Inside of Stone - 5T

Da missdinda

84.2K 5.7K 567

Earthniss Setiap batu memiliki fungsi dan keajaiban masing-masing. Setiap batu dapat menyeret ke dalam kebaik... Altro

Trailer and Read !
PROLOG
Part 1 - Errol
Part 2 - Pengintai
Part 3 - Tamu Sonya
Part 4 - Black Shadow Terror
Part 5 - Rumah
Part 6 - Sebuah Janji
Part 7 - Clemanos
Part 8 - Penyerangan Besar-Besaran
Part 9 - Marclewood
Part 10 - Varunnette
Part 11 - 5-T
Part 12 - Tersesat Di Marclewood
Part 13 - Pasar Gelap Qriket
Part 14 - Rumah Menghilang Baccry
Part 15 - Residual
Part 16 - Jalan Buntu
Part 17 - Pertarungan Bersih
Part 18 - The Mask
Part 19 - Ke Timur
Part 20 - Di Dalam Flyanger
Part 21 - Hubungan
Part 22 - Sebuah Euron Untuk Kiana
Part 23 - Saat Mimpi Muncul Kembali
Part 24 - Pembantaian Flyanger 1
Part 25 - Pembantaian Flyanger 2
Part 26 - Surat Varunnette 1
Part 27 - Terpisah
Part 28 - Lorong Menuju Sidang
Part 29 - Suatu Simbol
Part 30 - Xavier Dan Matthew
Part 31 - Semua Selalu Tentang Batu
Part 32 - Surat Dan Mata-Mata
Part 33 - Si Pemburu Gelap
Part 34 - Bleedator
Part 35 - Kabar Dari Utara
Part 36 - Hervodus
Part 37 - Saédan, Penguasa Erebus
Part 38 - Teman Dahulu, Musuh Sekarang
Part 39 - Edge Four
Part 40 - Kota Jatum
Part 41 - Umna
Part 42 - Tempat Untuk Berubah
Part 43 - Breyon
Part 44 - Trauma
Part 45 - Buku Matthew
Part 46 - Rapat Dewan
Part 47 - Ucapan Selamat Tinggal Dari Kawan
Part 48 - Tugas Dan Melindungi
Part 49 - Adik Perempuan
Part 50 - Pejalan Batu
Part 51 - Pergi
Part 52 - Sumpah 'Ten Sea Blood'
Part 53 - Hijau Di Tangan
Part 54 - Asap Di Tangan
Part 55 - Valueya
Part 56 - "Ratu Bukan Apa-Apa"
Part 58 - Pendosa
Part 59 - Perbatasan Daylight
Part 60 - Torin Maxima
Part 61 - Zonela
Part 62 - Disini, Terakhir Berdiri
Part 63 - Tembok Api
Part 64 - Mengambang, Menjauh, Tak Terlupakan
Part 65 - Surat Varunnette 2

Part 57 - Gelap Dan Batu

346 39 8
Da missdinda

Pedang ungu dari baja Ganusion tergeletak, berdiri di lantai, disarungi dari kulit sapi coklat dan terukir lambang R, kepala pedang berbatu ungu, kaitannya tembaga asli, ada lambang Lyither, permata ungu 3 buah berjajar di sarungnya. Bertanya-tanya berapa banyak makhluk yang sudah dibunuh dengan pedang itu? Tapi hanya ada 1 makhluk yang tidak bisa dibunuh dengan pedang itu.

Raydon mengalihkan pandangan ke buku tebal ditulis guru Jatum mungkin satu abad yang lalu, tentang batu-batu terkeras yang tidak bisa dihancurkan. Setiap judulnya dia menemukan nama batu dan gambarnya, penjelasan dan bait-bait singkat cerita-cerita lama dari guru penulis. Batu intan salah satunya, gambaran tinta guru tidak terlalu bagus bahkan pelukis handal akan merobeknya dan menggambarkan ulang untuknya. Dulu sebelum bentuknya sebagus di gambar, berlian atau intan masih berbentuk kasar. Penambang yang ahli mampu membedakan antara berlian, kerikil, ataupun pasir. Berlian termahal ditemukan di sungai, oleh orang biasa dengan pendulangan, menyerok isi sungai dan mengisi nampan itu dengan kerikil, pasir, batu-batu kecil lalu menggoyang-goyangkannya di air hingga hanya tersisa batu-batu. Lalu mereka memilahnya, ada yang bagus, ada yang jelek, yang beruntung bisa menemukan batu mulia. Setelah batu mulia didapatkan, mereka menghaluskannya, memolesnya hingga dapat bentuk berlian yang cantik yang harganya melambung tinggi, cocok untuk bangsawan.

Tapi Pejalan Batu yang dilawannya saat itu tidak dipenuhi batu berlian, artinya masih ada kelemahannya. Raydon membalik lagi, baru dapat puluhan halaman dan masih ada ratusan lembar yang harus dibaca. Dia mulai bosan, tempat baca Lyither sangat kumuh dan sempit, berdebu dan berhantu. Dia menemukan tikus-tikus bermain di balik lemari, menjerit saat buntutnya digigit tikus lain, lampu minyak berumur puluhan tahun mati, hanya guru-guru saja yang suka masuk di sana.

"Aku lelah baca sejarah, kufikir kita harusnya melupakan masa lalu." Gerutunya menutup buku, debunya terbang.

"Bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghormati pejuang dan mempelajari sejarah masa lalu. Kalau aku tidak membaca cerita tentang komandan-komandan terdahulu Sonya dan bagaimana cara mereka di lapangan, aku tidak akan memenangkan perang Tambang Kuning saat itu dan diangkat menjadi komandan Sonya. Terima kasih untuk nenekku yang suka mendongengkan kisah ksatria Sonya." Gumam Ugrah, dia membaca di antara 3 lilin yang mengelilingi bukunya, terkadang aroma terbakar terendus karena rambutnya hampir terbakar terlalu dekat dengan api.

"Orang-orang Peri ini punya banyak sejarah komandan, tapi banyak yang sombong." Ray bersandar, membuang nafasnya yang berbau debu.

"Orang-orang lain juga punya sejarah, tapi mereka mengingat yang penuh omong kosong." Balasnya, dia masih semangat membaca buku, buku-buku yang judulnya sulit dicari dan tidak banyak yang menulisnya. Pria tua itu meninggalkan tugasnya di Sonya demi menemukan Xavier, demi membuka tabir yang tabu baginya sampai ke utara. Ada sesuatu yang harus dipecahkan setelah mendapatkan cermin jelas di Flyanger, dia tidak main-main.

"Ganusion adalah baja kuat, orang-orang Dubhan mendirikan gerbangnya menggunakan baja jenis ini. Para penambang hanya menemukan tambangnya di tempat yang membeku. Aku melawan makhluk itu sia-sia komandan, kuharap kau melawannya suatu saat." Ray berharap, jadi bisa menemukan rekan untuk mencari jawaban bagaimana mengalahkan mereka.

"Aku tidak mau," elaknya. "Mutan-mutan Darkpross berbahaya, para Peri yang harus mengendalikannya." Dia terdengar bercanda.

Raydon bernafas kesal, duduk tegak lagi dan berkhayal. "Kalau begitu aku harap semua Pejalan Batu nanti menginvasi Earthniss." Hujatnya.

"Mana yang kau pilih? Pejalan Batu yang menyerang atau Black Shadow Terror?" Dia masih membaca, berkhayal di mata cerahnya.

"The Beast tidak akan pernah menyerang, komandan dengar yang Hervodus itu ceritakan? 'Tidak akan pernah The Beast bergerak jika salah satu kaumnya tidak mati'." Ray mengingat lagi cerita Hervodus yang mereka berdua datangi.

"Kecuali jika Xavier membunuhnya." Katanya, waspada dan percaya Xavier masih hidup.

"Kalau dia benar-benar dimakan Lonk?" Tanya Ray. Raydon berhasil membuat Ugrah marah dan diam, melanjutkan membaca buku karena selalu diberitahu Xavier mati dimakan Lonk. Tapi dia bukan pria yang tidak punya kepercayaan, entah apa yang membuat dia sangat percaya Xavier masih hidup dan tinggal bersama The Beast yang mana tak masuk akal. Xavier bisa saja masuk ke daftar orang hilang yang diculik dan dimasukkan ke Darkpross, dia tidak pernah memikirkan hal yang semudah itu, langsung ke hal yang tidak memungkinkan. Semua yang dia lakukan pasti hanya untuk menemukan Xavier, si gelap Xavier.

"Kau baca saja tentang The Black Shadow Terror, dan aku baca tentang batu-batu ini." Ray mengeluh, malas lagi melihat buku. "Varunnette tidak membalasnya, Ilzier ke sana membawa barang bukti dan kembali sambil mengatakan 'nanti akan ditangani mereka', kurasa mereka menganggap kasus ini hanya candaan."

"Kasih saja mayat itu ke mereka."

Sontak Ray teringat Lily, Lily malang yang tergeletak tidak sadar dikerumuni batu-batu keras seluruh tubuhnya, menunggu guru Samborsa menemukan obat. "Kalau saja mereka membantu." Dia sangat muram.

"Varunnette tidak bergerak jika hanya ada 1 kasus saja, mereka bergerak kalau makhluk itu menyebabkan bencana besar sampai ke seperempat belahan."

"Jadi bagaimana? Hanya beberapa pria saja yang mengetahui hal ini, prajurit Lyither tidak pernah ke mana-mana. Aku kirim pesan ke Radella, Varunnette dan semuanya tidak membalas. Aku benci semua dewan, aku benci dewan keparat itu!" Cemoohnya kesal, menggeram lantang dan berkata kasar.

"Kau butuh minum nak?"

"Aku butuh obatnya! Dia tidak bergerak dan belum sadar." Ray semakin kesal, dia ingin jawaban atau bantuan dari Ugrah tapi Komandan yang Lari itu tidak memberikan masukan. Hanya memikirkan Xavier, seolah dunia akan tenggelam jika tidak menemukannya.

"Pacarmu belum berubah, jadi yang kau cari ini cara untuk mengalahkan atau menyembuhkan? Mengalahkan Pejalan Batu kau berbicara persediaan perang, menyembuhkan gejala Pejalan Batu kau membicarakan obat. Kau ada di kebingungan, pilih satu dan kerjakan," sarannya, akhirnya. "Hanya kau dan beberapa pria yang melihat mereka kau bilang, artinya tidak ada yang percaya di luar sana, terutama dewan tua yang hanya percaya mengantongi batu di saku kanan dapat menahan buang air besarnya. Apa yang kau harapkan dari dewan tua itu? Bertemu mereka? Lebih baik melakukannya lebih dahulu dan melanggar peraturan."

"Kalau begitu kau juga sama, menemukan Xavier atau menemukan Lonk. Aku tahu ini hari yang sulit komandan, aku menghormatimu, sungguh. Tapi jika perang nanti mereka menurunkan makhluk itu kita hancur." Sindirnya.

Ugrah berpaling dari bukunya, menatap sejenak Raydon yang berjenggot tipis. Pemuda itu menjengkelkan jika dia sedang kesal, membagikannya pada semua orang. "Apa yang digunakan penambang untuk menghancurkan batu?"

"Um, beliung tambang? Cangkul tambang? Bom? Aku bukan orang tambang komandan." Ray berdiri, mengintip jendela ke arah gang sempit yang mendung, beberapa pria lewat, wanita membawa keranjang masakan.

"Kamu menggunakan pedang mengayunnya, apa batu pecah dengan gerakan ayunan my lord? Tapi kalau kau mencangkulnya di titik yang tepat, kau akan menghancurkannya. Pekerja tambang akan mengalahkanmu kalau berhadapan dengan makhluk itu." Gerutunya.

"Kita tidak berperang dengan cangkul dan linggis." Keluh Raydon lagi.

"Kenapa tidak? Bukannya kita bosan dengan pedang? Kadang mereka berperang dengan kata, berperang dengan wajah, berperang dengan senyuman. Semua adalah senjata, yang mengasah adalah pribadi orang sendiri."

"Aku mengayunkan pedangku, memantul. Lily menancapkan pedangnya, menyangkut. Mereka melesatkan puluhan panah, tapi hanya 2 yang mengenai kulitnya. Sangat sulit sekali dan mereka tidak mudah mati." Bayang Raydon pada malam itu, terutama saat dia hilang di balik pepohonan setelah memanjat.

"Dan menular." Tambah Ugrah. "Gadismu itu masih di dalam sini dalam kondisi terinfeksi, apa kau tidak cemas?"

"Dia berubah? Tidak." Kata Raydon, dia mengingat lagi malam itu. Dingin dan suara aneh yang dibuat makhluk itu saat membungkuk, mimpinya dibayangi hal itu, membuatnya merinding dan terjaga tiap malam. Kadang ia mengingat jeritan Lily, dia kesakitan. Cara batu A'dinnya bekerja pun belum maksimal melumpuhkan makhluk itu, kalau dia bertemu pasukan besar Pejalan Batu? Apa yang bisa diperbuatnya?

"Kamu ragu." Ugrah kenal suara itu. "Ayahmu bisa tahu."

"Aku ahli menyimpan rahasia komandan. Guru Grahmir tidak berhenti sedetik saja di ruangannya meneliti makhluk yang masih kita simpan, dan Samborsa masih menunggu berkas atau apapun itu yang dia butuhkan untuk menyembuhkan Lily. Mereka berdua punya rumah khusus dengan pengawasanku." Wajahnya dibuat seserius mungkin.

"Jadi intinya ayahmu tidak tahu." Ringkasnya, Raydon pasti menyembunyikannya. Tuan rumah yang menguasai rumah, bermain di rumah sendiri.

"Apa yang sedang kau baca?" Ray mengalihkan topik, mencari aman.

"Sejarah kaum Shaders oleh Eodan Ori."

"Oh, jadi komandan ingin menjadi salah satunya?" Ray melucu, tidak untuk Ugrah.

"Eodan mengungkapkan bagaimana keberadaan makhluk Black Shadow Terror ini pertama kali, di mimpinya semua dunianya gelap, tandus, merah, penuh jurang dan batu gunung. Dia percaya makhluk itu membawanya ke sana untuk memperkenalkan, tapi kesempatan Eodan saat menjelaskan pada publik dibalas dikucilkan, dia dianggap tidak waras jadi tidak ada yang percaya, beberapa musim dilewati dan mayat Eodan ditemukan berlumuran darah di tempat tidurnya. Dia punya satu buku mengisahkan tentang semuanya, senjata yang dipakai untuk menghalau, kebanyakan legenda-legenda dulu. Bahkan ada berita besar tentang satu orang membunuh The Beast dan semua makhluknya keluar, tidak dijelaskan bagaimana cara mereka menormalkan mereka kembali, tapi bukunya ada di selatan." Jelasnya, membaca bait cerita legenda terakhir, jauh di masa saat neneknya masih bayi.

"Terdengar memang seperti dongeng, anehnya aku percaya. Banyak orang yang tidak mudah percaya dengan hal mistik, gaib, sihir dan kelebihan. Aku pernah memimpikan hal itu, kegelapan yang lebih gelap. Tapi aku menemukan semuanya di dalam satu orang, jujur saja ayahku tidak percaya aku bisa menggunakan batu A'dinku."

"Ayahku tidak percaya aku diangkat menjadi komandan Sonya." Ugrah terkekeh.

"Jika ada jawabannya, bisakah Xavier kembali?" Raydon selalu penasaran, dia tidak terlalu mengenali Xavier tapi dia punya reputasi besar di Sonya juga daerah timur. Dia mau mengetes kepercayaan Ugrah, apa dia masih 100 persen yakin melanjutkan hal ini?

"Kalau Xavier kembali itulah jawabannya," koreksinya. "Kau bilang penampakan bayangan naga raksasa di langit Flyanger, selanjutnya aku menemukan simbol-simbol itu entah apa. Aku menyangka Xavier hilang dan terhisap ke dimensi lain, menemukan gerbang The Beast. Tapi aku tidak tahu cara menemukan titik lain gerbang yang lainnya."

"Seperti portal teleportasi?"

"Di buku Abandi tidak menyebutkan portal." Dia makin pusing.

Ray meregangkan tubuhnya yang tegang, membaca membuatnya sangat kaku dan kepalanya penuh kunang-kunang tak kasat mata. "Aku butuh udara komandan, kau mau ikut? Kita juga minum."

"Aku akan di sini." Dia menolak, tetap duduk dan membaca di balik remang cahaya, wajahnya semakin tua dan memucat.

"Kau kelelahan komandan, istirahat adalah mimpi semua ksatria." Raydon merasa kasihan, dia tidak makan dan tidak minum kadang. Menjadi pengelana di negeri entah berantah demi tujuannya, bekerja sendiri dengan susah payah.

"Tapi aku masih bangun." Balasnya tenang.

Raydon meninggalkan komandan Ugrah di sana, menutup pintu dan menemui siang yang mendung dengan sinar matahari di sisi Lyither yang lain. Dia membersihkan aroma debu, segar mencium aroma udara. Lalu pria datang tepat ke arahnya. "My lord, ayah anda pulang."

Kabar yang ditunggu-tunggu Raydon akhirnya sampai, dia mencari ayahnya di kamarnya dan melihatnya tengah melepaskan perlengkapan yang berat. Tidak menggunakan batu Ort sudah melelahkan banyak orang dan tantangan baru bagi semua pihak. Ayah duduk di kasur dan meminum sesuatu yang segar sampai dia membuang nafas yang panjang, melepaskan ikat pinggang besarnya, menguras bintik-bintik keringat di kening, rambutnya mudah panjang dan lurus, mirip Zava adik lelakinya.

"Kau pergi sangat lama tuan, mencari kekasih baru?" Tanyanya, mencairkan suasana keruh ayah mungkin.

"Panggilkan Tray."

"Anak buahmu itu masih pergi, adikmu menyuruhnya." Ayah selalu dekat dengan Tray, anak kedua dari adiknya itu. Memang dekat, percaya dengan pemuda sopan santun dan ramah, ke mana-mana selalu bersamanya, jika tidak melihatnya dia pasti mencari. Tray jadi anak kebanggaan Breyon, sedangkan Raydon hanya menjadi anak yang berbakti pada Peri. "Apa ada yang menghalangimu? Jadwal kepulangan ayah terlihat kacau."

"Aku ke timur dan tidak berjalan mulus, duduk." Pintanya, Ray duduk di kursi kayu berkaki kurus yang pendek, ayah mau bercerita. "Aku mau mengadakan kerjasama bilateral, dengan banyak pilihan di timur aku rasa akan mendapatkan 2 atau 3 pihak yang bisa membantu Lyither tapi rupanya tidak. Mereka menolak, aliansi terbesar di timur teracak dan tidak cocok untuk melakukan mitra dengan mereka. Jadi aku pergi hingga ke selatan, tanpa ada persiapan menyambut hawa dingin, aku mencari tempat lain dan ada banyak tantangan dengan mereka. Musim dingin akan berlangsung kurang lebih setahun, mereka kurang makanan, tapi satu-satunya kelebihan di selatan adalah jauh dari utara. Aku mau semua orang Lyither sudah di sana saat ada gejolak dan gempa bumi. Dan kau memilih bisa ikut mereka atau memutuskan di sini sampai semuanya rapung."

"Aku dengar berita itu, komandan Sonya yang Lari itu berada di Lyither ayah dan dia tidak mau kembali. Baiklah, tidak apa-apa itu urusannya. Tapi selatan itu dingin, orang-orang utara tidak pernah berhadapan dengan salju." Katanya.

"Salju dan udara dingin tidak ada bedanya." Banding ayah. Tentu saja Lyither sering dilanda angin malam yang sangat dingin, tidak jauh berbeda dari suhu siangnya musim salju.

"Jadi Taneta ke selatan? Ke musim dingin yang bisa membuatnya khawatir? Dia putri kecilmu ayah." Raydon cemas, adik lucunya itu sangat menggemaskan bermain dengan lingkungan, suka mencabuti daun-daun dan tanaman, berlari di tanah dan memanjat saat tidak ada yang melihat. Miris membayangkan dia akan hidup di antara musim dingin, tidak bisa berlari di tumpukan salju, tidak ada tanaman yang bisa dia petik, dan terlebihnya dia akan kedinginan dan hanya diam bermain di depan perapian yang akan padam saat dia terlelap.

"Lebih baik daripada timur atau barat yang sedang kacau balau. Selatan lebih baik." Kata ayah. "Jadi bagaimana perkembangan Lyither, Hervodus?"

Raydon sangat marah. "Kau tidak menyediakan tempat yang layak untuk mereka? Kenapa tidak di dalam Lyither saja? Mereka itu mau-"

"Ya, ya." Putus ayahnya. "Tapi mereka yang menolak, kita tidak bisa berargumen lagi dengan jenis yang seperti itu."

"Vanaz dan Zava ada di Manesa, Yana ada di Radella, Taneta di Lyither, semuanya ada di utara." Ray memancing dulu, menunggu ayahnya menjawab ke bagian yang mana.

"Sayana di Radella dia pasti aman-"

"Tapi Yana bilang dia ingin bersamaku. Aku dapat surat dari tak bernama tapi di suratnya ada kalimat yang benar-benar mengenai Yana dan aku. Dia mau bersamaku, setidaknya di tempat yang sama."

"Jangan." Ayahnya menolak.

"Baiklah." Raydon menunduk muram. "Cinta dan ketulusan memang tidak kau punya, hanya cinta hitam." Mereka selalu berdebat mempermasalahkan keluarga yang mereka sembunyikan, dulu sebelum Yana diputuskan menuju Vanella mereka memperdebatkan dia harus tetap di Radella atau pergi dari sana, sampai harus bermusuhan selama berminggu-minggu.

Ayah berdiri menuju lemarinya di seberang ruangan, mencari pakaian baru yang lebih harum dibanding seragam bau keringatnya. Entah sudah berapa lama ibu meninggalkan ayah dan semua anak-anaknya, hingga semuanya sudah besar dan bukan bayi lagi. Seingat Raydon ibunya suka menyetrika baju ayahnya sendiri, memilih aroma pengharum paling segar di gudang, menyetrikanya hingga panas dan licin, bahkan dalaman anak-anaknya disetrika. Ibu juga suka mengoleksi gorden, setiap jendela selalu indah dan dia mampu mencocokkan warna dengan kondisi kamar, Lyither yang membosankan menjadi menarik di tangannya.

"Ada sesuatu yang lain yah, selain Hervodus dan yang biasanya." Lapor Raydon, tentu saja Edgrado paling dikenali itu harus tahu, tidak harus menutup-nutupi.

"Pejalan Batu?" Ayahnya di sana masih mengutak-atik lemari, kebingungan memilih yang mana. Dia tahu, bagus, artinya banyak orang yang tahu juga. "Shaga menceritakannya, menceritakanmu."

"Oh, bagus," suaranya cemas dan ragu-ragu, ia menutupi pembahasan yang semoga tidak diketahui ayahnya. "Aku baik-baik saja." Mungkin pamannya menceritakan tentang dia dikejar Pejalan Batu hingga ke Lyither.

"Jangan kau fikir aku tidak tahu apa-apa, kau bukan pemegang rahasia yang handal. Keluarkan dia dari Lyither, dia membahayakan semua orang! Kau gila menyimpannya di dalam sini, jika dia berubah?"

"Ha? Apa?" Terbata-bata dan kikuk, dia ketahuan.

"Bob menceritakannya, secepatnya kau yang mengurusinya. Aku tidak mau semuanya kacau. Sudah cukup banyak orang kehilangan yang mereka sayangi, jangan membuatnya lebih mudah Ray."

Bob sialan.

"Samborsa menyembuhkannya yah." Bela Raydon, Lily harus berada di Lyither dan membantu peperangan yang diidamkan saat sembuh, melawan Darkpross.

"Saat dia bangun dan bukan dirinya sendiri? Kau dalam bahaya, semua orang dalam bahaya karena kamu. Kau yang harus menyelesaikannya, atau ingat-ingat di mana kau akan kutempatkan, ingat itu!" Ancam ayah, bukan kurungan yang dia bicarakan. Ada tempat yang sangat Raydon benci, tempat yang membuat dia ketakutan dengan hanya dia dan ayahnya. Dipukuli dan dihukum bagai pendosa, dia harus menghadapinya. "Dunia baru diikuti peraturan baru, orang lama tertinggal, orang baru beradaptasi. Semua daerah harus punya banyak batu Camsya, menolak Ort dan perpindahan tempat yang tidak diinginkan. Dan kita tidak bisa keluar dari Earthniss, sayangnya."

"Kau bingung kan?" Raydon mengawasi ayahnya, mendapatkan kaus hitam bergaris ungu gelap. Pakaian Raydon saat muda, berbagi pakaian. "Ayah masih bingung. Kau menomor duakan Pejalan batu dan menomor satukan harta Lyither."

"Saat semua orang sudah aman, satu-satunya fokusku hanya musuh. Kau mau melihatku di lapangan? Aku sudah lama tidak membunuh orang. Pejalan Batumu bisa jadi pengalaman baruku, tapi bawa dia keluar dari Lyither." Dia membicarakan Lily, waspada padanya.

"Bagaimana dengan Hervodus itu?"

"Mereka sudah harus bersiap karena beberapa hari lagi Hervodus akan berangkat. Jika mereka berangkat, Darkpross berangkat, jika sudah di posisi dan tinggal menunggu aba-aba dewan Varunnette dan persetujuan lord lain maka mereka akan melakukannya."

"Harinya semakin dekat." Ray menelan ludah, gugup karena ketidaktahuan.

"Dan kau harus cepat. Semua orang harus pergi lusa, paling lama seminggu tempat ini harus kosong."

"Kosong?" Dia mengerut lagi.

"Kamu tidak mau menunggu lebih lama lagi sampai semakin buruk pengaruh keberadaan mereka di belahan ini. Kerjakan yang aku katakan." Ayah mengakhiri dengan serius, keluhannya dan ancaman di nadanya yang mulai Raydon waspadai. Jika ayahnya turun tangan pada hal yang ia tekuni, hancur sudah.

Raydon masih memikirkan Lily yang belum sembuh, bahkan belum sadar. Dia turun dengan bergegas, memperhatikan kastil jika menemui Bob dan meninjunya karena dia memberitahu ayahnya soal Lily yang mana sudah mereka bahas untuk merahasiakannya. Tapi tidak ada, dia keluar dan menuju rumah perawatan Samborsa di dekat lapangan kecil yang banyak kereta terparkir rapi. Dia tahu kereta-kereta itu disediakan oleh ayahnya untuk pengungsian besar warga Lyither. Rumah itu tidak mencolok, kecil dan becek, remang dan tidak disegani. Saat ia masuk Samborsa tidak terlihat, Raydon menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Atap pendek dan dua kursi kayu menghadap jendela kecil, di kamar sebelah aroma mencuat obat-obatan dan lilin terbakar, ada darah di lantai, jejak sepatu, dan suara bising di dapur.

Di kamar sebelah dia melihat Lily tergeletak di atas kayu tanpa bantalan empuk, kulitnya memucat dan batu memenuhi tubuhnya lebih banyak kian hari. Dia menelan ludah, begitu buruk sekarang Lily, baru kemarin dia menikmati jengkal kulit dingin bersih penuh tahi lalatnya.

"Oh, aku tidak tahu anda di sana my lord. Bahkan suara decitan pintuku sendiri tidak terdengar." Samborsa muncul membawa baki kosong dan menatap nanar tuannya di kamar itu. Dia hampir bisa menyentuh atapnya yang rendah. Samborsa berjalan membungkuk pelan-pelan dan lelah ke arah Lily, dan terlihat di meja sebelah sana ada banyak perlengkapan, dan di laci terbukanya juga banyak.

"Apa kau sudah punya alat-alat yang kau butuhkan?"

"Terima kasih, tapi aku sudah punya sebagian. Aku selalu didatangi Bob dan menanyakan apa yang aku butuhkan lagi." Jelasnya, dia menaruh baki di sebelah kepala Lily.

"Apa Bob bertanya tentang kondisi Lily?" Dia curiga.

"Ya, setiap saat. Bahkan dia mau detailnya, dan dia fikir aku peramal apa? Selalu menanyakan apa yang terjadi jika dia tidak bangun. Yah, kalau dia tidak bangun artinya dia masih belum sadar." Katanya, berjalan sambil memungkuk.

Raydon mencurigai persekongkolan lain dan bahaya yang bisa Bob perbuat jika akalnya selalu dijalankan. "Keluarganya? Apa dia dikunjungi lebih sering?"

"Umm, tentang itu my lord." Samborsa terdengar ragu-ragu. "Lily punya keluarga yang baik, adik-adik perempuannya selalu menjaganya dan menunggu dia di sebelah. Terkadang ikut membantuku, tapi kufikir bisa saja menjadi buruk jadinya aku mengusir mereka my lord. Bukan karena apa, penyakit Lily semakin lama memburuk dan demamnya naik turun. Malam tadi dia mengigau, bersuara, kufikir dia sudah sadar dan aku bangun melihatnya ternyata masih tidur bersama adiknya. Aku khawatir dengan anak-anak perempuan itu, mereka tidak tahu apa yang dipegang dan apa yang mereka tatap, saat aku keluar aku mendengar mereka kesakitan dan saat aku ingin memeriksa adik-adiknya, mereka sudah pergi. Dan tidak ada yang kembali lagi di sini. Bagaimana jika mereka tergores? Terinfeksi dan tertular?"

"Mereka sudah bersiap meninggalkan Lyither." Kata Raydon. "Dia mengigau, mungkin dia sadar dan belum terlalu kuat. Kau sudah tahu cara mengobatinya?"

"Lily tidak sembuh-sembuh, aku memberinya banyak suntikan kekebalan, suntikan imunitas, suntikan lainnya tapi belum berhasil. Aku mencoba mencongkel setiap batu ditubuhnya, mengupas batu, tapi batu terlalu keras dan padat, jika dipaksakan bisa merusak lapisan epidermis kulit dan sama saja tidak bisa diselamatkan. Penyembuh jenis cairan-cairan belum ditemukan my lord. Tapi aku sudah kirim pesan ke kenalanku di Jatum, agar bisa membantuku sedikit di sini." Katanya dengan suara begetar dan serak.

"Jadi tidak ada kemajuan?"

"Aku memilih kata belum dibandingkan tidak ada, tapi aku masih berusaha my lord, sangat berusaha. Aku akan melakukan hal lainnya, berimprovisasi yang bertanggung jawab." Samborsa duduk di sebelah Lily, pakaian ketat dan tipisnya membantu dia bergerak. Dia membawa pisau kecil yang sudah sangat tajam seperti pisau dapur, baki di sebelah, banyak kain di pangkuannya.

"Kalau mencongkel batunya bisa berbahaya, mungkin dengan mengupas lapisan kulit atas bisa membuang batu juga." Dia mulai mencondongkan tubuh dan wajahnya di dekat tangan Lily yang banyak batu dan kulitnya dari ketiak sampai pergelangan hilang, sebagian batu tumbuh di jari-harinya, sebagian batu di balik selimutnya pasti karena sudah nampak selimut itu bergrlombang mengikuti ukuran batu. Pisau kecil itu dia iris pada bagian kulit, mengupas centi demi centi, menariknya sedikit hingga nanah yang mengalir, darah yang jatuh. Raydon meringis melihatnya, merasa perutnya tergejolak sendiri, menggigil karena merasa kulitnya sendiri yang dikupas, karena Lily tidak sadar dia tak menjerit dan harus melihatnya menahan kesakitan. Saat pisaunya di kulit yang ditumbuhi batu lebih besar dia berhenti, seperti tersangkut, wajahnya kebingungan dan dia menghentikannya dan memotong sampai kulit terakhir saja. Kulit selebar telapak tangan itu ia taruh di baki dan gumpalan batu-batunya jelas terlihat. Ray melihat lebih jelas kandungan batu, apakah itu berlian?

"Material batu gunung Darkpross." Ujar Samborsa.

"Gunung? Ini batu gunung?"

"Bukan batu tambang seperti yang difikirkan. Saat mengiris kulit batu yang lain tumbuh di atas, tapi yang bagian besar sangat mustahil mengiris kulitnya. Seolah batunya tidak tumbuh di luar, melainkan di dalam. Gejala ini sangat asing my lord, dahulu kita mengenal gejala seperti ini, kaki yang dipenuhi akar-akar, manusia akar. Tapi penyembuhnya sangat manjur, mereka menanganinya dengan ratusan dedikasi dan ramuan dari darah ular. Tapi ini hal yang jauh berbeda, batu? Batu ini tumbuh di dalam dan di luar." Jelasnya.

"Kau tidak diizinkan berhenti Samborsa."

"My lord, dengan banyak hormat tapi ini diluar jangkauan kemampuanku. Aku bisa membawa rekanku ke mari untuk menggantikanku, dia sangat ahli." Kata Samborsa, bingung di matanya.

"Aku penasaran apa kau menyerah? Atau menolak perintah?" Ray memincing mengancamnya.

Samborsa terdiam. "My lord-"

"Aku ingin dia sembuh! Sembuh dan kembali lagi bagaimana pun caramu."

"Satu-satunya jalan adalah memindahkannya." Samborsa cukup berani mengatakannya.

"Samborsa." Raydon menatapnya dengan amarah. "Apa Bob memberitahumu? Mengancammu?" Dia mulai lebih kesal. "Jawab!"

"Ayah anda akan tahu nanti." Bob bilang besok harus dipindahkan, atau dibuang menurutnya."

"Bob keparat. Dia menyuruhmu mengakhiri pekerjaanmu? Tidak, jangan lakukan. Aku punya rencana, tapi hanya kau dan aku yang mengetahui rahasia ini.

Dibawah tebaran bintang berbagai rasi dan gelap pekat Raydon menundukkan pandangan sambil menuju simpangan sempit di pojok Lyither dekat sumur besar tua, jauh dari tempat para prajurit berjaga dan dari kastil. Ia menggunakan mantel tebal, dipenuhi bulu seperti kucing, memasang penutup kepalanya, menyembunyikan benar-benar siapa dia. Ia memberikan Wins yang cukup kepada 1 pria yang sama-sama menyembunyikan identitasnya, lalu pergi kembali setelah menerima sogokan tuannya. Setelah menyelesaikan transaksi untuk besok ia kembali lagi. Semua yang dia lakukan demi Lily, untuk berhadapan lagi dengannya.

Ketika dia di kastil dan beristirahat pria itu mengerjakan sesuatu, selagi tidak ada yang mengawasinya dia bekerja. Pintu kamar Raydon diketuk 2 kali dan 1 kali tendangan, itu kode ayahnya. "Apa?"

Ayah membuka pintu dan bersama Bob di belakang, dia pasti tahu apa tujuannya, apa pembahasannya. "Besok, kau atau kami yang lakukan." Kata ayahnya.

"Aku yang lakukan dan kalian yang lihat." Dia mengatakan dengan ketus, tidak melihat wajah-wajah menjengkelkan, berkompromi di belakangnya, menceritakan tentangnya dan keburukan yang bisa terjadi karenanya, dan mereka tidak punya kepercayaan atau cinta.

"Dia akan memang senang jika diberikan harapan, tapi akan lebih bahagia jika diberi kesempatan." Suara ayah murni redup, seperti seorang ayah yang mengerti apa isi hati anaknya tentang cinta dan duka. Ayah mengenal Lily, wanita dari Finestia yang mencari ilmunya ke Radella dan tempat-tempat Peri lainnya, dia bahagia dan berani, mencintai keluarga dan punya hasrat yang bagus, pribadi yang menyenangkan dan humoris. Breyon sudah pasti menyukainya, ditambah anaknya yang mencintainya. Di saat ia melihat bagaimana Raydon menatap Lily, dia tahu itu tatapannya saat mencintai istrinya.

Gerobak dan banyak peti dimuat banyak ke kereta, setiap kereta penuh mereka pergi dan mengelana ke selatan. Sisa kereta yang masih ada selalu didatangi setiap kepala keluarga, menaiki anggota keluarga ke dalamnya dan membereskan semua barang yang bisa dibawa. Menuju ke selatan membutuhkan berminggu-minggu, dan rombongan besar membutuhkan pantauan yang besar di jalan yang aman. Setiap ratusan kereta yang menelusuri Jalan Lintas Utara diiringi beberapa prajurit Lyither, membawa panji berlambang. Walau dalam satu hari ratusan kereta membawa banyak keluarga, Lyither masih penuh dan banyak kegiatan. Sebagian masih berjualan di pasar, sebagian masih sibuk memikirkan apa yang harus ditinggalkan dan apa yang musti dibawa. Selatan, dingin, tentu saja banyak kain dan banyak hal menyenangkan karena di sana akan sangat membosankan.

Taneta dan bibinya Pamela terlihat menaiki satu kereta yang tidak diketahui mereka itu khusus untuknya, untuk putri pimpinan Lyither. Di sana Raydon berdiri melihat dari kejauhan Pamela menggendong adik kecilnya masuk ke kereta, sudah menggunakan kain tebal berwarna hitam dan hijau, nyaman dan pasti akan menjaganya dari dingin. Kepala mungilnya ditutupi topi tebal, seluruh badannya hilang dan dia selalu memanggil-manggil Pamela karen tangannya tidak bisa keluar dari baju tebal. Pamela menunggu semua barangnya diangkat prajurit yang bertugas di luar, lalu dia juga naik. Rombongan kedua membutuhkan waktu 7 jam lamanya sampai berangkat lagi, dan rombongan ketiga masih merencanakan entah mau malam ini atau besoknya.

Rahasia selalu menjadi kehidupan Raydon dan menyakitinya. Dia hanya bisa berdoa untuk Taneta, saat dia besar hanya cerita dan keajaiban yang menuntunnya menemukan jati diri siapa dia sebenarnya. Dan sebelum itu terjadi Raydon sudah menyiapkan cerita untuknya, agar dia tahu kelak siapa kakaknya paling besar, putra pimpinan Lyither. Mungkin dia sudah mati saat Taneta besar, saat dia menyesali kehidupan.

Lily yang setelah dicap tidak boleh dikarantina di dalam harus keluar. Ditaruh di Jatum, di wilayah utara lainnya, atau di manapun yang mau merawatnya, tidak ada kesempatan di Lyither. Tapi Raydon membuat jalan cerita, dia mencari tubuh wanita dan memolesnya seperti Lily, berbatu tubuhnya dan berwajah pucat. Raydon menunggu di luar rumah Samborsa seperti yang dia atur, menunggu Lily palsu diantar oleh Samborsa ke luar. Pintu itu terbuka dan tubuh Samborsa yang membungkuk berusaha menarik ranjang berodanya keluar. Ray melihat tubuh itu ditutupi kain hitam tebal, tapi Samborsa sengaja memperlihatkan tangan yang berbatu, gejala palsu. Samborsa mendorongnya melewati Ray, dia menghentikannya dahulu dan berpura-pura bersedih, memegangi kepala dan selimut itu dengan pandangan prajurit yang pasti mata-mata Bob.

Samborsa mengantarkannya ke satu kereta kuda dengan sipir pria yang ia sewa, membawanya ke utara dan terserah apa yang ia ingin lakukan dengan tubuh itu. Ray menunduk membuang nafas, mendangak dan melihat ayahnya bersama Bob menghujaninya dengan tatapan dingin, lalu pergi lagi.

Samborsa selalu mengunci rumahnya, Raydon selalu mengunjungi Lily, merahasiakannya.

Malam itu dia duduk di hadapan Lily di dalam rumah Samborsa, aura kehidupan tidak ada di rumah. Rasanya hampa, kosong, bahkan nafas pun tidak ada. Melihat Lily dan gejala yang merontokkan harapan kedidupannya Ray mulai memikirkan banyak hal, jika dia menjadi orang yang pertama kali mengetahu Pejalan Batu, dia juga harus menjadi orang yang pertama kali menemukan senjata tepat untuk makhluk itu.

Berbekal pengetahuan dan saran komandan Ugrah siang lalu dia menuju toko pandai besi paling terkenal di Lyither. Sejauh empat blok dia berjalan dan memasuki area pertokoan pandai besi, siang malam mereka tidak pernah berhenti, satu rumah ke rumah lainnya dipenuhi suara bising dan hantaman palu yang melengking, suara riuh para pria dan hawa hangat yang membuat keringat muncul. Biasanya toko dan tempat pembuatan terpisah, namun hanya ada satu tempat di Lyither yang menjual senjata di tempat pembuatannya, pemilik yang terkenal dan tangan-tangan berskill generasinya yang turun-temurun, tidak pernah mengecewakan.

Pandai Besi Mhand, para keturunan terbaik kedua penempa senjata-senjata setelah Sward. Raydon masuk di rumah luas dan serba hitam, tidak ada asap mengepul, hanya percikan api-api di berbagai sudut. Banyak tungku panas yang semerah lahar, membakar wajah-wajah pria itu, deretan meja batu yang rapi di tiap dinding. Seorang pria berdiri dan menempa senjata, memalu dengan keras sampai percikan merah terbang dengan otot-otot tangan yang keras, usaha keluarga yang lancar, kebanyakan pria tua di dalam sana, tapi kebetulan dia melihat satu wanita membantu memalu baja merah yang panas sedangkan pria kurus di depannya menggenggam kayu untuk menahan baja dengan kuat-kuat.

Ia berjalan pelan sambil melihat koleksi para Mhand di sudut dinding dan di meja. Mereka menjual senjata yang mereka taruh di lantai atau di meja, dan memamerkan senjata lama yang mereka tempa di dinding dibungkus kaca buram. Di meja ia melihat banyak belati berbagai jenis pegangan, Ray melihatnya sejenak dan kayu dipegangannya sangat mulus, cat dan lelehan timah hiasannya sangat baik. Tajamnya belati bisa terlihat, baja berwarna coklat kekuningan. Di bagian lain dia melihat berbagai jenis sarung dari tangan para penjahitnya, berbagai warna dan kriteria dari Mhand yang dicantumkan disetiap mahakarya.

"Senjata adalah hal yang paling dibenci malaikat, seorang pengelana asing pernah mengatakan padaku 'siapapun yang menggunakan senjata dia tidak akan pernah merasakan  surga'." Pria berbadan besar dan gemuk mengunjungi tamu itu, melipat tangan di belakang, pakaian tipis coklat dan renda-rendanya, jenggot hitam tebal memenuhi wajahnya.

"Lalu apa yang kau katakan padanya?"

"Kalau menggunakannya sangat terkutuk, bagaimana dengan yang membuatnya? Aku tanyakan padanya, dia tersenyum, menggaruk-garuk kepala dan bilang 'kau yang menanggung dosa mereka yang menggunakan senjatamu'. Minggu depan kemudian kebakaran hutan meluas dan menjilat atap rumah kami dan rumah pria itu sedang terbakar, aku ingat aku di sana dan tidak bisa melakukan apa-apa untuk melawan api, jadi dia mati terbakar di dalam dan abu tubuhnya sedang berada di balik selimut dan bersujud saat ditemukan."

"Jadi sejak itu kau menjadi penempa senjata?"

"Tidak," dia menggeleng. "Sejak itu aku tahu api adalah penguasa, api itu senjata paling mematikan." Lalu dia kembali tersenyum. "My lord, kau membutuhkan senjata baru? Atau ada sesuatu hal?"

Ray melihat-lihat lagi senjata yang dipamerkan dan berhenti di sisi bagian senjata-senjata yang berlaras panjang. Banyak tombak berbagai bentuk dan ukuran, dia menyelidiki satu per satu. "Tombak ini kau yang rancang?"

"Anak buahku, tapi tuanku kalau boleh aku sarankan, ini, ada tombak ini. Aku benar-benar suka dengan rancangannya, tapi tidak cuman rancangan, kualitasnya bagus. Bajanya keras dan tebal, gagangnya pas untuk dipegang dan terbuat dari besi nyaman. Tidak berat sekali dan ini yang terbaru."

Ray berfikir, batu gunung tidak bisa dipecahkan dengan ini. Butuh renovasi sedikit. "Kau punya persediaan baja Ganusion?"

"Ganusion?" Dia sempat melirik pedang ungu Ray. "Sekarang aku masih kehabisan, di selatan pasokan dari tambangnya belum datang dan aku masih bertransaksi dengan rekanku di Earthsia, dia bilang tambang baja Ganusion di sana banyak. Tapi ada masalah, Varunnette punya aturan baru yang mana tidak ada yang boleh keluar atau masuk Earthniss. Alhasil, aku hanya harus menaruh daftar keinginanku di Varunnette."

"Satupun?" Ia memincing.

"Habis tuanku."

"Kau punya banyak toko." Serangnya.

"Semua pemesanan bahan baku utama toko ada di dalam satu kertas yang sama. Baja Ganusion sudah mulai sedikit jarang ditemukan, dan kalau memang ada harganya akan terlalu besar sampai harus mundur."

"Jadi kau mau harga?" Selidiknya lagi, aroma tawar menawar.

"My lord?" Pria itu ragu-ragu.

"Carikan baja Ganusion." Ray menarik tombak pilihannya, mendatangi pria itu dengan tombak. "Aku mau merubah pisau tombaknya menjadi baja Ganusion, baja kuat, runcing, dan tebal hingga bisa menembus batu. Dan aku mau tombaknya nanti di panjang dan pendekkan."

"Menembus batu?"

"Seperti penambang, saat aku tancapkan batu apapun itu akan terkupas dan hancur. Carikan dan buatkan untukku, jika terbukti kalian tidak bisa membuat senjata untuk menghancurkan batu, aku akan cabut izin usahamu dan menempatkan para Sward menggantikan para Mhand di Lyither." Ancamnya, jika berhubungan dengan Pejalan Batu, Lily dan dirinya akan dia lewati, biarpun biaya mahal sekalipun.

Ray pergi meninggalkan toko, beberapa hari lagi ia harus bersiap-siap mengikuti rombongan. Entah rombongan menuju selatan atau rombongan pasukan melawan Darkpross.

*****

-Terima kasih sudah mampir dan membaca part ini, maaf telat yaaa. #IOSSquad Where are you? :p

-Jangan lupa adab wattpadnya hehehe, have a nice day!

27/8/2017

Continua a leggere

Ti piacerà anche

1M 96.5K 31
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
678K 62.6K 30
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
194K 17K 18
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
588K 38.4K 31
Kanara menyadari dirinya memasuki dunia novel dan lebih parahnya lagi Kanara berperan sebagai selingkuhan teman protagonis pria yang berujung di camp...