Early wedding

By lestarie88

1.3M 21.7K 1.2K

More

Early wedding
Chapter 1a
Chapter 1b
Chapter 1c
Chapter 1d
Chapter 1e
Chapter 1f
Chapter 1g
Chapter 1h
Chapter 1i
Chapter 1j
Chapter 1k
Chapter 1l
Chapter 1m
Chapter 1n
Chapter 1o
Chapter 1p
Chapter 1q
Chapter 1r
Chapter 1s
Chapter 1t
Chapter 1u
Chapter 1v
Chapter 1w
Chapter 1x
Chapter 1y
Chapter 1z
Chapter 2a
Chapter 2b
Chapter 2c
Chapter 2d
Chapter 2e
Chapter 2f
Chapter 2g
Chapter 2h
Chapter 2i
Chapter 2j
Chapter 2k
Chapter 2m
Chapter 2n
Chapter 2 o
Chapter 2 o
Chapter 2p
Chapter 2Q
Chapter 2R
Chapter 2S
Chapter 2T
Chapter 2U
Chapter 2V
Chapter 2W
Chapter 2X
Chapter 2Y
Chapter 2 Z
Volume 3
Vol 3 halaman 2
Vol 3 halaman 3
Vol 3 halaman 4
Vol 3 halaman 5
Vol 3 halaman 6
Vol 3 halaman 7
Vol 3 halaman 8
Vol 3 halaman 9
Vol 3 halaman 10
Vol 3 halaman 11
Vol 3 halaman 12
Vol 3 halaman 13
Vol 3 halaman 14
Vol 3 halaman 15
Vol 3 halaman 16
Vol 3 halaman 17
Vol 3 halaman 18
Vol 3 halaman 19
Vol 3 halaman 20
Vol 3 halaman 21
Vol 3 halaman 22
Vol 3 halaman 23
Vol 3 halaman 24
Vol 3 halaman 25
Vol 3 halaman 26
Vol 3 halaman 27
Vol 3 halaman 29
Vol 3 halaman 30
Vol 3 halaman 31
Vol 3 halaman 32
Vol 3 halaman 33
Vol 3 halaman 34
Vol 3 halaman 35
Vol 3 end

Vol 3 halaman 28

10.4K 177 7
By lestarie88

"Apa?!" sentak Sachiko pada orang yang tengah meneleponnya.

"Dasar tidak berguna, masa melawan satu orang saja tidak bisa hah?!" kali ini kemarahannya kian berkobar.

"Dengar bodoh, katakan padanya jangan berani-berani melawan bila ingin gadis ingusan yang bernama Yuri itu selamat," Sachiko berjalan mondar-mandir, "bodoh ...! Tentu saja kau tidak boleh mengatakan kalau aku yang menyuruh kalian ...! dasar dungu," umpatnya lagi.

"ya, cepat bereskan dia. Baiklah-baiklah aku akan kesana. Ya, apa selain bodoh kau juga tuli hah?!" Sachiko membanting ponselnya ketanah.

"Berengsek, sejak kapan Kenzie pandai berkelahi?" gerutunya kesal.

Setahu Sachiko Kenzie tidak setangguh yang dikatakan suruhannya tadi lewat telepon. Ia tidak percaya, mana mungkin Kenzie bisa melawan sepuluh orang sekaligus dengan tangan kosong. Ia merasa harus memastikannya sendiri.

"Aaarggh...!" geramnya kesal, "percuma menyewa gerombolan preman kalau membereskan satu orang saja tidak becus," Sachiko mengerutu sambil melangkah memasuki mobil sedan merahnya.

Seorang supir yang dari pagi-pagi buta menemaninya hanya bisa terdiam mendengar semua umpatan dan kemarahan majikannya ini.

"Cepat jalan," kata Sachiko ketus, "ke gudang penyimpanan ikan."

Tanpa banyak tanya lagi supir itu segera menyalakan mesin mobil. Dalam situasi seperti ini, tidak bersuara adalah langkah yang paling aman bila tidak ingin menjadi sasaran pelampias kemaharan majikannya itu.

***

Mobil Jeep kuning milik Kenzie sudah penyok disana-sini. Pengemudinya sengaja menjadikan mobil itu sebagai tameng untuk menghindari rantai besi serta tongkat-tongkat pemukul yang dipakai oleh orang-orang tidak dikenal yang menyerangnya secara membabibuta ini.

Kondisi tubuhnya yang baru saja pulih dari sakit membuat ia kurang lincah dalam bergerak. Melawan beberapa orang yang mengeroyoknya sekaligus ditambah udara yang dingin membuat tubuhnya cepat sekali lelah.

Sampai saat ini ia masih belum mengerti, kenapa mereka semua tiba-tiba menyerangnya begini? Kesalahan apa yang sudah diperbuatnya? Sungguh ia tidak habis pikir.

"Hei, kalian pasti salah orang," katanya sambil memelintir tangan lawan kemudian mendorongnya.

"Diamlah brengsek, dan berhentilah melawan kami bila masih menginginkan gadis ingusan bernama Yuri itu selamat," teriak salah satu dari mereka.

"Apa?! Yuri?" tanyanya tidak percaya, ada apa sebenarnya ini? Kenapa mereka menyebut nama Yuri? Pikirnya. "katakan, siapa yang menyuruh kalian?!"

'Buug'

Karena lengah seorang dari mereka berhasil memukul rahangnya, sudut bibirnya jadi berdarah. Ia meludahkan sedikit darah yang hampir tertelan olehnya.

Kini tiga orang pria diantara mereka bersiap menyerangnya. Mereka mulai memutar-mutar tongkat golf dan pemukul bisbol. Ia tetap berdiri tegap, tidak terintimidasi dengan semua itu.

"Ha ...Ha ...Ha ... Kau tidak ingin gadis itu terluka bukan?" salah seorang dari mereka menyeringai garang.

"A-apa? Jangan main-main," ketenangannya mulai runtuh. "kalian ... jangan pernah coba-coba untuk menyentuhnya!" serunya marah.

"Ha ...Ha ...Ha ... .Ha.. Kami tidak bisa menjamin, kecuali ... kalau kau berhenti keras kepala dan berhenti melawan kami."

Sungguh picik sama saja seperti bunuh diri kalau ia diam saja tidak melawan. Dipandangnya mereka satu persatu, "cih, gerombolan pengecut," cibirnya. Matanya mulai bersinar tajam.

"Kau bilang apa?!"

"Pengecut, kalian semua hanya gerombolan pengecut...!" serunya keras-keras, ketenangan hatinya terkikis sudah.

"Kurang ajar, tutup mulutmu! serang...!" seru salah satu dari mereka marah.

Ketiga orang yang dari tadi telah bersiap mulai menyerangnya. Ia hanya bisa menangkis dan membuat mereka saling bertubrukan. Walau bagaimanapun ancaman dari mereka tidak dapat ia sepelekan. Bagaimana bila hal itu benar terjadi? Ia sungguh tidak dapat membayangkan apa saja yang dapat menimpa Yuri.

Tunggu, dimana Yuri? Apa mereka menculiknya?

'Buuuk'

Sebuah tendangan melayang tepat mengenai perutnya, membuat ia jatuh tersungkur ke tanah. Ia mencoba bangkit sambil menahan napasnya untuk mengurangi rasa sakit di sekitar otot perutnya. Dengan sekuat tenaga ia kembali berdiri tegak.

Beberapa orang yang menyerangnya tampak menertawakannya. Ia kembali memandang tajam kepada mereka.

"... lima, enam, tujuh, delapan, sembilan ..." hitungnya dihati.

Ini benar-benar tidak adil. Satu orang dengan tangan kosong melawan sembilan orang bersenjatakan alat-alat pukul. Benar-benar tidak sportif. Tanpa bepikir lagi ia mengambil sebuah tongkat besi yang ada di dekatnya. Tongkat itu milik salah satu dari mereka yang sekarang sudah tergeletak pingsan tidak jauh darinya.

"Kau benar-benar ingin gadis itu celaka hah?!" maki salah satu dari mereka, "Serang ...!"

Lima orang diantara mereka maju bersama. Tenaganya benar-benar sudah terkuras. Tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja. Menyerah sama saja dengan bunuh diri.

***

Yuri memeluk tas kuningnya erat-erat. Mata coklatnya tetap waspada memerhatikan keadaan sekelilingnya yang tampak sudah sangat sepi.

Ia baru ingat, selama ini ia belum pernah berdiri di gerbang belakang sekolah sendirian seperti ini. Ia selalu pulang lewat gerbang depan yang tepat menghadap langsung ke jalan raya.

Sangat jarang siswa-siswi yang pulang melewati gerbang belakang sekolahnya ini. Kecuali satu-dua orang saja yang kebetulan letak rumahnya bisa ditempuh lewat jalan-jalan berbelok disekitar benteng-benteng gedung perkantoran yang ada di dekat sekolahnya ini.

Sekilas ia melirik jam tangannya. Sudah selama ini ia menunggu tetapi kenapa Ryu belum muncul juga?

Biasanya Ryu tidak pernah terlambat, kemana dia? Tanya batinnya.

"Kyaaa ...!" sebuah tangan yang tiba-tiba menyentuh bahunya membuat Yuri berteriak karena terkejut. Hal itu membuatnya repleks memukulkan tas kuning miliknya pada si empunya tangan.

"Aww-aww ...! Hei, ampun ...! Hentikan, ini aku ...!"

Yuri kembali memeluk tas kuningnya. Ia mengenali siapa pemilik suara itu. Sambil mengurut dadanya ia mendelik, "Yoshi, kau mau bikin aku sakit jantung hah? Bikin kaget saja."

Yoshi merapikan penampilannya yang agak berantakan sambil berusaha tersenyum, namun matanya tampak gelisah dan terus sibuk melihat kebelakangnya. Yuri yang penasaran jadi ikut-ikutan. Ia merasa sangat heran melihat kening Yoshi yang berkeringat.

"Hei, ya ampun. Yoshi? Apa yang terjadi padamu? Pi-pipimu ..." Yuri baru menyadari kalau pipi teman suaminya itu biru lebam.

"Kenapa kau belum pulang? Mana Ryu?" tanya Yoshi tanpa menghiraukan pertanyaan Yuri.

"Ryu belum datang."

"Apa? Tidak mungkin, bukankah dia sudah berangkat dari sejam yang lalu? Kami keluar dari apartemen kalian bersama," wajah Yoshi mendadak jadi super serius dan tegang.

Yuri menggeleng pelan, "benarkah? Lalu, kemana dia?"

Rasa khawatir yang dari tadi dirasakannya berkembang menjadi berlipat-lipat ganda.

Yoshi terdiam tampak sibuk berpikir sambil menggigiti sisi telujuknya.

"Hei, itu dia ...!"

Yuri dan Yoshi menoleh bersama karena mendengar seruan keras tidak jauh dari belakangnya itu. Wajah Yoshi mendadak jadi sangat pucat sekarang. Cepat-cepat ia menarik tangan Yuri, membawa gadis itu berlari menghindari preman-preman yang dari tadi mengejarnya. Siapa sangka ia bisa berlari sejauh ini. Saat hendak menuju tempat kuliahnya mobilnya diikuti oleh mobil lain. Dengan nekad ia mengerem mobilnya tiba-tiba kemudian segera berlari tanpa arah.

Yuri tampak kerepotan mengimbangi langkah-langkah Yoshi. Namun ia tidak sempat protes, tepatnya tidak bisa protes. Yoshi terus membawanya berlari tanpa henti, mereka memasuki jalan-jalan kecil diantara benteng-benteng gedung perkantoran yang sangat sepi.

"Dengar," napas Yoshi terengah-engah. "Apapun yang terjadi jangan keluar dari sini sendiri. Tunggu aku, Ryu, Kenzie, Toru atau Kobe menjemputmu mengerti?"

"Yoshi, ada apa ini? Siapa mereka?" tanya Yuri tidak mengerti sambil melihat sekitarnya.

Para preman itu sepertinya tertinggal jauh. Yoshi menyuruh Yuri bersembunyi diantara bak sampah dan drum-drum berukuran besar yang terdapat di sudut jalan sempit yang mereka lalui.

"Jawab aku Yuri, tidak ada waktu untuk menjelaskan. Ini sangat gawat dan berbahaya. Jangan keluar sendiri dari sini mengerti?" tanya Yoshi sekali lagi dengan tegas.

Yuri yang masih belum mengerti dan merasa agak takut terpaksa mengangguk. Ia belum pernah melihat teman suaminya bersikap seperti ini.

Melihat Yuri yang mulai ketakutan sambil meringkuk membuat Yoshi berusaha tersenyum, "tenanglah, jangan takut. Nyonya Yoroshii harus tegar dan kuat. Ingat pesanku, aku akan menghubungi yang lain supaya bisa cepat mengeluarkanmu dari sini," katanya kemudian kembali berlari setelah menggeser beberapa drum untuk menyembunyikan tubuh Yuri.

"Kemana dia?"

"Ah, itu-itu dia lari kesana ...!"

Yuri duduk meringkuk menyembunyikan tubuhnya saat mendengar suara seruan diikuti oleh suara-suara langkah sepatu yang semakin mendekat ke tempatnya.

Yuri mulai menahan napas ketika mereka semua melewati tempatnya sambil terus berseru. Tetapi rasa penasaran membuatnya nekad mengintip. Ia mulai menghitung jumlah orang-orang yang tengah mengejar Yoshi.

"Sebelas?" lirihnya kaget, "ada apa sebenarnya ini?" tanyanya sambil kembali meringkuk.

Hatinya semakin gelisah. Ia terus memanggil nama Ryu dalam hati, berharap suaminya itu baik-baik saja dan segera datang menjemputnya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 45.1K 35
Tak ada yang tahu seperti apa masa lalu Kejora, Dia hanyalah wanita ceria misterius yang sangat menyayangi anak kembarnya. Dengan masa lalu yang me...
215K 20.6K 33
Namanya Lyla, wanita mandiri yang sedang patah hati~~ Jangan ganggu dia lagi, dia tidak ingin kembali patah hati~~ Dirinya sudah hampir selesai menge...
19.7K 1.4K 5
"9 tahun kita sama-sama, apakah nggak ada kesempatan buat aku jadiin 9 tahun itu selamanya?" Tentang Ares dan Gia, serta 9 tahun persahabatan mereka.
280K 31.6K 22
Bagi Inggita, Tuhan pasti mengambil tulang rusuk Vikram ketika Sang Maha Pencipta itu menciptakan dirinya. Tetapi, siapa bisa menduga bagaimana alam...