Our Story - ChanSoo

By dear612

26.9K 2.8K 510

kumpulan fanfic oneshot hasil gabut seharian semua tentang ChanSoo ❤️ dan hanya ChanSoo ❤️ More

A Gamers
A Gamers (sequel)
Where is love by Theworldwithkaisoo
Will You Marry Me?
The Deepest Regret
Pria Bertopi Hitam
The End
Untitled
Lose
Bunga

You Always In My Heart

2.4K 255 25
By dear612

You Always In My Heart

.::.


Kyungsoo POV

Ini kisah cintaku, dimulai saat aku berusia dua puluh tahun.

Waktu itu udara musim dingin sangat menusuk masuk kedalam nadiku, aku sangat lelah. Aku harus membawakan lima buah lagu lagi dengan pakaian yang cukup tipis. Jujur saja aku ingin segera mengakhirinya, segera turun dari panggung, pulang ke apartemenku yang nyaman dan tidur di atas kasurku yang hangat. Tapi masih ku mencoba untuk tetap bernyanyi. Setelah lima buah lagu aku nyanyikan, aku segera pamit kepada menejer caffe untuk segera pulang. Sesampainya di rumah aku langsung tidur tanpa menganti pakaianku.

Keesokan paginya aku terbangun oleh aroma masakan yang begitu menggoda. Aku sedikit teringat kepada ibuku, ketika aku kecil, aku akan selalu terbangun mencium aroma masakkannya. Ah aku merindukannya, "Omma, berbahagialah disana." Ucapku pelan sambil menutup mata. Kedua orangtuaku meninggal karena kecelakaan mobil di tahun lalu. Lama aku terperangkap oleh lamunanku, akupun segera mengecek dapurku, ternyata kekasihku berdiri disana sedang menyiapkan sarapan untukku. Kami baru saja menjalin hubungan selama tujuh bulan.

"Kau sudah bangun?" Katanya seraya membalikan badan menghadapku.

"Kenapa tidak membangunkanku?"

"Kau terlihat begitu lelah, aku tidak tega membangunkanmu."

Segera aku berjalan mendekatinya, memeluknya begitu erat seakan tidak ingin melepaskannya. Aroma maskulinnya masuk kehidungku, benar-benar aroma khasnya membuatku selalu ingin berada di dekatnya. Tinggi badan kami yang hampir sama tinggi sehingga tidak membuatku kesulitan memeluknya, bahunya adalah tempat favoritku.

"Sudah, sarapan dulu sana. Aku tau kau kelaparan." Perintahnya seraya mendorongku kearah meja makan. Dia telah memasak beberapa lauk kesukaanku lengkap dengan nasi. Aku makan dengan lahap dan dia hanya memandangku tanpa ikut makan, bisa aku tebak jika dia sudah makan sebelum datang ke apartemenku.

"Kita jadi ke Bucheon-kan?" Tanyanya, tidak lama ponselku berdering. Ternyata ada seorang produser ingin menawarkanku rekaman dan aku harus datang kesana hari itu juga. Dengan berat hati aku meminta maaf pada kekasihku dan beruntung dia bisa memahaminya.

.

.

Sejak hari itu aku makin sibuk mempersiapkan albumku, sehingga hubunganku dengannya sedikit berjarak. Tanpa terasa sudah hampir tiga bulan kami tidak menghabiskan waktu bersama. Tapi akhir-akhir ini sikapnya mulai berubah, dia yang periang dan selalu menggangguku, sekarang berubah menjadi lebih diam. Sebenarnya aku merasa risih dengan keadaan ini, aku yang pediam dan dia yang menjadi diam, semuanya terlihat semakin buruk. Sifat kami memang saling bertolak belakang, aku yang pendiam dan dia yang periang, tapi itu yang membuat kami saling melengkapi satu sama lain.

Hari itu aku sudah berpakaian rapi dan menyiapkan beberapa pakaian ganti, aku dan dia berjanji akan ke Bucheon, kampung halamannya. Janji yang telah ku tunda sejak tiga bulan lalu, tapi sepertinya aku harus menundanya lagi. Produserku baru meneleponku dan berkata bahwa ada meeting penting membahas peluncuran albumku yang akan dilaksanakan bulan depan, aku sudah mencoba meminta untuk menundanya, tapi produserku berkata ini tidak bisa ditunda. Jadi dengan terpaksa aku meneleponnya. Dia tidak langsung menganggkat teleponku seperti biasanya. Aku meminta maaf padanya dan mengatakan padanya bahwa aku akan menyusul setelah meeting selesai. Dia tidak menjawab apapun, hanya langsung memutuskan sambungan teleponku.

Tiga jam kemudian aku mendapat kabar yang tak pernah ku duga sebelumnya. Ibunya menelepon ku dan berkata bahwa kekasihku telah mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan ke Bucheon. Saat itu aku langsung meninggalkan tempat meeting tanpa meminta izin sedikitpun dari produserku. Aku sungguh tidak peduli lagi akan apa yang terjadi, di benakku hanya dia. Rasa penyesalan ku muncul begitu dalam.

Aku membawa mobilku dengan kecepatan penuh, sepanjang perjalanan tidak sedikit aku mendengar suara klakson mobil akibat ulahku yang ugal-ugalan. Yang aku tau saat itu adalah aku harus dengan cepat sampai di rumah sakit tersebut. Sepanjang jalan juga aku berdoa agar tidak terjadi hal-hal yang buruk padanya, memohon dan berjanji tidak akan menyia-nyiakannya lagi. Jika terjadi hal buruk padanya maka aku yang akan bersalah, seandainya aku tidak membiarkannya pergi sendiri maka hal ini tidak akan terjadi, kami akan dengan selamat sampai di rumah orangtuanya.

Sesampainya aku di rumah sakit, aku berjalan dengan cepat menyusuri lorong-lorong dan menemukan orangtuanya dan teman dekatnya sedang menangis. Ibunya menangis dalam pelukan ayahnya dan seorang temannya, pria yang tinggi, terlihat berantakan matanya sudah memerah dan rambutnya terlihat acak-acakkan. Aku semakin panik, aku sungguh tidak ingin terjadi hal-hal yang buruk padanya.

Aku sedikit melambatkan langkahku, saat itu pikiran ku sudah mulai penuh dengan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Saat aku mendekat, ibunya langsung memelukku dan menangis dalam pelukkanku, akupun ikut menangis tanpa mengetahui apapun.

Beberapa saat kemudian beberapa suster membawa ranjang yang diatas nya terdapat tubuh kaku yang ditutupi dengan kain putih dari ujung kepala hingga kaki dari dalam ruang yang kami tunggu. Sontak ibunya melepaskan pelukanku dan menangis semakin menjadi di pelukan ayahnya, ayahnya pun terlihat tidak mampu menahan airmata dan seorang temannya terlihat semakin kacau.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Kataku seraya menatap suster tersebut yang berhenti.

"Kami akan membawanya ke ruang jenazah." Kata suster tersebut membuatku membeku.

Tidak...Tidak...Yang di bawa oleh suster itu bukanlah tubuh kekasihku, kekasihku tidak mungkin meninggalkanku secepat ini.

Dengan pelan aku membuka kain putih yang menutupi wajahnya. Dan ku temukan wajahnya yang masih tersenyum dengan bibir tipisnya, dia terlihat begitu damai. Airmataku jatuh begitu saja.

"Baekhyunne, bangun....aku mohon..." Kataku seraya menguncang-guncang pundaknya. "Aku... Aku berjanji akan memperbaiki sikapku...Aku mohon, bangunlah..."

"Baekhyunne...Tolong, jangan bercanda seperti ini. Ini sama sekali tidak lucu. Aku tau kau sedang menjaihiku..." Ucapku dengan suara rendahku yang serak seraya memeluk tubuhnya yang dingin.

"Bangunlah..... Aku mohon.... Aku tau, kau tidak akan meninggalkanku.... Aku mohon bangunlah..."

"Aku berjanji tidak akan membiarkanmu pergi sendirian lagi.... Aku berjanji akan mengatur waktuku untuk mu lebih baik.... Apa pun yang kau mau, aku akan menurutinya... Aku mohon..... Baekhyunne, jangan seperti ini...." Racauku tak jelas.

Aku melepaskan pelukkanku, menatapnya tubuh putihnya yang terbujur kaku. Ku lihat setiap inci tubuhnya, terlihat beberapa luka yang bersarang di tubuhnya. Aku seharusnya tidak membiarkannya pergi sendiri, kekasih macam apa aku membiarkannya seperti itu. Airmataku terus mengalir, aku tak mampu mengendalikannya, melihatnya seperti ini bukan sesuatu yang ku inginkan.

Tuhan, apa yang telah aku lakukan padanya? Harusnya aku menemaninya, bukan membiarkannya, sehingga hal ini tidak perlu terjadi...

Tuhan, aku mohon... Bangunkan aku dari mimpi buruk ini...

Aku tidak sanggup hidup tanpanya...

Aku mohon...

Sekali saja...

Aku mohonnnn.....

Ku rasakan kakiku tak mampu menahan tubuhku. Saat aku akan jatuh terlukai lemas, temannya yang tinggi membantuku, membawaku ke tempat duduk yang terdapat di dekat pintu masuk kamar. Suster membawa tubuh kakunya ke ruang jenazah. Orangtuanya sibuk mengurus prosedur untuk membawa jenazah ke rumah duka.

Waktu itu aku tak banyak membantu, aku hanya menangis dan terus menangis. Bahkan setelah sampai di rumah duka, aku masih belum menerima kenyataan yang ada. Upacara pemakaman dilaksanakan tiga hari, dan selama tiga hari itu pula aku berada di rumah duka. Aku tidak tidur sama sekali, bahkan aku tidak akan makan kalau temannya yang tinggi itu memaksaku untuk makan.

Pria itu Chanyeol, pria yang bermarga Park. Baekhyun sering menceritakan tentangnya, tapi kami belum pernah bertemu secara langsung. Hanya dari cerita Baekhyun, aku tau mereka memiliki sifat yang sama, bahkan tidak jarang mereka terlihat sebagi sepasang kekasih. Bahkan saat pertama kali aku melihat foto mereka di sosial media, aku mengira mereka memiliki hubungan yang lebih spesial.

Setelah proses kremasi selesai, aku, keluarganya dan Chanyeol menunggu abunya di masukan kedalam wadah khusus untuk meletakan abu yang terlihat seperti guci. Kami membawanya ke columbarium, gedung khusus untuk menyimpan abu-abu dari orang yang sudah meninggal.

Setelah itu kami meletakan wadahnya kedalam rak seperti lemari kaca lengkap dengan nisan kecil dan beberapa fotonya. Orangtuanya sudah pulang karena lelah. Sedangkan aku masih berdiri menatap foto-fotonya dengan penuh air mata.

"Baekhyunne, kau tau, airmataku tidak mau berhenti. Apa kau melihat dan mendengar tanggis kehilanggan dari ku??"

" Apa kau setega ini padaku?"

"Tidak bisakah kau kembali?"

"Aku berjanji akan memberikan apapun yang kau minta.... Aku mohon, Baekhyunne..."

Kurasakan seseorang menyentuh pundahku, itu Chanyeol, dia menatapku dalam.

"Ikhlaskan dia Kyungsoo, agar dia bisa beristirahat dengan tenang." Lalu dia membawaku kedalam pelukannya. Aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukkan hangatnya.

Aku ingin membalasnya dan berkata bahwa aku tidak bisa melakukannya, ini terlalu berat untukku. Aku masih sangat mencintainya dan aku tidak siap sedikitpun untuk kehilanganya. Tapi aku tak mampu mengatakkannya, hatiku terlalu sakit.

.

.

.

Sebulan telah berlalu, aku menunda debutku, bahkan aku tidak semangat untuk melanjutkannya lagi. Aku masih sering mengunjungi columbarium tempat Baekhyun di semayamkan. Tidak jarang juga aku bertemu dengan Chanyeol. Bahkan dalam sebulan ini kami menjadi cukup dekat. Mungkin karena dia mengkhawatirkanku.

Hari itu aku berjanji dengan Chanyeol akan mengunjungi Baekhyun, kami berjanji pukul dua siang. Setelah itu kami pergi makan di salah satu caffe langganannya.

"Bagaimana kabarmu, Kyungsoo?"

"Ya seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja." Aku ingin berkata bahwa aku tidak baik sama sekali, hatiku masih sangat pedih.

"Kau tau, kau bisa berbagi apapun padaku." Ucapnya seakan mengerti apa yang ada dalam hatiku. Mungkin dia merasakan apa yang ku rasakan.

.

.

.

Waktu itu adalah tahun keduaku di dunia entertaiment, tidak banyak hal yang terjadi. Aku menjadi penyanyi yang cukup terkenal bahkan aku mendapatkan piala untuk kategori pendatang di tahun sebelumnya. Aku juga memiliki beberapa teman penyanyi sepertiku, kami tidak terlalu dekat, tapi aku selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama. Saat itu aku, Jongin dan Junmyeon sedang menghabiskan malam bersama di sebuah pub yang cukup terkenal. Namun malang menimpa, seseorang tidak ku kenal memasukan narkoba kedalam kantung celanaku, jujur saja aku tidak sadar, aku bahkan tengah mabuk saat itu bersama Jongin dan Junmyeon. Lalu para polisi datang untuk merazia pub.

Aku tentu dengan tenang mengikuti proses yang ada. Namun sial, aku benar-benar tidak mengetahui bahwa ada narkoba dalam kantung celanaku. Lalu polisi melakukan pemeriksaan mendalam padaku. Beruntungnya hasil tes darah ku menunjukan hasil negatif. Beruntung juga tidak ditemukan sidik jariku pada bungkus obat terlarang itu, polisi akhirnya melepaskanku. Tapi tetap saja berita itu tersebar ke seluruh negara dengan cepat, membawa nama baikku kedalamnya. Tentu itu bukanlah suatu hal yang baik untukku. Seluruh media memberitakan yang buruk tentangku, bahkan ada salah satu media online yang mengatakan bahwa aku terlibat dalam kasus penjualan narkoba. Aku di hujat sana sini, aku benar-benar hancur saat itu. Jongin dan Junmyeon sama sekali tidak membantuku, mereka seakan menghilang dari hidupku.

Aku mengurung diriku di dalam apartemen baruku. Apartemen yang tidak seorangpun mengetahuinya. Aku sengaja membelinya untuk menjadi tempat persembunyianku. Dan tentu saja aku mematikan ponselku, aku sungguh ingin menyendiri saat itu. Tiga hari kemudian, aku semakin kalut, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke columbarium tempat Baekhyun, saat itu aku benar-benar membutuhkannya. Bertemu dan bicara dengan Baekhyun adalah obat yang paling mujarab untukku.

Aku sampai di columbarium pukul delapan malam, tentu tempat itu sangat sepi sehingga aku dengan mudah meluapkan perasaanku.

"Baekhyun-ah, bagaimana kabarmu di sana? Aku benar-benar hancur saat ini." Tanpa ku sadari airmataku yang hangat mulai mengalir di pipiku.

"Tidak bisakah kau menjemputku? Aku sangat ingin bertemu denganmu. Apa kau tidak merindukanku?" Mataku mulai memerah, dan hidungku mulai tersumbat.

"Jemput aku dan mari hidup bahagia di sana berdua. Atau haruskah aku yang menyusulmu ke sana sendirian?" Aku hanya larut dalam isak tanggis ku, sebelum akhirnya sebuah tangan menyentuh pundakku dan memutar tubuhku. Park Chanyeol, dia menatapku dalam, aku masih belum bisa menghentikan airmataku.

"Kau tau, aku mencarimu dari kemarin." Tergambar dengan jelas raut wajah khawatirnya.

Aku hanya menunduk terdiam. Dia membawaku kedalam pelukkannya. Hangat, itu yg kurasakan, seperti saat itu, dia menenangkanku dalam pelukkannya.

"Tenanglah, aku ada di sini." Ucapnya seraya mengelus punggungku.

Malam itu aku menghabiskan waktu di columbarium bersama Chanyeol, dia menemaniku. Dia bahkan tidak bertanya apapun, hanya duduk bersamaku di lantai yang dingin.

Ketika waktu menunjukan pukul satu dini hari, akhirnya dia mulai membuka suara dan berkata, "Kyungsoo, apa kau tidak kedinginan?" Aku tidak menjawab apapun, suaraku masih tertahan. "Mari kita pulang ke apartemenku!" Ajaknya seraya membantuku berdiri, aku sama sekali tidak menolak.


Sesampainya di apartemennya, apartemennya sangat sederhana, ketika masuk akan langsung terhubung ke ruang tengah, dapur, satu buah kamar tidur dan balkon.

"Mari masuk dalam kamarku." Sekali lagi aku seperti terhipnotis olehnya, aku hanya mengikuti apa yang dia katakan. Chanyeol membuat gestur seolah mempersilahkan aku duduk di atas kasurnya, dan aku pun melakukannya.

"Kau mau mandi? Biar aku siapkan baju ganti untukmu." Ucapnya lembut.

"Kau punya baju ukuranku?"

"Ah tidak, tapi ada beberapa baju Baekhyun yang masih ada di lemariku. Dia dulu sering menginap di sini." Dia berjalan kearah lemarinya, sedikit mengobrak-abrik lemarinya dan berjalan kembali sambil membawa beberapa baju Baekhyun. "Kau mau pakai yang mana?" Dia membawa 2 buah piyama, satu berwarna kuning dengan gambar spongebob dan satu lagi berwarna merah polos. Tentu aku menunjuk warna merah.


Aku keluar dari kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya, tapi dia tidak ada. Ketika aku keluar dari kamarnya, aku menemukan dia sedang mempersiapkan bantal dan selimut untuk tidur di atas sofa.

"Kau sudah siap mandi? Tidurlah di kamarku, aku akan tidur di sini." Ucapnya seraya menunjuk sofa.

Aku terdiam cukup lama. "Kenapa tidak tidur bersama? Sepertinya kasurmu cukup luas untuk tidur berdua." Aku bahkan tidak yakin telah mengatakannya.

"Kau yakin? Kau tidak risih denganku?"

"Tentu saja aku yakin." Aku menjawab dengan anggukan.

"Ah baiklah, dengan senang hati."

Kami masuk ke kamar dan berbaring di kasur, aku tidur di sisi dekat dinding, dia berada di sisi kananku. Lampu telah dimatikan, tapi aku belum juga bisa tertidur. Aku sungguh tidak biasa tidur dengan orang lain. Bahkan untuk merubah posisi tidurku untuk mencari posisi yang nyaman pun aku tidak berani. Aku tidak ingin gerakanku menganggunya. Jadi malam itu aku tidak tidur sama sekali, walau aku mencoba sekuat apapun untuk tidur.

Sepanjang malam aku hanya mendengar dengkuran halusnya, mencium aroma tubuhnya, dan sesekali mencuri pandang kearahnya. Wajah polosnya ketika tidur sungguh membuatku merasa nyaman.

Pagi harinya aku memasakannya sarapan. Hal ini berlangsung selama seminggu, kami semakin dekat. Aku bahkan sangat nyaman berada didekatnya.

.

.

.

Sebulan kemudian, perlahan semua menjadi lebih baik, namaku telah bersih. Beruntung Chanyeol di sampingku, selalu mendukungku. Dia yang menyarankan ku melakukan ini dan itu.

Hari itu aku berjanji akan memasakannya makan malam di apartemenku. Aku memasakkan resep yang baru aku dapat. Jantungku berdetak sedikit lebih cepat ketika memikirkannya. Dia datang ketika aku sudah selesai masak, kami duduk berhadapan di meja makan. Seperti makan malam biasanya, hanya hari ini sedikit berbeda. Aku memandangnya sedikit lebih lama ketika sedang makan, dia menyadari kemudian menatapku seolah bertanya 'kenapa?', aku hanya menjawab dengan gelengan kepala. Ya jantungku berdetak sangat kencang saat melihatnya, apa yang salah denganku? Apakah wajahku memerah? Aku merasa wajahku mulai memanas.

.

.

Beberapa bulan setelahnya, kami menjadi lebih dekat, di akhir pekan kami akan selalu menghabiskan waktu bersama, entah itu di apartemenku, ataupun di apartemennya. Dan ya, aku masih menyimpan dengan baik suara detak jantungku yang tak karuan saat bersamamnya.

Hari itu adalah hari Sabtu, tapi aku tidak bisa menghabiskan waktu bersamanya karena aku sedang mempersiapkan single terbaruku. Tapi di malam sebelumnya, aku menginap di apartemennya. Ini yang aku suka ketika menginap di apartemennya, kami akan tidur di satu ranjang yang sama, dan aku akan puas melihat wajah polosnya saat terlelap.

Aku selesai meeting dengan produser sekitar pukul sebelas malam. Kami memang telah membatalkan janji menghabiskan waktu bersama malam itu, tapi aku merasa ada yang kurang ketika melewati malam minggu tanpa melihatnya.

Dan di sinilah aku berada, tepat di depan pintu apartemennya. Aku membuka pintu dan mendapatinya sedang bersama wanita dengan pakaian cukup santai dan celana pendek. Mereka sedang menonton film, wanita itu tidur di pangkuan Chanyeol, dan Chanyeol mengelus-elus kepalanya. Aku membeku melihatnya, aku sama sekali tidak tau kalau Chanyeol memiliki kekasih, dan bodohnya aku menganggu acara mereka malam ini.

Aku membalikkan badanku saat dia memanggil namaku. Kenapa rasanya begitu sakit? Aku berjalan meninggalkan apartemennya, mengacuhkan panggilannya. Secepat mungkin aku berjalan keluar dari apartemennya dan memanggil taxi.

Di dalam taxi aku hanya terus menangis, aku tidak mengerti kenapa rasanya sesakit ini. Bahkan aku tidak mendengar sang supir menanyakan tempat tujuan, ketika supir itu berhenti di pinggir jalan dan menatapku, aku baru menyadarinya. Hanya satu tempat yang terlintas di pikiranku. Columbarium.

Sesampainya di sana, aku dengan cepat melangkahkan kakiku, satpam penjaga columbarium sudah mengenalku, jadi aku dapat dengan mudah kluar masuk jam berapapun itu.

Aku berdiri tepat di depannya. Pelan jariku mengusap rak kaca yang terdapat fotonya.

"Baekhyunne, apa yang salah denganku? Kenapa jantung ini berdebar saat di dekatnya? Aku tau ini salah, dia sahabatmu." Cukup lama aku terdiam menatap fotonya, dia menatapku dengan senyum yang selalu menghangatkanku.

"Rasanya sakit sekali di sini." Ucapku seraya menunjuk dadaku.

"Aku melihatnya dengan seorang wanita di apartemennya, seharusnya itu hal yang wajar, dia pria yang sempurna, tapi mengapa rasanya sakit sekali." Ku tutup wajahku dengan telapak tanganku.

"Maafkan aku Baekhyun. Aku terlalu bodoh untuk mencintainya."

"Apakah semua itu benar?" Aku terkejut mendengar suaranya. Sejak kapan dia berada di sini? Apakah dia mendengar semuanya? Aku masih berdiri mematung dengan tangan menutup wajahku. Langkah kakinya berjalan mendekat, semakin dekat dan sangat dekat. Degup jantungku berdetak semakin tidak karuan. Apa yang harus aku lakukan?

"Hei!" Panggilnya seraya memutar tubuhku. Tangannya menangkup tanganku, mencoba membukanya. "Biarkan aku melihat wajahmu." Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala. Aku merasa dia memutar tubuhnya menghadap Baekhyun.

"Baekhyun, aku ingin meminta izin padamu. Izinkan aku untuk mencintai Kyungsoo-mu. Izinkan aku untuk menjaganya. Izinkan aku untuk bersamanya hingga maut memisahkan. Aku benar-benar mencintainya, maka izinkanlah aku."

Dia kembali memutar tubuhnya menghadapku. Dengan pelan dia mencoba melepaskan tanganku dari wajahku, entah apa yang ku pikirkan saat itu, tapi aku mengikutinya. Dia menangkup wajahku kemudian mengunci tatapan kami. Kami terdiam saling menatap cukup lama. Sebelum akhirnya dia mendekatkan wajahnya, dia menciumku, ah lebih tepatnya dia mengecup bibirku dengan lembut.

"Kyungsoo, will you be mine?"

"Tapi wanita tadi...?" Ucapku pelan, mungkin hampir tidak terdengar karena suaraku serak akibat menangis.

"Dia kakakku, kebetulan dia sedang menginap di tempatku." Aku hanya terdiam. "Aku tidak menyangka kau akan cemburu padaku." Dia terkekeh. "Ah tapi maafkan aku tidak memberitahumu sebelumnya, membuatmu salah paham." Aku hanya menatap kedalam matanya tanpa ekspresi apapun. Seolah mencari kebohongan dalam matanya. "So, will you be mine?" Lama aku menatap matanya, yang ku temukan hanya keseriusannya. Aku hanya menjawab dengan anggukan kecil, lalu dia memelukku.

Dalam pelukkannya aku berkata, "Bodoh! Kau seharusnya berkata seperti ini dari dulu, huh!"

"Aku hanya tidak yakin kau akan menerimaku."

"Orang bodoh mana yang akan menolakmu?"

"Ka...mu...?"

"Aku tidak sebodoh itu chan."

"Ah~ baiklah.... Aku mencintaimu, Kyungsoo."

"Akupun sangat mecintaimu, Park Chanyeol."

Kami pulang dan menghabiskan malam di apartemenku, sebenarnya aku sudah menyuruhnya untuk pulang saja menemani kakaknya, tapi dia sangat keras kepala. Malam itu adalah malam pertama kami menjadi sepasang kekasih, kami tertidur dengan posisi saling berpelukan sepanjang malam.

.

.

.

Enam bulan setelahnya, dia melamarku, menyakinkan ku untuk menjalani hidup bersamanya selamanya. Lalu tiga bulan kemudian kami menyelengarakan pernikahan sederhana kami, tidak banyak yang kami undang hanya beberapa orang terdekat kami. Kami memutuskan melakukan pernikahan di tanggal ulang tahun Baekhyun, sebagagi pengingat untuk kami, untuk semua berkat dari Baekhyun. Setahun kemudian aku melepaskan karirku sebagai penyanyi.

Dan disinilah aku dan Chanyeol berada sekarang, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke tujuh. Dan kami tidak pernah lupa untuk datang ke columbarium tempat Baekhyun di semayamkan, apa lagi di hari spesial seperti hari ini.

"Baekhyun, apa kabarmu di sana?" Dia mulai membuka suara.

"Aku berharap kau bahagia di sana." Lanjutku.

"Seperti kami di sini yang selalu bahagia. Aku berharap kita bisa bertemu di kehidupan selanjutnya." Ucapnya seraya memegang tanganku.

"Terimakasih untuk semuanya Baekhyun. You always in my heart. Aku menempatkanmu di tempat spesial di bingkai hatiku." Kau takkan pernah terganti, tambahku dalam hati.


END


maaf kalau feelnya kurang dapet..feelku hilang di tengah2 nulis, jd lah apa adanya..review please..gomawo..

Dear612 - 29 September 2017

Continue Reading

You'll Also Like

155K 11.7K 86
AREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahu...
48.3K 6.6K 30
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
801K 58.9K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
96.6K 12.1K 37
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...