Comedy//Kywan

55 6 7
                                    

Ditulis oleh: Kywan
Judul: Filosofi Nama Yayan
.
.
.
.

Gue punya temen, namanya Dadang Sukandang. Biasa dipanggil Yayan. Lah? Jauh amat. Ada kisahnya nih. Dulu, waktu SD kite punya temen namanya Asep, tapi nggak Kasep. Asep ini suka jahilin temen-temennya, termasuk gue dan Yayan.

Kebetulan, pada saat itu anak-anak lagi zamannya saling ngatain nama bapak. Alhasil mereka yang belum sempat menjadi korban berusaha menutup-nutupi fakta di balik nama bapak, eh, atau nama bapak di balik fakta, eh, atau bapak di balik nama fakta. Eh, apa si, nj*nk? Nggak jelas gue.

Singkatnya, waktu itu Yayan satu-satunya yang masih belum diketahui siapa nama bapaknya menjadi incaran Asep si tukang tubir. Jadilah Asep jadi detektif dadakan. Mencari jejak di balik nama DADANG SUKANDANG. Berbagai macam hal ia lakukan, mulai dari berguru pada Upin dan Ipin, lalu menantang nyawa memencet jerawat Kak Ros, yang pada akhirnya berujung pada konspirasi kemakmuran yang disebabkan oleh kontroversi hati dan labil keinginan.

Lelah ke sana ke mari tak kunjung temu bukti, akhirnya Asep datang menemui gue.

"Jay, gimana nuich? Daku belum dapat kesempatan mengetahui nama ayahanda dari seorang Dadank Sukandank(baca: Dedeink Syukendeink)," tanyanya pada gue kala itu. Pun gue yang tak tahu musti berbuat apa, lantas hanya diam menyesali dan mengutuki perbuatan Asep kala itu. Loh kok ngutuki si Asep? Iyalah! Gimana enggak? Orang dia nyamperinnya pas gue lagi boker!

"Yowes lah, Ass. Dari pada ribet mending tanyain aja langsung ama bapaknya," ujar gue sambil cebok. Jangan tanya kenapa gue nggak panggil dia 'Sep', atau kenapa malah 'Ass' yang terkesan kalo Asep ini kaum pantat tipis. Ya gue nggak mau aja lah ya, nanti dia kegeeran, dikiranya gue panggil dia Kasep.

"Hmm, boleh juga idemu, Jay. Ayo! Langsung saja kita ke rumah Dadank."

Gue dan Asep memulai perjalanan ke rumah Yayan. Mendaki gunung lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudra. Bersama Asep bertualang(yang nyanyi gue tabok).

Setelah melewati segala rintangan, sampailah kami berdua di depan rumah Yayan. Bapaknya Yayan rupanya baru pulang kerja dan duduk di teras sambil membaca koran.

FYI(ceilehhh, sok-sokan pake singkatan gehol), rumahnya Yayan alias Dadang ini diapit oleh kandang sapi dan kambing milik tetangga. Yayan pernah bercerita kalau emaknya sebelum melahirkan Yayan bermimpi ngemutin kayu kandang punya tetangga. Jadilah asal usul nama belakangnya yaitu, SUKANDANG.

"Asalamu'alaikum bapaknya Dadang," sapa Asep

"Eh? Besfrennya Dadang ya? Nyariin Dadang? Dadangnya di belakang tuh lagi main kuda-kudaan sama ayam." balas bapaknya Yayan.

"Eh, eum, anu, pak," ujar Asep malu-malu. Ia menyikut tanganku supaya membantunya.

"Anu, pak. Mau nanya, nama bapak teh siapa ya?"

"Hmm, dalam rangka apa kamu bertanya soal nama bapak, wahai anak muda?" Gue dan Yayan pun saling berpandangan.

"Kita dapat tugas untuk mendata nama-nama orang tua murid, pak."

Belum sempat bapaknya Dadang menjawab. Tiba-tiba Dadang datang membawa seekor ayam dalam gendongannya.

"Pak, ayamnya ayan nih!" ujar Yayan menepuk bahu bapaknya kencang.

"Eh! Ayan! Yayanyayayanyan!" latah bapak Yayan.

"Haduuhh, dang dang. Bikin bapak kaget aja. Ada apa toh?"

"Ini pak. Ayamnya ayan habis tak kasih main sama kucing."

"Mana sini bapak liat. Oh iya, ini temen-temenmu datang ngajak main ... loh yang satunya mana?"

Gue memandang ke arah yang sama dengan bapaknya. Rupanya Asep sudah tak lagi ada di sana. Gue hanya bisa berdo'a semoga ia tenang di sisinya, di sisi ibunya maksudnya. Setelah dicari-cari, rupanya Asep sudah berlari keluar komplek.

Tak paham apa yang dilakukan dengan Asep, gue pun mengabaikannya dan membantu Yayang menyembuhkan ayamnya yang ayan.

Keesokan harinya, Yayan berterimakasih ke gue karena sudah menyelamatkan Lee Min Ho, ayam kesayangannya yang kemarin ayan.

Sedang asyik-asyiknya bercengkrama, tiba-tiba Asep datang melempar tasnya ke atas meja.

"HA HA, Dadang Sukandang! Akhirnya aku sudah tahu nama bapakmu!" ujarnya lantang. Teman-teman di kelas pun mulai heboh.

"Hah? Yang benar, Sep? Siapa emang?" Tanya salah satu dari mereka.

"Nama bapaknya Dadang adalah ...

Jeng jeng jeng jeng

Yayan bin Ayan."

"Heh! Sembarangan! Nama bapakku itu bukan Yayan!" sela Yayan.

"Emangnya siapa nama bapakmu, Dang?" tanya gue.

"Bryan Sukiyan bin Ayano Sukiya."

"Dipanggil?" tanya gue lagi.

"Yayan." Gue dan satu kelas pun tepok jidat berjamaah.

Akhirnya, nama Dadang bak ditelan bumi, kini ia lebih akrab dipanggil Yayan. Terkadang Yayan berharap namanya yang dulu bisa dihidupkan kembali pakai edotensei. Namun, apa daya kalau sudah dipanggil Tuhan. Loh, kok jadi gini?

Sekian kisah filosopi nama Yayan dari gue yang kece badai ini. Pesan dari gue cukup satu, lindungilah nama bapakmu seperti engkau melindungi harga dirimu.

Writing One WeekOù les histoires vivent. Découvrez maintenant