RaLion

Bởi haynett_

503K 35.9K 3.4K

Tahap revisi!! Amazing cover by @Melmelquen😘❤ Adelion Mahendra? Siapa yang tidak mengenalnya? Cowok selengek... Xem Thêm

1. Pertemuan
2. He Different!
3. Kata Kayla
4. Lion dan Rasa Sakit
5. Ciuman?
6. Luka yang tak pernah sembuh
7. Tentang Kebaikan
8. Debaran Aneh
9. Halusinasi?
10. Cancer
11. Lala dan Rasa Sayang
12. Tak Terduga
13. Tantangan
14. Pertolongan Lion
15. Perasaan Aneh
16. Terpengaruh
17. Cemburu
18. RALION?
19. Amplop Merah
20. Gagal
21. Hanya Sebagian Dari Kenyataan
22. Terungkap
24. Pemenang Dari Kebimbangan
25. Menemukan Airo Dan Kenyataan Baru
26. Masih Terlalu Membingungkan
27. Antara Tiga Gadis
28. Merindukan Sosok Bengal Itu
29. Takdir Yang Mengalahkannya
30. Melepaskan
31. Kebenaran Beberapa Tahun Silam
32. Menggenggam Perih
33. Menyelamatkan Tiga Bunga
34. Berkorban
35. Tenggelam Dalam Duka
🔒Q&A [Question]🔒
36. Perubahan
🔓Q&A [Answer]🔓
37. Painkiller
38. Topeng dan Perjuangan
39. Kencan
40. Pergi
Extra Part
BACA!
Bisa dong promosi
Lion di-copy😔

23. Boy vs Dad

10.2K 787 75
Bởi haynett_

"Jaga mulutmu!"

Bentakan itu keluar setelah tangan kekar milik Indra mendarat mulus di pipi Airo. Rahangnya mengeras, urat di leher dan pelipisnya bertonjolan menahan amarah akibat perkataan anak sulungnya itu.

"Kenapa aku harus menjaga mulutku!" bentak Airo tidak kalah keras, dia tidak peduli lagi dengan siapa dia berbicara sekarang, "di saat Papa sendiri hampir membunuh Lion apa aku harus tinggal diam?"

"Sudah Papa bilang jaga mulutmu! Papa tidak melakukan apa pun kepada Lion malam itu!"

Airo tersenyum sinis, "Lalu, mengapa Lion bisa berakhir di rumah sakit sekarang?"

"Tapi, Papa tidak melakukan apapun kepadanya."

"Aku gak tahu kenapa Papa bisa sepengecut ini."

"Airo!" Amarah Indra semakin memuncak kala mendengar ucapan Airo.

"Apa? Seharusnya Papa menyelesaikan masalah Papa dengan Om Hendra tanpa perlu melibatkan Lion dan malah membuatnya berakhir di rumah sakit."

Tangan Indra mengepal, "Sekali lagi kamu berbicara seperti itu. Kamu keluar dari rumah ini!"

Airo menyeringai tidak takut, "Persis. Dari dulu memang itu yang aku inginkan."

Tanpa menoleh lagi Airo melangkah keluar dari rumahnya mengendarai motornya meninggalkan kediaman Narindra.

Aira dan mamanya yang berada di dalam kamar hanya mendengarkan semua pertengkaran ayah dan anak itu. Mereka tahu, Indra memang keras, mereka tidak punya keberanian untuk melawan. Apalagi melihat kemarahan Indra tadi membuatnya terdiam tanpa berkutik.

Lion ada di rumah sakit.

Hati Aira berdentum perih mengetahui kenyataan itu. Apa mungkin hal inilah yang membuat Lion tidak datang malam itu?

Lalu, bagaimana dengan ucapan Zilla siang tadi waktu mereka di halte berdua menunggu bis sekolah. Hari itu Lion bersama Renita, lagipula gadis itu juga membenarkan bahwa Lion ketiduran di apartemennya.

Aira menghela napas pelan mencoba sekali lagi membuang jauh-jauh pikirannya tentang Lion. Mungkin yang dikatakan Zilla memang benar, seharusnya dia tidak mempunyai rasa dengan Lion. Maka, dia tidak perlu terjebak dalam perasaannya sendiri.

Menjauhi Lion mungkin adalah jalan yang perlu dia ambil untuk mengenyakan perasaannya kepada cowok itu.

Untuk sekian kalinya dalam minggu ini, Aira kembali membulatkan tekat untuk menjauhi Lion.

●●●●●

Lala menggenggam tangan Lion dan menciumnya berkali-kali saat melihat adiknya itu membuka mata pagi ini. Tidak henti-hentinya dia bertanya tentang apa yang Lion rasakan.

Dia tidak ingin lagi Lion menyimpan semuanya sendiri, kini semua orang sudah mengetahui tentang penyakit anak itu, jadi dia tidak punya alasan untuk berpura-pura bersikap baik-baik saja sekarang.

"Lion harus bilang sama Kakak apa yang sakit," ujar Lala, dia menatap mata sayu adiknya yang mengerjap lemah.

Saat Lion bangun tadi yang hanya cowok itu lakukan hanyalah diam, selain tenaganya yang masih sangat tipis dia juga enggan untuk bersuara kala melihat semua keluarganya ada di ruangan itu.

Sebenarnya Lion masih tidak ingin semuanya tahu tentang keadaannya sekarang. Namun apa boleh buat? Semuanya sudah terlanjur.

Lion menarik tangannya dari genggaman Lala, "Tinggalin Lion sendiri." Mulut di balik masker oksigen itu mulai bergerak mengeluarkan kalimat yang menyayat hati Lala dan juga beberapa orang di ruangan itu.

"Lion..,"

"Lion capek, jangan buat Lion berbicara lebih banyak lagi."

Lala menghapus air matanya pelan, melihat tingkah Lion membuatnya tidak paham dengan apa yang cowok itu pikirkan. Ingin sekali rasanya dia di sini menemani Lion, namun dia tidak punya pilihan lain.

Lala berdiri dari kursi yang dia duduki dan mengecup kening Lion pelan.

"Yaudah Lion istirahat yaa, Kakak akan tunggu Lion di luar."

Lion melengos, tidak sedikutpun berniat untuk membalas ucapan Lala.

Moza yang melihat Lala kembali menangis lantas mendekat dan membawa perempuan itu keluar bersama dengan Hendra dan Lintang.

Lion mengepal tangannya kuat saat hanya tinggal dirinya di ruangan ini. Dia mencoba meredam rasa perih yang sedari tadi menggores hatinya.

"Mama percaya sama Lion, kalau Lion bisa membahagiakan Papa, Kak Lala dan Kak Lintang."

Suara mamanya di dalam mimpi kembali terngiang dalam benak Lion. Bagaimana bisa dia membahagiakan mereka jika kondisinya seperti ini.

Dan satu-satunya hal yang Lion bisa lakukan adalah membuat mereka menjauh. Membuat mereka tidak memikirkan Lion, dan jika nanti dia pergi tidak ada tangis yang perlu dia lihat.

Ma, Lion butuh Mama.

●●●●●

Semenjak dia keluar dari rumah sakit tiga hari yang lalu, Lion sama sekali tidak diberikan pergi ke mana-mana. Bahkan untuk makan saja dia harus dibawakan ke kamarnya.

Lion benar-benar dikurung di dalam sini ditemani kesunyian. Padahal kondisi tubuhnya sudah mulai membaik, dia tidak merasa lemas lagi, walaupun kadang-kadang dia merasa lelah tiba-tiba, namun itu sudah tidak separah tiga hari yang lalu.

Lion membangunkan tubuhnya dari posisi terlentang lalu membuka laci lemari kecil di sebelah kiri ranjang. Mencari sesuatu di dalam sana yang bisa membantunya untuk kabur dari sini.

Namun, sorot matanya tidak sengaja menangkap sebuah album foto bertuliskan 'RALION' di cover-nya. Tangan Lion bergerak mengambil album foto tersebut. Dia ingat, album foto inilah yang dulu Aira sempat lihat.

Lion kembali duduk di sisi kasur, dia membuka pengait album tersebut lalu membalik cover-nya secara perlahan.

Pada lembar pertama terpampang jelas foto dirinya bersama Lintang serta seorang gadis mungil yang tersenyum lebar ke arah kamera.

Lion ingat waktu itu mereka masih berumur 6 tahun gigi ompong gadis berkuncir dua itu bahkan terlihat jelas dalam foto tersebut.

Lion memejamkan mata saat bayangan gadis itu kembali muncul di benaknya. Gelak tawa dan kebahagiaannya terdengar begitu jelas.

Lion menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia kembali membalik album foto itu ke lembar berikutnya.

Kini ada foto dirinya bersama gadis itu lagi, namun sekarang bedanya tidak ada Lintang di antara mereka. Kedua anak kecil berseragam merah putih itu terlihat celemotan akibat es krim yang mereka pegang.

Hati Lion semakin teriris perih. Saat foto itu diambil Lion masih ingat waktu itu Lion berhasil mengalahkan gadisnya dalam nilai Matematika. Hingga gadis mungil itu harus terpaksa meneraktirnya es krim sesuai perjanjian.

Lion kembali membalik ke lembar berikutnya, kini yang terlihat adalah foto dirinya dengan gadis yang sama menggunakan seragam SMP, dalam foto tersebut gadis itu terlihat jengkel menatap Lion yang justru menyengir lebar.

Lion meremas dadanya yang terasa sesak. Seandainya waktu bisa diputar kembali, Lion ingin mengulang kebersamaannya bersama gadisnya. Dia ingin membuat kenangan yang lebih banyak lagi bersamanya. Dia ingin melindunginya lebih keras lagi. Dia ingin mencintainya lebih dalam lagi.

Namun, sayangnya waktu yang sudah berlalu tidak bisa ditarik mundur, masa yang sudah menjadi kenangan tidak bisa diulang lagi.

Lion menutup album foto tersebut dan memeluknya erat. Sedari tadi dia bersusah payah menahan air matanya agar tidak merembak keluar, akan tetapi usahanya pun harus runtuh sekarang. Kenangan indahnya bersama gadis itu terlalu sakit untuk dia ingat.

"Album foto ini aku buat, biar nanti di saat kita gak bersama lagi, kamu bisa liat aku di sini."

Dan nyatanya, mereka benar-benar tidak bersama lagi sekarang. Gadis itu benar-benar meninggalkannya, bahkan tanpa pamit sedikit pun.

"Maafin aku Ra, maafin aku. Aku gak bisa jaga kamu seperti janjiku. Aku memang lemah, aku gak berguna," ujarnya, kembali menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa mama dan gadisnya beberapa tahun silam.

Seandainya dulu Lion bersikeras untuk ikut bersama mereka, mungkin dia tidak akan pernah ditinggalkan sendirian di sini. Merasakan sakit yang teramat hingga membuatnya rapuh.

Di saat Lion meregangkan pelukannya pada album foto tersebut tidak sengaja sebuah kertas berukuran kecil yang terselip di sana terjatuh. Kertas kecil berwarna kuning itu menarik perhatian Lion.

Sebenarnya semenjak kejadian itu baru kali ini Lion membuka album foto ini, karena semua barang yang bersangkutan dengan mamanya dan gadis itu sudah Hendra buang agar Lion cepat melupakan mereka.

Album foto ini tidak sengaja dia temukan di gudang rumahnya saat Lion sedang mencari bola basket di sana. Dan baru kali ini dia menyentuhnya. Dia tidak tahu bahwa ada kertas yang terselip di sini.

Lion merunduk mengambil kertas tersebut dan membaca tulisan tangan rapi itu.

Lion, maafkan aku. Aku harus pergi bersama Tante Rasyi, aku tidak sanggup untuk berpamit denganmu. Tapi, aku meninggalkan pesan untukmu. Aku menanamnya di bawah rumah pohon. Semoga kamu bisa mengerti.

Orang yang menyayangimu,
Rara

Tanpa terpaku lebih lama lagi, Lion segera bangkit dan berlari keluar meninggalkan kamarnya. Hendra dan Moza yang saat itu tengah berada di ruang keluarga sempat mencegat cowok itu, namun tekat Lion untuk menuju rumah pohon di belakang rumahnya sudah bulat.

Dia melawan Hendra dan berhasil terlepas. Dia kembali berlari keluar.

Suara teriakan Moza dan Hendra yang menyerukan nama Lion membuat Lintang dan Lala yang tadinya berada di kamar keluar menghampiri mereka.

"Kenapa Ma?" teriak Lala sembari menuruni anak tangga rumahnya, disusul oleh Lintang yang berada di belakang.

Moza yang hendak mengejar Lion dan Hendra jadi berbalik menatap kedua anaknya.

"Lion..," jawabnya dengan napas yang terengah.

"Lion kenapa?" Lala mempercepat langkahnya dan menghampiri Moza.

"Dia kabur."

Tanpa pikir lagi Lala dan Lintang segera berlari keluar. Dia bertanya kepada security rumahnya ke mana Lion pergi.

"Den Lion sama Tuan berlari ke taman belakang rumah, Non."

Shit! Rumah pohon.

Lala segera berlari mengitari rumahnya menuju taman belakang. Lintang yang sudah berlari terlebih dulu terdiam saat melihat pemandangan langka di depannya.

Lala pun melakukan hal yang sama ketika melihat Lion yang berlutut di depan Hendra. Cowok itu menangis memohon-mohon kepada Hendra.

"Pa, aku mohon, berikan kunci gerbangnya, ada sesuatu yang harus aku ambil di dalam sana."

Setelah insiden itu, Hendra memang mengunci gerbang taman belakang rumahnya rapat-rapat. Melarang siapapun memasuki taman itu lagi, kecuali petugas yang ingin membersihkan taman tersebut.

"Hentikan Lion. Sekarang kamu masuk ke kamarmu!" perintah Hendra tegas, bagaiman pun Lion memohon dia tidak akan pernah memberikan kuncinya kepada Lion.

Lion merunduk mencengkram perut bagian atasnya dengan kuat. Ringisan tertahan itu kembali keluar dari mulutnya.

Hendra langsung tercekat, begitupun dengan Lala dan Lintang yang melihatnya. Mereka segera mendekati cowok itu.

Hendra berjongkok, memegang kedua bahu Lion agar melihatnya.

"Lion."

Lion menggeliat menahan sakit, wajahnya yang dipenuhi keringat mulai memerah.

"Pa, aku mohon," gumam Lion lirih.

"Baik, tapi sekarang kita masuk dulu."

Lion menggeleng sambil menarik tubuhnya dari jangkauan Hendra.

"Tolong Pa."

Menyadari betapa keras kepalanya Lion membuat Hendra tidak punya pilihan lain.

"Lintang tolong ambil kuncinya di laci ruang kerja Papa," perintahnya, Lintang segera beranjak dan berlari mengambil kunci tersebut.

Lala bergerak membantu Hendra untuk membangunkan Lion. Napas cowok itu mulai memburu.

"Lion sebaiknya kamu minum obat dulu, baru setelah itu kita masuk ke taman ini," bujuk Lala, berharap jika adiknya menyetujui.

Namun, Lion malah menggeleng.

"Lion hanya ingin mengambil sesuatu di dalam sana."

"Apa?"

Belum sempat Lion menjawab, Lintang terlebih dahulu datang membawa kuncinya dan memberikannya kepada Hendra.

Lion mengulur tangannya meminta kunci tersebut.

"Biar Lion yang membukanya, Pa."

Hendra menatap wajah Lion lekat, melihat gurat kesakitan di dalam sana. Apalagi tangan yang sebelah kirinya masih mencengkram perut.

Tidak ingin anaknya berlama-lama menahan sakit akhirnya Hendra memberikan kunci tersebut kepada Lion.

Lion berbalik membuka gembok yang mengunci gerbang tersebut. Lion melirik ke arah sebelah kiri dan kanannya lalu membuka gerbang.

Lion bergerak masuk ke dalam taman, dengan cepat Lion menutup gerbang kembali sebelum Hendra dan yang lainnya ikut masuk. Dia kembali mengunci gerbang tersebut.

"Lion!" bentak Hendra.

Di dalam sana Lion tersenyum walaupun rasa sakit itu masih terasa namun dia bisa menahannya.

"Seharusnya Papa tidak perlu bertele-tele dengan Lion," ucapnya lalu membuang kunci tersebut ke arah semak-semak di sebelah kirinya.

Hendra, Lintang dan Lala ternganga melihat tingkah Lion.

Lion berbalik dan masuk lebih jauh ke dalam taman tersebut. Selama ini dia sudah terlalu sabar membiarkan Hendra untuk tidak mengizinkannya memasuki taman ini lagi, padahal dia tahu, taman inilah dulu tempat Lion sering menghabiskan waktu.

Lion juga penasaran, sebenarnya apa yang Hendra sembunyikan di dalam sini.

{TBC}

Yeay update abang Lion :D

Hihihi.

Hayoo siapa nih yang malam mingguannya di rumah wkwk.

Oia, cek juga dong cerita baruku judulnya Cinta Dalam Diam. Siapa tahu suka :)

Makasii..

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

48.1K 2.4K 19
Di Benci Oleh Orang Tua kita sendiri adalah hal yang tidak di inginkan oleh Seorang Anak. Tetapi kenyataan itu harus di terima oleh Arfandi Alexel Sa...
1.8K 121 11
-Ini cerita tentang remaja yang mimpi nya entah terwujud atau tidak karena kesalahan yang dia alami, seorang cowo yang bisa dikatakan dia nakal, band...
78.6K 8.3K 34
[BEBERAPA PART TELAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Tempat yang paling hangat itu, dalam pelukan lembut Bunda. Tempat yang paling aman itu, da...
17.4K 1.2K 20
Abrisam Abdar Aabid, remaja laki-laki tangguh sebagai pasien termuda di rumah sakit yang menderita penyakit tersebut. Hidupnya berada di ambang kemat...