(Un)forgiven Mistakes [Open P...

By avicennav

179K 21.7K 1.1K

[Open Pre Order] "Apa kabar?" Raga membuka suara. Nessa tak menjawab. Memang apa yang Raga harapkan? "Van--" ... More

01. Pertemuan Kembali
02. Aku Cuma Ingin...
03. Panggilan Sayangku Buat Kamu
04. Aku Menjagamu di Sini
05. Bukan Pacar
06. Sakit Hati Membuatmu Keras Kepala
07. Aku Sayang Kamu
08. Apa Hakmu Peduli Padaku?
10. Kita Balikan Ya?
11. Memunafikkan Diri di Bawah Hujan
12. Kamu Sangat Berharga Untukku
13. Masih Peduli
14. Egoisme yang Tinggi
15. Kesempatan
16. Merayakan Hari Damai
17. You Are the Reason
18. Lamaran untuk Raga
19. Saingan
20. Cemburu
21. Cincin Rumput
22. Mimpi Buruk yang Terjadi
23. Bukan Senja dan Fajar
24. Rencana
Voting, yuk! Penting!
Exclusive Pre Order! [70k + Bonus]
Ready on Google Play
Ready stok (50rb)
COMING SOON

09. Selalu Mendapat Ketenangan

5.8K 907 55
By avicennav

Vote dulu yaa

"Gue duluan ya." ujar Reyhan kepada teman-temannya yang duduk di satu meja yang sama dengannya. Ada Raga, Gani, Firman dan Adi di sana. Ia berdiri dan membalas lambaian tangan adiknya yang menunggu di luar kafe.

"Cantik ya si Nessa." celetuk Gani, tatapan tertuju ke arah Reyhan yang sudah berada di luar dan berbicara dengan adiknya.

"Cantik sih gak terlalu, Gan. Dia lebih ke manis." Firman ikut berkomentar.

Adi mengangguk-angguk, dia juga menyuarakan pendapatnya. "Dia banyak yang suka. Adek gue satu sekolah sama dia. Tapi katanya sih dia cuek gitu."

"Beneran?" Gani memastikan dan Adi mengedik saja. "Gimana menurut lo, Ga?"

Raga yang sedari tadi asyik dengan game di ponselnya mengangkat alis, "Apanya?"

"Adiknya Reyhan."

Raga mengernyit bingung, "Adiknya Reyhan?" lelaki itu membeo dengan nada tanya.

"Vanessa." Firman yang memperjelas.

"Ohh, cantik sih kayaknya. Tapi masih kecil." Raga mengangkat pundaknya acuh tak acuh. Dia kembali pada game yang tadi sempat dijedanya.

Mendengar jawaban itu, Adi menampilkan senyum tengilnya. "Kira-kira lo bisa gak macarin tuh cewek, Ga?"

Pertanyaan itu mendapat lirikan dari Firman dan gelengan pelan Gani. Sama-sama tahu bahwa Adi adalah yang paling tengil di antara mereka.

"Bisa lah." Raga menjawab singkat.

"Beneran?"

Raga mendengus pongah, dia meletakkan ponselnya di atas meja dan fokus ke arah Adi. Tidak terima ia direndahkan seperti itu, sedangkan semua orang tahu bahwa Raga Anthariksa adalah penakluk para gadis.

"Dapetin Andini yang katanya alim aja gue bisa, apalagi cuma gadis kecil kayak dia."

Adi menyeringai, "Gue punya tantangan buat lo."

"Gue terima asal apa yang gue dapetin setimpal."

"Ga, lo tahu sendiri Adi itu gila." Firman menimpali.

"Biarin, Fir. Kayaknya ini bakalan seru." Gani justru mendukung Adi.

"Tenang, Fir. Gue yang akan keluar sebagai pemenangnya. Jadi apa yang lo pengen gue lakuin?"

"Macarin si Nessa selama beberapa bulan setelah itu lo putusin dia."

Raga mengangkat dua alisnya tinggi, lalu tertawa seolah tantangan itu adalah hal yang lucu baginya.

"Itu gampang. Apa imbalannya buat gue?"

"Gue bersedia lo jadiin babu selama dua bulan."

"Deal."

Firman kembali mengingatkan, "Ga, Vanessa itu adiknya Reyhan, kalau lo lupa. Lo gak boleh mainin dia gitu aja."

Gani menyikut Firman, "Lo suka sama dia apa gimana?"

"Bukan begitu." Firman menghela napas. Teman-temannya ini bodoh atau apa?

"Lalu?" desak Raga remeh.

"Lo pikir deh, Ga. Kalau seandainya hal ini nyakitin Nessa gimana? Persahabatan kita sama Rey akan jadi taruhan."

"Karenanya, kita wajib merahasiakan hal ini dari Reyhan." Adi menyeringai lagi, "Dan elo, Ga. Jangan sampai main hati."

"Gak bakal gue main hati sama cewek bau kencur kayak dia." Jawab Raga jumawa. Mengapa harus bermain hati dengan gadis kecil jika di sekelilingnya saja ia bisa memilih perempuan-perempuan sebayanya yang menunggu untuk ia perhatikan?

***

Raga tidak tahu bahwa keputusan entengnya saat itu akan membuatnya menyesal setengah mati sampai ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri. Ia menyesal sudah menyetujui tantangan Adi. Ia menyesal tidak mendengarkan kalimat waras Firman saat itu.

Benar bahwa penyesalan datangnya selalu di akhir ketika semuanya sudah terjadi. Berikutnya, ia hanya bisa berkata seandainya dan seandainya. Seandainya ia tidak melakukannya, seandainya ia tidak gegabah dengan mengedepankan ego....

Raga memijat pelipisnya yang berdenyut. Tidak hanya pekerjaan saja yang bisa membuatnya frustrasi. Masalahnya dengan Nessa juga tak kalah membebaninya.
Bel rumah yang berbunyi beberapa kali membuat Raga berdiri. Dia membuka pintu dan mendapati seorag pemuda yang sudah basah kuyup. Di luar memang sedang hujan, sepertinya pemuda itu kehujanan.

"Cari siapa?" Raga yang belum mengenali siapa pemuda itu pun bertanya.

"Nessa."

Manik mata Raga menajam. Oh, ia pernah melihat wajah pemuda itu meski tidak dari jarak dekat. Pemuda itu adalah pemuda yang bersahabat baik dengan Nessa. Pemuda yang sudah berhasil membuatnya menelan pahit dari rasa cemburu.

"Boleh masuk, Mas? Oh iya, gue Naero. Temen kampusnya Nessa."

"Silakan." Raga membuka pintu lebih lebar supaya Naero bisa masuk. Tidak peduli meski dirinya sudah bersikap kurang sopan dengan tidak mengenalkan diri juga. Ia yang melangkah untuk memanggil Nessa berpapasan dengan gadis itu di anak tangga.

Nessa melongok ke arah di balik pundak Raga, "Naero?" ia buru-buru melewati Raga yang masih berdiri. Dihampirinya Naero yang menunjukkan senyum lima jari padanya.

"Numpang neduh ya?"

"Lo dari mana?" gadis itu tidak menjawab pertanyaan Naero sebelumnya.

"Jalan dong, Cantik." Pemuda itu mengerling jahil, masih berdiri dan terlihat kedinginan.

Nessa menjawab dengan dengusan, "Lo ke kamar mandi aja langsung, di bawah tangga." Ia menunjuk ke arah pintu di bawah tangga, "Gue pinjemin bajunya Mas Rey buat lo ganti."

"Perhatian banget sih." pemuda itu melangkah ke arah yang Nessa tunjuk.

Nessa menggeleng-geleng pelan. Dasar playboy, batinnya gemas. Raga yang masih berdiri di tempat tadi ia lewati begitu saja. Lelaki itu kemudian mengekorinya.

"Kamu juga sebaiknya ganti pakaian, Vanny." Raga bersandar di bingkai pintu kamar Reyhan.

Bukan tanpa alasan Raga berkata seperti itu. Namun, pakaian Nessa yang hanya sebuah kaos berlengan panjang kedodoran di tubuh dan hot pants setengah paha yang ditutupi oleh kaosnya, terlihat tidak pantas dipakai untuk menerima tamu. Apalagi tamunya laki-laki.

Baiklah, singkatnya, Raga tidak ingin ada laki-laki yang melirik gadis itu dengan pandangan terpesona karena kulit cantiknya. Ya, ya, ia cemburu. Puas?

Seolah tidak mendengar, Nessa bersikap acuh tak acuh saja. Pakaiannya sudah normal menurutnya, hanya di bagian pundaknya yang lebar hingga sedikit melorot. Tidak masalah, kan?

Setelah mengambil pakaian ganti dan juga handuk, Nessa keluar dari kamar itu. Raga yang menahan lengannya ditatapnya malas.

"Kamu punya masalah apa sih sebenarnya, Raga?"

"Jangan marah dulu." lelaki itu melepas pegangannya dan memperbaiki kerah kaos yang Nessa pakai, membuat Nessa sedikit berjengit ketika jemari itu bersentuhan dengan pundaknya. "Ini bisa jadi masalah. Gak papa kalau kamu gak mau ganti baju, tapi aku harus menemanimu di luar."

Nessa menatap mata itu, untuk kemudian mengalihkan pandangan dan melangkah lagi. Selalu saja, setiap perhatian kecil dari lelaki itu menambah sakit di hatinya.

Nessa mengetuk pintu kamar mandi yang sedikit dibuka oleh Naero dari dalam. Ia memberikan handuk dan pakaian milik Reyhan, lalu pergi ke dapur untuk membuat teh hangat yang kemudian ia letakkan di meja ruang tamu.

"Aku baru sadar."

Nessa duduk di sofa panjang, tidak menghiraukan ucapan Raga meski ia mendengarnya.

Raga tersenyum masam, "Sekarang kamu sudah dewasa. Sudah pintar mengurus dapur pula."

"Aku sudah bisa sejak dulu. Kamu saja yang tidak pernah menyadarinya." balas Nessa sarkastik.

"Aku menyesal."

"Bajunya kekecilan di gue, tapi gak papa." Naero menyela. Pemuda itu mendudukkan dirinya di sofa tunggal. "Mas ini siapa, Nes?"

"Dia Raga. Atasannya Mas Rey di kantor." gadis itu memberitahu dengan nada malas, "Lo sengaja neduh di sini apa gimana?"

"Kebetulan lewat, Cantik. Jangan nething terus sama gue laaah."

"Lo kan rajanya modus."

"Tahu aja lo kalau gue emang mau modusin lo."

Dan bla bla bla....

Raga memperhatikan mereka dengan bosan. Bila dibandingkan dengan dirinya, tentu pemuda itu kalah telak. Topik pembicaraannya saja tidak ada yang bermutu, semuanya mengarah ke modus seperti yang Nessa katakan. Walaupun begitu, Raga masih merasa cemburu. Sebab padanya, Nessa tidak bisa berbicara santai seperti kepada Naero.

Hujan semakin deras. Dan listrik padam serentak secara tiba-tiba. Hal itu dibarengi oleh jeritan Nessa yang memang takut gelap. Raga sedikit terkejut. Tidak berlangsung lama karena dia segera sadar untuk menenangkan Nessa yang kini terisak.

"Nes, lo gak papa?" kecemasan lain berasal dari Naero.

Saat matanya mulai bisa beradaptasi dengan gelap, Raga menghampiri Nessa. Hati-hati disentuhnya pundak gadis itu dan ia rangkul ke dadanya.

"Gak papa, ada aku." ujarnya menenangkan.

Nessa mencengkram lengan Raga. Matanya terpejam rapat. Isakan kecil meluncur dari bibirnya. Punggungnya yang bergetar menjadi bukti bahwa ia ketakutan. Namun begitu, sedikit ketenangan didapatkannya dari pelukan hangat lengan kuat Raga. Selalu mendapat ketenangan dari sepasang lengan itu.

"Sial, hape gue mati." Naero mengumpat karena setelah mencari dan menemukan ponselnya di dalam tas, ternyata ponsel itu tidak bisa berfungsi. "Nes, lo—"

"Dia takut gelap." Raga memotong datar. "Aku ambil lilin atau senter dulu ya?" bisiknya lembut ke telinga gadis yang setia membeku dari tadi. Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat.

"Biar gue aja yang ambil. Di mana?"

"Cari di laci-laci lemari." Raga meletakkan pipinya di puncak kepala Nessa. Tidak tahu harus bersyukur karena terjadi pemadaman yang membuat Nessa mau dipeluknya, atau harus mengumpat karena gelap membuat gadis itu ketakutan.

Naero datang lebih cepat dengan membawa senter dan juga sebatang lilin yang sudah dinyalakan. Ia meletakkan lilin itu di atas meja. Nessa melepaskan pelukannya dengan canggung dan beringsut ke pojok lengan sofa. Ia mengangkat kakinya ke sofa dan duduk bersila dengan pandangan muram ke arah lilin.

"Sejak kapan lo takut gelap?"

Nessa menjawab lirih, "Udah lupa." ia sedang berusaha untuk mengatasi perasaannya sendiri.

"Nggak coba konsultasi ke dokter?"

Gadis itu yang hanya menggeleng membuat Naero tidak bertanya lagi. sedikit-banyak dia mampu membaca situasi yang terjadi. Ada yang tidak beres antara Raga dan juga Nessa yang tidak diketahuinya hal apa itu.

***

Aku ingin minta sambungan doa dari teman-temanku di sini. Iya, tentang gempa itu. Aku tinggal di daerah Situbondo. Jadi mohon sambungan doanya agar tidak terjadi sesuatu yang lebih buruk akibat gempa itu yaa. Terima kasih.

Dipublikasi ulang tanggal 11 Oktober 2018


01/12/17
Fiiy

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 303K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
361K 28K 59
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
2.1M 10K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
17M 755K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...