NAVILLERA [SELESAI]

Bởi Amandapcleo_

2.4M 153K 110K

Parallel Universe dari Falling For A Gangsta | 𝗗𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗱𝗶𝗯𝗮𝗰𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗽𝗶𝘀𝗮𝗵 Ini bukan cerita dala... Xem Thêm

Navillera
Prolog
|Part 1: Big Enemy
|Part 2: Marked
|Part 3: Gossip & Manipulative Girl
| Part 4: Two Sociopath
| Part 5: Deal With The Devil
| Part 6: Frenemy
| Part 7: Mr. & Mrs. Possessive
| Part 8: Be Your 911
| Part 9: Illegal Things
| Part 10: Before They Break Up
| Part 11: Pretty Karma
| Part 12: The Planning
| Part 13: Puppy Kiss
| Part 15: Video Call Date
| Part 16: 𝐃&𝐂elatti
| Part 17: Kill Me Heal Me
| Part 18: Once Upon a Time
| Part 19: Lighter & Candy Birthday
| Part 20: Favorite Crime
| Part 21: His Character
| Part 22: Masquerade Ball
| Part 23: Domino Effect
| Part 24: All She Want
| Part 25: The Clouds in His Room
| Part 26: Type of Relationship-Toxic
| Part 27: Drama Queen
| Part 28: Love Her More Than Ever
| Part 29: Body Talk
| Part 30: Tattoo, Butterflies, and Hickey
| Part 31: Speeds 210 mph
| Part 32: Mistake Like You
| Part 33: How To Get Money?
INFO PENTING‼️
| Part 34: Seven Sins Above The Sky
| Part 35: Hi, Backstabber!
| Part 36: Clyde & Bonnie (49 Days)
| Part 37: The Devil's Hours (49 Days)
| Part 38: My Ride Or Die
| Part 39: Ce Sera Notre Petit Secret
| Part 40: Rich Kid Problems
| Part 41: Pretty Little Lies
| Part 42: All Of Us Is Lying
| Part 43: Extracurricular
| Part 44: His Annabelle
| Part 45: Ramen, Beer, and Deep Talk
Part 46: Two Butterflies
Part 47: Melbourne (END)
Epilog
Hola at Me!
After Drunk Text

| Part 14: Into the 54

45.6K 3.4K 2.4K
Bởi Amandapcleo_

a/n: OMG, I'M BACK! Baru 6 hari nggak up udah di teror aja. Sow, aku ganti pakai 6K kata :<

Be wise! Little rawr things content ⚠️

• Absen dulu baca jam berapa?

• Absen juga pakai tanggal ulang tahun!

Happy reading. Jangan lupa vote, komen, + tandai TYPO. Btw, ini part yang lumayan ASDFGHJKL. Semoga feelnya dapet ❣️

🦋🦋🦋

Jakarta berada pada suhu 29°C saat Sea sadar jika tak ada yang lebih baik daripada duduk di atas kab Lamborghini, ketika langit tengah diselimuti pijaran bintang dan rembulan. Indah, tanpa awan. Bersama dengan semilir angin malam yang kembali menerpa wajah dan menerbangkan helai rambutnya.

Seperti saat ini. Lengkap dengan dua bungkus double cheese burger, satu botol cola, dan sekaleng beer non alkohol di sampingnya. Sementara Argaiska Domani selalu punya cara untuk membuat atmosfer dalam radar keduanya semakin hidup.

Well, cowok bernetra coklat itu telah membuka kedua pintu mobilnya-sementara lagu milik Chase Atlantic dibiarkan terputar dari dalam, dengan volume paling keras. Memenuhi kekosongan tempat parkir di belakang gedung yang menyisakan keduanya.

"Sekarang udah lebih dari pukul 10 malam. Sesuai rencana, harusnya lo balik ke rumah 1 jam lalu."

Suara milik Gaska terdengar saat Sea menelan gigitan terakhir dari cheese burgernya.

Sea menoleh, mengernyit saat menatap Gaska yang duduk di sebelahnya. "Lo nggak suka gue di sini?"

"Suka. Kalau bisa kita di sini aja, jangan pulang." Mendengarnya, Sea memutar bola mata. Sementara Gaska sudah meloncat turun dari kab mobilnya, untuk membuang bungkus burger mereka.

Diam-diam, pergerakan milik Gaska tak sekali pun lepas dari tatapan Sea. Gadis itu mengawasi sampai cowok dengan black leather jacket itu kembali ke hadapannya. Omong-omong, McD berjarak tak sampai 25 meter dari pintu gedung live music, itu lah membuat keduanya masih tetap tinggal di parkiran setelah membeli burger dengan berjalan kaki.

Ini masih Sea yang memakai sepatu yang kebesaran di kakinya. Juga masih dengan Gaska yang kini menyesap beer kalengnya dengan kaki telanjang di aspal.

"Rasanya apa?" Pertanyaan itu terlontar spontan saat Sea melihat Gaska meneguk beer-nya lagi.

"Pahit." Cowok itu menjawab, lantasnya mendekat kepada Sea yang masih duduk di atas kab mobilnya.

"Kalau pahit kenapa diminum?"

"Pengen aja," balasnya sebelum melepas jaket dan melemparkannya ke pangkuan Sea. "Kedinginan nggak lo?"

"Sedikit." Angin malam memang berhembus cukup kencang malam itu. Sea hanya mengenakan dress selutut. Maka dari itu, Gaska memberikan jaketnya.

"Mau pulang sekarang?" tanya Gaska yang langsung membuat Sea menggeleng. Lantasnya, cowok dengan kalung rantai di leher itu menyeringai sambil mengambil bungkus rokok dari saku jeansnya.

"Sehabis gue ngerokok, kita pulang. Nyokap lo nyariin nanti."

"Malem ini dia nggak pulang. Dia nggak akan tahu kalau gue lagi sama lo." Sea mengambil jeda sesaat. "Bukannya lo bilang kalau kita di sini aja? Jangan pulang."

Gaska terdiam, dengan puntung rokok yang sudah terselip di bibir, ia menaikkan pandang. "Lo kayak orang yang nggak betah di rumah."

Sea membisu. Tatapannya tanpa sadar redup, seakan itu bentuk pembenaran dari ucapan Gaska barusan.

"Mau tidur di mension gue?" tawar Gaska yang langsung membuat Sea mendesis. Layaknya sebuah penolakan. "No. You idiot!"

Secepat itu juga Gaska terkekeh, mendekat sampai lutut cowok itu menyentuh bagian depan dari body mobil berwarna kuningnya. Sementara itu Sea mendongak pada tatapan Gaska yang persis di hadapannya.

"Good girl. Jangan pernah mau kalau diajak tidur di tempat cowok!" katanya sambil mengacak pelan ujung kepala Sea.

Kala Gaska hendak menarik langkah untuk menjauh dari radar Sea, lantaran berniat menyalakan rokoknya---tanpa aba, dengan gerakan cepat, gadis bernetra abu-abu itu menahan pergerakannya dengan melingkarkan kedua kakinya di pinggang Gaska.

"Jangan kebanyakan ngerokok!" tungkas Sea sambil menarik puntung rokok dari bibir Gaska. Mematahkannya menjadi dua bagian sebelum membuangnya ke tanah.

"Lo bisa cepet mati," imbuh Sea yang langsung membuat Gaska menatapnya dengan sorot mata tertarik. "Lucu lo. Mau ngerokok atau nggak juga kita bakalan mati."

Kedua mata Sea menajam, wajahnya semakin kesal saat Gaska kembali mengambil bungkus rokoknya. "Lo sejak kapan ngerokok?"

"Kelas 2 SMP." Sea terdiam, memperhatikan bagaimana Gaska kembali menyelipkan ujung sigaret itu di antara bibirnya. Sementara sebelah tangan cowok itu kembali merogoh saku untuk mendapatkan pemantik api.

"Rasanya apa?"

"Manis." Gaska menjatuhkan pandangannya kepada Sea. "Lepasin kaki lo. Gue nggak mungkin ngerokok di depan lo."

Bukannya menurut, karena untuk kedua kalinya Sea mengambil rokok yang siap dibakar ujungnya itu dari bibir Gaska. Membuangnya ke tanah, setelah mematahkannya menjadi dua bagian. Aroma nikotin mungkin tinggal di kedua tangan Sea.

"Jangan ngerokok!" Suara milik Sea terdengar lebih tegas dari sebelumnya, membuat Gaska mengangguk. "Okay," sahutnya menurut dengan mudah.

Tanpa sadar gadis dengan eyeliner tipis itu tersenyum senang. Hal itu memancing Gaska untuk mencondongkan tubuhnya ke arah Sea. Berniat menarik gadis itu dalam sebuah percakapan. Seolahnya ingin mengenal lebih dalam dengan figur cantik di hadapannya kini.

"Lo sejak kapan mulai diet?"

"Belum lama. Dari masuk SMA."

"Dipaksa nyokap lo?"

Gadis itu menggeleng. Berbohong sambil menyesap minuman sodanya. "Nggak. Atas kemauan gue sendiri."

"Jangan diet! Nanti lo cepet mati," bisik Gaska menirukan ucapan Sea dengan sangat baik.

Mengambil sedikit jeda, lantasnya tanpa sadar jemari Gaska bergerak menyentuh sisi wajah Sea. "Lo bisa makan apapun yang lo mau. Kalau ada yang ngelarang bilang aja ke gue!"

"Emang kenapa?"

"Cowok lo ini jago berantem, manfaatin aja." Suara Gaska terdengar tak main-main saat mengatakannya.

"Kita udah putus," koreksi Sea dengan kekehan geli saat Gaska mendesis tajam.

"Btw, lo tergila-gila sama cheese burger. Your favorite food, huh?" lontar Gaska yang membuat Sea mengangguk.

"Untuk saat ini, iya. Sayangnya terlalu banyak kalori."

Sea tediam sesaat. "Lucky you. Bisa makan apapun tanpa mikirin kalori," bisiknya dengan senyum getir.

Tiba-tiba saja teringat dengan jelas ucapan Gaska sebelumnya di kepala Sea. "Kissing burns 6.4 calories in a minute. Wanna workout?"

Hening menyergap saat pandar dari tatapannya kini menyelam dalam pada kedua mata Gaska. Sea menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, "Wish I could burns 6.4 calories in a minute," ucapnya menyerupai bisikan.

Di tempatnya Gaska menelan ludah. Mencoba tetap tenang, sekalipun tatapannya perlahan menggelap setelah mendengarnya. "Why? Wanna workout, huh?" godanya.

Hanya dengan suara rendah, terkesan serak milik cowok itu-tubuh Sea berhasil di buat meremang hebat. Atmosfer dan udara dingin yang semula bersarang di antara keduanya seakan surut, terganti dengan ketegangan paling mendebarkan saat Gaska mulai meletakkan kedua tangannya di antara tubuh Sea.

Menunggu respon dari pertanyaannya yang belum terjawab. "Gue nggak akan cium tanpa lo izinin."

Dada Sea berdesir mendengarnya. Tak lama setelahnya, Gaska bisa merasakan jemari lembut dan hangat milik Sea menyusuri garis rahangnya. "Kiss me!"

Seulas senyum samar menghiasi bibir Gaska setelahnya. "As you wish." Dan dengan begitu, Sea merasakan satu kecupan lembut secara singkat di bibirnya.

Gaska menarik wajahnya sesaat, memastikan jika Sea tak akan menyesali keputusannya nanti. "Is it okay?" bisiknya lembut. "Kita bisa berhenti kalau lo berubah pikiran."

Akal sehat Sea resmi lenyap. Gadis itu menggeleng, lantasnya tanpa sadar menarik kaos yang Gaska kenakan untuk mendekat kepadanya. "That's okay, just do it!"

Detik itu, pertahanan Gaska runtuh. Lantasnya ia kembali mendekati wajah Sea. Kembali menciumnya dengan lembut sebelum perlahan memangutnya, seakan ingin berlama-lama. Nadi Sea terpacu hebat, darahnya terasa mendidih, tak cukup siap saat Gaska menggigit bibir bawahnya, menariknya pelan sebelum menyesapnya secara perlahan.

Terdapat rasa nikotin, beer, serta mint yang bercampur dengan lip-tint strawberry yang gadis itu pakai saat Gaska menekan ciumannya ke dalam bibir Sea.

Sea mencoba menguatkan diri, mulai tersengal-sengal kala tubuh Gaska semakin merapat kepadanya, cowok itu memposisikan sebelah tangan di belakang kepala Sea sebelum terus menciumnya sampai tubuh gadis itu terbaring di atas kap mobil, dengan Gaska di atasnya.

"You want to stop?" Secepat itu juga Sea menggeleng. Justru menarik tengkuk Gaska untuk memperdalam ciuman. "No," bisiknya.

Untuk kesekian kalinya, sentuhan Gaska masih berefek hebat pada tubuhnya. Desiran kuat yang membuat kepala Sea semakin kosong. Tak ada yang bisa ia pikirkan, terutama saat sebelah tangan Gaska yang lain menyentuh pinggangnya, perlahan turun sampai ke ujung gaun yang Sea kenakan. Secara singkat, menyentuh dan mengusap pelan kulit paha Sea yang terasa panas di tangannya.

Gaska baru saja berniat menurunkan ciumannya ke rahang Sea, jika saja sebuah angin tak berhembus dengan kencang. Membuat botol cola milik Sea yang semula belum tertutup terjatuh ke tanah. Suaranya cukup keras sampai Gaska dan Sea melepaskan ciuman mereka lantas menoleh dengan tatapan terkejut.

"Shit!" umpat Gaska mengira jika ada seseorang di dekat mereka. Sementara itu, Sea tertawa melihat ekspresi terkejut milik Gaska. Masih tertawa saat menyadari apa yang mereka lakukan. "We need to stop, idiot!"

Gaska menjatuhkan tatapannya kepada Sea. Mendadak ikut tersenyum geli sebelum memberikan satu kecupan singkat, penuh arti di pipi gadis itu. Lantasnya Gaska beranjak dari atas tubuh Sea, dan ikut berbaring di atas kap mobil bersama gadis itu.

Masih tersisa nafas yang terasa tak beraturan saat keduanya memandangi langit malam, yang masih cerah dan penuh dengan bintang. Tak lama setelahnya muncul ledakan kembang api, sangat cantik. Gaska dan Sea menebak pertunjukan live music itu resmi berakhir di dalam sana.

Masih dengan alunan lagu Marvin Gaye yang mengalun keras dari dalam mobil Gaska.

There's loving in your eyes

That pulls me closer
(That pulls me closer)

It's so subtle
(It's so subtle)

I'm in trouble
(I'm in trouble)

But I'd love to be in trouble with you

Miliaran pijar bintang, bulan, serta kembang api yang meledak di angkasa malam. Sialan menakjubkan. Kelewat sempurna saat disandingkan dengan sensasi kupu-kupu yang masih terasa memenuhi purut Sea

"Hey, idiot!" panggil Gaska pelan.

"Apa?"

"Lo udah maafin gue belum?" Cowok bermarga Domani itu bersumpah jika jantungnya berdegup tidak karuan ketika menanyakannya.

Sea menoleh, membalas tatapan Gaska yang sejak tadi sudah tertuju padanya. "Gue izin lo cium gue, mungkin udah." Gadis itu menghendikkan kedua bahunya.

"Ternyata bener... " racau Sea yang membuat Gaska menaikkan sebelah alisnya. "... gue murahan kalau lagi sama lo."

"Gue juga," sahut Gaska seolah tak ingin mendengar Sea merendahkan dirinya sendiri lagi. "Gue nggak pernah mohon-mohon cuma buat dapet maaf dari orang lain."

Cowok itu kembali merotasikan pandangannya, menghadap pada bentangan langit di atas sana. Tatapannya menerawang jauh. "Ucapan gue di parkiran kemarin itu bukan main-main."

Sea menoleh, mengerjapkan kedua matanya saat tiba-tiba Gaska membahas kejadian itu.

"Gue serius," lanjutnya sambil kembali menoleh kepada Sea. Memandang wajah gadis itu dengan intens, menyelam dalam pada kedua mata bernetra abu-abunya dengan lekat.

"Gue tau," balas Sea tanpa ekspresi yang berarti.

"We'd be good together," celetuk Gaska terdengar sangat serius. "Don't you think so?"

"No."

Sea menaikkan pandangannya ke langit saat melihat Gaska mulai mengernyitkan dahinya. Menyadari jika dirinya baru saja ditolak oleh seorang gadis. "Kenapa?"

"Rasa suka lo itu cuma bentuk penasaran ke gue."

"Karena itu bakal bikin lo cepet bosen. Dan berakhir hilang rasa ketertarikan juga kalau kita mulai pacaran."

Gaska berdecih, lumayan tajam. "Lo nggak mau gue hilang interest ke lo?"

*interest artinya; minat/ rasa tertarik/ suka.

Sesuai dugaan, Sea menggeleng. "Gue mau lo stuck sama gue." Balasannya sesaat sukses membuat Gaska merasa tertarik dan dipermainkan secara bersamaan.

"So fucking selfish!" desisnya yang justru membuat Sea tersenyum manis.

*selfish artinya; egois

"Yeah! That's me." Secara terang-terangan menunjukkan kemanipulatifannya di depan Gaska.

"Lo suka nggak sama gue?" Gaska kembali membuka suaranya, mengabaikan keindahan langit di angkasa raya. Atensinya kini berhasil tercuri habis-habisan oleh Sea.

"Sekarang suka, karena kemarin lo habis nyatain perasaan."

"Kalau waktu di parkiran gue bilang benci sama lo?"

Sambil menoleh dan membalas tatapan lawan bicaranya, Sea menjawab, "Gue juga bakalan bilang benci sama lo."

Semudah itu Gaska dibuat tertawa oleh ucapan Sea. Ah, sial! Seleranya sungguhan menyimpang. Bagaimana mungkin ada gadis dengan pola pikir seperti Sea?

"Apa ini berlaku buat orang lain yang nyatain perasaannya ke lo?"

"Nggak. Khusus sama lo." Menyeringai, kini perasaan Gaska merasa lebih senang dari sebelumnya. "Kenapa?"

"Karena cuma lo yang selalu nawarin hal-hal menarik dan bikin gue penasaran. Lo sendiri kenapa suka sama gue?"

"Mungkin karena lo satu-satunya cewek yang berani nonjok hidung gue." Mereka tertawa singkat bersama.

"Freak!" komentar Sea yang membuat Gaska mengangguk. Membenarkan dalam diam.

Keduanya lantas diam. Bersama hening frekuensi untuk saling terbuka satu sama lain, saat pengunjung lain mulai keluar dari dalam gedung. Jakarta berada dalam waktu tengah malam, tepat 1 jam 45 menit sebelum pukul dua belas malam saat Argaiska Domani kembali membuka suaranya.

"Omong-omong, kalau suatu saat, nggak tahu kapan pastinya, semisal gue beneran suka sama lo ... tolong bales perasaan gue. Jangan biarin gue ngerasain sendiri!"

Sea tersenyum sambil menatap langit malam. Ini sungguh akan terlihat bodoh jika Gaska serius dengan ucapannya. Juga naif jika cowok itu menganggap akan terjadi sesuatu yang serius diantara keduanya.

"Okay, tapi lo harus janji satu hal ke gue," kata Sea yang langsung membuat Gaska menoleh dan menyahut. "Apa?"

"Pastiin acara pengumuman pernikahan itu gagal total. Kita nggak boleh jadi saudara tiri!"

Sea's manipulative instinct: activated

🦋🦋🦋

Katanya, orang yang kamu temui di umur 16 tahun akan memiliki pengaruh paling besar dalam keberhasilan masa remajamu.

Omong kosong itu jelasnya tidak berlaku di kehidupan Darian Cello Rishandi. Lantaran pada kenyataannya, orang-orang yang turut mengambil peran itu, ialah wajah baru yang dirinya temui dan kenal saatnya berumur 11 tahun. Kala Cello duduk di bangku sekolah dasar, kelas 6 di periode semester awal.

"Nama panggilan dia Sea."

Berita itu disampaikan pertama kali oleh bocah laki-laki yang selalu terlihat mencolok karena warna kulitnya yang terlihat lebih putih dari teman-teman satu kelasnya. Rambutnya hitam---sedikit ikal di bagian depan, sementara pipinya semakin chubby saat tersenyum.

Perkenalkan, pemilik netra ocean blue paling menawan itu adalah sepupu terdekat Cello.

Daniel Noah Abimana.

Tipikal murid yang memiliki kenalan atau teman di setiap penjuru sekolah, dari berbagai angkatan dan kelas. Si tenang dan supel dengan kemampuan bersosialisasi yang tinggi. Sering menyembunyikan buku komik favoritnya di dalam laci untuk dibaca diam-diam saat pelajaran.

"Mama dia katanya orang terkenal." Suara Noah kembali terdengar, kali ini sambil mengguncang bahu sepupunya yang semula tengah bermain dengan cairan tipe-X.

Well, jangan bertanya siapa dalang dari coretan-coretan putih di bawah meja dan kursi kelas itu.

"Tapi kenapa kayaknya dia nggak ada temen ya, Cell? Kasihan." Pandar dari kedua netra hitam Cello berotasi sesaat. Menoleh tak minat pada presensi gadis yang duduk di bangku paling belakang. Sejak 5 hari lalu, ia resmi menjadi teman sekelas baru mereka.

Anak kelas mereka sering mengolok dan berbisik di belakang Sea, mengatai jika murid baru itu menyeramkan lantaran tak pernah sekalipun tersenyum. Mirip boneka Annabelle karena banyak diamnya. Oh! Rambutnya juga sering di kepang dua.

Namun, Noah tidak setuju dengan anggapan itu. Menurutnya, Sea terlalu imut dan tidak bisa disamakan dengan boneka menyeramkan seperti Annabelle. Walau memang benar, sih! Gadis bernetra abu-abu itu tak sekalipun tersenyum dan jarang sekali bersuara.

"Gimana kalau kita ajak dia temenan?" usul Noah sambil menarik bangku dan duduk di sebelah Cello.

"Nggak mau," tolak bocah laki-laki berumur 11 tahun itu tanpa berpikir dua kali.

"Kenapa?"

"Males temenan sama perempuan."

Noah berdecak pelan, diam-diam melirik ke arah Sea yang berada dalam jarak 4 bangku dari mereka. "Kita nggak boleh pilih-pilih temen," katanya.

"Boleh," balas Cello dengan muka datar sebelum kembali menumpukan wajahnya di atas meja, sambil mencoret-coret meja dengan tipe-X.

"Ayo, Cell! Nanti aku yang ngomong duluan, kasihan dia diem terus nggak ada yang ajak ngobrol."

"Nggak," tolak Cello mentah-mentah.

"Ayo!"

"Kalau nggak mau, nggak aku pinjemin PS lagi mulai besok."

Dan dengan begitu, walau pun ogah-ogahan, bocah bernama Darian Cello Rishandi itu berdiri dari bangkunya. Mengikuti sepupunya untuk berjalan ke arah bangku Sea. Kenali Cello, bocah dengan tinggi 152 cm itu maniac game online.

"Halo!"

Cello hanya diam memperhatikan Noah yang sudah duduk di depan bangku Sea. Melemparkan senyum paling ceria sambil melambaikan tangan. Wajahnya mendadak mirip orang bodoh di mata Cello, ia tak berniat melakukan hal yang sama.

Sementara itu, kedatangan dua bocah laki-laki itu jelas mengundang toleh dari si anak baru. Masih dengan wajah tanpa ekspresi itu, Sea nampak langsung menghela nafasnya. Seolah jengah, sebelum kembali membuang pandang ke arah jendela.

Di tempatnya Cello mengernyitkan dahi saat tak mendapati respon baik dari anak perempuan ini.

"Kamu kenapa nggak pernah ke kantin?" tanya Noah. Khas anak SD, walaupun satu fakta tentangnya. Bocah itu 1 tahun lebih tua dari Cello, umurnya saat ini 12 tahun.

"Kamu suka gambar, ya?" ucap Noah masih bermonolog sambil menunjuk pada sketsa di buku tulis Sea.

Secepat itu juga, si murid baru langsung menutup buku tulisnya. Memasukkannya ke dalam laci.

"Omong-omong, namaku Noah. Kalau dia Cello. Kita sepupu, mamanya Cello itu adiknya mamaku." Kali ini masih Noah yang berbicara, saat tatapan Sea jatuh padanya dan Cello secara bergantian.

Gadis itu diam. Begitu pun dengan Noah yang kini bingung mau bicara apa lagi kepada teman barunya ini.

"Sombong," desisan kecil itu keluar dari bibir Cello. Kedua matanya kini lepas dari milik Sea, lantas ia beralih kepada sepupunya. "Ayo kantin aja!"

"Dia nggak mau temenan sama kita," katanya sambil menarik lengan Noah untuk beranjak dari bangku.

"Kalian mau jadi temenku?" pertanyaan yang terlontar secara tiba-tiba itu, langsung membuat Noah dan Cello menoleh. Mereka cukup terkejut mendapati suara Sea dengan jarak sedekat itu.

"Kalian mau jadi temenku?" Sea mengulang pertanyaannya dengan antusias.

Hal itu langsung membuat kedua bocah laki-laki yang berada di hadapannya mengerjap, pasalnya ekspresi wajah Sea mendadak lebih hangat, walau suaranya masih terdengar dingin dan menyeramkan. Mirip Annabelle versi lebih imut.

"Iya."

"Nggak." Noah langsung menginjak kaki sepupunya, sampai Cello langsung meralat ucapannya dengan terpaksa. "Iya."

Tanpa disangka Sea tersenyum, manis sekali. Lantasnya, ia mengulurkan sebelah tangan dan berkata dengan penuh percaya diri, "Congrats! Mulai sekarang kalian boleh temenan sama aku."

Dan dengan semudah itu; si maniac game online, pecinta komik alias wibu, dan si introvert yang memiliki hobi menggambar---tiga ras terkuat di muka bumi itu resmi berteman pada 23 Juli 2016.

🦋🦋🦋

12 Juli 2018|

Hanya butuh waktu 1 Tahun 9 bulan bagi Noah, Cello, dan Sea mengubah label pertemanan di sekolah dasar mereka menjadi sebuah persahabatan.

Ini tak mengejutkan, mengingat jika tiga spesies itu memang satu frekuensi. Tanpa disadari, mereka mulai saling melengkapi.

Kisah ini masih tentang Cello. Bocah laki-laki yang kini sudah duduk di bangku SMP, kelas 2. Tak ada yang berubah, selain celana seragamnya berubah menjadi biru. Juga fakta dirinya menjadi lebih jarang datang ke warnet di dekat komplek rumahnya---semenjak menghabiskan waktu lebih sering bersama Noah dan Sea.

Jujur saja, bersembunyi di perpustakaan saat praktek pelajaran agama dimulai bersama Noah dan Sea menjadi terasa menyenangkan. Memang sebelumnya dirinya dan Noah dekat, tetapi sejak ada si gadis bernetra abu-abu itu, hubungan keduanya menjadi semakin dekat.

Bukan hanya sebatas partner berangkat dan pulang sekolah bersama, seperti yang lalu.

Atau pada saat Sea butuh objek untuk sketsanya. Baik Noah maupun Cello akan selalu menjadi sasarannya. Yups! Mendadak jadi model yang dipaksa berpose dengan kostum ini itu. Aneh, mendapati mereka mau-mau saja ketika bisa menolak dengan keras. Khususnya Cello, dirinya paling tersiksa dengan ritual aneh Sea ini.

Juga ketika malam di penghujung weekend, mereka akan berkumpul untuk menonton anime favorite Noah dengan layar proyektor. Walau pada akhirnya Cello akan ketiduran di menit ke 20 film diputar. Menyisakan Noah dan Sea, yang anehnya jadi mulai suka dengan anime dan komik-komik jepang.

Dan tebak! Hal aneh lainnya, sekarang mereka punya markas. Tapi tidak rahasia, sih!

Kedai ice cream, Gelato, yang terletak di pinggir kota itu menjadi tempat nongkrong ketiganya setelah pulang sekolah. Omong-omong sejak masuk SMP, mereka satu kelas dan selalu duduk di bangku berdekatan. Jika ini bukan takdir mereka---maka Cello, Noah, dan Sea akan bersikukuh menyebutnya demikian.

Satu hal yang lucu, tak sekalipun mereka datang perseorangan, atau hanya berdua yang bisa meninggalkan salah satu saat datang ke kedai ice cream. Alasannya simple, mereka saling membutuhkan satu sama lain.

Ini karena Cello adalah petunjuk jalan bagi mereka. Ingatannya sangat tajam, dan kota besar Jakarta bukan sesuatu yang bisa Noah dan Sea jelajah pada saat itu. Penanggung jawab agar dua bocah SMP yang super manja itu tidak hilang di tengah jalan.

Sementara Noah, sebut saja dia adalah sarana. Satu-satunya orang yang punya 2 sepeda. Sementara Cello memang tak punya satupun, dan Sea? Dia bisa saja membeli 10 sekaligus, tetapi dia punya mama yang super protective. Tak mungkin Daniella mengizinkan putrinya naik benda beroda dua itu.

Sejujurnya, Sea selalu berbohong agar bisa makan ice cream di kedai. Mamanya tidak akan suka itu. Berkeliaran bersama dua bocah laki-laki termasuk dalam pelanggaran besar. Simpulkan saja, jika Sirena Raquelle Paradhipta adalah putri dengan tali harness di lehernya.

*harness; rompi/ tali yang dipasangkan di tubuh hewan peliharaan.

Sedangkan Sea, gadis yang kini mengganti model ikatan rambutnya menjadi satu kepangan sejak masuk SMP---adalah orang yang bisa memesan ice cream layaknya orang dewasa tanpa takut salah ucap. "Wild Strawberry 1, Chesnut 1, Dark Chocolate 1. Semua cup large plus whipped cream," gadis itu berucap dalam satu hela nafas.

Bahkan sejak berumur sangat muda, Sea memiliki pembawaan yang tenang dan penuh percaya diri. Selalu cakap dan tahu cara berbicara di depan umum.

Kursi paling pojok menjadi tempat favorite mereka. Secara mendadak menjadi hak paten setiap kali mereka datang, terbukti dengan mulanya hanya tersedia dua bangku di antara meja bundar itu, kini pelayan memberikan satu kursi lagi agar mereka bisa duduk bersama.

Well, service spesial untuk pelanggan setia.

🦋🦋🦋

30 April 2019|

Kebiasaan Cello yang tertidur saat menonton anime, dan selalu menyisakan Sea dan Noah tanpa disadari mulai merubah satu hal.

"Cell, mau gue mau kasih tahu lo sesuatu."

Oh, jangan kaget karena mereka sudah tidak menggunakan aku-kamu seperti saat masuk SD atau awal SMP. Yeah, sekarang mereka sudah mau masuk SMA. Lingkungan dan zaman berubah, begitupun perilaku mereka yang kini mulai tumbuh menjadi remaja kota.

"Apa?" Sahutan itu terdengar bersamaan dengan Sea yang mengubah posisinya. Semula gadis itu tiduran sambil membaca komik yang ia pinjam dari Noah, dengan kepala di pangkuan Cello. Sementara cowok itu sibuk bermain game online dengan android terbarunya.

"Tapi lo jangan kaget, ya!"

Cello bergumam tanpa minat sebagai balasan.

"Gue suka sama Noah," bisik Sea sambil memejamkan kedua matanya.

"Udah tahu," sahut Cello santai, bahkan tanpa mengalihkan pandang dari layar ponselnya.

Kedua mata Sea terbuka sempurna. "Kok bisa tahu?" tanyanya sedikit meninggikan suara.

"Kelihatan dari cara lo natap dia." Karakter game yang Cello mainkan mati, ketika cowok itu menjatuhkan pandangannya kepada Sea.

"Kemarin malem, gue liat waktu dia cium pipi lo." Kedua mata Sea melebar, wajahnya langsung berubah merah. "Ngaco!"

Cello menghendikkan kedua bahunya, tak acuh. "Gue belum bener-bener tidur waktu kita nonton anime."

Sialan!

Cowok itu masih diam ketika Sea mulai menutupi wajahnya dengan komik. Helai rambut panjangnya, kini beterbangan saat semilir angin menerpa. Sore itu mereka ada di taman belakang sekolah, menunggu Noah sampai ia selesai dengan rapat OSIS-nya.

"Kalian pacaran?" Cello nyaris tersenyum saat menjumpai jika wajah Sea semakin merona karena pertanyaannya.

"Nggak!" Sea menggeleng keras. "Masih SMP, gue nggak boleh pacaran."

Sambil memutar bola matanya, Cello berdecih. "Tapi ciuman."

"Bukan ciuman. Cuma nempel di pipi, nggak sampai 2 detik. Sumpah!" jelas Sea sambil mengangkat telapak tangannya ke udara.

"Jangan diulangi!" peringat Cello bukan tanpa maksud. Sea semakin merengut saat cowok dihadapannya itu mengusap puncak kepalanya. Sukses membuat helai rambutnya menjadi berantakan. "Jangan mau dicium lagi!"

"Iya, Kak Celloooo." Ah! Panggilan dari Sea itu selalu sukses membuatnya berdecak sebal.

Tolong jangan salah sangka, menganggap jika ini akan menjadi kisah picisan karena Cello berkata demikian. Ini tidak begitu, Cello sama sekali tidak keberatan dengan kedekatan Noah dan Sea. Mereka bisa mengekspresikan perasaan mereka secara terang-terangan, itu tak akan mengganggunya selama masih dalam batas wajar.

Karena bagi Cello, Sirena Raquelle Paradhipta adalah saudara perempuannya. Layaknya hubungannya dengan Noah---dirinya tentu menyayangi Sea dan tak ingin gadis itu mendapatkan masalah. Hanya itu, tidak lebih.

Bahkan, setelah waktu berlalu dan hubungan Noah dan Sea semakin dekat, tak ada yang berubah dari persahabatan ketiganya. Masih tetap sama. Sekalipun keadaan yang berporos sering kali berubah serta terasa buruk.

🦋🦋🦋

15 Oktober 2020

Hal yang paling menakutkan dari suatu hubungan adalah ikatannya.

Jika terlalu kuat dan dekat jalinan seseorang dengan yang lain, mereka cenderung terikat dan enggan terlepas. Dan tanpa di sadari, ikatan kuat semacam itu hanya akan menjelma sebagai sebuah boomerang.

Sayangnya, itu terjadi di hubungan Noah, Cello, dan Sea. Kalau saja, mereka tak keterlaluan dekat dalam menjalin suatu hubungan yang bermula dari pertemanan, mungkin ketiganya tak perlu saling berbagi dan menanggung beban satu sama kali.

Ketika salah satu dari mereka membuat kesalahan, yang lain akan selalu membantu untuk menyelesaikannya.

Sayangnya, sering kali, ini bukan lagi masalah yang sama seperti kala ayah Cello meninggal---tepat di hari kelulusan, juga bukan hal yang sama dengan perceraian orang tua Sea beberapa bulan lalu. Atau pun ketika Noah tak berani pulang ke rumah, lantaran tak mendapatkan nilai 100 di ulangan biologinya.

Pertanyaan terakhir adalah yang terburuk. Noah dan segala belenggu yang mengharuskannya berteman dengan kesempurnaan. Keluarganya rata-rata seorang dokter yang begitu terpandang sekaligus beradikara luas.

Sementara Cello? Dari pandangan Sea memang tak ada yang berubah secara signifikan dari kehidupan cowok itu, setelah ayahnya meninggal. Kecuali keadaan finansial keluarga Cello yang mungkin memburuk. Hubungan ayah dan anak itu memang tidak terlalu baik, bahkan secara terang-terangan Cello sering berkata jika dirinya benci pria itu.

Sejujurnya seringkali Sea merasa jika hidupnya "lebih" beruntung kala mengingat kehidupan Cello & Noah. Oh! Tapi ini tentu tak membuatnya merasa lebih baik, karena pada faktanya, mereka sama-sama punya punggung yang retak bahkan nyaris hancur.

Sebelumnya, Sea merasa jika keadaannya tetap baik-baik saja selama memiliki Cello sebagai sahabatnya, sekaligus Noah sebagai pacarnya. Tidak akan ada yang bisa menyakitinya.

Semua masih terasa sempurna. Sampai kehidupan itu resmi berubah. Ini tak lagi sama saat ketiganya baru saja naik kelas sebelas.

Tepat di ulang tahun ke 17 Noah. Di antara pesta dan orang-orang yang sekiranya satu atau dua tahun lebih dewasa dari Sea dan Cello. Sebuah rahasia dilontarkan...

"Gu-gue buat kesalahan."

Dengan keadaan sepupunya yang kacau itu, Cello bisa tahu jika ini bukan sesuatu yang akan berakhir baik.

"Cell-" Sial! Suara Noah mulai bergetar saat memanggil namanya. Dengan mudahnya, ini mulai menakuti Cello bahkan Sea.

"Don't say it!" bisik gadis itu sembari menatap Noah dengan tatapan berkaca-kaca, penuh peringat dan waspada.

"Dia bunuh diri."

Udara terasa terenggut dari permukaan setelahnya.

Sekalipun terdapat 10% kandungan alkohol di tubuh tubuh mereka, baik Cello mau pun Sea masih cukup waras dan sadar jika ini bukan lagi tipikal masalah yang akan bisa mereka padamkan atau tutupi.

Persoalan itu rasa-rasanya tak sama dengan keluhan Noah saat cowok itu butuh bantuan di mapel biologi.

Ini pun tak layaknya ketika Cello dan Sea membantu Noah menyontek setiap kali cowok itu mengerjakan soal ujiannya.

"Nggak ada yang boleh tahu soal ini, apalagi orang tua gue." Noah menarik rambutnya sendiri dengan frustasi. Air mata pun lolos dari kedua mata ocean blue itu.

"Seharusnya lo juga nggak kasih tahu kita, brengsek!" teriak Sea dengan wajah pasi dan frustasi.

Atmosfer mendadak terasa semakin menakutkan.

Cello yang sudah kehilangan pijakannya memilih duduk di kursi, menatap kosong semua hal. "Ada yang tahu selain kita?"

Noah menggeleng dengan cepat. Dada Sea semakin sesak saat melihatnya. "You fucking asshole!" Bibir gadis itu mulai bergetar menahan tangis.

Sementar itu, Noah telah bersimpuh di hadapan sepupu dan pacarnya yang masih mematung, tercekat hebat setelah berita itu keluar dari bibirnya.

"Tolongin gue, sekali lagi ... khusus kali ini " Ia berbisik lagi, tak pernah gagal membuat Cello dan Sea merasa bersimpati.

"Please... "

Dengan keputusan yang mereka ambil setelahnya, persahabatan & masa remaja mereka resmi hancur.

🦋🦋🦋

Back on|

Agra Domani duduk di sofa ruang kerjanya yang didominasi warna coklat. Penuh dengan perabotan mewah, layaknya rak-rak dinding berisi dokumen, serta miniatur batu-batuan tua berharga fantastis. Lengkap dengan lampu chandelier yang menggantung di langit-langit ruangan.

"Kamu sadar sekarang sudah jam berapa?" Suara tegas milik pria itu terdengar. Memenuhi ruangan, sementara kedua mata tuanya mulai menatap lamat presensi putra tunggalnya.

Argaiska Domani. Figur tampan yang tengah memainkan pulpen silver di meja kerja bersepuh serendibite milik ayahnya. "1 pagi," jawabnya sebelum tertunduk kala Arga menajamkan tatapannya.

"Menurut kamu normal nggak keliaran sampai jam 1 pagi sama anak gadis? Lagian kamu ngapain aja sama Sea sampai jam segini baru pulang?"

"Nggak ngapa-ngapain, Gaska cuma ngajakin Sea nonton live music." Woah! Ia mulai pintar berbohong kepada ayahnya, walau sedikit.

Hening.

Sementara itu, Agra menghela nafasnya perlahan. Matanya masih mengamati putranya dengan sorot tajam yang perlahan kian melembut. "Ke kamar sekarang! Langsung tidur, HP kamu taruh meja sini!"

Detik selanjutnya Gaska langsung menurut. Mengeluarkan ponselnya di atas meja. "Maafin, besok nggak Gaska ulangin," bisik cowok itu sebelum beranjak dari posisi duduknya.

"Lain kali jangan ngajakin cewek lain keluar malem-malem. Nggak baik, nanti bisa jadi kebiasaan."

Langkah Gaska terhenti. Sosok jangkung dengan kalung rantai di leher itu lantasnya menoleh. "Iya, tenang aja. Gaska cuma mau keluar sama Sea, nggak bakal ngajakin cewek lain."

Agra tersenyum. Tanpa tahu maksud lain dari perkataan putranya. "Jagain kalau lagi sama Sea. Dia bakalan jadi adik kamu."

Gaska menyeringai tipis. Kedua matanya berkilat seolah geli. "Iya," sanggahnya lantas menarik langkah untuk keluar dari ruangan itu.

Adik?

Gaska hampir tertawa saat memikirkannya. Ayahnya pasti tak tahu jika Siren penuh manipulasi itu lebih cocok bersanding dengan label atau predikat 'Rapunzel licik' di punggung kecilnya.

Ah! Sialnya, dia gadis favorite Gaska.

🦋🦋🦋

Berbanding terbalik, keadaan Sea terasa jauh lebih memuakkan saat gadis itu pulang ke rumah.

Mamanya pulang. Sengaja menunda pekerjaan di kantor, di tengah jadwalnya yang padat. Masih tentang Sea yang pulang terlambat, dan berhasil membuat Daniella marah besar. Apa lagi wanita itu tahu jika putri tunggalnya pergi bersama seorang laki-laki. Sekalipun itu Gaska, itu jelas kesalahan fatal yang tak bisa dikompromi.

"Lepas gaun kamu!" Sea hanya bisa diam saat tangannya ditarik untuk berdiri dari posisi duduknya yang semula berada di tepi ranjang.

"Aku nggak ngapa-ngapain sama Gaska. Cuma nonton live music." Tak ingin dengar, seperti yang diduga, pada akhirnya Daniella meloloskan gaun dari tubuh Sea.

Dengan penuh ketelitian, mulai memeriksa bagian tubuh Sea. Beralih ke punggung, dada, leher, sampai terakhir bagian paha. Seolahnya memastikan jika Argaiska Domani tak pernah menjatuhkan sentuhan atau tanda ruam di jengkal kulit putrinya.

Ah! Jangan terkejut dengan sikap mama Sea, wanita itu gila kontrol dan kelewat protective.

Ini bukan apa-apa, tunggu sampai wanita itu memaksa Sea membuka lebar mulutnya. Mendeteksi dengan baik di balik kedua matanya yang mulai menajam. "Kamu minum alkohol?"

Sea mulai merasakan pundaknya di cengkram kuat saat Daniella mulai menyadari adanya samaran dari jejak aroma nikotin dan beer lewat aroma nafas putrinya. "Ngerokok?"

"Nggak." Itu adalah jawaban jujur, mengingat jika semua aroma atau kecapan yang tertinggal di dalam mulutnya berasal dari Gaska.

"Aku makan burger sama minum cola," imbuh Sea yang langsung membuat Daniella melepaskan cengkramannya. "Tenang aja, berat badan aku nggak akan naik."

Hening.

Nampak Sea tertunduk sebelum sambil memungut gaunnya di lantai dan memakainya dengan tergesa. Semua pergerakannya, tak lekang dari tatap Daniella.

"Mama khawatir sama kamu," ucap wanita itu yang langsung membuat kedua mata Sea memerah. "Sea tahu. Tapi mama nggak harus berlebihan gini, kan?"

Gadis itu bernafas dengan frustasi.

Ini gila. Sungguh, rasa-rasanya Sea tak sedikit pun memiliki celah atau privacy ketika Daniella masih ada. Seolah untuk bernafas pun, dirinya harus meminta izin kepada mamanya.

"Nggak ada yang namanya berlebihan dari khawatirnya seorang ibu, Sea." Wanita itu menarik dagu Sea, agar putrinya itu menatap kedua matanya lamat-lamat. "Nggak usah pura-pura dan bertingkah paling tersakiti, baik kamu dan mama, kita sama-sama tahu kalau masalah besarnya itu selalu ada di diri kamu sendiri."

"Jangan macem-macem di belakang mama, Sea!" Daniella bergumam rendah, memperingati. Tatapannya seolah memberikan penghakiman dengan cara paling keras.

"Aku nggak pernah macem-macem di belakang mama," lirih Sea memberi pembelaan. Tatapannya kian menajam saat mamanya justru tersenyum.

"Mama selalu tahu apa yang kamu lakuin." Wanita itu melepaskan dagu putrinya. Masih dalam balutan penuh peringatan itu, Daniella berkata, "Berhenti jengukin papa kamu tanpa sepengetahuan atau izin mama."

Bibir Sea mulai bergetar, menahan sesak dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca. Sungguhan sakit hati saat perintah itu keluar dari bibir mamanya.

"Mama kenapa sih udah nggak sayang sama papa?" Sial! Suara gadis itu pecah, bercampur dengan isak dan derai air mata yang kini lolos dari pelupuk matanya.

"Mama kenapa jahat banget perlakuin papa kayak orang asing?"

Sea berada pada titik, di mana nafasnya terasa terenggut secara habis-habisan. "Nggak seharusnya mama tinggalin papa dengan kondisinya yang kayak gitu!"

Suaranya meninggi. Biar, kan! Jika mungkin pada akhirnya dia mendapatkan satu tamparan keras. Namun tidak, mamanya itu justru melangkah mundur.

Tersenyum getir sementara hati Sea kian teriris.

"Mama tahu kamu marah, dan mama minta maaf buat rasa sakit hati kamu. Tapi asal kamu tahu, Sea ... hidup sama papa kamu itu nggak gampang! Selain fisik, mama juga harus kuat mental."

"Kamu masih kelas 9 SMP waktu kita bercerai. Kamu belum tahu apa-apa tentang gimana ada di posisi mama yang harus jadi ibu rumah tangga, tulang punggung, istri, sekaligus perawat buat papa kamu."

Daniella memberi pengertian dengan intonasi suara yang sangat tenang. Seolah tak ingin memperparah tangis dalam diam milik putrinya. Semua resmi meledak, saat wanita itu mendekat kepada Sea. Mengecup puncak kepala putrinya, meredam kemarahan putrinya, sebelum kembali membuka suara.

"Kali ini aja, mama mohon ke kamu. Jangan egois!"

-TBC🦋

GIMANA PART INI? Kasih pendapat kalian, dong! Feel-nya dapet nggak siii?❣️

Menurut kalian, alur cerita ini terlalu cepet atau udah pas? Jujur aja, ini cerita bikin penasaran tidak?? [hanya menerima jawaban yang jujur ya, sobat].

NEXT? Jangan lupa VOTE + 1,5K komen sini...

Spam NAVILLERA biar hafal judul cerita ini!

Spam emoji 💙 atau 🦋 untuk meramaikan cerita ini! Thank you.

•••

Meet our Rapunzel & Flynn Rider 😖💘

Name: Sea
Fav food: Cheese burger 🍔✨

Name: Gaska
Fav food: Sirena Raquelle

•••

Jangan lupa Follow: @amandapcleo_ [Wattpad & Instagram] @salvador.magz [Instagram & Tiktok] untuk info selanjutnya.

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

19K 420 5
Ini bukan cerita incest, dilahirkan dari rahim yang berbeda dan Papa yang berbeda. Tapi keduanya tidak tahu bahwa mereka sebenarnya bukan saudara sed...
2.5K 237 22
Aquila terjebak di antara dua orang laki-laki yang membutuhkannya, satu di antara mereka adalah orang yang pernah begitu dicintainya namun menjadi or...
1.2M 49.3K 32
GANTI JUDUL. CEWE BARBAR => LOLA Sequel of (S)He Is Crazy #2 Cover by : @Lita-aya SELURUH CERITA MASIH UTUH. TAPI PRIVATE ACAK. FOLLOW UNTUK MEMBA...
56.4K 5.9K 45
[Belum direvisi. Masih banyak penggunaan kata yang salah] Tidak perlu mengungkapkan rasa Karena kita saling merasa hal yang sama Tidak perlu berkata...