PHONE'S REMINISCENCE (Memento...

By dhamalashobita

1.6K 222 84

Good afternoon, good people! Good news! Saya dan empat penulis lain akan mengunggah novel seri Memento seca... More

Sinopsis
Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
#MEMENTOSERIES Goes to Bookstore

Lima

73 15 6
By dhamalashobita

Bangun dengan kepala berputar bukan pilihan yang diharapkan Seong-Joo. Laki-laki itu kesulitan menyeimbangkan tubuhnya ketika bangkit dari tempat tidur. Belum lagi, kepalanya terasa seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum, membuatnya berniat melepaskan dulu kepalanya sementara waktu jika bisa. Seong-Joo bahkan perlu berpegangan pada pinggiran lemarinya ketika hendak membuka pintu kamar. Membayangkan kondisinya yang seperti itu, Seong-Joo malah bertanya-tanya tentang berapa banyak alkohol yang diminumnya semalaman.

"Alkohol sialan!" rutuknya sambil melayangkan tinju pelan ke arah lemari. Tinju yang terhitung sangat pelan untuk seorang laki-laki. Jika saja teman-teman di klub sepakbolanya tahu dia meninju sepelan itu, entah apa yang akan mereka katakan pada Seong-Joo.

Ketika berjalan pelan menuju dapur untuk memuaskan dahaganya, dengingan yang memekakkan malah terdengar di telinganya. Kening Seong-Joo berkerut, kepalanya beredar ke sembarang arah, mencari-cari asal suara yang merusak paginya itu.

"Telepon sialan!" Seong-Joo melemparkan gelas plastiknya ke wastafel kemudian berjalan ke arah sofa. Gagang teleponnya tergeletak di atas meja, mengeluarkan dengingan yang sudah dipastikan dapat merusak perasaan siapa pun di pagi hari secerah itu. sederet nomor terpampang di bagian display teleponnya. "Tidak dikenal," gumam Seong-Joo lirih.

Apa yang kulakukan semalam, pikir Seong-Joo. Dalam keadaan mabuk seperti itu, semua orang dapat melakukan hal apa saja, termasuk yang paling gila sekalipun. Dan kenyataan itu kini mengusik Seong-Joo.

Alih-alih berusaha mengingat dan membuat kepalanya semakin sakit, Seong-Joo menekan tombol redial, membiarkan nada sambung terdengar di telinganya sebelum digantikan dengan suara seorang gadis yang sama sekali tidak familiar untuknya.

"Yeoboseyo," sapa gadis itu lembut. Suaranya lebih lembut dari Min-Hee. Seong-Joo belum pernah mendengar suara itu sebelumnya, jadi dia memastikan bahwa gadis yang diteleponnya semalam bukanlah gadis yang dikenalnya. Mungkin gadis itu adalah pegawai bar yang dia mintai nomor ponselnya semalam-Seong-Joo sering melakukannya ketika mabuk. Entah ada berapa nomor telepon yang pernah dimintanya selama ini. Atau mungkin dia menelepon salah satu guru yoga baru di akademi tempatnya mengajar. Tetapi Seong-Joo tetap tidak bisa meyakinkan dirinya sendiri tentang siapa yang diteleponnya malam itu.

"Yeoboseyo."

"Apa aku mengenalmu?" tanya gadis itu setelah Seong-Joo tidak kunjung membalas sapaannya.

"Harusnya aku yang bertanya begitu padamu. Apa kau mengenalku?" Seong-Joo yang merasa lucu dengan situasi tersebut sontak tertawa kecil mendengar kalimat gadis itu.

"Kau yang meneleponku, mengapa aku yang harus mengatakan siapa aku? Apa sekarang etika menelepon sudah berubah?"

"Seingatku, tidak ada kode etik mengenai itu."

"Aku tidak peduli! Jika kau tidak ada perlu penting denganku, biarkan aku tutup teleponnya."

"Aku Seong-Joo!" Seong-Joo berseru kemudian menepuk dahinya pelan, merutuki kebodohannya yang dengan lantangnya menyebutkan nama begitu saja kepada orang asing. Jeda hening lama terjadi di antara keduanya. Seong-Joo yang biasanya begitu luwes berbicara dengan orang asing sekalipun, kini ikut terdiam dan seakan keheningan lawan bicaranya dapat menular.

"Jadi..." Seong-Joo angkat bicara. Menutup mulut berlama-lama itu tidak ada di kamus Seong-Joo. Jadi, dia memiliki tidak ingin terjebak dalam keadaan seperti itu.

"Jadi, karena aku sudah menyebutkan namaku, bagaimana jika kau menyebutkan namamu sehingga kita bisa saling mengenal dan tidak mencurigai satu sama lain, Nona. Sebagai informasi, aku bukan seorang agen pemasaran atau penipu ulung. Kau salah besar jika menganggap aku salah satunya."

"Aku tidak pernah mencurigaimu sebagai penipu," balas gadis itu cepat, yang mana membuat Seong-Joo menarik napas lega. Dicurigai sebagai penipu jelas bukan apa yang diharapkan Seong-Joo. Terlebih lagi oleh seorang gadis bersuara merdu seperti itu.

"Tapi kau..." Belum sempat Seong-Joo menuntaskan kalimatnya, nada terputus lebih dulu mengambil alih.

"Gadis si..." Seong-Joo menghentikan kalimatnya sebelum dia mengeluarkan umpatan untuk gadis itu. Ditepuknya dadanya pelan sebelum akhirnya ia mengembalikan teleponnya ke tempat semula dan meremas rambutnya. Sesaat kemudian, Seong-Joo mengangkat kepalanya dan senyumnya mengembang otomatis. Jika Seong-Joo mendengar suara selembut itu setiap pagi, rasa-rasanya dia tidak akan sibuk mencari penawar hangover-nya.

*

"Kau tidak ada jadwal pemotretan hari ini?" Seong-Joo menghempaskan tubuhnya ke sofa berwarna biru elektrik, menyambar remote televisi di meja dan memilih saluran olahraga kesukaannya. Go Min-Hee, gadis tinggi semampai dengan playsuit berbahan denim berdiri di dekat televisi, mengedarkan pandangan ke sekeliling, seakan-akan memindai keadaan seluruh ruangan.

Beberapa saat setelah Seong-Joo menelepon gadis tak dikenalnya, pesan Min-Hee masuk ke ponselnya. Gadis itu punya waktu sepuluh menit sejak mengirim pesan hingga tiba di apartemen Seong-Joo. Sepuluh menit yang ternyata tidak cukup panjang untuk merapikan apartemennya yang lebih cocok disebut kapal pecah.

"Kau tahu, Seong-Joo-ya, kau terlihat kacau. Sejak kapan kau jadi lebih..." Min-Hee menggantungkan kalimatnya, berusaha mencari kata yang tepat untuk mengistilahkan kondisi Seong-Joo. Dia menoleh ke kiri, menyentuhkan jarinya ke permukaan furnitur tempat Seong-Joo meletakkan televisi dan beberapa koleksi album The Smith. "Jorok," ujar Min-Hee melengkapi kalimatnya sambil menatap lapisan debu yang kini menempel di ujung jarinya.

"Aku sibuk," sahut Seong-Joo santai sambil melipat tangannya.

"Kau lihat! Debunya sudah hampir dua senti. Apa yang kau lakukan selama ini, Seong-Joo-ya?"

"Aku sibuk! Bagaimana bisa aku punya waktu untuk membersihkan apartemen? Aku harus melatih sepakbola di pagi hari, kemudian berlatih sepakbola di sore hari. Jadi, kapan aku harus membersihkan apartemenku?" Seong-Joo meracau keras-keras, sementara Min-Hee membalasnya dengan decakan, tidak percaya pada apa yang Seong-Joo katakan baru saja.

"Kau adalah pengangguran paling sibuk yang pernah kukenal. Kau bahkan tidak berkencan dan menolak datang pada setiap kencan buta yang kurancangkan untukmu. Jadi, jelaskan padaku bagian mana dari jadwalmu yang membuatmu tak punya waktu untuk membersihkan apartemenmu?"

"Kau terlalu banyak bicara hari ini," sahut Seong-Joo sambil mendengus kesal.

Dia membenci kencan buta, sementara Min-Hee adalah orang yang paling antusias merencanakan kencan buta untuknya. Kencan buta hanya untuk orang-orang yang putus asa. Dan dengan keadaannya saat itu, Seong-Joo sama sekali tidak merasa putus asa. Itulah mengapa dirinya membenci kencan buta setengah mati. Membuatnya merasa menyedihkan.

"Pergilah berkencan! Jadi kekasihmu itu bisa membantumu membersihkan apartemen. Kalau tamu yang datang ke sini hanya diriku, aku berani jamin kau tidak akan membersihkan apartemenmu bahkan hingga Chuseok tahun depan tiba!"

Seong-Joo beringsut ke samping ketika Min-Hee menghempaskan tubuhnya juga ke atas sofa. "Kalau itu motivasinya, lebih baik aku mencari pekerja untuk membersihkan apartemenku dibandingkan mencari kekasih," sahut Seong-Joo sekenanya.

"Kau ini! Berkencan itu penting untuk kesehatanmu."

Seong-Joo menyunggingkan sebelah bibirnya kemudian tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Berkencan tidak pernah ada di daftar hal yang harus dilakukan Seong-Joo setiap tahun. Harusnya Min-Hee tahu itu. Namun ketika gadis itu mengatakan bahwa berkencan itu baik untuk kesehatan, Seong-Joo tidak dapat membalas ucapannya dan malah tertawa.

"Go Min-Hee, apa kau pikir sekarang kesehatanmu baik setelah kau memiliki kekasih?"

Min-Hee tersenyum pahit kemudian mengalihkan pandangannya ke sisi lain sebelum berbalik menatap Seong-Joo sambil mengeluarkan cengiran bodoh.

"Tidak juga, sih."

Seong-Joo tertawa melihat kelakuannya. Gadis itu sedang berusaha tegar, Seong-Joo tahu itu. Menurut Seong-Joo, Min-Hee adalah kekasih yang hebat. Bahkan ketika Zino-kekasih Min-Hee-melakukan tindakan yang tidak bisa dipikir dengan akal sehat, Min-Hee tetap punya alasan untuk memaafkannya. Seong-Joo tidak tahu apakah definisi kekasih hebat dan kekasih bodoh sangat tipis di zaman seperti itu. Yang Seong-Joo tahu, Min-Hee menyayangi laki-lakinya dan dia tidak bisa berkata apa-apa.

"Kau tahu, kabarnya ada fotografer baru yang akan menggantikan si rambut hijau. Aku senang sekali, setidaknya tidak ada lagi seseorang yang akan berdebat mulut denganku di setiap pemotretan."

"Fotografer baru? Apa dia tampan?" goda Seong-Joo.

"Apa kau ingin aku mengenalkanmu padanya? Siapa tahu kalian berjodoh," komentar Min-Hee sekenanya.

"Sial! Aku masih normal, Min-Hee-ya."

"Aku tidak bilang fotografernya laki-laki. Kabarnya dia perempuan dan lebih muda dariku. Yang benar saja. Apakah dia bisa dipercaya? Seorang profesional? Cih! Aku tidak percaya," seru Min-Hee.

"Kau belum bertemu dengannya, mana bisa menilai langsung seperti itu." Seong-Joo tersenyum sambil melirik ke arah Min-Hee.

Seong-Joo tahu, pikiran Min-Hee menjadi semakin negatif beberapa waktu belakangan. Karena ketika seseorang merasa tersakiti, ada dua respon yang mungkin bisa dilakukannya. Pertama, mengambilnya menjadi sebuah pelajaran, melupakan dan bersikap seperti biasanya. Yang kedua, bersikap defensif pada nyaris semua orang ataupun semua hal yang datang padanya. Dan Min-Hee memilih respon yang kedua.

"Ah iya! Omong-omong soal Iridescent..." Seong-Joo menggantungkan kalimatnya. Tiba-tiba saja ingatan akan malam kemarin muncul di benaknya. Setelah telepon dari Min-Hee, Seong-Joo langsung meluncur ke klub dan membawa Min-Hee kabur dari Zino. Mereka pergi ke restoran yang menjual soju dan beberapa makanan kecil. Seong-Joo minum sampai tak sadarkan diri. Setelahnya tiba di apartemennya, teleponnya berdering keras sekali.

"Anak perempuan dari CEO perusahaanmu itu meneleponku tadi malam. Sepertinya dia salah sambung."

"Anak perempuan Lee Hye-Won taepyeonim?" tanya Min-Hee.

"Apa itu namanya? Jika iya, mungkin dia yang dicari gadis itu. Tetapi, Min-Hee-ya, gadis itu punya suara yang lembut dan merdu. Kurasa aku bisa merasa tenang hanya dengan mendengar suara itu," ujar Seong-Joo sambil tertawa kecil seperti orang bodoh.

"Berhentilah tertawa seperti itu. Kau terlihat seperti orang bodoh, Seong-Joo-ya."

"Yang benar saja! Baru beberapa saat yang lalu kau menyuruhku berkencan, sekarang kau malah mengataiku seperti orang bodoh ketika aku mengagumi suara seseorang. Siapa tahu dia jodohku?"

"Jeongshin charyeo! Siapa tahu dia hanya ilusimu, atau dia tidak nyata. Bagaimana? Apa kau tidak bisa berhenti bermain-main dan mencari kekasih yang sesungguhnya?"

"Dia benar-benar ada, aku berani bersumpah! Bagaimana jika kita telepon sekarang agar kau percaya padaku?"

"Tidak perlu! Lagipula, aku hanya setuju jika kau berkencan dengan gadis betulan, bukan gadis ilusimu! Cepat pergi mandi sekarang! Aku ingin Odeng!"

Aku berbicang dengannya, tidak mungkin dia hanya ilusiku semata, bukan?

***

Catatan penulis:

Halo! Sesuai jadwal biasa, hari Senin adalah hari di mana Hye-Young & Seong-Joo tayang. Dan here is Seong-Joo's story! Yeay!

Yuk baca juga punya HandiNamire99 AsmiraFhea lianurida piadevina . Cerita mereka seru-seru juga lho! : )

Continue Reading

You'll Also Like

SCH2 By xwayyyy

General Fiction

374K 45K 100
hanya fiksi! baca aja kalo mau
DEWASA III [21+] By Didi

General Fiction

107K 279 43
[follow untuk bisa membaca part 21+] KUMPULAN NOVEL-NOVEL DENGAN TEMA DEWASA. BANYAK ADEGAN TAK LAYAK UNTUK USIA DI BAWAH 18 TAHUN. πŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”ž
2M 47.5K 54
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
19.4M 872K 57
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...