7/9

Da sevenicnst

993 76 10

Apakah salah jika 7 anak itu hanya memutuskan menginap semalam di sekolahnya? Apakah tidak lumrah mereka hany... Altro

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
8
Epilogue

9

46 4 2
Da sevenicnst

"Sebentar lagi dia akan tiba dengan beberapa temannya. Pastikan ia tidak bisa menemukan kalian," Glen membagikan ketujuh anak itu sebuah botol kecil berisi cairan untuk mereka minum. Sven nyengir lebar. Imajinasi petualangannya tampak bekerja. Aku hanya menggeleng, meremehkan. Bagiku, mereka hanyalah bocah ingusan yang menyusahkan.

"Tenanglah. Kali ini kita, kan, bekerja sama," ujar Sven santai.

"Jangan anggap sepele. Kau ini masih butuh bantuan kami," aku asal nyeletuk, sementara Sven malah terlihat menahan tawa.

"Apa?"

"Kau lucu. Bagaimana pun kau hanya disuruh kakak. Tidak perlu sok pahlawan seperti itu," Sven tersenyum sinis. Ekspresinya begitu puas menyindirku.

"Sudahlah," Glen tampak lelah dengan perdebatan kami. Aku mengangkat bahu.

"Baiklah. Jika semua sudah meminumnya, aku akan menjelaskan apa yang akan terjadi, dan apa yang harus kita lakukan." Kali ini aku hanya akan menjadi pendengar. Seluruh pembicaraan akan diambil alih oleh Glen sepenuhnya. Tapi sebelum itu terjadi, aku iseng memberikan spoiler kepada mereka, "Kalian akan ke dimensi kami untuk bersembunyi. Tahanlah diri kalian saat melihat makhluk-makhluk di sana." Astaga, lihatlah wajah-wajah itu. Mereka ketakutan! Aku sangat ingin tertawa saat ini.

"Diamlah, Haru," Glen mencoba meredakan ketakutan mereka. Aku mengangkat tangan; Baiklah, aku sudah selesai bercandanya.

"Dalam waktu setengah jam, mereka akan tiba. Sesuai perkiraanku, kalian pasti akan banyak bertanya saat kami tiba di sini. Karena itulah aku berusaha datang ke sini lebih cepat dari yang seharusnya." 

Glen menjelaskan secara singkat teknis yang akan ia lakukan di ruangan rumah sakit ini. Selebihnya, ia hanya mengatakan bahwa ketujuh anak itu dan aku akan menuju dimensi kami, lantas mengingatkan mereka agar tetap tenang di sana dan tidak membuat keributan. Seusai Glen menutup kalimatnya, ia mengeluarkan sebuah benda dari saku celananya. Itu alat dari dimensi kami. Benda itu tampak seperti sebuah remot untuk menangkap mahkluk-makhluk dimensi kami yang sudah kelewat batas. Cara kerjanya hanya dengan menekan beberapa tombol di sana sambil diarahkan ke sudut ruangan yang ingin dijadikan batasan perangkap, persis seperti yang Glen lakukan saat ini. Tidak semua orang di dunia kami bisa memiliki alat itu. Glen termasuk orang kepercayaan ketua sekte sebagai perwakilan di dunia ini. Karenanya, ia bisa memiliki berbagai kemudahan yang dibekali oleh ketua. Termasuk alat ini, bahkan aksesnya ke sini.

"Sedang apa, kak?" Sven begitu sumringah, seakan anak kecil yang ingin mencoba mainan baru.

"Memasang perangkap," aku yang menjawabnya.

"Bolehkah aku--"

"Tidak. Aku saja tidak mengerti cara kerjanya. Kau pula orang asing."

"Hei. Kau minta maaf saja tidak kepada mereka. Sebetulnya aku muak sekali melihatmu dari tadi. Kalau bukan karena saudara, tak akan kubiarkan kau bersikap seenaknya seperti sejak tadi," Maru mengomel, setengah berbisik. Aku menghela napas, "Maaf."

"Kepada mereka, Haru. Aku tidak butuh maafmu,"

"Cerewet," aku meninggalkan Maru, menuju ke arah Glen yang sibuk; pura-pura berdiskusi. "Hanya butuh empat jam kan? Maksudku, kau, membereskannya."

"Dosisnya sudah kutingkatkan. Lima jam itu waktu yang paling lama. Kuharap semuanya bisa beres hanya dalam waktu tiga jam," Glen masih sibuk mengutak-atik benda kecil itu, mengarahkannya ke setiap sudut ruangan. Aku mengangguk.

"Pastikan mereka aman. Aku mempercayakan mereka di tanganmu, Haru."

Aku mengangguk.

"Ah, halaman ini rupanya! Aku benar-benar ingin mencobanya sejak dulu. Tapi banyak sekali bahan yang dibutuhkan yang tidak ada di sini, dan salah satunya yaitu cairan di botol tadi. Sekarang tentu akan mudah melakukannya." Sven sebelumnya telah diberi arahan oleh Glen tentang salah satu materi di buku itu. Sehingga kali ini, Sven bertugas memberi arahan lebih lanjut kepada teman-temannya untuk menyiapkan berbagai perkakas keamanan selama berada di dimensi kami. Ia pun meminta kakaknya untuk memberikan bahan-bahan lain yang tertera di buku untuk bisa digunakan.

Glen menyetel lagi 'remot mini' lain dari sakunya. Yang itu aku juga punya. Kalau kalian tahu kantong doraemon empat dimensi yang menjadi tontonan kalian setiap minggu pagi, maka remot ini adalah sejenis benda tersebut. Cukup tekan beberapa tombol, dan, voilà! Berbagai peralatan yang disetel untuk dibawa dalam'kantong ajaib tak terlihat' milikmu akan muncul dalam sekejap. Dunia kami itu bisa disebut sangat tradisional dalam bersosialisasi, namun juga bisa menjadi sangat modern dengan berbagai kecanggihan peralatannya.

Sven menjelaskan teknisnya kepada keenam anak itu menggunakan berbagai peralatan yang kakaknya berikan. Glen benar. Dia memang pintar. Tidak sulit baginya beradaptasi dengan berbagai peralatan yang Glen berikan selama ia membaca buku matematikanya itu. Aku tertegun, lantas mencoba berbaur dengan anak-anak itu. Awalnya hanya membantu Maru yang kesulitan, lalu ketika yang lain juga meminta bantuanku, aku pun membantu mereka.

Waktu terus berlalu. Dua puluh lima menit sudah segalanya dipersiapkan. Lima menit lagi mereka akan segera tiba. Gnooksvirtz, makhluk bertantakel itu, memang sangat kuat. Terlebih lagi dia akan membawa tiga anak buahnya. Aku yakin tidak sulit bagi Glen untuk mengalahkan tiga makhluk itu, selama ia memiliki berbagai peralatan yang ia miliki. Namun, hal itu tentu akan menjadi sulit dengan hadirnya ketua mereka; si pembuat ulah malam itu.

"Glen, aku izin undur diri bersama mereka."

---o0o---

Kami berdelapan memiliki kesibukan masing-masing di dimensi ini. Khai dan Nutta lebih sering berbincang demi menutupi rasa takut mereka terhadap makhluk-makhluk di sini. Sven dan Rei justru asyik mengamati makhluk-makhluk itu layaknya berkunjung ke sebuah taman binatang. Sementara Zhou sibuk meminta maaf kepada Alf atas tuduhannya, menyuruh Sven meminta maaf seperti dirinya kepada Alf —Sven tidak lagi peduli masalah itu; makhluk-makhluk di sini begitu unik. Aku lebih banyak berbincang dengan Maru. Sementara Glen, sibuk di rumah sakit itu mengurusi Gnooksvirtz dan ketiga anak buahnya.

Waktu berlalu hebat. Kukira bukan mustahil Glen bisa menyelesaikan mereka sendirian. Namun, keputusan Glen ternyata masih kurang tepat. Menaikkan dosis minuman itu menjadi lima jam untuk mereka bertahan di sini tanpa diketahui siapapun rasanya tidak cukup. Sudah empat jam lewat sepuluh menit Glen mengurusi mereka, bertarung sengit tanpa diketahui pihak rumah sakit. Aku tidak tahu apa yang terjadi di sana. Tugasku hanya mengawasi mereka kali ini. Tidak lebih. Aku berserapah dalam hati.

"Haahh," aku menghela napas panjang. 

"Ada apa?" Khai menoleh padaku, bertanya

"Tak apa."

Kulirik kembali jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku; sudah empat jam lebih lima puluh menit. Sebentar lagi dosis mereka bertahan di sini akan segera habis. Aku sudah tak sabar. Jika dibiarkan, ketujuh anak ini bisa mati sepuluh menit lagi. Kuraih remot teleportasi antar dimensi. Bukannya tidak tahu bahwa ini tindakan bahaya, namun, mau bagaimana lagi jika saat ini keadaannya terdesak? 

Kutekan beberapa tombol disana, remot teleportasi pun membukakan lubang kecil untuk bisa sekedar kuintip. Nyatanya ketiga anak buah Gnooksvirtz sudah tumbang, tinggallah Gnooksvirtz yang perlu dihadapi Glen kini. Aku menelan ludah melihat penampakan Gnooksvirtz kini. Penampilannya sungguh menyeramkan, jauh berbeda dengan yang biasanya.

Belum setengah menit aku asyik menyaksikan ketegangan yang terjadi di rumah sakit, Sven menyerobot posisiku. Ia menggantikanku lantas mencoba mengintip dari lubang teleportasi.

 "Punya tontonan seru, kok, tidak bagi-bagi?" celetuknya asal.

 Aku bangkit dengan kemarahan penuh. Namun, belum sempat kulampiaskan marahku, wajah Sven berubah seratus delapan puluh derajat. Aku tahu, ia bukan tipe orang yang mudah ketakutan hanya karena melihat penampilan. Pasti ada hal yang lebih mengerikan terjadi. Firasatku pun bekerja.

"Brukk!" 

Kudorong Sven sekuat tenaga agar menjauh dari lubang itu. Namun sayang, tindakanku justru berujung pada leherku yang ada di genggaman Gnooksvirtz sekarang. Lubang teleportasi kecil tadi telah bertransformasi menjadi besar. Kucengkram erat lengan Gnooksvirtz yang besar dan kasar. Semakin erat cengkramanku, semakin ia mengeraskan genggamannya. Anak-anak itu bergidik melihatku —atau lebih tepatnya melihat sosok yang mencekikku. Kecuali Sven. Ia justru sibuk membuka-buka buku matematikanya. Aku membuang pandang, meremehkannya; memang bisa apa kau dengan buku itu?

Ketegangan itu berlangsung tiga puluh detik selanjutnya, sementara Sven masih sibuk membolak-balik buku. Aku sudah hampir kehilangan kesadaran, jadi aku tak bisa lagi mengetahui apa lagi yang terjadi. Jika aku mati, tamat sudah riwayat ketujuh anak itu. Kunci keamanan mereka memang ada pada diriku. Yang kutahu, tak lama akhirnya Sven berteriak pada Glen.

Dalam waktu yang terasa sekejap, kami semua saat ini terlempar ke ruangan rumah sakit dari lubang yang menteleportasikan kami ke dimensi itu. Keadaan ruangan rumah sakit sangat berantakan. Sementara Glen tampak kelelahan di ujung ruangan.

"Apa yang terjadi?" aku tertatih bertanya, berusaha mengetahui apa yang sebenernya terjadi barusan.

"Sven menyelamatkanmu," Maru yang menjawab. Ia berdiri, berlari ke arahku, lantas sibuk melihat-lihat leherku, "Akh, pelan-pelan."

Glen bercerita panjang lebar. Bahwa Sven menemukan sesuatu yang ia pernah baca di buku itu. Kebetulan Glen melupakannya. Itulah kunci yang mengalahkan Gnooksvirtz. Kini ia lenyap dari ruangan ini, ditelan kotak kecil yang Sven sebutkan mati-matian saat aku hampir kehabisan napas. Glen baru mengingat ada barang sepenting itu yang dimiliki setiap anggota. Semacam alat yang bisa menangkap makhluk yang terdeteksi melakukan kejahatan. Tentu mencekikku akan mudah terdeteksi sebagai bentuk kejahatan. Aku mengangguk-angguk; aku juga tak terpikirkan alat itu. Menangkap Gnooksvirtz dengan alat itu mungkin sebuah kekonyolan apabila warga dimensi kami mendengarnya. Makhluk-makhluk itu hampir tak pernah memiliki pertengkaran berarti dengan manusia seperti kami. Dan, inilah nyatanya. Gnooksvirtz berhasil diatasi dengan itu, bahkan mengalahkan berbagai peralatan yang Glen siapkan sebelumnya. Saking kuatnya magnetik alat itu, bahkan sampai menarik kami berdelapan kembali ke ruangan ini. Untunglah makhluk-makhluk dimensi kami tak ikut masuk ke sini.

Sven kali ini tampak tak tertarik dengan topik. Ia pun beranjak menuju Glen, seperti ingin membicarakan sesuatu. Keduanya berbincang setelah jaraknya cukup jauh dari kami. Entahlah apa yang dibicarakan, tampaknya itu privasi bagi mereka. Aku menghela napas, ruangan ini begitu berantakan. Kuraih remot milikku, mengutak-atik, lantas dalam waktu sepersekian detik ruangan ini kembali rapi seperti semula. Saat aku ingin mengembalikan remot itu ke saku, tiba-tiba Maru menepuk pundakku. Mengajakku bicara empat mata.

---o0o---

Malam itu hujan. Tak terlalu deras, namun cukup membasahi sekujur tubuh. Aku dan Maru menyusuri jalan setapak itu. Jalan setapak menuju rumahku di dunia ini. Berulang kali aku menolak tawaran Maru, namun berulang kali pula Maru memaksaku dengan segala jurus bujukannya. Aku menghela napas, "Tapi aku tak bisa lagi hidup di sini, Maru."

Hening.

Maru tampak syok mendengar perkataanku barusan. Aku berusaha menjelaskan sebisa mungkin. Semasuk akal mungkin. Maru tampak sulit menerimanya. Ia benar-benar tak ingin kehilanganku untuk yang kedua kalinya.

"Tolong biarkan nenek dan ayah melihatmu," kali ini matanya tampak layu, seakan matanya itu ikut memohon kepadaku.

"Itu hanya akan memperburuk keadaan, percayalah padaku--"

"Tolong! Aku minta tolong kepadamu..."

"Astaga," aku menghela napas lebih dalam lagi.

Dan di sinilah kami sekarang. Tepat di depan pintu teras rumah kami. Kuyup. Tanpa satupun payung yang melindungi dari hujan. Maru mengetuk pintu.

"Siapa kau?" ayah berteriak dengan kasar. Aku tahu betul ia mengenaliku. Tak lama, nenek menyusul, ingin tahu apa yang sedang terjadi di luar.

"Maru, masuk! Kau itu baru pulang dari rumah sakit! Kami mencarimu seharian dan kau tidak ada kabar sama sekali. Sekarang, beraninya kau pulang hampir menjelang subuh begini dan membawa dia? Kau mau mengikuti jejaknya yang sangat tidak tahu diuntung itu?" nenek menatapku dengan tatapan yang penuh amarah.

"Ayah, Nenek! Ya, ampun, dia anakmu, cucumu! Dia saudara kembarku..., astaga, ada apa dengan kalian?!" Maru sedikit berteriak. Ia tampak tak bisa menerima atas perlakuan ayah dan nenek kepadaku. Belum sempat berdebat lebih lama, tubuhnya sudah ditarik dengan kasar oleh nenek, masuk ke dalam rumah yang penuh kehangatan.

"Pergi kau! Dasar anak kurang ajar! Pergi menghilang sekian lama, dan kau datang setelah sekian tahun pergi hanya untuk bisa kembali tinggal di sini? Jangan harap!" ayah membanting pintu dengan amat keras. Tubuhku refleks terkejut.

Aku pun meninggalkan rumah itu.

Menatap nanar ke atas langit yang menangis.

Hipnotisku pada ayah dan nenek berhasil membuatku ditolak mentah-mentah.

---o0o---

Maru menuju aula sekolah yang berada tidak jauh dari ruang kelasnya. Katanya, hari ini ada penyuluhan tentang bimbingan belajar yang sedang promosi ke sekolah-sekolah. Suasana ruangan itu sudah sangat ramai. Maru dengan mudah menemukan kursi kosong yang tepat berada di sebelah orang yang sangat ia kenali, aku. Kali ini, kami tidak bertegur-sapa sekalipun. Saat wakil kepala sekolah memberikan salam pembuka, aku yang sebelahnya mulai angkat bicara.

"Andai saja waktu itu kau mendengar perkataanku. Kita tidak akan seperti ini."

Maru tidak menghiraukanku, tatapannya masih lurus ke arah depan.

"Baiklah. Kurasa sudah waktunya," aku memutuskan beranjak dari kursi.

"Apakah kau harus benar-benar kembali ke sana?" matanya masih mengarah ke depan, lantas baru menatapku ketika ia menutup kalimatnya. Aku hanya mengangguk kecil.

Sebelum pergi, aku memberinya remot kecil dengan hanya satu tombol; berfungsi sebagai panggilan darurat untukku. "Tak perlu khawatir. Aku akan datang kapan pun kau membutuhkanku," aku mulai pergi menjauh. Sementara Maru menjawab, "Ya," dengan suara yang hampir tak terdengar.

Di ujung ruangan, di dekat pintu keluar, Glen sudah menungguku. Ia juga sudah mengucapkan salam perpisahan dengan adiknya —hanya saja dengan cara yang lebih baik dibandingkan dengan aku dan Maru. Kami akan kembali setiap kali mereka membutuhkan bantuan yang berhubungan dengan dunia kami. Karena kamilah yang memulai kesalahan ini, maka kamilah yang bertanggung jawab atas keselamatan mereka.

Transparansi dimensi tubuhku perlahan kembali. Aku tak lagi bisa dilihat mereka kini. Waktunya untuk kembali.



























Hi!^_^ Ini adalah part terakhir dari sudut pandang Haru! Berharap banget kalian bakal suka 😊😊😊

Kalo kalian suka, jangan lupa vote dan commentnya yaaa 😆😆😆

Continua a leggere

Ti piacerà anche

18.6K 1.5K 23
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...
6.2M 481K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
26.7K 2.6K 7
{OCEAN SERIES 4} Stefano de Luciano Oćean, pria berkuasa yang memiliki segalanya. Darah seorang Oćean yang mengalir dalam tubuhnya, membuatnya tumbuh...
56.6K 6.6K 67
Empat Adik kakak tidak sedarah kembali beraksi, kembali ke masa Kuliah, dan menyelesaikan banyak masalah di kalangan Mahasiswa!! Apa mereka akan ikut...