Sheiland (SUDAH TERBIT)

By BayuPermana31

26.9M 1.1M 116K

[TELAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA] 'Tentang lara yang lebur dalam tawa.' Bagi Shei... More

• TRAILER(+) •
Aland Alano Navvare
Sheila Andrina
• Sheiland #1 •
• Sheiland #2 •
• Sheiland #3 •
• Sheiland #4 •
• Sheiland #6 •
• Sheiland #7 •
• Sheiland #8 •
• Sheiland #9 •
• Sheiland #10 •
• Sheiland #16 •
• Sheiland #17 •
• Sheiland #18 •
• Sheiland #19 •
• Sheiland #20 •
• Let's Ask Sheila's Troublemaker Cast! •
• Answer •
• Sheiland #26 •
• Sheiland #27 •
• Sheiland #28 •
• Sheiland #29 •
• Sheiland #30 •
• Sheiland #41 •
• Sheiland #42 •
• About Them : Sheila Andrina •
• Sheiland #43 •
• Sheiland #44 •
• Sheiland #45 •
• Sheiland #46 •
• Sheiland #47 •
• Sheiland #48 •
• Sheiland #49 •
• CAST SHEILAND •
• AUTHOR'S NOTE & QUESTION •
• Aland-Arkan #01 •
• Aland-Arkan #02 •
• VOTE COVER SHEILAND! •
• PERTANYAAN PENTING •
• INTIP VERSI NOVEL SHEILAND •
• GIVEAWAY NOVEL SHEILAND •
• INFO PRE ORDER •
• PENGUMUMAN UNPUBLISH •
PRE ORDER DIBUKA!
BENUA & ASIA

• Sheiland #5 •

436K 41.3K 8.3K
By BayuPermana31

Sheila menarik dan mengembuskan napas berulang-ulang, tangannya meremas-remas roknya dengan gemas. Kakinya sesekali dihentak-hentakkan ke lantai. Intinya, Sheila sekarang tidak bisa diam.

"Duh Shei tenang, tarik napas ... buang napas." Sheila sudah melakukan apa yang dikatakan Hilda berulang kali, tetapi rasa gugupnya seakan tidak bisa hilang.

"Ya ampun Shei tenang, gue jadi ikutan panik gini. Gue lupa ini udah berapa rebu sumpah," timpal April sembari menghitung uang hasil dagangannya dari awal lagi.

"Elo sih kalo bertindak sesuatu ya harus direncanakan matang-matang, lah ini ngirim SMS ke orang yang disuka pulsanya abis." Hilda geleng-geleng tidak mengerti.

"Ih jangan ngomongin itu terus deh, gue juga tau kemarin gue ngirim collect SMS ke Kak Aland sampe dia marah dan sekarang nyuruh ke rooftop. Mending kalian bantu doa dong." Sheila ingin menangis rasanya, perasaannya yang campur aduk semakin tidak karuan ketika April dan Hilda malah terus menyinggung kecerobohannya kemarin.

"Eh April! Udah dulu dong ngitung duitnya." Hilda menepuk pundak April cukup keras.

"Empat puluh ri- iya bentar!"

"Nah buru sini-sini." Hilda mengajak kedua sahabatnya untuk mendekat, cewek itu mengangkat tangan dan memejamkan matanya, mulai berdoa secara khidmat.

"Ya Tuhan, tolong jaga keselamatan Sheila nanti," ucapnya.

"Amin," cetus Sheila bersungguh-sungguh, ikut memejamkan matanya.

"Jauhkan Sheila dari godaan cogan yang terkutuk tapi bikin melting ya Tuhan."

"Amin."

"Semoga Sheila dapat menerima cobaan ini dengan lapang dada, selapang perutnya Bu Nuke yang kayak lapangan bola."

"Amin."

"Kuatkanlah Sheila dalam menghadapi kakak kelas menawan kayak Kak Aland."

"Amin."

"Terakhir, semoga Sheila bisa kembali dengan sehat tanpa ada kekurangan apapun setelah kembali dari medan perang."

"Rooftop bukan medan perang," celetuk April.

"Cuma perumpamaan," hardik Hilda sebal.

"Amin." Ketiganya berujar kompak.

"Sheila semangat!" April mengepalkan tangan dan mengangkat tangannya, tanda memberi dukungan moral.

"Semangat!" Hilda ikut-ikutan.

"Iya-iya semangat!" Sheila mengelus dadanya yang masih bergemuruh hebat, ia kemudian keluar dari kelas untuk pergi menuju ke rooftop.

Karena kelas Sheila berada di lantai paling bawah yang memang dikhususkan untuk kelas X, ia harus menaiki tangga dan berisiko bertemu dengan kakak kelasnya yang lain untuk pergi ke tempat tujuannya.

Di lantai dua yang berarti lantai kelas XI, Sheila sempat bertegur sapa dengan kakak kelasnya yang sempat ia kenal gara-gara MOS dulu. Beberapa di antaranya bertanya Sheila akan kemana atau sekadar tersenyum.

Sheila menjawab jujur, yang membuat mereka sempat mengernyitkan dahi. Tetapi tidak mempermasalahkannya kemudian.

Sedangkan di lantai tiga, Sheila sempat bertemu dengan seniornya yang berwajah cantik namun kini terlihat kusut karena suasana hatinya. Ia sempat melihat senior itu berpapasan dengan Arkan dan menghindar ketika Arkan mengangkat tangannya lalu tertawa kemudian.

Dan akhirnya, Sheila sampai di rooftop yang tenang. Tetapi tidak ada siapapun di sana. Sheila jadi berpikir bahwa ia dikerjai oleh Aland.

Mencoba berpikiran positif, Sheila duduk di bangku yang ada di sana. Menunggu.

Tetapi sudah beberapa saat lamanya tidak ada tanda-tanda bahwa seseorang naik ke sana, Sheila jadi makin gelisah dibuatnya. Ia ragu apakah harus kembali ke kelas atau tetap menunggu.

Jika turun ke kelas lalu Aland datang, maka akan ada masalah lain dan Sheila tidak menginginkan hal itu. Tetapi disuruh menunggu itu tidak menyenangkan.

Apalagi menunggu sesuatu yang tidak pasti.

Sheila membiarkan kulitnya diterpa sinar matahari yang terik karena jam sudah menunjukkan pukul dua belas lebih sedikit. Sheila semakin gusar, apa yang harus ia lakukan​?

Ditambah tiba-tiba saja ia ingin mengompol. Kebiasannya jika sedang gugup seperti ini maka ingin segera pergi ke kamar mandi.

Saat sedang bingung apakah ia harus pergi ke toilet atau tidak, terdengar suara dehaman dari belakang yang sukses membuat Sheila bangkit dari duduknya dan berbalik. Ia melihat Aland melipat tangannya di dada sembari melihatnya tajam.

Seragam cowok itu dikeluarkan, sedangkan dasinya awut-awutan. Tetapi nyatanya hal itu tidak mengganggu pesona Aland yang memang sulit dibantah.

Bingung harus berbuat apa, Sheila memilih menunduk.

"Jadi lo yang ngirim collect SMS ke gue?"

Sheila meringis. Mengapa harus hal itu yang ditanyakan Aland pertama kali? Kan bisa kalau pertanyaannya diganti menjadi : Kamu udah punya pacar atau belum?

Eh.

"I-iya Kak."

"Kenapa?"

"Pu-pulsa aku ha-habis."

Aland berdecak. "Kenapa lo nggak cek dulu?"

"Lu-lupa."

Sheila terkejut bukan main ketika Aland memukul bangku kayu di hadapannya, untung saja dia tidak latah dan berteriak seperti eh ayam-ayam! misalnya.

"Kalo ngomong yang bener, jangan malah gagap begitu."

"Ma-ma eh ... maaf Kak."

"Kenapa lo SMS gue?" Aland duduk di bangku dan menatap Sheila yang berada di depannya, masih dengan tatapan tajam menusuk.

"Mau kenalan sama kakak."

"Emang gue mau kenal sama lo?"

Sheila meringis. Duh, sulitnya berbicara dengan benar agar tidak membuat Aland berbicara sarkastik.

"Kenapa lo mau kenalan sama gue?"

"I-itu anu-"

"Jawab!"

"I-iya sabar dong Kak, untung aku nggak punya penyakit jantung." Sheila mengelus-elus dadanya, sedangkan Aland mengernyit.

"Kenapa lo mau kenalan sama gue?" ulangnya.

"Itu anu-"

"Itu anu lagi, kenapa sih sama si anu?"

"Bu-bukan gitu Kak, aku ... ya gitu."

Aland mengembuskan napas berat. "Ngomong yang bener."

"A-aku suka sama Kak Aland." Sheila memejamkan matanya rapat-rapat setelah mengucapkan kalimatnya, ia sempat terkejut karena dirinya begitu berani tadi.

"Lo kirim collect SMS ke cowok yang lo suka, gitu?"

Duh! Sheila ingin melompat saja dari sana rasanya. Berbicara dengan Aland membuatnya gila.

"Kan udah aku bilang aku lupa Kak, namanya juga manusia."

"Berani bales omongan gue?"

Sheila meringis kembali, ia merasa berhadapan dengan ibunya. Di mana jika ia diam salah, menyahut pun salah juga.

"Ma-maaf Kak."

"Gini deh, sekarang lo jelasin kronologinya gimana lo bisa dapet nomor gue sampe ngirim SMS kemarin."

"Begini, a-aku minta nomor kakak dari Kak Arkan pas lagi eskul. Dia sempet ketawa, katanya a-"

"Langsung ke intinya aja."

Sheila tersenyum kaku. "Pas dikasih sama Kak Arkan, aku masukin nomor kakak ke kontak khusus. Jadi bisa collect SMS tanpa aku setujuin, nah pas itu aku lupa ngecek pulsa. Hehe."

"Malah senyum."

Sheila menarik sudut bibirnya kembali menjadi satu garis lurus.

"Jadi? Ada yang mau lo omongin sekarang?"

Sheila mengangguk. "Maaf banget ya Kak udah bertindak nggak sopan."

Sheila merasa lega setelah mengatakannya, tetapi Aland terlihat tidak puas.

"Terus?"

"Mmm ... aku minta maaf soal pulsa kakak yang nanggung collect SMS aku. Nanti aku ganti kok."

"Terus?"

"Terus? Apa lagi ya? Maaf udah, tanggung jawab soal pulsa pun udah, selesai kayaknya Kak."

Aland mengusap wajahnya, adik kelasnya ini benar-benar polos.

"Tapi gue masih belum puas."

"HAH?! Eh, apa?"

"Lo ikut gue ke kantin, sekarang."

Aland bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju tangga untuk turun, Sheila mengikuti di belakang dengan wajah khawatir dan langkah-langkah panjang untuk menyeimbangi jalan Aland yang terbilang cepat.

Beberapa siswa langsung mengalihkan perhatian mereka ketika melihat Aland yang berjalan dengan seorang siswi yang selalu menunduk di belakangnya, karena penasaran beberapa dari mereka bahkan mengikuti langkah Aland menuju kantin.

Jantung Sheila semakin berdebar kencang ketika sudah sampai di kantin, Aland diam di tengah-tengah area itu dan melambaikan tangan mengajaknya mendekat.

"Sini."

Aland tersenyum penuh arti ketika Sheila berjalan kikuk ke arahnya, bisa ia rasakan bahwa seluruh penghuni kantin terarah kepadanya.

Aland sempat bertemu pandang dengan Arkan yang kini melipat tangannya di dada, kembarannya itu menunjuk matanya lalu ke mata Aland sebagai tanda peringatan.

"Perhatian buat semua orang di sini," ucap Aland ketika membuka mulutnya, kantin langsung hening seketika.

"Kalo mau berinteraksi sama gue, jaga kesopanan kalian."

Sheila ingin menangis dan berguling-guling di lantai rasanya, tetapi mencoba tetap tegar walaupun sekarang tubuhnya gemetaran.

"Inget, yang sopan kalo mau berinteraksi sama yang lebih tua."

Di sisi lain Arkan mencibir dalam hati, Aland sendiri tidak pernah memerhatikan tata krama jika berurusan dengan yang lebih tua.

"Apalagi sama orang yang kalian suka."

Beberapa bisikan kemudian terdengar, banyak dari mereka yang mulai menerka bahwa perempuan yang ada di hadapan Aland alias Sheila yang menyebabkan cowok itu bercakap sedemikian rupa.

"Dan khusus buat lo, Sheila Andrina." Aland melangkah mendekati Sheila yang masih menunduk.

"Pikir-pikir dulu kalo mau berurusan sama gue."

Setetes air mata jatuh ke pipi Sheila, ia kini sudah pasrah sekarang. Mungkin ia akan menanggung malu sebentar lagi.

"Karena tindakan lo yang nggak sopan sama gue, gue bakalan kasih hukuman yang setimpal."

Sheila mengepalkan tangannya, mencoba agar air matanya tidak menjadi lebih deras lagi.

"Dan hukumannya adalah." Aland sengaja menggantung ucapannya, membuat siapapun penasaran termasuk ibu kantin yang lupa kalau cireng dagangannya masih dimasak dan kini dalam keadaan gosong.

Keadaan menjadi hening bener saat, untung saja tidak ada suara drum yang mendramatisir.

"Hukumannya adalah ... lo, jadi cewek gue, milik gue."

Sheila membuka matanya, apa ia tidak salah dengar? Apa tadi?

Suasana kantin menjadi berisik seketika, beberapa siswi menjerit tidak menyangka dan tidak rela.

"APA?!" teriak mereka bersamaan dramatis.

"HUKUM ADEK AJA BANG, HUKUM!"

***

A/n : hidupnya si kembar Alano gini amat ya:v wkwk masa-masa SMA emang menyenangkan heu

Semoga Alano Navvare series ini selalu lucu ya wkwk

Ok, see you:)

Continue Reading

You'll Also Like

ALVASKA By Ray

Teen Fiction

31.1M 2.2M 49
Spoiler novel Alvaska 2 bisa anda baca di akhir bab. ©2020
14.2M 1.1M 62
Laki-laki itu menatap tajam gadis di hadapannya. "Kenapa dekat-dekat dia?" tanyanya dengan marah tertahan. Gadis itu mendongak menatap pacarnya itu...
6.4M 647K 66
⚠️ PART MASIH LENGKAP ⚠️ Hubungan lima tahun versus hubungan lima bulan. Apa yang Jihan harapkan dari hubungannya dengan Haikal yang baru berumur lim...