Action//Ismiptr

61 8 10
                                    

Ditulis oleh: Ismiptr
Judul: Para Pemberontak
.
.
.
.

Semua terjadi begitu cepat, sebuah bom jatuh dari angkasa dan meluluhlantakkan bumi dengan ledakannya yang maha dahsyat, dalam sekejap ribuan nyawa telah melayang. Malam ini, bumi bagaikan tengah mengalami hujan darah, potongan-potongan tubuh serta bau amis darah yang menusuk berserakan di sekeliling jalan. Aku bersama mereka yang selamat hanya dapat menyaksikan semua bencana ini dengan tatapan nanar.

Suara tembakan, ledakan, raungan kesakitan, teriakan ketakutan seolah-olah menggambarkan keadaan malam yang kelam ini. Aku bersama teman-temanku yang lain, berusaha membawa membawa mereka yang selamat ke tempat yang lebih aman. Tapi, seolah-olah tentara itu tidak member kami ampun, mereka terus menembak kami.

Terlihat jelas ketakutan di wajah kami, kami terus bertanya-tanya akan apa yang sebenarnya terjadi saat ini? Mengapa semua ini terjadi? Apakah kami akan mati? Kami terus bertanya-tanya tanpa ada jawaban. Yang jelas, mereka telah menemukan kami. Dan itu… Bencana!

Seolah tak cukup sampai disitu, gerombolan pesawat tempur kembali berdatangan menembak kami yang sudah tidak berdaya, meluncurkan bom dan membunuh kami, dan aku tidak tahu harus berbuat untuk menyelamatkan mereka semua. Aku hanya mampu menembak mereka, walaupun itu percuma karena jumlah mereka yang sangat banyak.

“Semuanya masuk ke dalam hutan, jika kalian ingin selamat. Cari perlindungan yang aman, cepat!” teriakku kepada mereka.

Aku menoleh kepada mereka teman-temanku, “Kita bunuh mereka semua, apapun yang terjadi! Bahkan sekalipun kita mati,”

Jason, Aeera, dan Regal mengangguk dan dengan langkah mantap. Kami bergerak maju dan membunuh mereka yang menghalangi langkah kami.

Sejam sudah setelah bom itu jatuh dan meluluhlantakkan tempat tinggal kami, para tentara itu terus berdatangan tanpa henti, menyiksa, membunuh, mereka yang tak tahu menahu atas apa yang terjadi. Dan aku juga tak henti-hentinya menembak para tentara-tentara keparat itu.

“Kita harus bagaimana Sa? Mereka semakin banyak,” ujar Aeera temanku yang sudah mulai kelelahan.

“Aku tidak tahu Ra, tetap tembak mereka. Selagi aku memikirkan rencana supaya kita bisa mengusir mereka dari sini,” jawabku.

“Tapi Sa, kita tidak punya banyak waktu. Posisi kita semakin terdesak. Cepat atau lambat mereka akan menemukan kita dan membunuh kita,” ujar Jason tak kalah khawatir.

Aku mendecih. Kita terdesak.

“Ada orang diatas gedung sana! Cepat tangkap dan bunuh mereka, jangan biarkan seorangpun hidup. Para pemberontak bodoh itu harus dimusnahkan!” ujar salah satu tentara yang melihat kami.
“Sial! Mereka menemukan kita,” umpat Regal.

“Semuanya berpencar! Jangan sampai tertangkap!” teriakku.

Mereka mengangguk, Jason dan Aeera berlari ke arah barat, sedangkan Aku dan Regal berlari ke arah timur. Para tentara itu membagi dua kelompok dan berusaha mengejar kami. Aku dan Regal berlari melompati gedung-gedung dan sesekali melepaskan beberapa tembakan kepada para tentara itu. Tapi, para tentara itu seolah tak menyerah dan terus berusaha mengejar kami. Tubuhku sudah berdarah terkena peluru tapi aku tidak peduli.

“Cepat Sa! Masuk ke dalam hutan, mereka pasti akan sulit mendapatkan kita di dalam hutan ini,’ ujar Regal.

Aku mengangguk. Kami berlari memasuki hutan tak bertuan ini dengan para tentara yang masih mengejar kami. Aku melompati beberapa ranting-ranting pohon yang tajam bahkan beberapa kali tubuhku tersayat ranting yang tajam. Tapi kami masih terus menyusuri hutan yang rimbun ini.

Writing One WeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang