Writing One Week

Por lokatraya

458 60 80

Tantangan menulis dalam seminggu. check our style! Mais

Romance//Ainul
Romance//Jun
Romance//Mira Praher
Action//Aprillah S.
Action//Tasya
Action//Ismiptr
Action//Trijaya Sastia
Comedy//Kywan
Comedy//Gege

Comedy - Anggraita Suasana

67 6 12
Por lokatraya

Ditulis oleh: EfekRumahAnggra
Judul: Sebuah Kisah Cinta Bersama Ibu
.
.
.
.


"Ehhhh, Mah jangan diganti, AAAAAAAAAAAAAAA!" Aku mencoba merebut remot televisi yang dirampok oleh ibuku sendiri. "Bertahanlah NialKUUUUUU!"

"Kuch Kuch Hota Hai udah mulai, ada Shahrukh Khan, Dek. Shahrukh Khan!" Ibuku ambisius. Sangat.

Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya sekarang, karena siaran ulang konser One Direction tayang saat ini. Dan sekarang lebih dari berteriak, aku ingin menggonggong tepat di depan wajah ibu.

Dia menggantinya tepat di depan wajahku, aku dihina oleh ibuku sendiri. Ini sebuah kekonyolan yang tidak pernah akan masuk ke akal semua orang. Nial Horan lebih hebat daripada aktor India yang AAAAAAAAARRRGGGGG.

"Mah, ganti, ah! Itu film udah sering diulang-ulang juga di tv. Gantian aku dong!"

"Enggak! Kamu tuh dari tadi nonton tv mulu. Kamu harusnya belajar, sana!"

Aku menggerutu. Aku baru saja semenit menonton televisi. Baru. BARU! Ini terasa menyebalkan.  "Tapi aku baru—"

"Kamu berisik banget, sih. Kalau nilai kamu turun, jangan harap dapet uang jajan lagi!"

"AAAARRRRGGGGHHHH!"

***

"Mah, aku tuh mau jalan sama Nata sekarang…." Aku mengeluh sambil mendorong troli belanjaan.

Ibu mengambil beberapa barang dari rak bagian kamar mandi. Aku tidak peduli.

"Mah!"

"Ini udah malem, Dek. Kamu nggak boleh keluar malem-malem tanpa seizin dan kehadiran mamah! Lagian waktu mamah dulu sekolah dan seusia kamu, mamah nggak pernah keluar tuh malem-malem."

"Jangan disamain dong aku sama mamah dulu, dulu mana ada sih tempat-tempat seru kayak sekarang? Kalau pun ada, pasti mamah nggak pernah diajak keluar jalan-jalan, karena mamah itu kaya batu."

"Kata siapa? Mamah itu dulu gaul banget, tapi mamah tau aturan, ya, Dek." Ibu menaruh beberapa barang di troli. "Kalo kamu sampe kebablasan sama Nata gimana?!"

"Sssstttt! Jangan berisik, Bu." Seseorang memperingatkan. Ibu meminta maaf.

Aku berbicara pelan. "Mah, makanya jangan doain aku yang aneh-aneh sama Nata. Lagian aku juga anak baik-baik kali."

"Anak baik apanya?! Kemarin mamah liat kamu naik motor bertiga sama temen kamu!"

"Sssstttt! Jangan berisik, ya, Bu. Sekali lagi," kata orang itu lagi.

"Eh iya, Mba. Maaf."

"Jangan berisik dong, Mah. Bikin malu aja. Ah udahlah, lagipula aku nggak pernah tuh naik motor bertiga," ucapku. Sebenernya memang kemarin aku melakukan tindakan bodoh seperti itu. Ya, itu memang memalukan.

"Udah, ya. Pokoknya kamu nggak boleh keluar malem sama siapa pun!"

"Bodo!" Aku memutarkan bola mataku. Mendengkus sebal. Sekali lagi, Nata itu baik!

"Nah." Ibu tersenyum. "Kan bagus kalau gitu."

"AAAARRRRGGGGHHHH!"

"Aduh …, maaf Ibunya sama Mbanya. Jangan berisik! Ini bukan tempat pengaduan kehilangan, jadi dimohon jangan berisik!" Perempuan asing itu tidak jelas. Sekali.

"Bodo amat, Mba! Nggak usah ngurusin hidup orang!"

***

Aku menyisir rambut cokelat kemerahanku sembari melihatnya di cermin. Cantik. Jika aku laki-laki, mungkin aku akan menyukai gadis yang ada di cermin tersebut.

Aku bersenandung.

"Cantiknya anak mamah, rambutnya liat dong! Kaya pantat ayam," kata ibu dengan suara menyindirnya. Ini tempat privasi, Bu! Mengapa masuk-masuk begitu saja? Rasanya aku ingin berteriak.

"Ini lagi ngetrend tau, Mah."

"Ngetrend apanya?"

"Kenapa sih mamah selalu nggak suka apa yang aku lakuin?!"

"Mamah selalu suka apa yang kamu lakukan, kok. Kaya masak telor, berenang atau manjat pohon 'kan?"

Itu berbeda. Sangat jelas itu sangat-sangat berbeda. Betapa sialnya memiliki ibu seperti ibuku. Namun aku tahu satu hal, ibu tidak akan senang dengan apa yang aku lakukan.

"Dek?"

Aku menggumam.

"Dek?!"

"Apa?!"

"Kamu rubah warna rambut kamu, gih!"

Dahiku mengernyit. "Nggak, nggak! Enak aja! Aku bayar mahal tau, Mah, ke salonnya."

"Emang mamah peduli? Lagian kamu juga nggak bilang kalau mau ngecat rambut kamu. Kaya pinggiran koreng tau nggak warnanya?"

"Kalo aku bilang dulu ke mamah, mamah pasti nggak ngizinin, kan?"

"Iyalah. Emangnya biar apa, sih? Biar keren? Nggak keren tau! Udah sini mamah cat ulang rambut kamu!"

Tiba-tiba saja di tangan ibu ada sebuah kuas dan semangkuk cat rambut bewarna hitam di atas lantai. Kemudian ibu memegangi rambutku. Rambutku bewarna cokelat merah yang indah.

"Mamah, jangan!" Aku menghindar.

"Sini mamah cat rambut kamu!" Ibu mengejarku. Mengejarku yang berlari demi menghindar dari sebuah kuas dan catnya yang hitam legam. Tidak. Dosa apa aku, Tuhan?

Tolong berikan ibuku hidayah-Mu.

***

"Wah! Tumben-tumbenan kamu nyapu rumah. Kamu kesurupan?"

Aku masih asik menyapu lantai. Tertawa karena sesuatu. "Hehehe, lagi seneng aja. Jadi aku nyapu, deh."

"Terusin, ya! Mamah mau nonton Shahrukh Khan dulu…." Ibu berjalan ke arah tempat televisi berada. Kemudian duduk di sofa.

Aku datang menghampiri ibu. Memijat bahunya.

"Kamu beneran kesurupan, Dek? Ayo kita periksa ke dukun beranak!"

"Ih, apaan sih, Mah. Aku tuh lagi seneng."

"Pasti karena ada maunya."

"Enggak, kok."

"Terus?"

Aku bergumam seperti serigala. Tertawa kemudian seperti orang normal. "Kan si Dahlia punya hape baru—"

"Terus kamu mau minta hape baru?"

Aku tertawa garing, lebih dari cukup seperti kripik kentang.

"NGGAK!"

"Mamah yang cantik … baik seperti ibu peri, anakmu ini ingin hape baru seperti teman-temannya, bisakah ibu peri mengabulkannya?" kataku tak tahu malu. Demi sebuah hape keluaran terbaru.

"Nggak." Ibu tak peduli. Asik menonton Shahrukh Khan.

"Ah … mamah mah …, kan temen-temen aku itu udah pada punya hape baru semua. Masa aku doang yang masih pake hape lama? Kan malu."

Ibu diam. Tetap seperti batu.

"Mah."

"Kamu mending belajar, Dek. Kamu itu baru kelas 1 SMA, nggak usah yang aneh-aneh. Hape kamu juga masih bagus."

"Mamah nggak tau, sih." Ya, ibuku tidak tahu. Bahwa perangkat lunak itu bisa membawa banyak perubahan. Aku tidak ingin hanya diam dan memperhatikan telepon-telepon keren milik teman-temanku.

"Nggak tau apa? Nggak tau kalau harga hape baru itu ngalahin pengeluaran kita selama satu bulan? Nggak tau kalau biaya sekolah kamu itu mahal? Nggak tau kalau mamah kerja seorang diri buat hidupin kita berdua?!"

Aku tersetrum. Mamah mengungkit biaya sekolah, pekerjaannya dan itu membuatku tak terstruktur. Aku ingin berkata bahwa tidak sebaiknya ibu berkata seperti itu. Jika dia memang tidak ingin membelikan piranti baru itu juga bukan masalah. Mungkin aku hanya menjadi bahan olokan di sekolah nanti.

Aku kecewa.

Berlari ke kamar. Sedih, menangis dan marah. Semuanya tak tertahan.

***

"Udah 2 Minggu, lo nggak mau pulang ke rumah?" tanya Melani.

Yup. Aku pergi sudah 2 Minggu dari rumah. Aku benci ibu, dia tidak pernah membelaku. Saat menonton televisi, pergi bersama Nata atau mengecat rambutku. Tidak pernah terbersit satu kali pun keinginanku di pikirannya.

Aku masih sekolah tentunya. Dan aku mengendap-endap saat sekolah, aku takut ibu mencari-cariku di sekolah, namun ternyata tidak. Dia tidak pernah mencariku. Mungkin dia senang karena beras di rumah tidak akan cepat habis.

"Ntar! Kalo ibu gue nyariin gue!" ketusku.

"Ya ampun, Ra! Kasian ibu lo, lo mau dikutuk jadi batu? Bahkan lebih parah dari itu?" Melani bernapas. "Lo dikutuk jadi penari cadangan!" Ayolah, penari cadangan lebih rendah daripada satpam sekolahku di klub tari.

"Bangke!"

Aku ingin menumpuknya dengan batu. Hingga suara malaikat terdengar.

"Melani, Rara, makan dulu…!"

Malaikat itu ibu Melani. Dia baik, ramah dan selalu tersenyum. Dua Minggu sudah dia selalu baik padaku. Dia tidak pernah bertanya mengapa aku berada di sini lebih dari beberapa hari.

Melani dan ibunya adalah sahabat. Sahabatku saat ini. Kami membuat kue, merawat tanaman dan makan malam bersama. Seperti kegiatan yang aku dan ibuku selalu lakukan.

Tunggu! Aku tidak perlu mengingatnya.

Idiot.

***

Suatu Minggu di pagi hari, aku terbangun. Tidak seperti Minggu-Minggu lainnya, saat aku hanya bangun di jam 9 pagi. Namun kali ini tepat jam 6 pagi. Aku harus membantu ibunya Melani, dia sudah baik sekali. Mungkin membantunya membuat sarapan, apa lagi selain itu yang bisa dikerjakan di pagi hari? Membangun candi? Atau berkokok seperti ayam? Sepertinya itu gila. Dan konyol.

Namun dapur kali ini sepi, tidak ada apa pun. Hanya suara api, bumi, angin dan udara. Seperti sebuah kartun. Oke, sebenarnya aku mendengar suara seseorang, mungkin dua orang sedang berbicara. Aku mendengarnya dari arah luar, tepat pintu belakang dapur.

Aku mendengar dan mengintip.

Ibu Melani dan seorang perempuan, seorang perempuan yang sepertinya sangat familier.

"Maaf ya udah ngerepotin, ini uang buat keperluan-keperluan Rara. Maaf ya sekali lagi, ibunya Mel. Kalau uang yang kemarin-kemarin masih ada sisanya, buat ibunya Melani aja, anggap saja kalau itu adalah biaya telah menampung Rara."

"Iya, nggak apa-apa mungkin beberapa hari lagi dia akan pulang. Nggak ada seorang anak yang akan tahan tanpa tatapan, senyuman dan suara dari ibunya sendiri."

***

Aku memandang sebuah rumah yang selama hampir seumur hidupku, aku tempati. Aku tahu ada seseorang yang menungguku di sana, dengan senyuman, tatapan dan suaranya.

Dan aku tahu satu hal lagi.

Aku akan selalu menyayanginya.

***

Sebuah Kisah Cinta Bersama Ibu

***

Terimakasih:

Tuhan Yang Maha Esa
Semua inspirasi saya
Anggota grup Lokatraya
Pembaca yang budiman
Kamu

***

Bukan kisah cinta laki-laki dengan perempuan, bukan?

Continuar a ler

Também vai Gostar

219K 2.3K 13
Megan tidak menyadari bahwa rumah yang ia beli adalah rumah bekas pembunuhan beberapa tahun silam. Beberapa hari tinggal di rumah itu Megan tidak me...
2 Hati 1 Cinta Por rindi

Outros géneros

129K 11.7K 93
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...
MAS BULE ~ BL Por July

Outros géneros

1.1M 87.3K 87
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
554K 2.8K 18
Cerita ini bagian dari @fantasibersama