas, digantikan dengan tawa kebahagiaan.

Baginya, semua ini sudah lebih dari cukup.

*

Ini hanyalah sebuah potongan kecil dari kisah hidup mereka.

Sebuah keluarga kecil yang bahagia, cukup untuk melengkapi hidup keduanya.

*

You're the reason I believe in love

And you're the answer to my prayers from up above

All we need is just the two of us

My dreams came true because of you

From this moment, as long as I live

I will love you, I promise you this

There is nothing I wouldn't give

From this moment, I will love you as long as I live

From this moment

-Viola&Adrian-

**

You're Still The One & From This Moment [Shania Twain]

hii! ada yg kangen sama Viola-Adrian? xp. gue gak tau knp tb" pengen aja ngetik ttg mereka. mereka sweet yakk, duh pengen HAHA *jomblo bgt sii* trs pas di side chapter pertama, ada yg minta dibikin chapter Viola-Adrian punya anak, dan inilah hasilnya'-'

maaf kalo ini ... kepanjangan. keasikan ngetik ttg mereka nih. ngomong" gue lg suka sama karakter Rawnie dan Faustin.

oh iya, baca cerita baru gue yak.

Hello Goodbye [On-going]

Orang-orang berucap, ada Hell di dalam kata Hello. Nathaniel tidak setuju dengan perkataan itu. Karena sapaan itu mengubah hidupnya menjadi lebih berwarna.

Orang-orang bertanya, di mana Good di dalam kata Goodbye? Armelle tidak setuju. Karena ucapan perpisahan itu membuatnya bertambah kuat tiap detiknya.

soo, semoga ini memuaskan yap. gue tau, ini drama bgt. gak ada unyu"nya. tp i've tried my best.

a.n ini udah kebanyakan bacot. akhir kata, vomment?♡

btw, makasih buat 1.5k votes nya!{} makasih buat yg selama ini masih stay baca ini, mau ngevote ato komen ato masukin reading listnya!:D *lope-lope*

bye!

cathlinewidley.

Continue Reading

You'll Also Like

15.5M 874K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
5M 920K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
2.3M 73.4K 74
NOVEL BISA Di BELI DI SHOPEE FIRAZ MEDIA "Bisa nangis juga? Gue kira cuma bisa buat orang nangis!" Nolan Althaf. "Gue lagi malas debat, pergi lo!" Al...
1.9M 97.6K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...