Trapped on His Bed

By ShuiRen

1M 19.4K 848

18+ Please! Sudah Masuk part 8 (Crazy Morning) Dia, perempuan bernama Emily Clark. Dia tak jauh berbeda deng... More

T o H B
REN - 1
REN - 2
REN - 3
REN - 4
WARNING!!
REN - 6
REN - 7
REN - 8
REN - 9
Ren-10
Ren ~ 11

REN - 5

66K 1.7K 97
By ShuiRen

Trapped on His Bed 5 - THREAT and TREAT

==> Dibaca ampe bawah ya, ada cuplikan buat part depan

"Apa sudah beres?"

"Aku sudah melaksanakannya sesuai instruksi anda termasuk menyerahkan kartu nama anda," jawab lelaki itu saat menerima telepon dari sebrang.

"Oke, kerja bagus," jawab Amadeo, pria itu langsung mematikan teleponnya begitu saja dengan senyum lebar yang terpatri di wajah tampannya.

###

Emily mengendarai mobilnya menuju butik milik ibunya. Ada masalah apa sebenarnya dengan McChadler group, kenapa harus ada urusan dengan mereka. Dari dulu ibunya bilang agar butik itu berdiri secara perseorangan, hanya miliknya sendiri atau milik Emily. Ibunya tidak akan menerima kerjasama dalam bentuk apapun kecuali soal bahan baku-kain-dari perusahanan lain. Dan kerjasama ibunya dengan Reagan group lebih dari cukup.

Emily memarkirkan mobilnya di bagasi butik. Gadis itu langsung menuju ruang kerjanya ketika Brooke menunjuk kedalam ruangan, mengisyaratkan ada seseorang yang sudah menunggu. Dan disanalah ia, duduk manis di sofa ruang kerjanya. Seorang makhluk bernama Amadeo. Tunggu! Kenapa ada dia? Kenapa lelaki itu ada di sini? Bukankah tadi Brooke bilang butiknya mendapat masalah dengan McChandler group?

"What the hell are you doing here, D'Angelo sir?" tanya Emily skeptis.

Amadeo hanya tersenyum lalu bangkit. Pria itu mendekat kearah Emily, ia berhenti tepat dihadapannya, "Setidaknya ciuman selamat datang? Maka aku akan menjawabnya."

"What the fuck!" jawab Emily.

"Baru kali ini aku mendengar kata f*ck dengan nada yang sexy," jawab Amadeo.

Emily memijit pelipisnya, menyerah dan terserah si Amadeo itu ingin bilang apa.

"Kau tidak akan menjelaskan padaku sebelum aku menciummu kan?" tanya Emily.

Amadeo tersenyum dan memberi anggukan.

"Tunggu saja disini sampai kau karatan, aku tidak akan memberi ciuman dan aku akan mencari tahu sendiri kenapa kau disini," jawab Emily.

"That won't do darling. Fabian Wright akan kemari 15 menit lagi," jawab Amadeo, lelaki itu mulai membuka kancing kemejanya, "Dan dia mungkin akan salah paham jika aku membuat diriku berantakan. Dan lagi, kau tidak memakai pakaian kerjamu walau kau sudah pulang 2 setengah jam yang lalu. Rendezvous*?"

Lelaki ini! Emily hanya bisa menatapnya kesal. Bagaimana jika Ian salah sangka. Memikirkannya saja ia tidak berani. Bukan karena Ian lelaki yang cemburuan. Hanya saja Emily sudah berbohong padanya soal Amadeo dari awal. Berkata hanya sebatas mengenal tetapi mereka berdua malah berada di ruangan yang sama sekarang. Dan juga ia tanpa baju kerjanya.

Emily menggerakkan tangannya untuk menghentikan tangan Amadeo yang sedang membuka kancing kemejanya. Kedua tangannya sebenarnya yang menghentikannya. Amadeo menyunggingkan senyum tipis. Tangan Emily meremas tangan Amadeo. Jantungnya berdegup cepat saat memegang tangan Amadeo yang sedikit kasar dan hangat itu. Damn! Dia bukan gadis virgin yang belum berpengalaman tapi kenapa hanya dengan sentuhan seperti ini saja sudah membuatnya salah tingkah.

Emily menarik krah kemeja Amadeo. Lalu memberikan kecupan singkat di bibir Amadeo. Saat bibirnya mengecup bibir Amadeo, Emily tahu pria itu menyunggingkan seringaian jadi Emily segera mejauhkan diri dari Amadeo. Tapi terlambat karena pria itu bergerak lebih cepat. Emily didorongnya pada dinding didekat pintu. Bibir pria itu membungkam mulut Emily ketika Emily hendak protes. Tangan Amadeo mencengkram kedua tangan Emily dan dibawa keatas kepala gadis itu. Jika saja kaki pria itu tidak mengunci kakinya, maka Emily sudah akan melayangkan tendangan yang sedang populer akhir-akhir ini, menendang tempat diantara kaki Amadeo -kau tahu apa maksudku.

Amadeo menjambak pelan rambut belakang Emily dengan harapan agar mempermudahkannya untuk memperdalam ciuman dan itu berhasil.

"Sto...ph...," pinta Emily, ia mengatakannya dengan tekanan suara pelan dan di telinga Amadeo suara gadis itu terdengar begitu sexy.

"St.. ph... nngg..ah..mm, SIR,"

Bajingan! Pria itu malah mengelus putingnya beberapa kali lalu menekannya, menggunakan tangan yang tadi menjambak rambut belakangnya dan sialnya dia malah bereaksi seperti itu.

Amadeo mengakhiri ciuman itu. Emily melihatnya menyeringai lagi. Stop it. Seringaian itu membuatnya kesal. Amadeo menjauhkan wajahnya dan menghentikan aktifitas tangannya yang berada di payudara Emily.

"Assh..," bentak Emily cepat namun Amadeo segera membungkam mulutnya.

"Oke. Asshole, terima kasih. Tapi sebaiknya jangan berteriak. Intuisi lelakiku bilang Fabian berada disini," jawab Amadeo, kembali menunjukkan seringaian, "Tidak ingin bukan dia mengetahui aku disini padahal kau sudah membayar mahal dengan ciuman tadi?"

Emily hanya bisa melotot lalu menggerakkan kakinya, mencoba menendang Amadeo. Masih mencoba tendangan maut itu tapi dia kalah cepat dengan Amadeo. Apa-apaan lelaki itu? Emily punya sabuk hitam taekwondo tapi kenapa lelaki itu lebih mahir darinya.

"Aku juga mempunyai sabuk hitam taekwondo darling," jawab Amadeo. "Berjanjilah tidak akan berteriak maka aku akan melepaskanmu."

Emily hanya menjawab dengan anggukan.

"Good girl," jawab Amadeo tersenyum. Pertama-tama lelaki itu melepaskan tangannya dari bibir Emily baru kemudian melepaskan tangan Emily yang dicengkramnya.

"Apa?" Tanya Emily.

"Apanya yang apa?" Tanya Amadeo.

"Bukankah kau tadi bilang kau akan memberitahuku kenapa kau kemari dan ... tunggu, apa kau juga akan mengambil butikku?" Tanya Emily, ia memincingkan matanya marah.

Amadeo hanya tersenyum dan senyuman itu lama-lama bisa membuat Emily gila, antara kesal dan terpesona.

"Ganti bajumu ke baju kerja sekarang dan usir Fabian dengan cara halus, kita bicara setelahnya," ucap Amadeo.

"Tskk.. Menyebalkan, balikkan badanmu, tidak mungkin aku ganti baju di toilet!" jawab Emily segera. Ia tidak memiliki toilet pribadi di kantornya.

Amadeo segera bergerak menuruti Emily. Ia kembali duduk di sofa yang menghadap ke jendela, yang membelakangi Emily dan meja kerjanya. Emily bergerak cepat menuju gantungan pakaian di dekat mejanya. Ia memilih, mengambil beberapa pakaian yang menurutnya terlihat formal. Sebuah kemeja warna ungu muda dengan detail di lehernya dan skort* setengah lutut berwarna putih.

Emily mulai membuka tanktopnya dan disanalah Amadeo bisa melihat punggung Emily dengan bra lace warna putih. Amadeo hanya bisa menyungging senyuman dan saat Emily membuka celana yoganya, ia tidak mau melihatnya lagi, pasti gadis itu juga memakai celana warna putih, sepadan dengan bra-nya.

Emily merapikan kemejanya dan memasukkannya kedalam skort* baru kemudian ia memakai ikat pinggang kecil untuk mempermanis penampilannya. Ia memakai heels putih dan membiarkan rambut setengah punggungnya yang bergelombang terurai. Emily memutuskan untuk segera keluar namun Amadeo menghentikannya.

Pria itu memegangi dagu Emily dan mengusap pipi gadis itu dengan punggung tangannya, "Aku kira tanpa bedak tidak akan apa-apa."

"Apa yang kau lakukan? Aku harus keluar," ucap Emily.

Amadeo tidak menggubris perkataan Emily, malahan dirinya menunduk lalu menjilat bibir Emily. Emily hanya bisa melongo dan menampik tangan Amadeo yang berada di dagunya. Tetapi dengan cepat Amadeo memegang dagunya lagi dan menggigit sesuatu, berbentuk seperti tutup lipstik tetapi kemudian Amadeo memoleskan lipgloss batang ke bibirnya. Emily tahu dari aromanya dan saat benda itu berjalan diatas bibirnya.

"Apel. Aku yakin kau suka aromanya," ucap Amadeo lalu memberikan lipgloss itu pada Emily, memaksanya untuk tidak menjatuhkan benda itu. "Your lips are kissable now, pergi dan cepat kembali," ucap Amadeo dan didalam suaranya itu terdapat sebuah rayuan.

Emily hanya menghela napas panjang melirik Amadeo sebentar lalu keluar.

Diluar ruangannya, Fabian sedang berbicara dengan Brooke. Gadis itu terlihat menyembunyikan sesuatu darinya, ia tahu bagaimana tabiat gadis itu.

"Sayang, aku sudah membawakannya, kau bilang ada sesuatu yang harus kau bicarakan lagi, soal apa itu?" Tanya Fabian.

Emily hanya memandang sekilas pada Brooke, menggunakan muka apa itu?

"Photoshoot untuk baliho depan, miss," jawab Brooke, "Bukankah anda tadi memintanya?"

"Ah, iya aku harus memilih beberapa photo untuk koleksi musim gugur dan bisakah kita nanti makan siang?" Tanya Emily.

"Kau aneh sekali, hal pentingnya hanya sekedar makan siang bersama? Biasanya kau hanya mengiriku pesan," Tanya Fabian.

"Sekalian," jawab Emily singkat dan tertawa garing.

"Baiklah, aku akan menjemputmu dan aku harus pergi, dosenku akan marah jika aku telat lagi," ucap Fabian.

"Hati-hati," jawab Emily, kali ini ia tersenyum tulus.

Fabian mencium pipi Emily lalu berujar, "Sampai jumpa." Kemudian tersenyum sopan pada Brooke dan keluar dari butik.

"Brooke," ucap Emily datar.

"I'm sorry, miss," jawab Brooke dan gadis itu menunduk merasa bersalah.

###

Emily kembali masuk ke dalam ruang kerjanya dan Amadeo menungguinya dengan sunggingan senyum lebar. Emily sedikit kasihan padanya, mungkin hari ini Amadeo membenturkan kepalanya hingga otaknya tidak beres.

"Sudah mengusir jagoan cilikmu?" tanya Amadeo.

"Kau yang menyuruh Brooke melakukan itu?" tanya Emily.

"Dengan pesona yang kumiliki, tentu! Dan juga sedikit ancaman," jawab Amadeo.

"Dia asisten yang baik," lanjutnya.

Emily duduk di sofa didekat Amadeo, "Ada apa kemari dan apa maumu? Tidak mungkin kau kesini hanya untuk memuji Brooke," jawab Emily sinis.

Amadeo menunjuk sebuah berkas di meja dan Emily menyernyit tidak suka.

"Bisa langsung kau katakan padaku itu apa? Aku muak dengan berkas dalam amplop sejak tadi pagi," ucap Emily datar.

"Tawaranku masih berlaku, tapi sekarang aku hanya akan memberikanmu waktu 2 hari lagi," ucap Amadeo.

Emily duduk dengan gusar, sedikit menahan amarah dengan memasang wajah datar. Pria itu, kenapa random sekali memilih pembicaraan merwka berdua.

Tak mendapat jawaban Amadeo tersenyum tipis, "Itu surat kepemilikanku atas butik ini, 65% nya," jawab Amadeo.

"Kau harusnya tahu bukan? Ibumu mendapatkan pinjaman dengan syarat ia harus menjual saham butiknya 65%," tanya Amadeo.

Emily tahu. Demi memperbesar butik kesayangan, momnya melakukan itu dan dia berhasil. Berhasil membuat butik itu menjadi yang terbesar dan tereksklusif di Washington DC. Tapi dulu saat Emily bertanya dengan siapa ibunya bekerja sama, momnya tidak akan pernah mau membahas itu, bahkan menyembunyikan hal itu dari dadnya. Dan disinilah sekarang si pemilik 65% nya. Dugaannya benar kan? Amadeo sudah mengincar keluarganya. Pria itu hanya menunggu waktu yang tepat dan inilah hasilnya sekarang.

"Aku tidak tau apa yang kau pikirkan tapi aku baru membeli saham 65% butik ini sehari yang lalu dari seorang rentenir di New Jersey," ucap Amadeo.

Emily terkesiap kaget tapi gadis itu buru-buru menghilangkan ekspresinya.

"Aku hanya ingin bilang, aku yang akan memegang kendali butik ini dan memperluasnya dengan membuka cabang di beberapa negara bagian AS, tentu saja dengan bekerja sama dengan McChandler," ucap Amadeo datar juga, membalas ekspresi gadis itu.

"Memperluas jangkauannya itu tak masalah tapi yang harus kau tahu butik ini tidak bisa membuka cabang apalagi bekerja sama dengan McChandler, aku tidak setuju," jawab Emily.

"Itu yang bisa kukatakan sekarang. McChandler adalah pilihan terbaik saat ini dengan mall-nya yang tersebar di banyak negara bagian. Bekerjalah dengan baik, aku rasa perusahaan Reagan sudah rindu padamu," ucap Amadeo.

Pria itu keluar ruangan kantor Emily tanpa pamit.

Emily menatap nanar pada dokumen Amadeo yang berada di atas meja, "Rentenir New Jersey, huh? Kenapa mom tak pernah bilang sesuatunya padaku?"

###

Emily berjalan tidak semangat menuju ruang kerjanya. Ia menenteng paperbag besar di tangan kanannya. Ia terlambat dan ia tidak peduli, lagipula Reagan pasti akan memaafkannya. Dia manajer pengertian. Walau itu cuma s e d i k i t.

Gadis itu membuka pintu ruang kerja, tetapi meja David tidak berada di sana, lebih tepatnya menghilang.

Emily berjalan cepat menuju mejanya saat Alana mengangguk padanya.

"Hati-hati, manajer baru," Alana setengah berbisik pada Emily.

Emily hanya menanggapi dengan senyuman, "Dia memilih berada di ruangannya sendiri, huh?" tanya Emily, "Siapa namanya?"

"Mutasi pegawai dari perusahaan Reagan satunya. Aku juga lupa namanya," jawab Alana tersenyum kecut.

"Jangan cemberut sayang, aku akan menemukan cara agar kau bisa melihat David secepatnya. Tapi dia benar-benar gila."

"Aku sudah bertemu dengannya kemarin jadi tidak perlu, dan apa maksud dari gila itu?" tanya Alana, pipi gadis itu bersemu merah.

"Kau hanya bertemu di koridor kan atau mungkin di lobby, tidak benar-benar mengajaknya berbicara?" tanya Emily, "Dalam waktu seminggu ia bisa menjadi direktur, itu hebat."

Emily segera berkutat dengan komputer mejanya yang begitu dirinduinya itu. Saat jam makan siang, Emily membagikan buah tangan pada rekan-rekannya. Ia membawakan hadiah bermacam-macam. Sebelum pulang, gadis itu memang menyempatkan diri untuk berbelanja.

"Berikan ini pada David, bilang padanya aku menyuruhnya untuk memakannya berdua denganmu," ucap Emily sambil memberikan kotak coklat yang berukuran sedang.

"Dasar, kenapa menggodaku seperti itu," jawab Alana.

"Pokoknya lakukan saja," jawab Emily.

###

Emily menatap gusar pada berkas-berkas yang ada di hadapannya. Berkas bukti bahwa pemilik dari perusahaan sang ayah sekarang adalah Amadeo, bukti bahwa rumahnya itu disita oleh bank dan berkas kepemilikan butik oleh Amadeo. Ia sedang duduk tidak tenang di ruang tamu rumahnya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Tidak, dia berjanji besok dia akan pergi jadi itu bukan sebentar lagi. Tadi siang Keela sudah memberitahunya jika apartemen yang ditanyakannya bisa siap besok siang jadi Emily bisa bersiap-siap.

Emily menyandarkan tubuh dan kepalanya pada senderan sofa. Ia merasakan pusing hebat yang mendera kepalanya. Bagaimana tidak, hari ini bahkan ia melewatkan semua jam makannya.

Emily bangkit dan berjalan keluar dari sana. Ia menaiki anak tangga menuju kamar dady-nya. Gadis itu mengusap pelan kening dadynya, sama seperti dulu saat-saat dadynya masih sehat. Emily selalu merasakan sentuhan ayahnya seperti yang ia lakukan walau ia tidur paling tidak dadynya akan datang ke kamarnya, mengusapnya seperti itu dan mencuri ciuman di keningnya.

Emily meneteskan air matanya. Ia sudah tidak bisa menahannya. Sudah lama sekali sejak ia tidak bisa mengeluarkan emosi bernama tangisan. Mungkin sejak momy-nya meninggal 1 1/2 tahun yang lalu. Tidak, mungkin sejak 1 tahun yang lalu saat ayahnya jatuh sakit.  Harapannya pada butik momy-nya sudah sirna.

Gadis itu terisak pelan lalu mengambil ponsel touchscreen-nya. Emily duduk di pinggiran ranjang lalu menghubungi sebuah nomor yang didapatnya pagi tadi.

Saat pria diseberang sana menjawab teleponnya, Emily merasa sesak napas."Aku ingin bertemu," ucap Emily datar.

"Kau tidak apa-apa? Dimana kau?" tanya Amadeo.

Kenapa pria itu malah terlihat khawatir sekali padanya?

"Aku bilang aku ingin bertemu," ucap Emily, gadis itu masih menggunakan suara datarnya.

"Aku tanya dimana kau Emi?" Amadeo membentaknya.

Pria itu tidak sedang pura-pura khawatir kan?

"Aku di rumah, aku minta...,"

"Kita bertemu besok, istirahatlah sekarang," ucap Amadeo, suara pria itu melembut pada akhirnya.

"Kita bertemu besok dan aku akan berubah pikiran, beri tahu aku dimana kau menginap," jawab Emily.

"Biar aku yang menjemputmu, 15 menit ...."

"Kirimi aku pesan, aku menunggu," jawab Emily cepat lalu memutuskan hubungan telepon itu.

"Damn! Wanita itu mengunjungiku hampir tengah malam seperti ini?"

Emily bangkit lalu mencium kening dady-nya, "Semoga dengan cara ini semuanya akan baik-baik saja, dady," bisik Emily pelan.

###

Emily menilik kembali ponselnya. Ia tidak salah jalan kan? 920 I ST NW#1012, WASHINGTON, DC 20001 kawasan apartement elite. Bodohnya ia, tentu saja pria sekaya Amadeo mana mungkin tidak bisa membeli apartement itu.

Gadis itu memarkirkan mobilnya baru menuju resepsionis. Saat ia mengatakan ingin bertemu D'Angelo, ia langsung diberi kartu masuk ke penthousenya. Dia berada di penthouse? Lelaki itu menghamburkan begitu banyak uang hanya untuk tinggal di penthouse padahal dia hanya disini untuk beberapa hari? Ralat- sampai tuntutan hukum untuk ayahnya selesai.

Emily segera menaiki lift dan menuju ke lantai 37. McChandler group benar-benar kece, bahkan untuk sebuah apartemen ditengah kota, bangunan itu mengalahkan kantor Reagan. Oh belum tahu ya? Apartemen ini salah satu property McChandler.

Emily keluar dari lift. Gadis itu baru menapakkan langkah kedua dilorong penthouse tiba-tiba lampu dari dalam menyala.

Amadeo menunggunya disana, berdiri dengan melipat tangan dan sisi kanan tubuhnya bersender pada dinding. Kaos abu-abu tipis itu memperlihatkan otot dadanya yang keras dan dia terlihat lebih muda dengan rambut ikal selehernya yang ia kucir. Pria itu memakai jeans yang sudah memudar dan dengan itu, ia memberi kesan yang berbeda.

"Kita duduk," ucap pria itu. Dia mendahului berjalan menuju ruang tamu.

Emily mengekor Amadeo yang duduk. Ia berada diseberang meja dengan Amadeo. Ruangan itu lebar dengan mebel dan marmer warna cokelat muda yang memberikan kesan simpel. Skandinavian sofa panjang-bisa diduduki 7 orang - flat TV berukuran besar, Dvd player, dan beberapa sofa kecil.

"Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Amadeo, sedikit ada nada tidak suka darinya.

Helow. Bukankah tadi dia khawatir padanya kenapa sekarang dia malah seperti itu. Atau hanya Emily saja yang terlalu percaya diri.

Sejak wanita itu masuk ke dalam penthousenya, ia berhasil membius Amadeo dengan penampilan casualnya. Memakai baju sifon merah yang berpotongan asimetris -pendek depan panjang belakang- celana jeans mini dan ankle boot heels warna merah. Kenapa wanita itu harus memakai warna merah?

Saat Emily menjawab pertanyaannya, Amadeo malah memperhatikan bibir Emily yang sedang berbicara tanpa memperhatikan apa yang diucapkannya. "Itu tidak masalah untukku tapi aku tidak setuju tentang butik. Aku ingin memperbesar namanya," jawab Amadeo.

Tunggu tadi wanita itu bilang bahwa dirinya bersedia menjadi wanitanya asalkan dia tidak menyeret dady-nya ke ranah hukum dan mengembalikan rumah Emily, benar itu tidak masalah tapi soal persyaratan tentang butik ia tidak bisa menerimanya.

"Aku ingin memerger butikmu dan perusahaan lingerie milikku, aku kira itu bukan hal yang buruk. Keuntungannya untukmu 70% dan 30% untuk kami," jawab Amadeo.

"Keuntungan apa yang kau dapat dari itu, apa kau cukup puas hanya dengan 30%?" tanya Emily. Ini terasa janggal.

Amadeo bersandar pada punggung sofa, "Aku tidak menyiapkan rencana apapun, jika kau berfikir suatu saat aku akan menusukmu dari belakang soal butik peninggalan momy-mu," jawab Amadeo.

"Lalu soal pinjaman hutang ayahku dibankmu?" tanya Emily.

"Sejak kau berkata kau mau jadi wanitaku, aku anggap semuanya lunas," jawab Amadeo cepat.

"Jadi kita sepakat? Untuk berapa lama?"

"Sampai aku tidak menginginkanmu," jawab Amadeo.

Emily tersenyum ketus, "Itu terasa jahat."

"Sekarang berdirilah dan tanggalkan bajumu, semuanya! Telanjang didepanku," ucap Amadeo, ekspresi mukanya tidak terbaca bahkan ia menutup mulutnya dengan tangannya yang mengepal.

Emily menghela napas cepat lalu tersenyum meremehkan. BAJINGAN.

Amadeo memperhatikan Emily, gadis itu berdiri dari duduknya lalu meletakkan tas tangannya ke meja. Ia menanggalkan baju sifonnya lalu menuju bawah melepaskan celana jeans mini-nya. Yang tertinggal hanyalah bra dan celana dalamnya. Mereka berwarna merah lagi.

"Tunggu," sela Amadeo, ia kembali menyandarkan punggungnya pada sofa, "Kemari."

Emily menurutinya dan bergerak maju menuju Amadeo saat Emily berhenti, Amadeo bangkit dari duduknya dan berhenti di belakang Emily.

"Apa kau berfikir aku akan berkata karena aku sudah membelimu kau harus melayaniku malam ini," tanya Amadeo.

"Ya, seperti itu  atau sejenis itu," jawab Emily.

Amadeo mendaratkan tamparan di bokong Emily, "Aku bukan lelaki bajingan, jaga bicaramu!" bisik Amadeo ditelinga Emily.

"Seorang wanita yang membuang harga dirinya untuk ayahnya, apa kau kira aku berhak membuat luka yang lebih dalam lagi selain itu?" tanya Amadeo. Lelaki itu menyibakkan rambut yang berada di punggung Emily kedepan badannya.

Emily menggeleng lalu berujar, "Terima kasih."

Amadeo mendaratkan satu tamparan lagi di bokongnya yang lain, "Salah, bukan terima kasih."

Ada desiran aneh dihati Emily saat Amadeo mendaratkan tamparan itu, "Aku minta maaf.

"Lanjutkan kegiatanmu," ucap Amadeo, lalu ia kembali duduk di kursinya.

Emily membuka kaitan bra yang ada di depan dan melepasnya. Mata Amadeo intens memandanginya. Emily membuka celana dalam bertalinya itu. Dan begitulah ia, berdiri didepan Amadeo tanpa sesuatu.

Keheningan menyelimuti mereka dengan Amadeo yang terus mengamatinya, menilai.

"Bagus, tidak ada tato," ucap Amadeo singkat.

Emily sedikit membuka mulutnya, ada rasa kesal bahkan ada rasa ingin mencekik laki-laki yang sedang duduk di depannya itu.

B R E N G S E K ! !

Bersambung .....

Yohooo. akhirnya aku ngupload ini dulu daripada si SM atau si GV

Kasih komennya ya :D Votenya juga ahahaha xD

Bagi yang masih bingung, kan kemarin ada penjelasan hutang bapaknya Emily itu yang pertama $63,995.27 itu adalah uang korupsi yang digunakan sang ayah untuk membangun pabrik, jadi pabriknya itu disita sama Amadeo.

Terus yang $89,976.45 itu utang Bapaknya Emily ke bank buat ngebiayai ibunya, pihak banknya ngeclaim kalo rumah Emily jadi jaminan jadi disita ama pihak Banknya. Dan Banknya itu juga milik Amadeo :D

Semoga penjelasan ini membantu. dan penjumlahan dari keduanya kalo dirupiahkan itu hampir mendekati angka 2 milyar.

* F**k : ga semua arti kata itu menuju atau berbau tentang yah begitulah, tetapi bisa juga digunakan untuk ekspresi marah, bahkan bisa untuk ekspresi senang, tergantung penggunaan kata. Tolong cari saja di oxford dictionaries online :)

* Rendezvous : (mempunyai banyak arti, cari aja di google :D tapi Rendezvous yg disini punya arti --> pertemuan dengan seseorang yang diatur untuk waktu tertentu dan tempat tertentu dan bersifat rahasia. Biasanya dilakukan pasangan yang orang tuanya tidak setuju akan hubungan mereka kaya RomiJuli gitu :D)

 * Skort : celana pendek dengan detail seperti rok dibagian depan dan celana dibagian belakang.

==> Sialan, apa yang aku lakukan? Menyuruhnya telanjang hanya untuk alasan sebuah tato!

Melongo nggak tuh kalo ternyata Fabian masih kecil hahaha xD

Continue Reading

You'll Also Like

998K 13.7K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
2.2M 18.7K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
194K 1.1K 24
[21+] Diadopsi oleh keluarga kaya raya bukan bagian dari rencana hidup Angel. Namun, ia anggap semua itu sebagai bonus. Tapi, apa jadinya jika bonus...
315K 16.5K 48
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...