(Un)forgiven Mistakes [Open P...

By avicennav

179K 21.7K 1.1K

[Open Pre Order] "Apa kabar?" Raga membuka suara. Nessa tak menjawab. Memang apa yang Raga harapkan? "Van--" ... More

01. Pertemuan Kembali
02. Aku Cuma Ingin...
03. Panggilan Sayangku Buat Kamu
04. Aku Menjagamu di Sini
05. Bukan Pacar
06. Sakit Hati Membuatmu Keras Kepala
07. Aku Sayang Kamu
09. Selalu Mendapat Ketenangan
10. Kita Balikan Ya?
11. Memunafikkan Diri di Bawah Hujan
12. Kamu Sangat Berharga Untukku
13. Masih Peduli
14. Egoisme yang Tinggi
15. Kesempatan
16. Merayakan Hari Damai
17. You Are the Reason
18. Lamaran untuk Raga
19. Saingan
20. Cemburu
21. Cincin Rumput
22. Mimpi Buruk yang Terjadi
23. Bukan Senja dan Fajar
24. Rencana
Voting, yuk! Penting!
Exclusive Pre Order! [70k + Bonus]
Ready on Google Play
Ready stok (50rb)
COMING SOON

08. Apa Hakmu Peduli Padaku?

6.5K 931 36
By avicennav

Vote dulu kawan-kawan 😘😘

"Ibu Tania ingin bertemu, Pak." Desta memberitahu saat telepon diangkat oleh Raga.

"Suruh masuk, Des."

"Baik, Pak."

Tidak lama kemudian Tania Wiratmaja masuk ke ruangannya. Perempuan itu tampil anggun dengan rok pensil berwarna coklat dan atasan berwarna peach.

"Terlalu sibuk sampai tidak bisa mengangkat telepon dariku?"

Raga segera merogoh saku celananya, ia mendapati dua panggilan tak terjawab dari Tania. Ponselnya dalam mode silent. Pantas saja tidak berbunyi.

"Maaf. Profilnya diam. Ada apa kamu menelepon? Dan, oh, silakan duduk."

"Papa mengundang kamu makan malam di rumah, kalau kamu tidak sibuk."

Dahi Raga berlipat. Bukan sekali dua kali ayah Tania memberinya undangan seperti itu. Ia selalu menolaknya dengan halus. Sebab ia tahu bahwa ada maksud lain yang tersembunyi di balik undangan tersebut.

"Maaf, Tania. Aku sedang tidak bisa pergi selain untuk urusan kerja. Aku harus menjaga seseorang. " lelaki itu bersyukur karena memiliki alasan untuk menolak.

"Oh." Tania terlihat kecewa, "Siapa?"

"Seseorang, kamu tidak perlu tahu."

"Ya sudah, bagaimana kalau hari ini makan siang bersamaku?" Tania mengundi peruntungannya.

Lelaki itu meringis tak enak. Untuk makan siang tersebut, dia tidak bermaksud menolak. Ia akan setuju andai tidak ingat kalau dirinya akan pergi untuk menjemput Nessa. Iya, dia masih berjuang.

"Lain kali ya? Aku harus pergi setelah ini."

Tania tersenyum memaklumi, "Sesibuk itu ya kamu?"

Raga membalas dengan senyum tipis. Tidak ingin membuat perasaan perempuan itu terusik.

"Kalau begitu aku pergi saja. Terimakasih sudah menerimaku di sini."

Tania cukup bersyukur karena Raga mau menerima acara bertamu yang tidak berhubungan dengan pekerjaan sama sekali. Raga sudah menghargainya. Yah, itu pun karena papanya adalah rekan lelaki itu. Sedikit banyak Tania sudah mendengar tentang Raga. Tentang betapa datar sambutan lelaki itu terhadap perempuan yang diindikasikan ingin dekat dengannya.

Raga juga segera membereskan pekerjaannya yang tersisa. Ia harus cepat supaya Nessa tidak lebih dulu pulang. Mungkin gadis itu akan menolak jemputannya, tapi, siapa peduli? Inilah usahanya memperjuangkan Nessa.

Pusing tiba-tiba menyerangnya, membuatnya oleng dan berpegangan ke tepian meja. Ia menenangkan diri sejenak sampai pusingnya hilang. Tidak terlalu memedulikan hal itu, Raga menyambar kunci mobil dan meninggalkan ruangannya.

"Des, tolong undur meeting-nya ya."

"Oke." sahut sekretarisnya.

Raga memang tidak membolehkan Desta bersikap formal padanya jika situasi tidak mengharuskan. Karena, terasa aneh bila temanmu melakukan itu padamu, kan? Desta adalah adik kelasnya saat SMA dan menjadi adik tingkatnya saat kuliah.

Seperti biasa, kalau tidak menunggu di dalam mobil, maka Raga akan berada di luar sambil bersandar ke badan mobilnya. Tidak peduli dengan pandangan tertarik yang dilayangkan beberapa perempuan padanya. Sungguh, selain Nessa, ia tidak berniat untuk peduli dengan perempuan mana pun. Kecuali mamanya tentu saja.

Raga melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah lewat sepuluh menit dari jadwal Nessa pulang. Dari mana ia tahu jadwal gadis itu? Oh, tentu ia 'mencuri' tahunya tanpa sepengetahuan Nessa.

Dia sudah berpikir bahwa mungkin Nessa sudah pulang atau mungkin jadwal gadis itu dimundurkan. Raga memutuskan untuk menunggu sebentar lagi. Ia merasa lega saat melihat gadis itu berjalan dari kejauhan. Langkahnya mantap saat menyeberangi jalan untuk menghampiri Nessa.

Raga mengulas senyumnya, berharap suasana hati gadis itu sedang baik hari ini. Setelah semalam, Raga berpikir mungkin hubungan mereka akan membaik. Semoga saja.

Nessa yang melihat Raga sontak memelankan langkah. Ia melihat ke sekitarnya. Beberapa mata sedang melihat Raga dengan pandangan tertarik.

"Kenapa lagi?" lelaki itu bertanya sabar melihat wajah keruh Nessa.

Nessa merengut saat menjawab, "Aku gak suka kamu dilihat sama mereka dengan pandangan seperti itu."

Raga melihat sekelilingnya. Beberapa siswi memandangnya penuh minat. Itu sudah biasa. Ia menunduk ke arah Nessa lagi.

Nessa juga tidak bisa dikatakan biasa-biasa saja. Gadis itu berparas ayu. Mungil dan cantik dengan mata berbinar, hidung bangir serta bibir tipis meronanya. Menurut yang Raga dengar, cukup banyak pemuda yang mendekati Nessa. Sayangnya, gadis itu terlalu cuek untuk menyadarinya.

Sikap acuh tak acuh Nessa itulah yang membuat Raga tergerak untuk menerima tantangan teman-temannya. Ia aman selama Reyhan tidak tahu.

"Aku milik kamu." ujarnya menenangkan gadis itu.

Terang saja Nessa bersemu senang mendengar ucapan itu. Oh, ia sangat mencintai Raga. Raga-nya, miliknya.

"Milik aku sampai kapan pun?"

Raga tersenyum tipis, "Selamanya." angguk lelaki itu mantap.

Sekilas kenangan itu memang manis. Namun menggores luka saat tanpa ampun kembali ia ingat. Nessa berhenti melangkah, sejenak memejamkan mata untuk meredakan sakit di dadanya.

"Woy!"

Nessa terperanjat digertak oleh suara itu. Ia menoleh ke arah Naero dengan kesal. Pemuda pemilik motor putih berstiker mickey mouse itu menunjukkan cengirannya. Yah, selera Naero memang menggelikan.

"Kalau lo terus bengong, gue pastikan lo kesambet cinta gue."

Nessa merotasi bola matanya. Ia melirik Raga yang nampak memandang ke arahnya dengan senyum yang telah lenyap.

"Ro, anter gue pulang ya?"

"Wah!" pemuda itu mendrama, "Tapi gue mau pergi ke pameran buku dulu. Mau beli buku—"

"Gue tahu itu modus." Nessa menyela pedas, tahu bahwa mustahil bagi Naero untuk membeli buku yang benar. Gadis itu naik ke boncengan tinggi motor Naero. Ia menepuk pundak pemuda itu sebagai isyarat supaya Naero melajukan motornya.

"Pakai dulu dong, Tuan Putri." Naero menyodorkan helm cadangan yang biasa dibawanya. Kebiasaan yang tertinggal karena dulu ia sempat menjadi playboy dan sering mengajak pergi para gadis.

Raga melihatnya muram. Siapa lelaki itu? Ia menekan rasa cemburunya dalam-dalam ke dasar hatinya. Nessa bahkan tidak melirik ketika melewatinya. Dengan perasaan hampa, Raga kembali ke kantornya.

"Lemes banget lo." tukas Desta melihat bosnya yang berjalan tak setegap biasa.

"Patah hati." jawab Raga pahit. Ia langsungmasuk ke ruangannya dan menenggelamkan diri pada tumpukan dokumen bermap warna-warni itu.

Tidak mengenal waktu saat bekerja, membuat Raga baru keluar dari kantor jam tujuh malam. Ia melepas jas dan dasi yang mencekik leher, lalu melemparkan keduanya ke jok di sebelah kemudi. Di jalan pulang, ia sempat menepikan mobil untuk membeli macaron. Mungkin Nessa akan menyukainya.

Rupanya, Nessa baru pulang saat Raga pulang. Tidak berselang lama saat Raga masuk ke rumah gadis itu, Nessa membuka pintu rumahnya dan masuk juga.

"Baru pulang?"

Nessa melengos tanpa menjawab.

"Vanny, kamu keluar dari kampus jam dua belas siang. Kenapa baru tiba di rumah saat ini?" lelaki itu masih bertanya.

"Bukan urusan kamu."

Pada akhirnya emosi dan kecemburuan Raga menyeruak, "Kamu pergi dengan lelaki tadi?" tanyanya lagi, lebih dingin.

Nessa berhenti melangkah, menoleh sembilan puluh derajat dan menatap Raga tak kalah dingin.

"Apa hakmu bertanya seperti itu?"

Raga mengetatkan geraham, jelas berusaha menekan amarah di dadanya. "Aku hanya mencoba peduli."

"Apa hakmu peduli padaku?" kakinya bergeser, melangkah perlahan dan mendongak di hadapan Raga. "Apa kamu masih punya keberanian untuk peduli setelah dulu kamu menghancurkanku tanpa ampun?"

Raga langsung terpaku. Sinar amarah di matanya perlahan surut berganti sesal.

"Dengar, aku hanya—"

"Kamu yang harus mendengarku, Raga!" sela Nessa tertahan, "Berhenti mengusik urusanku. Kamu tidak dalam kapasitas untuk melakukannya."

"Baik, jangan marah." suara lelaki itu melembut, "Aku hanya khawatir padamu."

Nessa berbalik, dia kembali melangkah. Sebelum itu, ia sempat berkata dingin, "Jangan pernah khawatir padaku. Aku tidak butuh itu darimu."

Raga memandang nanar punggung gadis itu yang menjauh.

Hubungan mereka yang ia harap akan membaik setelah semalam, tidak pernah terjadi. Tapi....

"Vanny, semalam kamu—"

"Lupakan itu, Raga. Anggap saja itu tidak pernah terjadi." dia melangkah cepat menuju kamarnya.

Meninggalkan Raga yang mematung dilingkupi rasa kecewa. Seremeh itu Nessa menilai kejadian semalam saat ia menciumnya?

Emosi yang sudah tertahan di dadanya akhirnya meluap begitu ia tiba di kamar. Nessa meluruh, bersandar ke pintu. Ia membekap mulutnya menahan sedu-sedan. Air matanya mengalir lagi. Sampai kapan? Apa harus setiap hari ia menangis karena orang yang sama?

Nessa melihat ke arah boneka besar yang ia tergeletak di kolong tempat tidur. Ia bergerak mengambilnya lantas memeluknya erat. Yang memberikan boneka itu untuknya, adalah yang membuatnya menangis lagi malam ini.

"Vanny," ketukan pintu terdengar. Nessa tidak menjawab.

"Maafkan aku." suara itu lirih. Maaf itu Raga tujukan untuk banyak hal yang telah ia lakukan hingga menyakiti Nessa.

Suara sarat permohonan itu membuat leher Nessa tercekik. Tanpa terpikir oleh otaknya, dia telah melempar boneka besar itu dengan kuat hingga membentur pintu.

Raga sedikit tersentak. Sekali lagi meminta maaf dan memilih pergi. Tidak kuasa mendengar lirih tangis gadis tercintanya.

***

Di part sebelum-sebelumnya, aku pernah nulis nama sekretaris Raga nggak sih? Aku lupa 😅😅 Ini baru nulis lagi dan tetiba namanya jadi Desta 😅😀

Komennya ditunggu yaa. Makasih 😘😘

25/11/17
Fiiy

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 60K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...
8.9M 110K 45
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
250K 18.8K 43
Nara, seorang gadis biasa yang begitu menyukai novel. Namun, setelah kelelahan akibat sakit yang dideritanya, Nara terbangun sebagai Daisy dalam dun...
1.6M 186K 50
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...