NAVILLERA [SELESAI]

By Amandapcleo_

2.4M 151K 109K

Parallel Universe dari Falling For A Gangsta | ๐——๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐˜ ๐—ฑ๐—ถ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฐ๐—ฎ ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ฝ๐—ถ๐˜€๐—ฎ๐—ต Ini bukan cerita dala... More

Navillera
Prolog
|Part 1: Big Enemy
|Part 2: Marked
|Part 3: Gossip & Manipulative Girl
| Part 4: Two Sociopath
| Part 5: Deal With The Devil
| Part 6: Frenemy
| Part 7: Mr. & Mrs. Possessive
| Part 8: Be Your 911
| Part 9: Illegal Things
| Part 10: Before They Break Up
| Part 11: Pretty Karma
| Part 12: The Planning
| Part 13: Puppy Kiss
| Part 14: Into the 54
| Part 15: Video Call Date
| Part 16: ๐ƒ&๐‚elatti
| Part 17: Kill Me Heal Me
| Part 19: Lighter & Candy Birthday
| Part 20: Favorite Crime
| Part 21: His Character
| Part 22: Masquerade Ball
| Part 23: Domino Effect
| Part 24: All She Want
| Part 25: The Clouds in His Room
| Part 26: Type of Relationship-Toxic
| Part 27: Drama Queen
| Part 28: Love Her More Than Ever
| Part 29: Body Talk
| Part 30: Tattoo, Butterflies, and Hickey
| Part 31: Speeds 210 mph
| Part 32: Mistake Like You
| Part 33: How To Get Money?
INFO PENTINGโ€ผ๏ธ
| Part 34: Seven Sins Above The Sky
| Part 35: Hi, Backstabber!
| Part 36: Clyde & Bonnie (49 Days)
| Part 37: The Devil's Hours (49 Days)
| Part 38: My Ride Or Die
| Part 39: Ce Sera Notre Petit Secret
| Part 40: Rich Kid Problems
| Part 41: Pretty Little Lies
| Part 42: All Of Us Is Lying
| Part 43: Extracurricular
| Part 44: His Annabelle
| Part 45: Ramen, Beer, and Deep Talk
Part 46: Two Butterflies
Part 47: Melbourne (END)
Epilog
Hola at Me!
After Drunk Text

| Part 18: Once Upon a Time

38.9K 3.1K 3.4K
By Amandapcleo_

a/n: Hi, i'm back! Siapa yang kangen Gaska & Sea? Absen pakai emoji 💙 coba!

Terima kasih untuk banyak komentar di part sebelumnya, dan maaf karena sedikit telat updatenya.

Fyi, mulai Senin besok aku PTS, jadi kalau updatenya nggak sepanjang biasanya/ bahkan mungkin update sedikit terlambat (lagi) tolong pengertiannya, ya. Buat yang lagi tes juga semangat!

Now playing:

Happy reading. Jangan lupa vote, komen yang banyak + tandai TYPO/ penggunaan kata yang kurang pas. ThankiEss 🧜🏻‍♀️

🦋🦋🦋

Flashback
62 Hours ago |

Agra & Daniella berhasil membuat Gaska dan Sea singgah di cruise ship resort untuk mengikuti sunday brunch dadakan, sebelum melakukan fitting busana yang akan mereka kenakan di acara lelang 𝐃&𝐂𝐞𝐥𝐚𝐭𝐭𝐢, pada lusa malam.

Walaupun dari pihak Agra maupun Daniella tak akan datang bersama, tetapi mereka sepakat menyelaraskan busana untuk acara itu sejak jauh-jauh hari. Dan, yeah! Bisa ditebak jika Sea adalah satu-satunya yang tidak tertarik dengan jamuan ini.

Menyebalkan, mengingat bagaimana sempurnanya mereka jika berada dalam satu meja untuk makan, berbincang, dan tertawa bersama. Ini hanya membuat mereka terlihat seperti keluarga sungguhan. Sea tidak suka saat membayangkannya.

Sementara di sisi lain, sosok Gaska adalah satu-satunya orang yang menyadari kesuntukan di wajah calon saudara tirinya. Sesaat, cowok yang mengenakan kemeja stripe grey and white dengan 3 kancing atas terbuka, serta kacamata hitam yang bertengger di pakaiannya itu menyeringai dengan sorot mata tertarik.

"Cupcake?" tawar Gaska sembari memberikan sebuah cupcake mini dengan topping strawberry kepada Sea.

Hal itu rupanya tak hanya membuat Sea menoleh, lantaran Daniella langsung menyahut di detik pertama. "Maaf ya, Gaska ... tapi Sea nggak bisa makan cupcake."

Sea yang sejak awal memandang sisa smoked salmonnya langsung tersenyum paksa kala merasakan tatapan mamanya. "Gue nggak suka manis."

"Oh, ya?" Gaska meracau tanpa mengalihkan pandangannya dari Sea yang duduk di sebelahnya, lantasnya ia menarik kembali cupcake pemberiannya. "Gue kira lo suka makan sesuatu yang manis."

Sea hanya tersenyum kaku sebagai balasan.

"Makanan manis padahal baik untuk otak melepaskan hormon serotonin. Cocok buat remaja, soalnya bisa menstabilkan suasana hati dan mencegah depresi," kata Agra seolah menyayangkan jika Sea hanya memakan porsi kecil dari salmon.

"Iya, juga buat tekanan gula darah naik. Apa lagi kalau udah tua!" sahut Gaska yang langsung membuat wajah Agra berubah datar.

"Nyindir?"

Sambil mengacungkan jempol, putranya itu menggukkan kepala tanpa dosa. "100 buat ayah."

Sementara itu, sambil tertawa, pandangan Agra kini kembali kepada gadis yang sejak tadi nampak murung dan bosan. "Kamu mau pesen yang lain, Sea?"

"Nggak perlu, om. Ini udah cukup, terima kasih." Ayah Gaska masih bisa tersenyum saat menangkap jejak nada dingin yang mengudara dari Sea.

Tidak masalah, pria itu mengerti.

"Makan yang banyak, biar kalau Gaska berulah, kamu bisa makin kenceng tonjok hidungnya!" gurau Agra teringat kejadian di mana Sea menonjok Gaska, sampai putranya itu mimisan.

Tak hanya itu, pria yang nampak begitu berwibawa dalam balutan jas itu sampai mendekatkan sepiring dumpling ke arah Sea. Seolah berharap gadis itu akan memakannya.

Baru saja Sea berniat menyuarakan tolakan, tiba-tiba saja Gaska sudah lebih dulu mengangkat dumpling dengan sumpit ke arah mulutnya. "Aaaaaa!!!"

Serius! Kali ini Sea tak bisa menahan senyumannya, terutama saat melihat cowok dengan kalung rantai di leher itu membuka mulutnya sendiri---seperti meminta Sea memperagakan hal yang sama dengan yang ia lakukan.

Dan dengan itu, tanpa menghiraukan tatap peringat dari mamanya, Sea membuka mulutnya. Membiarkan Gaska menyuapinya dihadapan Agra dan Daniella.

Well, they played now!

"Mau lagi?" toleh Gaska seolah tak keberatan jika harus menyuapi Sea sampai makanan mereka habis.

"Sea nggak terlalu suka makanan seperti itu, Gaska," sela Daniella sambil tersenyum penuh arti kepada putrinya. "Iya, kan?"

Sesaat, Sea bisa merasakan banyak hal dari tatapan Daniella. Mirip seperti peringat, tuntutan, dan sedikit ancaman. Gadis itu lantasnya tersenyum, seolah siap menantang.

"Nggak, Sea suka makanannya."

Di tempatnya Daniella tergegau, sementara Agra langsung dengan antusias mendekatkan makanan yang rasanya mirip dengan dumpling ke arah Sea. "Ini isinya juga udang dan ayam cincang, kamu pasti suka."

Sea tersenyum, mengambil sumpitnya untuk menerima makanan apapun yang ayah Gaska tawarkan setelahnya. "Terima kasih."

"Kamu juga makan! Habis ini kita langsung ke tempat fitting," tukas Agra yang kini beralih kepada putranya yang sibuk memperhatikan Sea makan.

"Okay, boss!" tutur Gaska, sekelebat tersenyum kala ayahnya mengambilkan tambahan nasi ke piringnya. "Makan yang banyak, biar kalau Sea nonjok hidungmu nggak mimisan."

Kekehan terakhir milik Gaska terdengar sebelum keheningan menyergap selama mereka melanjutkan makan, sampai decitan kursi milik Daniella terdengar dan membuat semua orang menoleh.

"Sea, ikut mama ke resepsionis sebentar! Mama lupa minta mereka cancel menu terakhir, terlalu lama kalau nunggu dessert lagi."

"Nggak minta bantuan pelayan aja?" ujar Agra ketika melihat Sea langsung berdiri dari tempatnya.

"Nggak, soalnya aku juga perlu tanya-tanya soal pembookingan tempat di sini untuk jadwal rapat bulan depan."

Agra mengangguk mengerti. Sebelum membiarkan mereka menjauh dari meja makan. Namun, sebelum benar-benar pergi, Daniella mendekat kepada Gaska. Menyentuh pundak cowok itu sebelum mengatakan sesuatu.

"Gaska, ingetin papa kamu minum obatnya setelah selesai makan ya, nak!"

Seulas senyum di bibir Gaska langsung terbit. Entah bagaimana, selalu senang setiap ada orang yang memperhatikan kesehatan ayahnya.

"Iya. Terima kasih, tante."

Balasan hangat dari Gaska itu, sejujurnya membuat kerutan di dahi Sea muncul. Gadis itu mengernyit, tetapi pikirannya buyar saat lengannya ditarik oleh mamanya tanpa aba.

"Kita nggak jadi ke resepsionis, Mah?" Gadis cantik bersurai coklat itu bertanya saat mendapati mereka keluar dari area resort. Keluar melewati penjaga pintu berseragam pelaut, sampai berhenti di depan sebuah toilet perempuan.

Alis tebal Sea tertaut saat Daniella menariknya masuk ke dalam, kebetulan seorang wanita keluar bersamaan dengan kehadiran Sea dan mamanya. Toilet itu kosong sekarang.

"Kenapa kamu makan sebanyak itu tadi?" Tanpa melepaskan cengkramannya yang kian menguat di lengan putrinya, Daniella bersuara dengan nada rendah.

Penuh tuntutan dan peringatan.

"Aku nggak enak nolak tawaran ayahnya Gaska," elak Sea dengan berani menatap kedua mata mamanya ketika berbohong.

"Kamu bisa tolak. Pemotretan kamu itu 8 hari lagi, Sayang! Kamu nggak lupa, kan?"

"Aku nggak lupa." Mengabaikan rasa kebas di lengannya yang masih dicengkram oleh Daniella, Sea kini menyentuh jemari mamanya dengan lembut. "Mama tenang aja, berat badan aku nggak akan jadi masalah."

Kedua netra mama Sea melembut selama beberapa saat, sampai tatapan wanita itu jatuh pada rambut panjang putrinya. "Rambut kamu aja masih panjang, padahal mama udah minta kamu untuk mendekin supaya lebih rapi."

Sea menahan diri untuk tidak tertunduk saat tatapan dalam milik Daniella jatuh kepadanya.

"Mama nggak suka sama sikap kamu yang akhir-akhir susah diatur."

"Maaf, janji besok nggak Sea ulangi."

Sesaat nafas Sea terasa lebih legah saat mamanya tersenyum, mengendorkan cekalan di lengannya, sebelum mengusap kepalanya penuh sayang. "Okay, mama maafin ... tapi kamu harus muntahin makanan yang tadi."

Sea langsung berjengit saat Daniella menariknya ke depan wastafel, setelah mengunci pintu toilet dari dalam.

"Sea nggak mau!"

Gadis itu menggeleng keras, hampir memberontak saat mamanya memaksa kepalanya menunduk ke arah wastafel. "Mama please, aku nggak mau!"

"Jangan buang waktu, Sea! Kita harus ke tempat fitting setelah ini."

"Nggak mau!"

"Jangan buat mama marah!" peringat Daniella tanpa meninggikan intonasi bicaranya. Wanita itu bahkan mengeratkan cengkramannya di rambut kecoklatan putrinya.

Dada Sea terasa sesak saat merasakan dingin dan kerasnya marmer pada pinggiran wastafel yang menekan dadanya, semua diperparah dengan ancaman Daniella yang menyisir sisi wajahnya dengan sangat lembut.

"Muntahin sendiri atau perlu mama yang lakuin?"

Sea mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat, sambil menggeleng cepat. "Nggak mau!"

"Jangan buat mama ngelakuin hal kasar, Sea!" ancaman Daniella itu langsung membuat Sea tunduk.

"Lepasin rambut Sea dulu, please... " Gadis itu berbisik lirih di akhir kalimat. Lantasnya, Sea mulai menegakan punggung kala Daniella mau melepaskan cengkraman di rambutnya.

Tanpa berniat meninjau bayangnya dalam pantulan cermin, Sea mulai membuka bibirnya perlahan. Menahan nafas saat memasukkan jari telunjuk dan tengahnya yang kini sedingin es ke dalam mulut. Menerobos dalam, lebih dalam, tepat pada pangkal, sampai mengundang cekikkan masam.

Rasanya kelewat mual. Sea berada pada titik dimana oksigennya mulai menipis saat pandangan mamanya terasa melubangi kepalanya dari belakang.

Dan detik selanjutnya....

HUEK!!

Sea tertunduk, memuntahkan semua makanannya ke wastafel. Tenggorokan panas, menjalar sampai telinga, mengundang dengung serta tetes air mata dari ujung matanya yang kini tertutup rapat.

Usahapan lembut yang resmi jatuh pada kepala dan tengkuknya, tak sedikit pun memberi panasea untuk putrinya. "Bagus, sayang. Muntahin semuanya, kamu terlalu banyak makan."

Jantung Sea masih berdebar-debar. Kecapannya seolah sangat pahit dan asam. Jemarinya sedikit bergetar dengan keringat dingin, saat mulutnya memuntahkan lebih banyak makanan.

Hening menyergap selama mama Sea merapikan rambut putrinya dengan lembut dari belakang. "Gapapa, kan?"

Putrinya itu diam.

"Gapapa, kan?" Daniella kembali bertanya, kali ini Sea mengangguk cepat.

"Nanti mama pesenin air hangat ke pelayan biar badan kamu lebih enakan." Memberikan satu kecupan di pelipis putrinya, Daniella kemudian keluar dari dalam toilet.

Meninggalkan presensi Sea yang masih bergeming di depan wastafel. Mengatur pernafasan melalui mulut, gadis itu kini tertunduk. Menyalakan air keran, membersihkan sisa makanannya, sebelum berkumur berkali-kali.

Menyamarkan rasa pahit di lidahnya sambil menangis dalam diam. Bibir dan tangannya bergetar.

"Fuck!" Sea kesulitan mengendalikan diri, menemukan dirinya terus terisak tanpa tahu cara menghentikannya.

Ia tidak sedih setiap kali mamanya memaksanya melakukan hal itu, dia hanya merasa sakit hati. Merasa marah, lantaran kontrol tubuhnya diambil alih secara paksa.

"Relax... " Sea berbisik lirih, kini tatapan dari netra abu-abunya menelisik pada cermin.

Memandangi dirinya sendiri. Menyedihkan. Buru-buru Sea membasuh kedua mata sembabnya.

Sirena Raquelle Paradhipta. Dia, mirip dengan penghuni tempat dengan jeruji ekspektasi bersapu emas milik mamanya.

Begitu kacau balau. Semua orang pasti berpikir begitu.

"But that's okay. You still pretty!" tekan Sea kembali menghibur bayangannya sendiri.

Gadis dengan Oh Polly dress itu memulas senyum. Mengabaikan rasa perih yang masih tinggal di kerongkongannya. Membenarkan kembali tatanan rambut dan lipstiknya. Kembali menjadi si sempurna yang angkuh, sebelum keluar melewati pintu toilet.

Layaknya sebuah kejutan, Sea jelas tak memprediksikan Gaska muncul setelahnya.

"Rencananya gue mau dobrak pintu toilet kalau lo belum muncul di hitungan ke 3."

"Kok lo tahu gue di sini?"

"Dikasih tahu nyokap lo. Katanya lo lagi benerin make up di toilet."

"Oh."

Gaska menarik sedikit langkah, membiarkan Sea berjalan mendahului dan memimpinnya untuk kembali masuk ke area resort dengan langkah mirip zombie. Iya, zombie---wujud hidup manusia yang tak memiliki nyawa di dalamnya. Begitu kosong.

Ini masih tentang Gaska yang mengekori langkah Sea, sampai mereka di depan sebuah buffet. Nampak gadis itu mengambil segelas kecil air hangat sebelum menegaknya sampai tandas.

Gaska bisa mendengar Sea menghela nafas cukup kasar setelahnya. Mirip dengusan kala tatapan gadis itu jatuh pada meja orang tua mereka---terlihat Daniella dan Agra tengah tertawa bersama.

Sialnya, mereka terlihat begitu serasi. Seolah akan saling melengkapi.

"Kalau makan hati, jangan diliatin terus!"

Menoleh, kini tatapan tajam Sea bersinggungan dengan milik Gaska. "Ucapan dan tingkah lo sama sekali nggak membantu. Stop senyum dan respon nyokap gue secara sopan! Gue nggak suka."

Sea kembali letakkan gelas kacanya ke buffet dengan sedikit kasar. Dahi Gaska berkerut dibuatnya, secara instan merasa tak senang dengan tingkah gadis di hadapannya kini.

"Kenapa jadi gue yang lo salahin?" lontar Gaska sedikit bingung.

"Ya karena nyatanya emang gitu, kan? Kesannya lo haus perhatian nyokap gue."

Baru saja Gaska hendak membuka suara dan membalas, atensinya resmi tercuri oleh sebuah tanda kemerahan di lengan kanan Sea. Mirip bekas cengkraman. Dalam sekejap, kedua netra Gaska berubah tajam dan menggelap.

"Ulah siapa?"

Sea mengerjap, langsung menarik lengannya saat Gaska mengusap kulitnya dengan ibu jari.

"Kepentok pintu," urai Sea sambil membuang pandang ke arah lain.

"Ulah siapa, gue tanya!" Kali ini Gaska bertanya sambil meraih dagu Sea. Keduanya kini bersitatap dalam.

"Nyokap gue. Calon ibu tiri lo, Daniella. Puas?" desis Sea sambil menepis jemari Gaska yang masih tinggal di dagunya.

"Apa ini trik licik biar gue benci sama nyokap lo?" Gelak tawa di akhir suara bariton itu, hampir membuat Sea melayangkan pukulan ke wajah Gaska di detik selanjutnya.

"Shit! Gue ketahuan," decak Sea sambil mengulas seringai paksa. "Lo terlalu pinter untuk gue manipulasi."

"Lo serius harus kayak gini?"

Sea menaikkan sebelah alisnya dengan sorot tanpa minat. "Apa?"

"Harus banget nunjukin sifat manipulatif lo ke gue?" Gaska memberi tatapan peringat secara singkat.

Wow! Bukannya merespon, Sea justru memutar bola matanya sekarang. Gaska sungguhan tak suka ketika melihatnya.

"Jangan mikir buat memperalat gue, Sea! Lo tahu lagi berhadapan sama siapa. Gue serius, nggak bisa toleransi sifat lo yang satu ini," kata Gaska lagi.

Sea mengikis jaraknya kepada Gaska, telunjuknya kini bermain-main di kerah pakaian yang cowok itu kenakan. "Gue manipulatif aja, lo masih tertarik sama gue, kan?"

Gadis bernetra abu-abu itu kini menyeringai, sambil mengambil alih kacamata hitam yang semula berada di antara kerah kemeja Gaska. Lalu Sea memakainya tanpa perlu izin.

"Nggak usah munafik, Gaska! Lo itu nggak ada bedanya sama cowok-cowok yang suka sama gue karena nafsu atau fisik. Jadi nggak usah sok penting dan ngatur hidup gue!"

Gaska kehilangan kata-katanya untuk melawan. Ledakan Sea kali ini di luar perkiraannya, seolah gadis itu baru saja menembakkan kemarahan yang bahkan sumbunya sama sekali tak ada hubungannya dengan Gaska.

"Gue nggak nyangkal persepsi lo, karena itu juga nggak sepenuhnya salah."

Gaska mengambil sedikit jeda.

"Tapi kalau gue cowok kayak gitu dan sama sekali nggak ada rasa peduli, udah pasti lo habis sama gue sejak kita di arena balap, atas kap mobil, atau mansion gue." Sea kini bisa merasakan tangannya ditarik oleh lawan bicaranya. "Lo tahu kalau gue nggak akan berani sentuh atau cium tanpa izin lo. Seneng-seneng kayak gitu bukan tujuan utama gue dapetin lo."

"Dan tunggu!" Gaska kini baru menyadari sesuatu. "Apa sekarang ini lo lagi jadiin gue pelampiasan emosi?"

"Iya. Lo keberatan?" ketus Sea berterus-terang.

Secepat itu juga Gaska terperangah. Menekan pelipisnya kuat-kuat, mencoba membiasakan diri dengan sikap buruk Sea yang satu ini.

"You fucking bitch! Serius, gue nggak ngerti sama isi otak lo." Gaska memaki pelan.

Well, salahkan Daniella untuk ini. Dan salahkan Gaska yang justru menganggap Sea manipulatif karena mengatakan yang sejujurnya.

Sea melipat kedua tangannya di depan dada. Sorot matanya kini penuh cela. "Gue sekarang semakin marah karena omongan kasar lo, jerk!"

"Seharusnya, sekarang lo itu hibur gue!" lanjut Sea memberi perintah sambil melepas kembali kacamata hitam milik Gaska.

Semantara di sisi lain, Gaska yang masih tersulut kemarahan kini dibuat menggeleng tak percaya. Serius! Sea pasti berpikir jika cowok bermarga Domani itu mudah dikendalikan.

"Jangan kasih perintah dengan cara kayak gini, gue nggak suka!"

Bukannya menggubris, Sea justru mengulurkan telapak tangannya kepada Gaska.

"Whatever. Hold my hand, now! Let them see that i'm yours!" Gadis itu memberi perintah kedua sambil melirik ke arah orang tua mereka.

"I don't wanna go back there." Walau demikian, Gaska tetap menarik jemari Sea dalam sebuah genggaman hangat.

Jeda.

Pandar dari kedua mata cowok itu kini jatuh kembali pada Sea. Sejujurnya Gaska berpikir untuk menonjok hidung gadis itu sampai mimisan, tetapi tidak tega. Jadi, dalam satu helaan nafas, ia justru berkata, "Mau liat ikan dori nggak?"

Sea mengerjap lucu. Wajahnya mendadak mirip kucing di mata Gaska. "Apa?"

"Ayo ketemu kembaran lo, si biru autis!"

Sea mencebikkan bibirnya. "Stop calling Dori like that, freak!"

"Jangan tambah lucu bisa? Gue nggak mau beneran suka sama lo," kata Gaska yang semakin membuat Sea mirip orang linglung.

Bingung mau menjawab apa. Selain, "OK!"

Cowok dengan kalung rantai di leher itu tiba-tiba menarik jemari Sea untuk memacu langkah. Akan tetapi, bukannya balik ke meja makan, Gaska justru membuat gadis itu keluar dari area resort. Kembali melewati penjaga pintu berseragam pelaut yang kini mengangkat topi sebagai salam saat keduanya berlalu.

Melewati dek kapal, sebelum berjalan menuruni tangga menuju yang merupakan kawasan aquarium raksasa di bagian dasar kapal.

"Kalau orang tua kita nyariin gimana?"

"Bagus, biar mereka mikir macem-macem soal kita yang selalu pergi berdua," jawab Gaska sambil mematikan daya ponselnya.

Sea terperangah di tengah dengusan kasarnya, tetapi ikut mematikan daya ponsel agar Daniella maupun Agra tidak bisa menghubungi mereka. Kapal ini luas, pasti akan sedikit merepotkan untuk orang tua mereka mencari ke seluruh penjuru.

"Lo masih mau makan cupcake?" Suara bariton itu menginterupsi toleh dari atensi milik Sea. "Udah dibilang, gue nggak suka makanan manis."

"Nggak suka makanan manis apa nggak boleh makan manis?"

"Nggak suka makanan manis."

"Yakin?" tanya Gaska sambil terus memandang sisi wajah Sea dari samping. "Nggak sih, gue dari tadi lagi bohong."

"Udah gue duga."

Tiba-tiba saja Gaska menghentikan langkah dan melepaskan genggaman hangatnya dari jemari Sea. "Hitung sampai 10, gue bakalan balik lagi!"

"Mau kemana?" Pertanyaan dari figur cantik itu tak sempat terjawab, pasalnya Gaska sudah melesat lari ke arah dek kapal atas.

"1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10." Sea menghitung sangat cepat. "Ck! Dia kok belum balik?"

Dan bersamaan dengan decakan sebal itu, presensi Argaiska Domani muncul dengan sebuah cupcake strawberry di sebelah tangannya.

"Makan!" kata Gaska begitu sampai di hadapan Sea.

Ah! Gadis itu pasti gila karena langsung melupakan petuah Daniella, begitu Gaska memberikan cupcake itu kepadanya.

"I won't tell your mom."

Dadanya berdesir. Merasa senang dan tersentuh secara bersamaan.

"Keep your promise!" peringat Sea sebelum mendekat, mengambil gigitan sampai mulutnya penuh dengan cupcake dari tangan Gaska.

Awalnya hanya memperhatikan Sea yang tengah memakan cupcakenya sampai habis, Gaska kini menggerakkan ibu jarinya untuk membersihkan cream yang tertinggal di ujung bibir gadis itu.

"Mau lagi? Kalau iya, gue ambilin." Tawaran itu langsung membuat gadis pemilik netra abu-abu itu menggeleng.

Sesaat Sea menunduk, merasakan derap hangat dari jemari Gaska masih tinggal di sisi wajahnya, sementara ibu jari cowok itu masih mengusap bibir bawahnya.

"Cupcakenya terlalu manis." Sea berkomentar dengan suara rendah. "Gue nggak suka."

"Masa?" Dengan bibir sedikit terbuka, Gaska tiba-tiba menjangkau ujung bibir Sea. Hanya beberapa detik, tetapi sialnya sukses membuat tubuh Sea meremang kala merasakan sapuan lidah milik Gaska di bibirnya secara singkat.

"You right! It's too sweet ... tapi gue suka."

Sea membisu dengan wajah sedikit bersemu. Hal itu secara langsung menghantarkan ide jahil Gaska untuk lebih menggoda gadis itu.

"Hey, idiot! Wanna play shark attack?" bisik cowok itu tiba-tiba.

Kerutan di dahi Sea muncul. "What does it mean?"

"You eat and I scream," balas Gaska sebelum mengambil sedikit jeda.

*scream artinya; teriak

"Or ... I eat you, then you scream for me."

Dengan kedua mata melebar, Sea menoleh ke sekitar. Takut-takut jika ada orang yang mendengarnya. "Orang gila!" desis Sea sambil menutup mulut Gaska dengan kedua tangannya.

Mencoba bernafas dan kembali bertingkah normal, Sea masih belum berniat menarik kedua tangannya sekali pun kini dirinya ikut tersenyum saat Gaska menertawakan wajahnya yang kini mirip tomat merah.

"Seriously! You're drunk."

"Yes, i'm drunk and you're so beautiful." Sea menggigit bibir bawahnya saat Gaska melingkarkan kedua tangan di pinggangnya. Menariknya mendekat dengan sentuhan erat di antara remang dan pencahayaan di tengah area Oceanografic.

"And tomorrow, I'll be sober, but you'll still be beautiful."

"Kenapa gue selalu ngerasa kalau lo suka sama gue karena fisik?" kelekar Sea sambil menjauhkan dirinya dari Gaska. Gadis itu kini berjalan masuk ke area sisi aquarium, sementara dapat dipastikan jika Gaska akan mengekor langkah kecil.

"Mungkin karena lo sendiri yang beranggapan kalau satu-satunya hal yang pasti orang lain suka dari lo cuma fisik?" Gaska menyahut sambil memandangi punggung kecil dihadapannya.

Sea tertawa pelan, menoleh kecil untuk melihat keseriusan di wajah lawan bicaranya kini.

"Tapi bener, kan? Problematika orang cantik," bisik Sea terdengar bangga dan miris secara bersamaan.

"Ubah mindset! Jangan geer, nggak semua orang suka sama lo cuma karena kelebihan lo. Walau emang lo cantik, mandiri, berbakat, dan kaya ... lo itu tetap banyak kurangnya."

"Remember, you're not perfect, idiot!" kata Gaska lagi.

Gadis itu tak lama mendengus kesal "Wow! Thanks kritik dan sarannya," cibir Sea pelan.

Menyebalkan! Ucapan Gaska berhasil membuat Sea kembali sadar jika hidupnya tak sesempurna kelihatannya.

Karena kesal, Sea sengaja mempercepat langkah dan menjauh dari Gaska. Akan tetapi, baru tiga langkah, pundaknya sudah ditahan untuk lekas berhenti.

"Don't be mad!" Sea merasakan sesuatu yang hangat menjalar ke rongga dadanya saat merasakan usapan lembut di puncak kepalanya.

"But so what if you're not perfect? That's okay! Welcome to the real world, Princess." Dari belakang, Sea bisa merasakan bisikan Gaska menyisir indra pendengarannya.

Keduanya kembali melanjutkan langkah, masih dengan posisi Sea yang memimpin di depan sementara kedua tangan Gaska berada di pundak gadis itu. Membuat keduanya bermain kereta api.

"Stop! Di sini ada si autis," ucap Gaska sebelum menarik pundak Sea mendekat ke arah aquarium di sisi mereka.

Yeah, di mana banyak ikan biru alias Dori berenang diantara berbagai macam hewan laut.

"Woah!" Kedua mata Sea berbinar dengan seulas senyum lebar di wajah. Cantik sekali, pikirnya ingin ikut berenang di sana.

"Lo kan jelmaan Siren, nggak mau ikut masuk berenang terus makan ikan Dori?" ledek Gaska terdengar mirip psikopat pembenci ikan.

"Ck! Nggak lucu, jangan ngomong jahat gitu!"

"Mereka cantik ya?" Sea bersuara tanpa mengalihkan tatapannya dari ikan-ikan di dalam sana, mereka berenang bebas, seolah menari dengan bahagia.

"Gue jadi iri," lanjutnya yang langsung membuat Gaska mendekat dari belakang, meletakkan dagunya di atas kepala Sea sebelum berucap, "Lo lebih cantik."

"Tapi hidup mereka lebih bebas," racau Sea terdengar begitu dalam.

Pandangan Gaska tertunduk sesaat, melalui kaca aquarium, samar-samar dirinya melihat ekspresi sendu dari Sea. Sesaat ia berpikir, kenapa gadis ini sering murung tiba-tiba?

Pasalnya cowok bersurai coklat itu tidak berpikir jika Sea sungguhan iri dengan ikan Dori konyol yang hidupnya hanya berenang dan berenang.

"Kenapa sedih?" tanya Gaska sambil memutar tubuh Sea agar menatapnya. "Pengen berenang juga?"

Sea tertawa pelan. "Stupid!" desisnya sebelum kembali memutar badan ke arah aquarium.

Kembali memunggungi Gaska yang tiba-tiba teringat dengan bekas kemerahan di lengan Sea. Ia tercenung, mulai berpikir jika ucapan gadis itu tentang mamanya bukan lah hal yang pantas dijadikan lelucon.

Sementara itu, tubuh Sea meremang kala jemari Gaska menyentuh lengannya. Persis di mana Daniella meninggalkan bekas kemerahan di jengkal kulitnya.

"Need a hug?" tawar Gaska di detik selanjutnya.

"If I am asked properly," jawab Sea sambil menaikkan dagunya. Ah! Si angkuh ini selalu sukses membuat Gaska tergelak.

"So ... young lady," Sea tertawa geli saat Gaska berbisik sambil menyurukkan bibir ke telinganya. "Do you need me to hug you?"

Dan ketika Sea mengangguk, Gaska langsung menarik pinggang ramping gadis itu agar kembali menghadapnya. Menghilangkan jarak, dengan mengeratkan pelukan sebelum menarik kepala Sea ke dada bidangnya. Memberi Sea dekapan hangat, ketika gadis itu resmi melingkarkan kedua lengan di tengkuk Gaska.

Atmosfer hangat menyergap di radar keduanya.

"Your mom hurt you?"

Sea langsung menggeleng dan berbohong.

"You want me to punch her?"

"No! You super idiot, she's my mom!" sergah Sea sambil memukul perut Gaska pelan. "Calm down! I'm Sirena Raquelle, nobody can hurt me. And now, i have you."

Jawaban Sea itu tanpa sadar membuat Gaska tersenyum kecil. Pandangannya sejak tadi fokus pada pantulan samar milik mereka di kaca aquarium. "Lo yakin?" bisiknya pelan.

"Yeah!"

"Gimana kalau justru gue yang nyakitin lo?"

Sea tertawa remeh sambil menggeleng. "Nggak mungkin. Lo kan suka dan tergila-gila sama gue."

Sekarang gadis itu mengangkat wajahnya kepada Gaska. "Iya kan, Gaska?" Kedua matanya mengerjap polos saat bertanya.

Gaska mengangguk dan bergumam singkat sebagai jawaban. "Hm ... iya."

Sea tersenyum senang.

"Gue punya rahasia, mau denger nggak?" celetuk Sea sambil menangkup wajah Gaska dengan kedua tangannya, menarik kedua pipi cowok itu dengan gemas.

"Apa?"

Lantasnya, tanpa aba, Sea berjinjit untuk berbisik kepada Gaska. "Gue udah beneran nyaman dan suka sama lo. Jangan tinggalin gue, ya, idiot!"

🦋🦋🦋

Back on |

OSIS dan kegiatan pendisiplinan. Kombinasi paling memuakkan di Senin pagi, bagi seluruh murid SMA Candrawana.

Parkiran sekolah terasa padat, banyak murid yang terpaksa tinggal di depan gerbang lantaran tak mematuhi peraturan yang berlaku secara semestinya. Salah satu korban lagi ini adalah Cello, karena seragamnya nggak pernah dipasangin badge.

Berbeda lagi dengan Gaska yang bisa lolos karena habis malakin dasi adik kelas. Tapi doi bayar pakai duit, jadi yaudah lah ya! Adik kelasnya juga malah kesenengan waktu Gaska nawar pakai duit seratus ribuan.

Ini yang dinamakan win-win solution.

Akan tetapi, pemeriksaan bukan lah hal yang menjadi sorotan pagi itu. Karena ketika presensi mengagumkan milik Sirena Raquelle Paradhipta mencapai area sekolah, semua murid secara terang-terangan langsung menjadikan gadis itu sebagai objek pembicaraan dengan Gaska di urutan kedua.

Well, trending topic hari ini. Sebuah plot twist yang tidak disangka-sangka oleh oknum lambe turah kayak Rico dan Aldan, yups! Dua orang dengan reputasi besar, namun buruk, keserasian yang sepantasnya digadang sebagai pasangan sempurna itu ternyata adalah calon saudara tiri.

Memang membengongkan. Bahkan, kalau bisa, pasti Rico sudah meliput berita ini dan mengirimkannya ke pihak On The Spot.

"Kenapa gue mencium aroma mistis, ya?" Dirga, si kapten basket kesayangan cewek-cewek Candrawana kini bermonolog.

Menatap bergantian pada Gaska yang bersandar di kap mobil, dan Sea yang baru saja keluar dari kerumunan pendisiplinan dari jarak jauh. Jangan kaget mendapati gadis itu lolos, karena pagi ini, dengan sangat aneh, figur cantik bernetra abu-abu itu tak lagi memakai seragam press body.

Selain rambutnya yang sedikit lebih pendek, penampilan Sea sedikit berbeda dari biasanya. Namun, wajahnya tetap sama angkuh dan dinginnya.

"Gue pengen wawancara si boncabe tapi dari mukanya udah badmood, gue takut kena ruqyah!" decak Rico menyahuti dengan wajah masam.

Bukan apa-apa nih, soalnya doi kaget banget waktu denger kabar kalau orang tua Gaska dan Sea mau menikah. Beneran menikah, bukan besanan seperti yang ada dalam bayangannya.

Benar-benar impressive.

"Muka si Gaska kan emang dasarannya begitu, Ric! Badmood setiap saat."

"Tapi gara-gara berita ini pasti si Aldan bersyukur!" celetuk Rico yang sukses membuat Dirga menoleh. "Kenapa?"

"Pengalihan isu." Rico menjulid sambil melirik sahabatnya yang lagi menggalau, soalnya tertolak masuk OSIS. "Harusnya hari ini berita si Aldan gagal masuk OSIS masuk trending topic, tapi tergeser sama Gaska & Sea."

Rico sih nggak kaget kalau sahabatnya itu nggak keterima, soalnya dari segi penampilan aja udah nggak meyakinkan. Tuh, liat! Celana seragam aldan aja ketat banget, kayak mau nyabe di lampu merah.

Okay! Kembali pada spotlight Sea yang mana kemunculannya dari dalam mobil langsung menarik perhatian Gaska.

Ah! Yang dirinya tunggu-tunggu akhirnya tiba.

Anggaplah ini dongeng lama yang terulang kembali, di mana Argaiska Domani memantapkan langkah menghampiri Sea untuk mendapatkan sebuah maaf. Membuat dua orang dengan keangkuhan dan ego yang setara itu berhadapan diantara ramai.

"Morning sister!" Gaska menyapa, seolah memang berniat mencari masalah dengan Sea.

Tentu saja gadis itu tidak menyahut dan langsung melanjutkan langkah tanpa mau menatap Gaska.

Dan bersamaan dengan kesabaran Sea yang kian menipis lantaran harus melihat wajah "calon kakak tirinya" di pagi hari, presensi Cello baru saja memarkirkan motornya. Posisinya tiga meter dari radar Gaska dan Sea.

"Gue berniat perbaiki hubungan kita," Gaska masih bermonolog lantaran Sea belum juga menggubrisnya.

"Gue serius, bisa kasih respon gue?"

"Bisa." Dan bersamaan dengan sanggahan itu, Sea meraih helm Cello yang tak jauh dari mereka.

Keadaan masih normal sampai gadis cantik itu melemparkan helm ke kaca bagian depan mobil Gaska.

PRANK!

Semua orang terkejut. Barisan panitia pendisiplin pun sampai menoleh dibuatnya.

"Anjing!" Si pemilik mobil langsung reflek mengumpat lantaran terkejut, walau kacanya tidak pecah tapi tetap saja serangan Sea itu di luar nalarnya.

Menolehkan kepala, Sea menyeringai puas dengan hasil karyanya.

"Anjing jangan teriak anjing!" serunya sambil mengangkat jari tengahnya kepada Gaska.

Astaga! Semua orang terheran-heran. Kemarahan Sea memang bukan sesuatu yang baru, tapi yang kali ini keterlaluan parah. Gadis itu tak pernah sekasar ini sebelumnya, apalagi dengan Gaska.

Sea's kill instinct: activated

Sementara di tempatnya, Cello masih bergeming. Serius, dua detik lalu helm-nya masih dirinya pegang. Dan sekarang...

Ah, sudah lah! Cowok pendiam itu malas protes, lagi pula ia tahu jika Sea akan ganti rugi. Cello yang tidak berniat ikut campur, kini langsung berjalan menjauh dari drama anak-anak orang kaya yang menjadikan mobil berharga fantastis sebagai penyalur amarah sesaat.

Adegan yang terakhir dirinya lihat adalah Sea dan Gaska sempat saling mengumpati satu sama lain. Kini gadis bernetra abu-abu itu berniat berlalu, sementara Gaska mengejar sambil menggumamkan maaf yang ketulusannya masih di pertanyakan.

Mirip adegan klise dan picisan pada umumnya.

Dan bersamaan dengan Sea yang mencoba menghindari Gaska dan menyamai langkah lebar milik Cello, tiba-tiba saja sebuah mobil melintas. Berakhir di salah satu tempat kosong parkiran sekolah.

Suara decit mobil langsung sukses membuat Cello dan Sea sama-sama menghentikan langkah. Detik selanjutnya pintu mobil itu terbuka, menampilkan sosok familiar dengan seragam identitas SMA Candrawana.

Parkiran resmi berubah menjadi panggung hiburan saat Dariel Noah Abimana menampakkan presensinya di hadapan Cello dan Sea.

Ketiganya saling bertukar pandang tidak lebih dari 3 detik, lantaran Sea sudah dulu memutuskannya. Menjadi orang pertama yang berlalu, melintasi sisi tubuh Noah untuk menghindari dari Gaska.

"Ck! Ngapain lo pake acara balik?" sinis Gaska menyambut tanpa keramahan lalu melanjutkan langkahnya menyusul Sea.

Kini tersisa Noah, Cello, dan atensi berkala yang masih orang-orang tolehkan. "Kenapa mereka?"

"Putus kali," tebak Cello dengan nada acuh tak acuh.

Melihat sepupunya hendak berlalu, Noah buru-buru mengekor dan merangkul pundak Cello. "Tebakan gue bener, kan?"

"Apa?" sahut Cello ogah-ogahan.

"We'll get her back," kata Noah dengan aksen british yang terdengar jelas.

Diam-diam Cello tersenyum miring mendengarnya, cowok dengan seragam tanpa badge itu kini melepaskan rangkulan Noah dari pundaknya. "Tapi gue nggak pengen cewek toxic kayak dia balik ke kita."

Noah menghela nafasnya pelan. "Jangan gitu sama Sea! Gitu-gitu dulu lo pernah sahabatan sama dia."

Cello masih diam, sampai tiba-tiba Noah memberikan sebuah pemantik api kepadanya.

Mengerti kode yang sepupunya berikan, cowok bernetra gelap itu langsung menarik langkah menjauh. "Gue nggak mau!"

Cello memberi tolakan keras, seolah tahu jika Noah akan memintanya melakukan itu lagi.

"Please, sebentar aja!" pinta Noah sambil menarik lengan Cello.

"Kenapa gue?"

"Dia nggak mau liat muka gue, Cell."

"Nggak! Hubungan gue sama Sea juga nggak sebaik yang lo kira."

"Ayolah! Sebentar doang."

"Ogah."

"Lo nggak mau gue lapor BNN, kan?" bisik Noah yang kali ini sukses membuat lawan bicaranya mengumpat pelan.

"Anjing lo!" Bukannya tersinggung saat Cello menyikut perutnya, cowok bermata ocean blue itu justru tertawa geli sekarang.

Ah! Ancaman yang satu ini layaknya kartu AS bagi Noah, lantaran selalu berhasil membuat Darian Cello Rishandi ketakutan dan menuruti semua ucapannya.

Dan sebagai balasan, Cello kini mengambil alih pemantik api berwarna hitam dengan ukiran naga dari tangan Noah. Sesaat menyeringai kepada sepupunya. "Ini yang terakhir, besok-besok lo lakuin sendiri kalau nggak mau Sea justru baliknya ke gue."

Sialnya, Noah justru tergelak. Menganggap ucapan sepupunya hanya lah sebuah lelucon.

"Sea nggak kayak gitu."

"Sejak pergi ke London, lo nggak tahu dia gimana, kan?" Cello mengambil sedikit jeda sambil merogoh saku seragam. Berkutat dengan ponsel untuk mengirimkan sebuah video kepada sepupunya.

"Sea nggak ada bedanya sama Alyssa," desis Cello sebelum berlalu begitu saja.

-TBC🦋

Cello impostor. Videonya nggak di hapus 🤡

GIMANA PART INI?
Bales dendam seriusnya mulai part selanjutnya yaa. Soalnya udah lebih dari 5k kata :D

•••

(The dreamers - 2003)

•••

Fyi:

Adegan di mana Daniella minta Sea untuk muntahin paksa makanannya itu mungkin udah sering kalian temui di film/ series. Kayak di Gossip Girl, My ID Is Gangnam Beauty, sama Bad Genius.

Walau nggak sama persis, karena posisinya Sea dipaksa. Kalau karakter Blair Waldorf atau Hyeon Sua secara sengaja ngelakuin itu karena gangguan makan (eating disorder), jadi mereka takut banget bertambah berat badannya, jadi kalau habis makan mereka keluarin lagi. Caranya dengan masukin jari tangan ke langit-langit mulut, tujuannya biar muntah.

Beda lagi sama karakter Lynn di Bad Genius. Kalau kalian nonton versi film/ series pasti inget adegan dia masukin pensil ke mulut, berusaha muntah dan pura-pura sakit, supaya bisa kabur dari ruang ujian. So, yeah! Buat yang bingung gimana eksekusi Sea biar bisa keluarin makanannya setiap Daniella minta, yaa gitu... ☠️

HOHOOO!! Tbh, aku sedikit kesulitan nulis part ini + ngejar waktu biar cepet up, semoga feelnya dapet.

Tolong ambil yang positive aja dari hal yang tercangkup di cerita ini, Friends!

•••

NEXT? Jangan lupa VOTE + 2k komen sini...

Spam NAVILLERA biar hafal judul cerita ini!

Spam emoji 💙 atau 🦋 untuk meramaikan cerita ini! Thank you.

•••

Playlist NAVILLERA bisa kalian dengerin di Spotify. Link in my bio ˚ ༘♡ ⋆。˚ ೃ⁀➷

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 49.3K 32
GANTI JUDUL. CEWE BARBAR => LOLA Sequel of (S)He Is Crazy #2 Cover by : @Lita-aya SELURUH CERITA MASIH UTUH. TAPI PRIVATE ACAK. FOLLOW UNTUK MEMBA...
5.1M 276K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
2.9M 256K 69
TELAH DIBUKUKAN "Ini perasaan gue yang pacarnya, kenapa berasa jadi selingkuhan dah?" -Obelia Andara (End) Published on 18-11-2021 End on 04-07-2022 ...
1.9K 383 13
jutaan universe tentang eunbi dan jungkook semua akan kembali dan berakhir padamu