< Author POV >
Albert membopong tubuh Agusto yang tak sadarkan diri, disaat yang sama Florencia keluar dari mobil BMW hitam dan terkejut.
"Kak Agusto!" Florencia berlari ke samping tubuh yang kosong lalu membantu Albert membopong Agusto walaupun tidak terlalu membantu.
"Hako...!" panggil Audi melihat Hako menggendong tubuh Lich yang tak bernyawa lagi di salah satu pundaknya.
Audi memberi tatapan tanya kepada Hako.
"Dia??! Aku ingin menguburnya. Bye~" kata Hako melambaikan tangannya.
"Apa perempuan itu dari 'mereka'? Keluarga yang mengundang kami??" tanya Delux ragu kepada Audi.
"Kita tidak punya bukti, jadi tidak ada yang tahu..." jawab Audi tanpa menoleh.
"Begitu..." Delux tersenyum sedih sembari menunduk.
Audi dapat mendengar bisikan lirih Delux berkalimat 'kenapa' itu. Sementara itu Hako telah berjalan sangat jauh, dia menghampiri ke tebing yang menjulang tinggi ke atas, Hako menaruh lembut jasad Lich di atas salju, mencari aksesoris dan menemukan sebuah kalung dengan bentuk huruf 'Z'. Setelah itu Hako mengubur jasad Lich, menancapkan batang kayu 50cm dan menaruh kalung huruf 'Z' di atas batang kayu.
"Semoga jiwamu diterima..." gumam Hako berdoa.
Kembali ke tempat Audi, kini Delux yang mendapatkan tugas untuk mengendarai mobil dengan Audi disampingnya, di kursi belakang ada Albert dan Florencia yang berusaha mengobati Agusto menggunakan peralatan seadanya. Beberapa menit kemudian Hako kembali.
"Kita berangkat!" Delux mengangguk dan mulai menjalankan mobil.
< Cry & Johnny POV >
Kota Ambush, malam hari. Cry dan Johnny berjalan santai di taman yang mempunyai penyewaan sekoci untuk berkeliling Kota Ambush dan sekitarnya. Cuaca malam ini terlihat aman, tidak seperti saat pertama kali mereka datang ke Kerajaan Waer, taman juga lumayan ramai dan mungkin itu karena malam minggu.
Cry duduk dan mendengus. "Sudah 1 hari kita di kota ini tapi masih belum.dapat petunjuk apapun..." keluhnya.
Johnny hanya diam seraya memandangi orang - orang yang asik bercengkrama bersama teman mereka, manik Johnny sedikit bergetar disana.
"Kak Johnny...!" panggil Cry untuk kelima kalinya.
"Iya, Cry..?" balas Johnny dengan wajah datarnya.
"Kak Johnny sedang memikirkan apa?" tanya Cry langsung.
"Masa lalu..." jawab Johnny singkat. Pandangannya segera ia alihkan ke air mancur yang ada ditengah danau.
Cry memandang bingung Johnny. Hening.
Cry bersandar di bangku taman yang terbuat dari kayu, panjangnya 3 meter dan lebar 50cm. Cry kembali mendengus.
"Hari ini tidak ada petunjuk lagi..."
< Author POV >
Disebuah bangunan tua di ujung barat Kota Ambush, gedung bekas sekolah. Terlihat ada seorang gadis bersurai light cream yang diikat satu mengenakan kaos piece belang - belang warna putih dan hitam, tanpa ada bawahan. Dibelakangnya ada beberapa orang berjubah yang mengejar sambil mengacukan kris, senjata khas Indonesia.
Gadis itu berlari ke simpangan dan menghilang disana.
"Kemana dia?"
Orang yang ada di paling depan berhenti, rekan - rekannya langsung membuat posisi siap.
"Disini~" bisik seseorang.
Dua orang yang ada di barisan paling belakang memutar badan mereka, kilatan cahaya menembus cepat melewati mereka.
"Dua telah jatuh!" ucapnya pelan diiringi seringaian.
Krasss!
Darah menyembur keluar dari dua orang tadi, membuat bagian belakang gadis itu menjadi merah. Sebuah sabit besar terpajang dibelakang punggungnya.
"Kau..." geram rekannya menatap si gadis.
"Sampai jumpa~~" ucap gadis itu kembali menghilang di persimpangan.
"Kejar gadis itu!!" perintah ketua mereka.
Tiga dari kelompok mengejar si gadis, sesampainya di ujung persimpangan, mereka bertiga terpental membentur dinding secara bersamaan. Diwaktu yang sama terdengar suara langkah kaki di persimpangan, seorang pemuda berambut putih dengan bagian atas depannya berwarna ungu muncul di persimpangan. Dia membawa sepasang TMP dikedua tangan, mengenakan tank top putih dan jaket hitam yang tidak dikancing.
"Kalian akan mati disini!" ucapnya dingin.
"S - Serang!!" teriak ketua kelompok.
Peluru Air Kesakitan : Jeritan Penderitaan
Dreerrr!!
Dentuman cepat sebanyak lima kali terdengar dari selongsong TMP yang ada dikedua tangannya, hujan butiran titik air menusuk - nusuk mereka semua kecuali ketua kelompok.
"M - Mustahil. K - Kau siapa??!" pekik ketua kelompok terkejut.
"Siapa aku itu tidak penting. Aku harus membunuhmu karena telah berani menyerang adikku..." balas pemuda itu dengan tatapan dingin.
TMP yang ada di tangan kirinya terangkat ke depan wajah ketua kelompok.
"Tun--"
Dreerr...
Kepala itu berlubang dan ketua kelompok itu jatuh tak bernyawa lagi.
"Tidak ada kompromi..." sambungnya dingin.
"Wah~Kak Alucard kejam sekali~" kata gadis bersurai light cream yang muncul di persimpangan.
"Ellica, berhentilah main - main. Bagaimana jika kau terluka??!" bukannya cemas, pemuda bernama Alucard itu malah marah dan menegur adiknya.
Adiknya-- Ellica berkacak pinggang dan menatap tak kalah kesal sama kakaknya.
"Aku sudah besar, tidak perlu di manja lagi oleh kakak..." tolaknya menyilang.
Alucard mendengus. Matanya menatap mayat - mayat yang terkapar di lantai.
"Ayo kita kembali!" ajak Alucard berjalan duluan.
"Ayo. Aku khawatir sama Reiska - chan yang ditanggal sendiri..."
Kedua kakak beradik itu menghilang di kegelapan simpangan, lalu sang adik kembali ke TKP mengambil pulpen bertelinga kelinci yang ketinggalan.
"........."
"........."
Ya. Mereka benar - benar hilang sekarang.
Preview Next EPISODE
A : Pagi All^^
Alfharizy : Hmm '-'
A : Bukan lo -_-
Alucard : Hmm '-'
A : Ente juga bukan #-#
A : *menghela nafas* Ehem! Disini ane mau bilang 'maaf' kepada FeraFernanda18 karena telah mengganti pict tampilan tanpa izin karena ada sedikit masalah.
Ellica : Tak apa A - chan, yang penting kami main ^^
Alucard : *mengangguk
A : Ellica T~T
Cry : Sampai Jumpa di lain kesempatan^
Johnny : Bye '-'