The Friend Is Never There

بواسطة widianingrum579

222 64 3

Vickey, gadis psikopat yang harus menjalani kehidupan sunyinya. tak berapa lama setelah sahabatnya menyadari... المزيد

Chapter 1
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5

Chapter 2

58 15 0
بواسطة widianingrum579

Matahari memancarkan sinarnya yang menyilaukan. Hari sudah cukup terik.

Terlihat dari kaca jendela kamar tidur Alesha yang sudah tersibak. Sinar itu kian menyeruak memenuhi setiap sudut kamar yang menghadap langsung dengan surya.

Alesha menutupi wajahnya dengan selimut, merasa matanya sakit terkena pancaran sinar emas itu.

Ia kembali tertidur. Namun acara tidurnya tidak berlangsung lebih lama lagi karena seseorang memasuki kamarnya, berusaha membangunkan Alesha.

Lelaki bertubuh tinggi itu menyibak selimut yang telah menutupi seluruh bagian tubuh gadis itu. Ia memanggil-manggil nama gadis yang berada di hadapannya. namun karena merasa tak ada jawaban, akhirnya sebuah tamparan kecil mendarat di bahu gadis yang masih terlelap ini.

"Tolong hentikan!" akhirnya Alesha mampu mengumpulkan sedikit kesadarannya, hanya sekedar untuk menghetikan tingkah kakaknya yang rutin dilakukannya setiap pagi ini.

Lelaki berumur duapuluhan tahun ini mengerutkan dahinya. Kalau dilihat sekilas dia sepertinya orang yang jenius.

Terlihat menarik. Ia memiliki wajah dengan pipi tirus khas orang Amerika, matanya yang sedikit sipit berwarna cokelat muda memancarkan karisma tersendiri yang sulit dijelaskan. Kulitnya putih bersih seperti kulit orang Eropa. Hidungnya bangir, sebangir orang Italia. Dan rambutnya yang agak panjang berwarna hitam pekat, seperti orang Korea.

Sebenarnya dia orang mana?

"Bangunlah Al, kau harusnya sudah mandi sejak dua jam yang lalu. Dan lihat dirimu, kau malah belum bangun." Si tampan itu mencoba menarik seluruh selimut yang di pakai adiknya, namun Alesha menariknya lagi. Dan terjadilah aksi saling tarik menarik.

"Pergilah Ainsley! Aku merasa sangat lelah, aku benar-benar lelah. Kau tahu, kan, aku baru pulang pukul sebelas malam." Alesha mengusir kakaknya, namun nada bicaranya terdengar seperti orang yang bergumam dalam tidur.

"Aku beri waktu lima menit untuk keluar dari kamar, aku mau pergi berlibur. Kalau kau tak mau ditinggal sendirian dirumah ini, maka keluarlah dari kamar ini dalam waktu lima menit! Karena aku tidak akan pulang dalam hitungan hari." manusia tampan itu mengancam dengan nada yang sangat lemah lembut. Mengalun indah di telinga Alesha.

"What?! Lima menit itu tidak cukup!" gadis cantik yang tertidur –hampir pulas – itu menghempaskan selimut yang tadi ia pertahankan. Tubuhnya terperanjat dan segera mengomel pada kakaknya.

Sia-sia, Ansley telah keluar dari kamar seluas 5x8 meter itu dan segera memasang sikap acuhnya –yang pastinya sangat tidak disukai Alesha.

"Kau tak mempedulikanku?! Terserah saja, pergi saja sana, aku mau dirumah." Mulut gadis SMA itu mulai mengomel lagi.

Dengan rambut yang acak-acakan ia melangkah ke kamar mandi. Jalannya terseok karena masih mengantuk, walaupun ia sudah sempat bersikap anarkis pada saudara satu-satunya itu.

...

"Baiklah Vickey, kau mau kemana lagi?" wanita paruh baya –dengan dandanan semacam bangsawan- itu melirik putrinya yang sedang memakai sepatu boot yang selalu digunakannya saat pergi.

Vickey tidak menjawab.

"Ayolah Vickey, kau baru pulang pukul sebelas malam. Mau kemana lagi kamu?" wanita itu melangkah menghampiri Vickey.

Tadi malam Vickey dan Alesha memang pulang malam. Mereka berdua di-interogasi oleh petugas kepolisian, dan didampingi oleh Albert –si dokter muda- juga. Mereka selesai pukul sembilan, kemudian keduanya pergi ke taman yang sudah sepi untuk mengobrol, sekedar untuk sedikit mengurangi kesedihan mereka.

Mata vickey masih sembab karena tangis. Wajahnya memang memperlihatkan kelelahannya, tapi dia masih bisa melakukan berbagai hal dengan ke-gesitannya.

Vickey kemudian meninggalkan ruang keluarga, berlari kecil menuju pintu depan, rambut ikalnya yang dikuncir kuda naik-turun lucu. Kemudian segera menghampiri mobilnya yang terparkir manis di garasi samping rumah.

Mobil itu bergerak, mengikuti arahan dari si pengendaranya. Vickey mengemudikan mobilnya ke arah gerbang, kemudian menunggu satpam rumahnya membukakan gerbang.

Tiga puluh detik berlalu, tapi satpamnya tidak juga muncul.

"Oh astaga...Dimana Mike pergi? Kenapa ia tidak juga muncul untuk membukakan gerbangnya? Baiklah, aku mampu membukanya sendiri."

Vickey membuka knop mobil, ia segera keluar untuk membuka gerbang.

Tangannya meraih kunci gembok yang di taruh tak jauh dari gerbang. Kini ia sudah memegang gembok dan akan membukanya. Tapi matanya menangkap sebuah objek yang tak asing.

Sebuah taksi terparkir di depan rumahnya. Si penumpang sepertinya tengah membuka knop pintu, terlihat dari knop yang bergerak-gerak. Tak lama setelahnya, kepala seorang laki-laki muda menyembul keluar.

"Ah, Albert." Dengan cekatan, tangan Vickey membuka kunci gerbang dan berjalan cepat mendekati lelaki berjas putih khas dokter tersebut.

Vickey memelankan langkahnya ketika hampir mendekati Albert. Dia melihat ada yang mencurigakan dengan gerak-gerik pria itu.

Albert tak biasanya menggunakan kacamata hitam, dan siapa pria yang berjalan mendekat itu? mengapa Albert tampak seperti membicarakan sesuatu yang sangat penting dengan pria itu.... Oh astaga! Itu James, ayah Amber. Ada apa dengan mereka?

Vickey mengurungkan niatnya untuk menyapa Albert, dia kembali ke dalam mobilnya kemudian bergerak -ke sebuah tempat- dengan gesit.

...

Alesha baru saja selesai menyikat giginya. Ia mengambil cairan face wash kemudian menyapukannya ke wajah yang telah basah.

Setelah dirasa cukup, ia pun kembali membilas wajahnya yang kini terlihat lebih segar.

Alesha terkejut saat ia sedang mengeringkan wajahnya dengan handuk, ia mendengar suara nada dering dari telepon masuk.

Nama Albert berkedip-kedip dilayar iPhone-nya. Seakan membujuk untuk minta panggilannya dijawab.

"Alesha?" suara diseberang menyapa lebih dulu.

"Iya, aku disini. Apa ada sesuatu yang penting hingga kau menelefonku? Biasanya saja kau hanya mengirim pesan." Alesha menggerutu, dan gerutunya terdengar jelas di telinga Albert.

Albert mengerutkan dahinya.

"Aku ingin bertemu sekarang juga. Datanglah segera, alamatnya akan kukirimkan lewat pesan. Ini penting, meyangkut kematian sahabatmu." Alesha bingung dengan nada bicara Albert yang sangat serius, kata-kata yang diucapkannya menyiratkan kesungguhan yang dalam.

"Tentu, kirimkan alamatnya dan aku akan datang dalam limabelas menit."

"Sepuluh menit." Albert memberi tekanan dalam kata yang baru ia ucapkan.

"Tentu." Alesha langsung menutup panggilan Albert secara sepihak. Kemudian kakinya menuntunnya ke kamar untuk segera berganti pakaian. Dan astaga.. dia tidak mandi?

Tigapuluh detik kemudian, sebuah pesan masuk di inbox gadis tinggi itu. tantunya isinya adalah alamat yang harus didatangi Alesha dalam sepuluh menit.

Tak menunggu lebih lama lagi, gadis berambut hitam lurus sepunggung itu menghampiri sedan-nya di garasi. Kemudian melesat ke arah selatan, menuju ke tempat Albert berada saat ini.

Shouth Garden 10:43 AM

"Albert?" Alesha menyapa Albert dengan tatapan bingung. Ternyata Albert tidak sendirian. Ada lelaki tua disampingnya, maksudnya lelaki berumuran empatpuluhan tahun.

Alesha mengerjapkan matanya, berkedip-kedip kemudian...

"Paman James? Apa kabar, paman?"ternyata pria itu adalah ayah dari sahabat Alesha, Amber.

"..." yang disapa diam saja,

Ada apa ini? Kenapa semuanya diam?

"Maaf?" gadis itu menaikkan kedua alisnya dengan tubuh yang sedikit menunduk, mencoba mensejajarkan tubuhnya dengan kedua pria yang duduk di kursi taman.

"Duduklah." Albert berucap dengan tatapan mata yang terkesan cuek. Pria muda dengan kemeja biru elektrik serta sebuah jas ditangannya itu menyilakan Alesha untuk duduk di kursi taman yang tepat berada di depan mereka.

Kursi yang diduduki ketiga manusia yang tengah diam itu berbentuk melingkar mengelilingi sebuah meja marmer kecil yang elegan, terlihat menarik. Tapi mengapa tidak ada pengunjung taman yang cantik ini?

"Aku ingin bertanya." Gadis itu hanya menanggapi pernyataan Albert dengan menaikkan alis kirinya.

"Dimana saja kau saat Amber bilang ia ingin pergi ke taman ini?" Albert terlihat mengerikan dengan muka garang-nya.

"Aku bersamanya, di taman ini." Albert dan James saling berpandangan, dahi keduanya mengerut tipis.

"Aku ingin lihat kukumu." Albert garang lagi.

"Apa maksudmu?"

"Tunjukkan kukumu." James menatap tajam mata Alesha.

Merasa takut, Alesha segera menyodorkan tangannya.

"Apa kuku palsumu sudah kau lepas?" Albert bertanya dengan nada bicara yang terkesan mendesak.

"Aku tidak memakai kuku palsu. Sekarang coba jelaskan padaku, kenapa kalian memperlakukanku semacam ini? Kalian seperti sedang menginterogasiku, dan jika itu benar. Kegiatan interogasi kalian tidak akan menemukan apa-apa. Polisi sudah menginterogasiku dan aku tak bersalah, kalian dengar?"

"Kau tidak sopan sekali! Apa kau tidak bisa menjaga nada bicaramu pada orangtua?" James menatap marah pada gadis yang duduk dihadapannya.

"Dengar, aku merasa tidak ada teman disini. Kalian memanggilku untuk datang, dan kalian memarahiku disini? Hah, itu sangat lucu. Dan jika disini aku hanya melakukan hal yang tidak penting maka aku akan pergi. SEKARANG JUGA."

Alesha bangkit, baru satu langkah ia menjauh, sebuah tangan menangkap lengannya. Menahannya untuk tidak meniggalkan tempat ini.

"Duduklah, aku akan menceritakan sesuatu padamu." Si pemilik tangan –Albert- mendudukkan gadis labil itu, dalam posisi duduk yang sama.

"Kau masih ingat? Foto yang aku tunjukkan padamu kemarin? Disana sangat jelas ada keterangan mengenai siapa pembunuh Amber. Di bahu Amber terdapat luka cakaran dan diluka yang dalam itu meninggalkan sebuah kuku palsu berwarna pastel yang menancap di bahu Amber. Dan aku mngira itu adalah milikmu, tapi ternyata... kau tahu itu milik siapa? Itu milik Vickey, kemarin aku melihatnya menggunakan kuku palsu. Dan di jari tengahnya saja yang tidak terdapat kuku palsu itu."

"Kau gila?! Vickey sahabat Amber, dia bahkan menangis semalaman karena kehilangan Amber. Dan kau menuduhnya?" Alesha hampir berdiri karena kemarahannya yang meluap tak terkendali.

"Apa bukti itu tidak cukup? Kau melihat mimik wajahnya saat aku memberikan foto-foto Amber? Seharusnya kau lihat mata jahatnya yang hanya melihat dari sudut mata. Jika kau sahabat Amber maka tolong bantu kami atasi masalah ini agar tidak ada korban yanng selanjutnya." Alesha tidak percaya, bibirnya mengerucut dan air matanya mulai penuh.

"kau tahu? Ini adalah tugas rahasia dari kepolisian, kita bertiga diberi kepercayaan. Dan mereka berharap kita tidak mengecewakannya." Alesha mengangguk pasrah, menerima keadaan bahwa sahabatnya adalah pembunuh.

James hanya menghela nafasnya beberapa kali saat mendengarkan perdebatan kedua pemuda ini.

"Satu lagi, di tempat inilah Amber ditemukan, dan itu membuatku berpikir tempat pembunuhannya tidak akan jauh dari sini." Albert menatap sudut taman yang terdapat sebuah gazebo, gazebo tertutup.

Dinding gazebo itu tertutup dengan tembok bercat merah muda, tempat itu juga cukup luas dan tinggi. Namun yang aneh dari gazebo itu adalah mengapa gazebo itu tertutup? Bahkan ada sebuah pintu untuk masuk ke dalamnya. Gazebo ini lebih mirip dengan pondokan kecil.

Mulut Alesha sedikit terbuka, memperlihatkan seberapa terkejutnya ia.

Pantas saja tidak ada pengunjung lain selain aku dan kedua pria ini.

...

"Apa kau tidak takut kalau ada orang lain yang mengetahui kejadian ini? Aku sudah susah payah mencegahmu, aku tidak mau diseret dalam urusan ini." Seorang laki-laki mengeluh pada gadis yang berada dihadapannya.

"Aku tak tahu. Mengapa semuanya aku lakukan. Hal ini terbesit dikepalaku dan entah mengapa ide itu membuatku ingin melakukannya. Ini terjadi begitu saja..." Vickey mencengkeram kepalanya kuat-kuat.

"Aku sangat menyayangi Amber. Aku begitu sangat tak ingin kehilangannya, dan kemudian aku berfikir untuk membuatnya beristirahat. Aku melakukan ini karena aku sangat menyayanginya. Dan kenapa ini salah? Jawablah aku Louis, kenapa ini salah?" sambung Vickey. Cengkeraman tangannya semakin mengerat.

"Itu jelas salah, aku tak perlu menjelaskannya padamu karena kau harusnya tahu itu. membunuh adalah hal yang tidak benar!" Louis berteriak. Teriakannya mengejutkan Vickey hingga ia terperanjat.

"Louis tolong jangan teriaki aku. Kau sahabatku kan Louis?"

"Sudahlah, aku muak dengan semua ini. Aku bisa mentolerir kalau kau hanya mencubit atau menampar, tapi ini membunuh, kau sudah membunuh seorang manusia! Tak sadarkah kau bahwa KAU ADALAH SEORANG PSIKOPAT?! Aku tak mau kalau harus berurusan dengan masalah ini lagi, aku akan pergi ke Washington sore ini juga. Aku tidak mau kalau harus menjadi korbanmu yang selanjutnya." Louis berdiri, bermaksud ingin membereskan pakaiannya dan memasukkanya kedalam koper untuk kemudian dibawa pergi.

"Berhenti, Louis! Aku juga menyayangimu, tolong kau jangan meninggalkanku." Tangan Vickey memegang erat tangan Louis. Jari panjangnya yang ditumbuhi kuku-kuku –yang juga panjang- menusuk tangan laki-laki itu hingga terluka dan mengeluarkan darah.

Louis menoleh ke arah Vickey, kemudian menatapnya tajam penuh amarah.

"Kau lihat ini, tanganku kau lukai tanpa kau sadar. Dan ini adalah ciri dari seorang PSIKOPAT! Aku sudah mencoba mengobati kejiwaanmu dengan berbagai cara, yang tentunya aku rahasiakan dari siapapun. Termasuk keluargamu. Tapi kau tidak sembuh juga. Kau tahu, kau tidak sembuh karena kau tidak mau sembuh! Sekarang aku bosan menjadi sahabatmu yang setiap harinya kau lukai. Lihat tubuhku, penuh luka cakaran dan sayatan dari tanganmu. Kau harusnya tshu kalau menyakiti itu tidak akan membahagiakan orang lain, tapi menyakitinya." Darah ditangan kiri Louis menyembur.

"Tapi saat orang lain ku lukai mereka mengatakan kalau itu tidak menyakitkan. Dan kupikir itu yang membahagiakan mereka..." air mata Vickey menetes. Setetes demi setetes.

"Oh astaga! kau memang mempunyai ganguan jiwa yang cukup parah."

"Aku tidak gila!"

"Kau tidak gila tapi kau psikopat. Kau harus tahu itu, pulanglah temui keluargamu, dan beri tahu mereka kalau kau adalah psikopat. Maka mereka akan segera mengobatimu dengan terapi."

...

TBC

...

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

10.9K 1.5K 47
DANMEI TERJEMAHAN
KANAGARA [END] بواسطة isma_rh

غموض / الإثارة

7.6M 550K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
34.5K 2.6K 30
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...
don't hurt Lia (end) بواسطة el

غموض / الإثارة

1.3M 96.9K 73
"lo itu cuma milik gue Lia, cuma gue, gak ada yang boleh ambil lo dari gue" tekan Farel "sakit kak" lirih Lia dengan mata berkaca kaca "bilang kalo...