Almost Is Never Enough [Re-ma...

By Keziaa22

3.2K 284 447

(PG) Kukira hidupku "sempurna", bahkan setelah Daniel ada di sisiku. Ternyata "dia" datang lagi... More

Almost Is Never Enough
P.r.o.l.o.g : Dear Diary,
Chapter 1 : Bertemu Lagi!
Chapter 2 : Reuni
Chapter 3 : Espresso Con Panna
Chapter 4 : Dia
Chapter 6 : Kontrak Film

Chapter 5 : Diary?

72 6 2
By Keziaa22

🎵Ariana Grande -
Honeymoon Avenue🎶
YemimaYaffa
----

Author's POV

"Pssst! Ly, bantu aku jadi mak comblangnya Niel sama Catherine dong?" Rico melirik kearah Emily yang masih terfokus pada laptop di hadapannya.

"Hmm? Laah, jadi itu alesannya kalian diem-diem kesini? Dasar cowo, modus mulu. Lempar kode, sembunyi hati!" Emily tersenyum sekilas dan menonton drama Korea lagi. Inilah Emily, yang selalu tak bisa diganggu gugat saat menonton drama Korea. Mau ada pencopet, hantu, cogan aja bisa dikacangin.

"Emm, tapi aku bohong sih. Bilangnya ke Niel kalo aku yang mau deketin kamu." ujar Rico berbisik dan bergeser mendekati Emily.

"Haaah? Kok malah aku yang jadi tumbalnya sih?" Serentak Emily terbelakak dan menutup laptopnya.

Catherine yang mendengar kegaduhan di ruang tamu langsung berjalan cepat dan Daniel menyusul di belakangnya. "Urusan kita belum selese Niel."

"Yeah, whatever, little princess!" Daniel mengacak-acak rambut Catherine dan menjulurkan lidahnya. Sedangkan Catherine hanya meliriknya tajam sesaat dan merapikan rambutnya lagi.

Rico masih membungkam mulut Emily dengan kedua tangannya dan Emily meronta-ronta, berusaha menarik kedua tangan Rico.

"Kenapa sih?" tanya Catherine masih kebingungan melihat tingkah laku mereka berdua.

"Bleeh, apaan sih. Tanganmu nggak higenis amat. Bau pete tau!!" ujar Emily bergidik jijik dan mendengus kesal.

Rico terkekeh dan malah mendekatkan tangannya ke hidung Emily lagi. Emily berdiri karna menghindari Rico. Tapi mereka berdua malah berlarian di sekitar ruang tamu, membuat Catherine tersenyum kecil melihat tingkah laku mereka. "Childishnya!"

"Minggir peteee!!!"

---

Catherine's POV

"Enak juga yaa belajar bareng gini." ujar Rico tersenyum kearah Emily yang masih kesal dan membuang mukanya. "Enak-enak apa, Nyet? Aku jadi obat nyamuk terus nih." Daniel menghela napas karna dia duduk di antara Rico dan Emily.

"Mangkanya mulai PDKT, Bro. Tuh kode, Cath. Kasian masa Niel yang ganteng gini masih aja ngenes nge-jomblo dari dulu, iya nggak?" Rico menyikut lengan Daniel. "Ooo, bodo amat!" ujarku masih terfokus dengan soal matematika di depanku. Daniel yang mendengar itu menatap Rico tajam dan Rico hanya nyengir melihat reaksi sahabatnya.

"Eh, kalian laper nggak? Udah jam satu nih." kataku sambil menunjuk jam dinding di ruang tamu.

"Nah, untung kamu peka, Cath. Niel dari tadi udah keroncongan tuh. Jadi, mendingan kalian berdua beli makan sama snack di Alfamart sebrang."

Pletak...

Daniel menepuk punggung Rico dengan kamus oxford di depannya. Rico langsung meringis, hingga membuatku tertawa geli melihat reaksinya. "Aku masak aja deh. Ada ayam, sosis, nugget, kalo nggak salah. Gimana?" tanyaku.

"Mauuu! Nggak usah ditanya kali. Apa-apa yang gratis sih aku jelas mau, Cath." ujar Emily yang akhirnya membuka mulutnya. Kurasa moodnya mulai membaik.

"Yaa udah deh, aku ke dapur yaa." ujarku sambil berdiri dan bergegas ke dapur.

"Okee, aku balik nonton my bebeb ah!" jawab Emily riang.

"Ati-ati jangan ngiler liat cogannya, Ly." Aku berteriak menjawab Emily.

Kesempatan! Emily melirik dan memberi kode ke Daniel. Begitu pula Rico yang mendorong Daniel agar cepat berdiri dari sofanya. "Kalian ngapain sih? Yang PDKT kan seharusnya kalian, bukan aku."

"Udah sana, cepet ah!" Emily mengibaskan tangannya, mengusir Daniel.

"Awwww!!!"

Daniel tersentak mendengar teriakan dari dapur. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung berlari ke dapur. Emily dan Rico langsung melirik satu sama lain dan ber-high five dengan senyuman kemenangan di wajah mereka.

"Cath? Kenapa?"

"Jariku kepotong pas motong sosis," Aku meringis saat memperlihatkan jari telunjukku yang terluka. "Nggak papa kok. Kamu balik aja."

"Nggak, Cath. Lukamu harus diobatin dulu." Daniel mendekat dan menarik tanganku.

"Tapi aku nggak ada P3K. Lagian nggak papa kok, ini nggak separah kakiku."

"Ya udah deh, terpaksa." Daniel membasahi sebagian darah yang menguncur dengan air kran dari wastafel. Selanjutnya, dia malah berlari kearah jendela apartemen yang tak jauh dari tempatku berdiri. Ternyata, dia memetik lidah buaya untukku. Setelah itu dia mendekat dan menarik paksa tanganku.

"Woii, ngapain woii. Lepasin ah!"

"Dih, ini biar darahnya nggak keluar terus tau." ujarnya sambil mengobati lukaku dengan getah lidah buaya.

"Tapi kamu kan nggak ijin! Apaan tuh!" Aku menarik tanganku paksa.

"Ini karna kamu nggak ada P3K. Aduuh, kamu emang ceroboh yaa. Pas kemaren kepeleset, eh sekarang kepotong. Mangkanya ati-ati!" Daniel menyentil keningku dan aku hanya menatapnya kebingungan.

"Kamu emang biasa ngobatin gini?"

"Dulu, tanganku pernah melepuh kena air panas, pernah juga manjat pohon sampe jatuh. Mangkanya kamu tuh jangan ceroboh. Ati-ati! Apalagi kalo luka yang parah sampe bekas gitu kan?"

"Aku nggak ngerti. Kenapa sih kamu kadang nyebelin banget, eh kadang baik, care banget? Kepribadian ganda?"

Daniel tersenyum manis, menampakkan lesung pipinya, "Kamu keseringan nonton split yaa?"

"Aku serius beneran bingung, Niel. Kamu sebenernya mikir apa soal aku?"

"Soal kamu?" Daniel menangkup sebelah pipiku dan mendekatkan wajahnya. Hatiku berdetak sangat kencang tak terkendali dan keringat dingin mulai mengucur dari tubuhku. Tapi, aku masih bisa mengendalikan diri dan menarik tangan Daniel paksa turun dari pipiku.

"Jangan mainin perasaanku kaya gitu Niel!!! KAMU BUKAN RYAN!!" Spontan aku menutup mulutku dan mundur selangkah, menjaga jarakku dengan Daniel. Aku tahu itu isi hatiku, tapi kurasa bicaraku keterlaluan. Aku bisa menangkap aura kemarahan Daniel yang belum pernah kurasakan sebelumnya, dia menatapku dengan tatapan nanar.

"Ma-af, aku nggak se-"

"See? Karna Ryan? Yaa, aku emang bukan dia, nggak sama kaya dia, nggak bakal bisa jadi dia. Sayangnya, kamu nggak pernah tau, Cath. Cowo yang selalu sayang kamu dari jauh, karna dia." Daniel berjalan menjauh dan keluar dari dapur. Tatapannya yang sedingin es itu membuatku menelan ludah. Kurasa lebih tepatnya itu tatapan kekecewaan, bukan kemarahan.

"Apa maksudmu, Niel?"

Aku berjalan gontai ke ruang tamu, pikiranku masih menimbang-nimbang kejadian tadi. "Apa tadi sepenuhnya salahku? Tapi aku kan cuma bilang yang sejujurnya? Terus maksud Niel apa sih?"

Emily dan Rico menghampiriku yang masih duduk terdiam dalam anganku sendiri.

"Cath, kenapa sih? Kok Niel langsung pulang nggak ngomong pamit? Terus tadi kenapa tadi kamu teriak?" Emily menggoyang pundakku perlahan.

"Shhh, nggak usah ikut campur kali. Biasalah, masalah rumah tangga." ujar Rico sambil memainkan alisnya.

Emily mencubit keras lengan Rico, hingga Rico meringis kesakitan. "Bercanda sih iya, tapi liat situasi dong ah!"

"Iye-iye. Aku pulang dulu yaa, Cath, Ly. Nyusul Niel, paling juga masih deket-deket sini kalo dia ngambek gini." ujar Rico seraya membereskan buku pelajaran yang tergeletak di meja. Setelah itu dia memakai hoodie dan tak lupa membawa helmnya.

"Ly, aku butuh waktu." kataku lirih. Emily yang menatapku dalam-dalam dan mengangguk tanda mengerti.

"Kalo butuh bantuan, jangan sungkan bilang aku, Cath. Aku siap dengerin curhatanmu kok. Nanti kamu telpon aku aja, kalo udah lega. Jangan dipendem terus yaa."

Aku mengangguk. Emily tersenyum tipis, lalu membereskan barang-barangnya dan bergegas pergi.

"Take care, Cath!"

Aku benar-benar tak mengerti perasaanku sekarang. Daniel yang tidak menelepon atau mengirim satu pun chat line, malah membuatku semakin gelisah dan campur aduk. Bahkan, kejadian tadi siang benar-benar membuatku terjaga sepanjang malam.

"Kacang sih enak, dikacangin yang bikin bete. Kenapa juga dia ngambek sih?"

---

Seperti pagi biasanya, Pak Bambang mengantarku ke sekolah. Tapi, kurasa moodku semakin memburuk hari ini. Rambut kusut, kantong mata menghitam, dan mukaku yang pucat karna lupa sarapan pagi. Penampilanku sekarang ini lebih mirip zombie, mayat hidup di Maze Runner.

Aku berjalan dengan gontai sambil melihat lorong kelas yang masih sepi. Setelah meletakkan barang-barangku di loker, aku kembali ke kelas dan memasang earphoneku. Aku memutar lagu favoritku, Honeymoon Avenue Ariana Grande. Lagu yang memang menggambarkan perasaanku dengan Ryan. Memang yaa, kenapa tiap masalah cinta selalu saja ada lagunya?

I feel like my heart is stuck in bumper to bumper
Traffic, I'm under pressure 'cause I can't have you
The way that I want
Let's just go back to the way it was

Kurasa kesalahan terbesarku adalah status "sahabat" yang kumiliki dengan Ryan. Padahal itulah resikonya ketika sahabatan antara cowok, cewek. Nyaman sih iya, tapi situasinya bakal beda banget kalau salah satu ada yang punya rasa. Pengin balik ke masa-masa kita dulu, sayangnya dia aja udah pergi entah kemana. Tiba-tiba seseorang menepuk punggungku.

"Cath, udah baikan? Niel masih ngambek?" Emily menggeser kursinya lebih dekat lagi. Aku hanya menggeleng dan mengecilkan volume lagu di ponselku. "Cath, kamu jangan kaya aku deh. Aku tuh lupa cara jatuh cinta karna sering disakitin. Perasaanku kaya udah ilang entah kemana. Beda sama kamu. Seharusnya tuh kamu peka sama orang terdekatmu, eh kamunya aja yang masih fokus ngeliat Ryan. Maksudku tuh seenggaknya kamu nggak nyesel nyia-nyiain yang sayang kamu." ujar Emily berceloteh panjang-lebar.

"Maksudnya apa sih, Ly?" Aku menatapnya dengan muka polos.

"Hadeeeh, Daniel tuh suka kamu." kata Emily mulai tak sabaran.

"Aku juga suka Daniel kok, sebagai sahabat. Kayanya. Tapi, kadang aku kesel karna dia nyebelin sih."

Emily menepuk dahinya, "Caty, kamu tuh polos, pekok, ato gimana sih?"

"Yaelah, lama-lama Niel bisa kena friendzone nih." batin Emily sambil berdecak lidah.

Kring...

Bel sekolah tanda masuk pun berbunyi, Emily segera menggeser kursinya ke posisi semula. Aku melepas earphoneku sambil menunggu Bu Rosa, guru sejarah masuk mengisi jam pelajaran pertama. Pelajaran yang membosankan ditambah dengan penampilan Bu Rosa yang jadul dengan kacamata tebal dan make upnya yang terlalu tebal. Lipstick merah, bedak yang terlalu putih dari warna kulisnya yang sawo matang, dan alis yang kadang tidak simetris. Gerombolan cewek di depanku malah mulai menggosip kehadiran Camila yang akan datang nanti.

"Ih, si plontos kok malah ngasih kesempatan dia yang ngisi acara reuni nanti? Edan nggak sih, kalo dia dateng yaa pasti nggak punya malu tuh. Udah di skors parah sampe keluar, eh masih aja dikasih kesempatan terus juga beraninya dateng." kata seorang cewek berambut ikal bernama Jesslyn.
{Note : Bahasa Jawa yang artinya Gila}

Makhluk yang satu ini memang selalu update berita sekolah, entah sekecil apapun itu. Asal jangan percayakan dia sebagai teman curhat, karna dia punya mulut tanpa filter. Bisa jadi malah rahasia kalian jadi berita heboh sekolah alias rahasia umum!

"Anjiiir, kembaliin cangcut gua!" Teriak Chris, orang Jakarta yang merantau ke Semarang dengan logat kental khas Betawi. "Bim, ki nggo kowe!" Briant malah melempar celana kolor ke meja Bima. Bima yang tadinya sedang mencoret-coret doodle langsung mengambil celana kolor itu.
{Note Terjemahan : Bim, ini buat kamu!}

Dia melemparnya kearah cewek-cewek yang asyik menggosip di sampingnya, hingga cewek-cewek berteriak jijik dan menyingkir karna kerusuhan anak-anak cowok di kelas. Gini nih, tingkah cowok di kelas yang petakilan dan cewek yang malah asyik menggosip. Suasana pasar yang selalu dirindukan saat liburan.

Emily malah sedang memarahi Aaron yang mengambalikan pulpennya setelah tintanya habis. "Ini kok tintanya abis sih!" Emily mendengus kesal dan Aaron hanya nyengir, menampakkan sedikit giginya. "Yang penting kan udah kembali laah!"

Di pojok kanan ada tempat "warnet" ala kelas yang memang tempat terbaik untuk nge-game. Kenapa? Selain dingin karna dekat AC, ada juga tempat persembunyian khusus di lemari kelas untuk laptop para cowok. Antisipasi agar laptop tidak disita, karna peraturan sekolah di sini memang melarang para murid-muridnya membawa laptop. Pengecualian, jika ada tugas yang mengharuskan kita membawa laptop. Tapi, tentu tidak dengan para cowok yang malah sengaja membawa laptop dan menyembunyikannya di tempat rahasia mereka, celah sempit di antara dua lemari.

Seperti biasa, para cowok di sana malah menikmati dunia mereka. Entah itu, anime, dota, GTA, dan tak jarang "kebun binatang" keluar dari mulut mereka. Beda lagi dengan pojok kiri yang dijadikan "hotel" kelas. Deretan sini banyak siswa-siswi yang tidur telungkup di atas meja, dengan jaket sebagai alas bantalnya. Beberapa cewek juga ada yang membaca novel, komik, atau menonton drama Korea, dan film dengan earphone di situ. Banyak yang memakai earphone di area ini karna mereka tidak mau mengganggu suasana "hotel" kelompok ngebo.

Pojok kiri memang cenderung untuk penghuni kelas yang ingin menyendiri dari segala keributan kelas. Tempat itu memang nyaman karna ada jendela yang lengkap dengan gordennya. Panas matahari yang hangat bercampur dengan suhu AC yang tidak terlalu dingin dari pojok kanan, cocok untuk ngebo di siang bolong. Kurang lebih, hotel ala kelas gitu deh!

"Piye to, jon! Eh, Cath lempar sini dong!" Spontan aku tersentak dengan celana kolor yang mendarat tepat di mejaku. Aku melihat ke depan kelas, ada Tristan yang melambaikan tangannya dan Chris yang berlari menghampiriku. Aku langsung meremas celana kolor itu dan nyaris melemparnya.
{Note Terjemahan : Gimana sih, Bro!
Jon adalah semacam panggilan akrab di Semarang}

Tapi, Chris malah tersenyum meledek, dia menghalangiku melemparnya dengan kedua tangannya yang direntangkan. Aku mendengus kesal karna harus mencari celah untuk melempar benda keramat itu kearah Tristan.

Bu Rosa baru saja akan melangkah masuk dan Tristan yang melihat pintu kelas nyaris terbuka malah langsung berlari. Sekelas mulai panik dan kembali ke posisi mereka masing-masing. Aku melempar celana kolor itu, tepat saat aku melihat Tristan berlari dan sesuai dugaanku. Celana kolor itu malah terlempar tepat mengenai muka Bu Rosa. "Asem yaa Tris!" umpatku.

#HanyaIlustrasi

Bu Rosa mengambil celana kolor itu dengan kedua jarinya dan menatap jijik. Sekelas yang melihat kejadian itu berusaha menahan tawa. Bukan karna menertawaiku, tapi karna ada sedikit bekas lipstick Bu Rosa yang menempel di celana kolor Chris.

"SIAPA YANG NGELEMPAR?!"

Sekelas yang tadinya menahan tawa, langsung diam seribu kata. Tak ada satu pun yang berani menatap tatapan killer milik Bu Rosa itu. Bu Rosa menghela napas panjang dan mengecilkan volumenya lagi, "Siapa yang ngelempar? Nggak akan saya marahi kok!"

Aku memberanikan diri mengacungkan tangan kananku dan Bu Rosa langsung berteriak, "Catherine!!! Hukuman nulis 100 kalimat di agenda sekolah dan seperti biasa jam istirahat nanti ke ruangan saya! MENGERTI!!!"

"Katanya nggak dimarahin, Bu." batinku sambil menghela napas panjang.

"Si-siap, Bu!" ujarku terbata-bata. Sedangkan, para cowok di belakangku malah berbisik ribut dan saling menyalahkan satu sama lain.

"Halah, gara-gara kowe to, Bim."
{Halah, gara-gara kamu kan, Bim.}

"Sek-sek, tadi yaa kowe laah. Yaa rak, Chris?"
{Eh, tunggu-tunggu, tadi yaa kamu laah. Iya nggak, Chris?}

"Apaan lu nyolong cangcut gua! Gua sunati anunya baru tau rasa lu!"

"Kowe to, ndes! Salah opo aku?!"
{Kamu laah, Bro! Apa salahku coba?}

"Shhh..." Aku menoleh ke belakang dan memelototi mereka. Akhirnya kami pun memulai pelajaran sejarah. Tapi seperti biasa, teman-teman sekelasku malah banyak yang tidak mendengarkan penjelasan Bu Rosa. Ada yang diam-diam bermain ponsel, membaca novel dengan ditutupi buku modul sejarah yang memang lebih besar, tidur, surat-suratan, atau ngerumpi dengan teman sebelahnya.

---

Jam istirahat Emily menemaniku pergi ke lorong kelas, tempat loker-loker penyimpanan. Aku meraba saku baju seragam OSISku, mencari kunci lokerku dan membukanya.

"Aduuuh, mana yaa agendaku?" Aku meraba-raba isi tasku. Sekolahku memang memberi satu agenda khusus berisi peraturan, laporan pelanggaran sekolah, profil, visi, misi, guru-guru yang memiliki jabatan penting, dan di bagian terakhir ada beberapa lembar kosong berisi notes khusus untuk hukuman menulis 100 kata. Agenda sekolahku ini diberi saat MOS. Untung aja, hukumannya masih tergolong ringan, kalau tidak? Membersihkan WC atau lari keliling lapangan 30 kali selama seminggu!

"Masa nggak ketemu sih, Cath? Beneran kamu bawa?"

"Iyaa, aku nggak ngeluarin kok. Selalu di tas."

"Cepetan, Cath! Aku kebelet pipis nih, ini juga tinggal 15 menit."

"Keburu kok, aku tinggal isolasi aja tuh lima pulpen sekaligus! Iyaa, kan? Nanti malah bisa dapet lima baris, sekali nulis."

"Tapi tetep aja banyak laah, Cath! Ayooo ah, masa kamu mau aku ngompol nih!"

"Ketemu!" ujarku berteriak senang dan langsung menutup lokerku. Emily menarik tanganku dan kita bergegas ke toilet terlebih dahulu.

---

"Nah, abis itu dia dikeluarin deh!" kata Jesslyn mengakhiri ceritanya. Gaby, sahabat Jesslyn hanya mengangguk. "Tapi kasian juga yaa, padahal pinter, cantik, cuma yaa gitu. Like a b*tch."

"He-eh, mantannya aja ada 15, Gab! Mungkin pada nggak betah kali yaa sama cewe kek gitu." Jesslyn membuka lokernya. "15? Aku aja satu aja nggak punya kali!" ujar Gaby terkekeh.
{Note : Bahasa khas Semarang; he-eh artinya 'iya', kek artinya 'kaya/seperti'}

Bruk...

Barang-barang dari loker itu pun langsung terjatuh. Gaby dan Jesslyn menatap satu sama lain kebingungan. Tanpa bicara banyak lagi, Jesslyn langsung membungkuk dan membereskan barang-barang yang terjatuh. Gaby pun ikut membantu.

"Duh, aku malah nggak fokus. Lokerku kan 124, 123 kan loker Catherine. Apa dia lupa ngunci yaa?"

"Pantesan, aku bingung kok tiba-tiba barangmu kaya beda. Semuanya jadi warna pastel. Biasanya kan kamu cuma pake pink, ungu."

"Aku jadi nggak enak sama Catherine nih, semoga aja dia nggak tau barang-barangnya jatuh gini."

"Nggak papa, kita cepetan beresin aja. Lagipula kan kamu nggak sengaja, Jess."

---

Kring... Kring... Kring...

Bel istirahat telah selesai, siswa-siswi kembali ke kelasnya masing-masing dan menunggu guru jam pelajaran berikutnya masuk. Catherine masih menjalani hukumannya, sedangkan Emily sudah diharuskan Bu Rosa kembali ke kelasnya.

Seorang gadis berambut panjang sebahu, berkulit kuning langsat, berjalan melewati lorong kelas dan deretan loker-loker yang ada. Tangan kanannya membawa kertas HVS berisi pidato pembukaan untuk acara reuni nanti, sedangkan tangan kirinya menenteng makeup pouch kecil bermotif polkadot.

"Ngapain aku kesini yaa? Nggak ada gunanya juga, kan?"

Gadis itu melirik kearah jendela kecil dan sejenak dia menatap anak-anak tim basket yang sedang berlatih untuk turnamen mendatang. Angin dari jendela malah menerbangkan kertas pidato yang dibawanya. Dia berlari kecil mengejar kertasnya dan mendengus kesal karna mendapati kertas itu mendarat di bawah kolong loker. "Ughh, great. Bagus!"

Dia membungkuk dan meraba kolong loker selama beberapa detik. Tiba-tiba sesuatu menarik perhatiannya, sepertinya ada buku yang terjatuh di kolong itu. Setelah dia menarik buku itu lebih dekat, dia tersentak dengan nama yang tertulis di buku itu. Lebih tepatnya, ini diary cinta!

"Loh, ini kan!"

A.l.m.o.s.t I.s N.e.v.e.r E.n.o.u.g.h

-To Be Continued-
"Chapter 6 : Kontrak Film"

Author's Note : Jangan lupa voment, kalo kalian suka

Re-make ini bakal update sesering mungkin

Continue Reading

You'll Also Like

486K 25.5K 36
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
547K 59K 37
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
645K 43.6K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.8M 224K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...