#1: A Simple Food and A Warm...

By flowdememoire

791 129 274

Tahun baru, resolusi baru, wajah baru, dan kisah-kisah baru. Telah, sedang, dan akan menyambut kita dengan pe... More

A Simple New Year Greeting
[Pâtissier] One of Story
[Chef] Intemporal
[Pâtissier] Young Bride
[Chef] Unknown Reason
[Chef] Bonnie & Clyde
[Barista] 눈을 감고 (가만히)
[Pâtissier] It's Okay
[Pâtissier] Hidden
[Barista] The Meaning of a Family
[Barista] My Destiny

[Barista] Si Aku yang Harus Ingat

17 4 5
By flowdememoire

Title: Si Aku yang Harus Ingat

Author: Adeil011

Genre: Angst, Sad, Family :v

Rating: General

Disclaimer: Tanpa sumber, mutlak plot dariku. Terkecuali, tokoh.

---

"Ayah akan tetap membantuku, Ibu akan selalu menjadi penyokongku, Kakak? Siapa yang tahu tentang dia."

---

"Ayo, uri-Jihyeon pasti bisa! Sedikit lagi, ayo lebih seimbangkan. Yaaa ...," pekikan ayah terdengar jelas dari balik punggungku. Tanpa sadar bibirku melengkung bangga, kayuhan sepedaku terasa lebih ringan ketimbang dulu dengan roda bantu. Langit mulai kelabu dan ayah langsung menggendongku di sisi kirinya, mengeret sepeda merah jambuku di sisi kanannya. Aku sangat sayang ayah, dia idolaku. "Ayo kita pulang ...."

Rintik hujan mulai jatuh ketika kami tiba di perkarangan rumah, ayah berlari sembari terkikik hingga ke beranda. Dengan gelak tawa khas pria dewasa, ia berkata dengan suara dalamnya, "Ayo masuk, Ibu pasti sudah menyiapkan sup hangat untuk kita." Lagi-lagi, aku terlalu senang mendapatkan ayah sepertinya di dunia ini.

Kaki kecilku berderap menuju dapur, ibu tersenyum masih dengan sudu dalam genggaman. "Oh, Jihyeonie. Sudah mahir mengendarai sepeda, sayang?"

"Tentu saja!" pekikku semangat. Ibu mengusap belah rambutku. Ayah mengangkatku ke kursi, ibu menyuguhkan semangkuk sup hangat di hadapanku, dengan binar antusias, ayah dan ibu menatapku lama.

Namun, itu semua hanya memori yang tak sengaja berbekas. Memori seorang gadis kecil satu dekade yang manja dan bodohnya belum mahir betul mengayuh sepeda kecil. Debum pintu itu ada saat waktu tepat pukul 10 malam, lelaki tegap namun kurus kering itu akan muncul dari balik pintu dengan tudung jaket yang menutupi kepalanya. Rambut depan berwarnanya terkadang masih tampak lepek terkena keringat, terkadang juga kering akibat terpaan angin malam. "Masuk ke kamar," titahnya. Suaranya dalam, mengingatkanku pada ayah yang selalu berbicara padaku dengan tutur kata halus.

Aku tentu saja harus patuh. Masuk ke kamar, lalu terisak di balik selimut. Ah, tentang sup hangat yang kusantap tengah hujan itu, adalah hidangan buatan ibu yang terakhir kalinya kukecap. Terdengar sedikit rumit, tetapi memang malam itu teramat aneh menurutku. Ketika ayah dan ibu mengecup dahiku, mengantarkanku ke peraduan tempatku terlelap, jendela kamar terbuka lebar. Pria bertudung masuk, merengkuhku erat, dan seperti mantra, aku hanya diam. Aku sempat ingin melepasnya saat itu, tapi anehnya lagi mataku terasa berat dan lelah. Suaranya seperti dekat sekali denganku, dari bawah rengkuhan nyamannya, getaran tubuhnya yang membopongku jauh dari rumah terasa buru, ia berbisik dengan nada khawatir, "Aku Kakakmu, tenang saja. Kita akan selamat, ayo kita pergi, dan kau akan aman."

Nyatanya kini, semua hanya sebuah kebalikan. Sekarang -diriku berusia 15- aku bahkan tak lagi percaya dia kakakku. Setelah kupikir lebih lanjut, kenapa dulu aku percaya saja pada orang asing. Hei, aku diculik. Aku hanya baru sadar, sekali lagi teman, aku diculik. Memikirkan bagaimana dulu ia menculikku saat usianya sama dengan usiaku kini, kurasa itu terlalu berani, terlebih dengan tanpa alasan.

Ini pagi yang sekian kalinya, dan aku melihatnya menemukan buku sketsaku. Itu privasi, dia tidak bisa melakukannya seenaknya. "Taehyung keparat," umpatku. Untuk informasi, ini kali pertamanya aku mengumpat. Bukankah dulunya aku malaikat dengan penuh kebajikan, waw, aku harus dapat penghargaan.

"Teruntuk Jaehyung yang lebih keparat." Ia melambungkan sekotak susu, aku menangkapnya. Heran, semakin hari aku tinggal dengannya, sepertinya ada sifat militer yang mulai tumbuh dalam diriku.

"Kutekankan padamu, namaku Jihyeon, bukan Jaehyung. Menjijikkan."

Ia melirikku dari atas hingga bawah, "Tidak, kau Jaehyung-ku." Lihatlah, dia itu maniak. Sudah berapa kali aku mengatakannya, tapi segalanya hanya berujung pada keanehan. "Rambutmu, wajahmu, matamu, kau Jaehyung." Kali ini ia lebih menekankan ucapannya.

"Ingat, kau yang memotong rambutku, kau yang menimpal rambut hitam legamku, kau yang membawaku kesini. Aku bukan saudara laki-lakimu itu, Kim Taehyung-ssi. Aku perempuan, aku harap aku bisa ... bisa ...." Astaga, bisa apa ya. Tidak, tadi malam aku memikirkan ini. Apa yang membawaku kesini, apa yang terjadi padaku sebelum bersama dia.

"Jaehyung, kau banyak bermimpi. Cepat mandi, lalu kita ke sekolah. Oke?"

-

"Jae, bangun! Disuruh ngerjain soal ke depan, tuh." Kenalkan satu keanehan lagi, yang menyikutku dari ketenangan dunia hingga aku tersentak, yang tidak akan sah kehidupan yang ia punya kalau sehari saja melewatkan acara menjaili orang, Boo Seungkwan.

Sejak hari pertama sekolah, Taehyung -orang yang mengaku sebagai kakakku- menyuruhku hanya bergaul pada orang bermarga Boo. Aku bisa apa kalau nyatanya di sekolah hanya dia yang bermarga Boo. Taehyung itu aneh seperti cenayang, terkadang sekilas seperti tsundere, namun penuh misteri seperti keberadaan adanya ikan hilang ingatan seperti Dory di tengah-tengah lautan.

Aku maju, mengerjakan beberapa soal yang tampaknya mudah, lalu kembali lagi. Seungkwan sudah heboh di tempat, mengayunkan tangannya berlebihan, dan berujung pada permintaan guru yang menyuruhnya diam barang sedetik. Setelah itu bisa dipastikan Seungkwan akan merosot di tempat duduknya dengan bibir mengerucut lucu.

"Seungkwan, sepertinya hari ini Taehyung ulang tahun."

Seungkwan menoleh dramatis, kurang lebih seperti tampang seorang anak yang baru mengetahui ia hanya anak angkat. "Sepertinya?! Wah, Jaehyung memang seorang adik yang sesuatu."

"Bagaimana lagi, aku tidak tahu. Sudah syukur aku mencari tahu lewat foto-fotonya. Beruntungnya lagi disana ada tanggalnya."

"Memangnya kau tidak bertanya pada orang tuamu?" Aku sedikit berpikir, kenapa rasanya semakin hari semuanya terasa hilang.

Aku menggeleng seraya berkata, "Aku tidak tahu dimana mereka."

"Bohong besar! Kau bilang beberapa hari lalu kau mau lari dari rumah Kakakmu dan akan kembali ke rumah orangtuamu yang di Seoul. Kau ini bagaimana, sih."

"Benarkah? Tapi ... aku tidak merasa begitu." Raut wajah Seungkwan terlihat seperti menahan sesuatu, ia menghembuskan napasnya kasar lalu kembali menatapku.

"Aku akan melupakan sifatmu ini, tapi ... sebentar." Seungkwan membawa tasnya ke sisi depan, menuliskan sesuatu pada kertasnya. "Karena ini sudah terjadi beberapa kali, simpan kertas ini di genggamanmu sampai kau menyelesaikan semuanya. Pergi beli sekotak hadiah, lalu berikan pada hyung-mu. Tugas yang mudah, kan?"

Aku mengangguk, Seungkwan berlari menuju sepedanya dan melambai salam berpisah. Aku menunduk, membaca setiap kata yang ia tulis, "Ingat, hari ini ulang tahun Taehyung hyung. Beli hadiahnya jangan sampai lupa di pertengahan."

Tanpa ada titah apapun, aku berjalan menuju toko jam. Sepanjang perjalanan aku selalu melirik kertas. Bagusnya, aku berjalan menuju tempat kerja Taehyung -warung ramen di persimpangan jalan-, menenteng hadiahnya. "Oh, kau mirip Taetae. Pasti adiknya, kau Jaehyung, kan?" Ada seorang lelaki ceria yang menyambutku, dia terlihat seperti menunggu jawabanku dan aku hanya dapat mengangguk. "Sayangnya dia sudah pergi, Jae. Jam segini dia di dermaga mengangkat barang, kalaupun tidak paling di dekat bangunan setempat yang masih dibangun." Aku mengangguk lagi.

"Kalau begitu aku pergi."

"Ah, oke."

Aku berjalan lagi, menuju tempat yang ia ucapkan. Disana aku melihat Taehyung bekerja keras sekali, peluhnya mengucur secepat air mata jatuh, tubuhnya basah seperti tersiram air. Menunggunya bekerja sekeras ini membuatku menangis, dan lagi-lagi tanpa alasan. "Jaehyung, kenapa kesini?"

Aku sedikit tersentak, ia sudah ada di sampingku. "Ingin memberikan ini, karena ... karena ... apa, ya? Maaf, aku lupa lagi."

Taehyung terkekeh, "Sudah bisa bilang maaf rupanya, Adik laki-lakiku memang manis sekali." Aku tercenung, sementara ia meraih kotak yang kuberi. Eh, apa memang ada kertasnya ya di atas kotak. Ah, entahlah. Yang terpenting, Taehyung melihat kertas itu dan rautnya berubah dalam sekejap. Aku saja lupa isinya apa. Taehyung memelukku, mengusap bagian belakang kepalaku.

"Tolong ingat saja bahwa Kim Taehyung adalah hyung-mu, hyung keparatmu, panggil aku hyung kapan saja." Taehyung tersenyum lebar sekali, ia menggenggam tanganku dan kami pulang hampir larut malam. "Terima kasih kado ulang tahunnya."

"Oh, jadi itu kado ulang tahun!" Taehyung mengangguk, bawah matanya terlihat berair. "Hyung, itu air mata? Hyung menangis?"

"Bukan, ini keringat."

-

Q. "Awali saja apa yang mau kaukatakan lebih dulu."

A. "Sekilas kisah hidup ... Orangtua saya meninggal ketika saya masih di tahun pertama SMA, keduanya mengalami kecelakaan. Adik saya, payah dalam mengingat semenjak saudara kembarnya mati di depan matanya."

Q. "Jadi, apa tujuanmu datang kemari?"

A. "Menjadi penyembuh Adik saya."

-

"Hyung! Hyung narsis sekali!" Aku memekik dari arah timur rumah. Melihat Taehyung memaku seluruh foto selca-nya di dinding membuatku tertawa hampir terpingkal. "Tidak ada orang yang mau mencetak foto dirinya sendiri sebanyak ini, dibingkai dan dipajang pula. Apa ini pameran Taehyung?"

Taehyung terkekeh, namun rautnya nyaris saja tak tertebak olehku, ia sedang bersedih bukan tertawa. "Aku orangnya, Jae. Kau harus ingat selalu bahwa yang memiliki mata seperti ini, hidung seperti ini, bibir seperti ini, wajah setampan ini, hanya milik hyung-mu saja."

Aku hanya dapat tersenyum tanpa sanggup menjawabnya kembali. Taehyung selesai pada perkakasnya, lalu kembali ke kamar untuk mengambil sebuah kotak besar. "Baca ini satu amplop sehari, oke?"

"Untuk apa?" tanyaku heran.

"Setidaknya sampai aku kembali lagi." Taehyung menarik bibirnya manis.

"Kau akan pulang, kan?"

"Ya, tentu saja."

-Ya, tentu saja itu hanya omong kosong- pada malam itu Taehyung tidak pulang, dan mulai pada saat itu pula aku mulai membuka amplop sesuai dengan titahnya.

No. 1.

Jihyeon yang paling kusayangi. Aku adalah Kakakmu. Aku, kau, Ayah, Ibu, dan Jaehyung, kita keluarga. Tidak masalah kau me-reset diriku permanen, namun ingat terus kenangan kita mulai saat kita meninggalkan rumah, kau masih ingat, kan? Lucu sekali kau mengira itu sebagai penculikan. Dunia itu kejam Adikku,selalu tunggu aku pulang, yap? Aku Kim Taehyung, Kakakmu yang sedang berkelana. Nama kami mungkin saja hilang dari memorimu, namun seluruh jiwamu selalu ada di hati kami. Itu namanya keluarga, Adikku.

Itu amplop pertama yang sebenarnya isinya sama saja hingga amplop terakhir. Di kala Taehyung pergi entah kemana, memoriku mengikis hingga nyaris tak bersisa. Ketika aku bangun tidur dan melihat ruang tengah, ada banyak foto pria asing -tampan, namun bukan idol- setiap sebelum tidur, aku akan kembali membuka amplop, ah ... foto yang berfigura di ruang tengah itu Kakakku, Kim Taehyung. Lalu, saat undangan reuni SMA dengan tiba-tiba datang, aku tentu saja menghadirinya. Anehnya, ada seorang lelaki hiper yang mendatangiku selayak sudah teramat akrab. Apa dulunya aku berteman dengannya. "Hey, aku Seungkwan, Jae. Ah, sudahlah ini percuma." Itu yang ia katakan, tetapi lagi-lagi ia tidak memperdulikannya dan masih memperlakukanku seperti di awal pertemuan -begitu akrab-

Awal musim dingin di usiaku ke 25, kabar yang katanya buruk menghubungiku. Seorang lelaki bernama Kim Taehyung dinyatakan wafat karena kanker di Swiss, air mataku mengalir padahal aku masih berpikir siapa Kim Taehyung itu. Ah, Kakakku. Kakakku? Wafat?

Isakanku membesar, aku bukan siapa-siapa kini, dan tidak punya siapa-siapa. Lalu siapa aku? Kenapa aku menjadi laki-laki?

--

Q. "Jadi Adikmu yang sekarang tinggal denganmu? Ceritakan tentangnya."

A. "Namanya Kim Jaehyung. Yang ia ingat namanya Kim Jihyeon, padahal nyatanya ia Kim Jaehyung. Itu yang membuatku berfikir bahwa ingatannya sudah rusak parah, ia bahkan lupa dirinya sendiri."

--

Note:

Oke, ini jelas sekali ceritanya nggak jelas, alurnya kacau, pokoknya ini cerita terhancur yang pernah aku buat huaaa... Maafkan aku yang kurang maksimal dan profesional, ngirimnya telat, dan paling sedikit ada banyak kesalahan di cerita yang aku buat ini. Tolong maklumi, ini cerita maksa. Wkwk.

Continue Reading

You'll Also Like

75.9K 7.6K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
71.3K 7K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
447K 4.7K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
44K 6.1K 37
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...