Pikiranku jadi tambah kacau ketika memasukki sekolah. Gimana nih? Aku nggak bisa ngegantiin itu jaket. Memang bukan gara-gara limited editionnya, tapi dari kenangan itu sendiri yang membuat jaket itu memang tidak tergantikan. Percuma kalo hari ini aku ngehindarin dia, toh pasti ketahuan juga kan?
Aku mengganti bajuku dengan kaos olahraga karena season ke-3 aku adalah basket. And good news, aku sudah punya temen nih! Gak alone dehhh…
By the way, aku mau nunjukkin ke Coach kalo aku emang layak masuk tim inti soalnya denger-denger, hari ini Coach bakal ngerekrut 2 orang buat masuk tim inti soalnya buat ngegantiin anggota lama yang kabarnya sih udah dapet beasiswa basket di college. Duh, siapa coba yang nggak mau di lirik sama coach nya college? Beasiswa lagi.
Karena, Mrs. Nakhia lagi sakit, jadi Coach tim cowok, Mr.Brown yang ngambil alih seluruh latihan hari ini. Dia nyuruh kita warm-up.
“Well, you know the gossip, tentang ada 2 anak dari sekolah ini yang akhirnya mendapatkan beasiswa ke college ternama gara-gara basket? So today, at 3 p.m, I’ll held an audition for Girl’s Basketball Team.”
Ooo… jadi pulang sekolah? Aku sih excited banget ngedengernya. Hana,temen baru aku kelihatan sama excitednya kayak aku. Dia memang temen pertama aku di sekolah ini. Banyak season pelajaran aku sama kayak dia, so aku bakal sering bareng sama dia.
“Do you hear the coach?! I’m so excited! I can’t wait!” Hana kelihatan nggak sabar banget. “Me too! Pengen banget di lirik sama coach nya college nih. Kan ada 2 spot, so pasti kita yang keterima dong,” jawabku setuju sama Hana. Aku sama janjian ketemuan di lapangan basket sepulang sekolah.
***
Aku sengaja dateng lebih awal. Masih jam 1 lebih, lumayan kalo misalnya aku latihan dulu. Untungnya lapangan masih sepi, pas banget. I do some warm up and take a basketball at the corner. Mungkin bisa di mulai dari lay-up kali ya?
Aku ngelakuin lay up, shooting, dribbling and some chest pass di tembok. Aku pingin hari ini berhasil, makanya aku latihan keras . Imagine some imaginary enemy, aku ngelakuin pivot biar lawan bayangan aku nggak ngambil bolaku. I do some three point shots too.
“Heh stupid, udah merasa jago ya?” Aku noleh kearah suara itu dan ngelihat Kevin. Duh, ngapain lagi dia di sini.
“Ngapain kamu di sini? Ganggu orang latihan aja.” Aku ngelanjutin latihan basket. Males banget ngeladenin cowok sialan itu.
“Hei, I’m the basketball captain! Wajar kalo aku ada di sini. Lagipula lapangan ini mau di pake jam 3 buat—“
“I know, buat audisi kan? I’m part of it,” kataku sambil tetep ngelanjutin latihan dribble.
“Kamu, jadi tim basket inti? no way…”
“Kamu ngeremehin aku, kecil-kecil gini dulu aku tim basket inti, tahu?” Sial banget sih dia!
“Ya dulu mungkin sekolah kamu jelek, makanya mau aja terima kamu. You don’t have any quality,” jawabnya tenang. Apa sih maunya dia?
“What? Heh Kevin, aku bisa buktiin ke kamu kalo aku bakal lolos!”
“Oh ya? Sini coba one to one.”
“Okay! No prob!”
Kevin jalan menuju lapangan. I’ll let him to have the ball first, biar aku bisa nunjukkin ke dia kalo aku bisa ngrebut bola itu. Dia ngelakuin langsung nerjang aku sambil nge dribble bola. Dengan gerakan cepat, aku ngambil bola itu dari dia. Lalu nge dribble balik ke basket nya. This is it, three point shoot! Tiba-tiba Kevin ngehadang aku buat three point dan langsung mengambil bola dari tanganku. Aku ngejar dia. Dia hebat juga, yayalahh dia kan kapten.
Sekitar 7 menit kita berdua masih one to one. Dan parahnya, point Kevin lebih unggul dari point ku 8-6. Ya beda tipis, cuma Kevin kalo main giras banget. Kelihatan kalo dia orangnya gak suka ngalah. Aku ngejar dan ngrebut bola dari tangannya tapi gagal. Aku udah panik, takut kalah karena sebentar lagi 10 menit akan berlalu.
Aku melakukan sedikit sight trick, tipuan mata, lalu dengan cepat ngambil bola di tangannya dan nggak sengaja nyikut bagian tubuhnya. Kevin langsung nglepasin bolanya dan aku langsung nge-shoot bola itu ke ring. Skor kita imbang 8-8. Well, setidaknya aku nggak kalah!
“Nah, sekarang nggak ada yang menang dan nggak ada yang kalah. Look, kita sama oke?” aku mengambil bola basket itu dengan bangga. Aku menoleh dan melihat Kevin duduk kesakitan di tengah lapangan.
“Oh my God, kamu kenapa?” aku datang menghampiri dia.
“Duh, gila ya. Kamu main pake sikut-sikut segala. Ini kena ulu hati, tahu nggak?”
“Aduh sorry banget, mana yang tadi nggak sengaja aku sikut?” aku memegang perutnya yang menurut aku spot yang kemungkinan besar aku sikut. Tiba-tiba dia berdiri dan ngambil bola aku, lari dan melakukan shoot ke ring.
“Kamu itu lucu banget ya? Berarti emang akting aku berhasil dong?” Kevin ketawa sementara aku cuma melongo. Awalnya aku nggak dong, dan akhirnya aku sadar kalo dia pura-pura sakit.
“Ihh… Kamu tuh bikin orang panik aja! Ngeselin!” aku ngejar dia dan mukul-mukul dia. Sial banget dia. Aku mukul dia sampai nggak ada ampun!
“Aduh…aduh. Yaya sorry la. But, that’s was fun actually.” Dia megangin lengan aku supaya berhenti mukulin dia. “Apa coba yang fun. Fun bagi kamu aja kali.”
Aku ngelihat jam sudah jam 2. Pasti bentar lagi bakal ramai. “Udah ah, aku siap-siap dulu. Udah jam 2, bentar lagi pasti rame.” Aku narik tangan aku dari pegangan Kevin.
“Heh stupid.” Aku jalan tanpa menghiraukan panggilannya. Stupid, stupid, enak aja. Aku punya nama tau.
“Fani!”
“Apa lagi sih?”
“Jangan sampe kalah ya dari yang lain. You’re not that bad.”
Dia ninggalin aku sendirian di lapangan. Apa nggak salah denger nih? Aku berusaha nggak ngegubris dia dan berlari ke tepi lapangan. Nggak lama kemudian, Hana dan peserta lainnya dateng. 1 jam kemudian Mr. Brown datang yang artinya audisi sebentar lagi dimulai. Sistem audisi kali ini adalah pertandingan yang di bagi 2 kubu. Mr. Brown tidak hanya menilai dari tehnik aja, tetapi juga dari kerjasama tim.
Hana dan aku ada dalam satu tim. Kita berdua harus masuk dalam tim basket ini! Gym mulai dipenuhi oleh banyak anak. Adrenalinku semakin naik, membuatku tambah semangat. Kevin dan teman-teman basketnya ikut menonton pertandingan basket ini. Aku dan timku siap di posisi and when the ball got tossed, pertandingan di mulai. Bola langsung di rebut oleh seorang cewek kalo nggak salah bernama Natalie. Hana pernah cerita kalo Natalie itu agresif banget. Tahun lalu, dia kalah audisi dan bff nya sendiri masuk ke dalam tim. Yang membuat dia lebih kesal lagi, salah satu dari pemegang beasiswa basket itu adalah bff nya sendiri. Makanya dia nganggep bff-nya itu pengkhianat karena dia merasa temennya itu udah ngambil posisi dia.
Natalie mendribble bola melewatiku dan dengan cepat aku mengambil bolanya dan mengoper ke Hana. Hana melakukan shoot dan masuk! Awal yang bagus nih. Sebagian dari penonton melakukan applause dan berteriak memberi semangat. Natalie terlihat kesal. Ya iyalah, secara kalo dia nggak masuk lagi, dia bakal gila kali ya?
Pertandingan semakin sengit. Hasil akhir menunjukkan antara 2 kubu hanya selisih 1 point dan timku yang pertama. Berkat suasana plus riuhnya gym, aku tidak kehilangan semangatku untuk posisi tim basket. Mia, salah satu timku mengoper bola ke arahku dan menuju ring lawan. Sesaat sebelum aku melakukan three point, Natalie menyikutku di bagian rusuk dan mengambil bolaku. Aku langsung jatuh di lapangan dan Natalie melakukan shoot dekat ring. Aku memegang rusukku dan meringis kesakitan. Kepalaku yang menghantam lantai terasa pusing.
Wasit membunyikan pluit dan anggota tim basketku berjalan ke arahku. Bel berbunyi tanda pertandingan di hentikan sementara.
“Are you okay?” tanya Hana.
“Yeah.” Aku berusaha duduk dan ternyata usaha itu gagal. Aku kembali meringis kesakitan karena sakit kepala itu menyerang kembali. “I think I’m not.”
Natalie datang kearah kerumunan yang mengeliliku dan terlihat cemas. Dia nggak sadar apa kalau dia yang nyikut? Aku mau protes tapi udah lah, lagipula aku juga nggak ada kekuatan untuk melakukan itu. Wasit memberi kartu kuning kepada Natalie dan Natalie melakukan protes. Okay, It’s not my business anymore.
Bisa di bilang kayak tim medis sekolah datang menghampiriku dan menidurkanku di tandu. Aku di bawa ke uks dan pertandingan berlanjut tanpaku. Pupus sudah harapanku masuk tim basket. Aduh Fan! Di sikut gitu aja kamu langsung lemah, bagaimana mau masuk tim basket kalo lemah kayak gini?
Tiba-tiba Hana datang ke UKS untuk melihat keadaanku. Dia terlihat cukup cemas.
“Kamu beneran nggak bisa ngelanjutin?”tanya Hana cemas.
“As you can see, kayaknya emang nggak bisa. Bakalnya pasti ada memar gede di sini,” kataku sambil menunjuk bagian yang di sikut.
“Memar?”
“Iya, tadi aku jatuh ada alasannya kali. Natalie nyikut aku dan itu keras banget.
“Damn Natalie! Segitu agresifnya dia sampe harus kayak gitu. Cuma di kasi kartu kuning lagi! Aku jadi wasitnya, sudah aku kasih dia kartu merah,” kata Hana sambil berapi-api. Aku tertawa karena tingkahnya.
“Sana lanjutin pertandingannya, cuma sorry aku nggak bisa liat kamu main.”
“Terus kamu gimana?”
“Ya mau gimana lagi? Udah lah, sana balik. Jangan ganggu aku istirahat,” kataku sambil mendorongnya pelan.
“Yaya, aku bakal kalahin Natalie sialan itu.”
Aku tertawa mendengarnya, “ Sip! Good luck ya!”
Hana tersenyum ke arahku dan meninggalkanku. Aku memegang daerah yang di sikut Natalie dan meringis kesakitan. Impianku bagaikan terlindas hanya karena disikut! Di SIKUT! Gosh! Aku marah pada diriku sendiri sampai-sampai tanpa aku sadari aku menangis. Menangis karena artinya aku kalah sebelum meraih sesuatu. Aku menutup mataku dan melanjutkan tangisanku. Aku tidak bisa kalah begitu saja. Aku berusaha duduk tapi lagi-lagi gagal. Aku menghembuskan nafasku dan berpikir, mungkin memang aku sudah kalah di awal.
Salah satu anggota tim UKS yang kalo nggak salah namanya Pauline, memberiku semacam salep di bagian rusukku.
“Hmm.. kayaknya akan ada memar besar di sini.” Aku hanya bisa mengangguk. Saat dia memeriksa bagian kepalaku, aku merasa ada yang sakit saat dia menekan bagian belakang kepalaku.
“And… di sini juga ada sedikit benjolan.” Aku juga mengagguk dan membalasnya, “memang tadi aku pas jatuh, kepalaku menghantam lantai cukup keras.” Pauline hanya mantuk-mantuk, “ maybe kamu harus istirahat sebentar. Kamu mau pulang? Aku bisa telpon orang tua kamu lewat atas nama sekolah.”
“Eh… nggak usah. Nanti aku bisa kontak sendiri.”
“Hmm… okay, kamu bisa istirahat dulu. Aku tinggal sebentar ya.”
“Ok.”
Aku kembali sendirian di uks. By the way, aku lupa kalo hpku di loker, jadi aku nggak bisa kontak siapa-siapa. Aku ingin sekali tidur, tetapi tidak tahu kenapa ada rasa kesal karena kegagalanku dalam diriku sehingga aku mengurungkan niatku untuk tidur.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan dan aku menutup mata dengan tanganku untuk menyembunyikan mataku yang sembab. Saat orang tersebut membuka pintu untuk masuk, terdengar suara riuh penonton yang membuatku semakin kesal. Aku melempar bantal kearah pintu.
“Bisa nggak sih, tinggalin aku sendiri buat istirahat?” kataku tetap dengan posisi menutup mata.
“Ya siapa juga yang mau ganggu kamu? Emang ini ruangan punya kamu aja?” Kalian pasti sudah bisa menebak yang masuk siapa. Bisa nggak sih, 1 momen aja aku nggak ketemu sama dia. Kalau ini ceritaku ini cerita novel, biasanya si tokoh ini sama si tokoh itu ketemuan terus, itu artinya udah destiny mereka. Aku sih berharap ceritaku nggak kayak gitu.
“Ooo.” Aku membalasnya dan kembali terdiam. Sudah nggak punya tenaga buat tengkar sama dia.
Aku nggak tahu dia ngapain, aku hanya mendengar dia mengutak atik lemari obat. Aku bisa merasakan keberadaannya mendekatiku. Aku sudah nggak mau berurusan dengan dia lagi.
AUTHOR'S NOTE:
I'm back! Sorry sudah lama gak ngepost soalnya kemarin sibuk UN. Aku janji aku bakal nge post sesering mungkin. Left any comments because i'm really-really appreciate it!