Early wedding

By lestarie88

1.3M 21.7K 1.2K

More

Early wedding
Chapter 1a
Chapter 1b
Chapter 1c
Chapter 1d
Chapter 1e
Chapter 1f
Chapter 1g
Chapter 1h
Chapter 1i
Chapter 1j
Chapter 1k
Chapter 1l
Chapter 1m
Chapter 1n
Chapter 1o
Chapter 1p
Chapter 1q
Chapter 1r
Chapter 1s
Chapter 1t
Chapter 1u
Chapter 1v
Chapter 1w
Chapter 1x
Chapter 1y
Chapter 1z
Chapter 2a
Chapter 2b
Chapter 2c
Chapter 2d
Chapter 2e
Chapter 2f
Chapter 2g
Chapter 2h
Chapter 2i
Chapter 2j
Chapter 2k
Chapter 2m
Chapter 2n
Chapter 2 o
Chapter 2 o
Chapter 2p
Chapter 2Q
Chapter 2R
Chapter 2S
Chapter 2T
Chapter 2U
Chapter 2V
Chapter 2W
Chapter 2X
Chapter 2Y
Chapter 2 Z
Volume 3
Vol 3 halaman 2
Vol 3 halaman 3
Vol 3 halaman 4
Vol 3 halaman 5
Vol 3 halaman 6
Vol 3 halaman 7
Vol 3 halaman 8
Vol 3 halaman 9
Vol 3 halaman 10
Vol 3 halaman 11
Vol 3 halaman 12
Vol 3 halaman 13
Vol 3 halaman 14
Vol 3 halaman 15
Vol 3 halaman 16
Vol 3 halaman 17
Vol 3 halaman 18
Vol 3 halaman 19
Vol 3 halaman 20
Vol 3 halaman 21
Vol 3 halaman 22
Vol 3 halaman 23
Vol 3 halaman 24
Vol 3 halaman 26
Vol 3 halaman 27
Vol 3 halaman 28
Vol 3 halaman 29
Vol 3 halaman 30
Vol 3 halaman 31
Vol 3 halaman 32
Vol 3 halaman 33
Vol 3 halaman 34
Vol 3 halaman 35
Vol 3 end

Vol 3 halaman 25

12.4K 232 22
By lestarie88

Sachiko mengetuk-ngetuk jarinya kesal. Ia sengaja meminta supirnya untuk memarkirkan mobil barunya tepat di halaman gedung apartemen Yuri.

Sudah dari pagi-pagi buta ia ada disana. Ia tidak mau keduluan lagi oleh Yoshi seperti kemarin. Sudah capek-capek menunggu, eh Yuri malah diajak pulang oleh Yoshi.

Pokoknya, hari ini ia harus berhasil mendekati Yuri, pikirnya.

Sebuah motor sport merah yang tiba-tiba melewati mobilnya membuat Sachiko sedikit terperajat. Ia tahu siapa pengemudinya, pastilah Kobe bocah posesif itu, pikirnya.

"Kenapa ia bisa muncul dari sini?" herannya, namun sedetik kemudian Sachiko tersenyum karena melihat Kobe mengendarai motornya sendiri.

"Bagus," gumannya, tanpa bocah itu berarti Yuri akan lebih mudah untuk didekati.

Belum juga Sachiko duduk kembali dengan tenang, sebuah motor matic hitam yang lewat di depan mobilnya membuat ia kembali terperajat. Ia kenal siapa pengemudi bertubuh tinggi besar yang terlihat tidak cocok dengan kendaraannya itu.

"Toru ..." Sachiko membuka matanya lebar-lebar, "Kenapa ia ada disini?" tanyanya sangat heran.

Sesaat kemudian ia ingat sesuatu. Sudah tiga hari ini Ryu tidak muncul di kampus. Teman-teman kampusnya bilang Ryu sakit.

Hanya ... "ah, mungkinkah Ryu juga tinggal disini? Tapi ... Tidak-tidak" Sachiko mengeluarkan sesuatu dari tasnya, "bukankah pegawai TU sekolah yang ditanyainya mengatakan Ryu dan sepupunya memiliki tempat tinggal berbeda? Arrggh, sial ...! Kenapa petugas itu tidak mau memperinci keterangannya," geram Sachiko.

Waktu itu petugas TU yang ditanyai Sachiko hanya memberitahukan sedikit informasi tanpa menjelaskan detailnya. Untung saja ia mencatat alamat-alamat itu. Yang satu alamat gedung apartemen ini dan yang satu alamat gedung apartemen lain yang ia yakini sebagai tempat tinggal Ryu.

Sachiko meremas tangannya, "tidak mungkin Ryu tinggal disini bersama Yuri, tapi ... Toru, kenapa ia ada disini? Mungkinkah ...?"

Sachiko mendengus kesal, hanya mungkin dan mungkin saja yang bisa ia pikirkan sekarang. Rasa tidak sabar jadi berkali-kali lipat dihatinya, ia ingin segera bertemu Yuri, mendekatinya, menjadi temannya, mengorek informasi agar keraguanya hilang dan yang terpenting membuat Ryu menyukainya. Sudah dari awal kuliah dahulu ia menyukai Ryu. Sering kali ia mengikutinya bahkan memberikan berbagai perhatian kepadanya. Tetapi itu semua tetap tidak kunjung membuat sifat dingin Ryu padanya hilang. Memang bukan hanya padanya saja Ryu bersikap cuek dan dingin seperti itu. Para gadis di kampus juga mendapat perlakuan yang sama.

"Tapi aku Sachiko, bukan mereka," itu yang selalu dikatakan oleh dirinya.

Ia adalah Sachiko, putri dari pengusaha besar yang harus selalu mendapatkan apa yang diinginkannya, tidak peduli bagaimana caranya, tidak peduli apa resiko dari cara yang di tempuhnya.

"Ryu harus jadi milikku, aku harus mendapatkannya dan menyingkirkan semua pengganggu yang menghalangi langkahku," tangan Sachiko mengepal, matanya bersinar tajam.

Di dalam apartemen, Mine masih berusaha membangunkan Yuri. Sekarang waktu sudah menunjukan pukul enam lebih lima belas menit akan tetapi temannya ini belum mau bangun juga.

"YURI CHAN ...! Mau sekolah tidak sih ...!"

Untuk kesekian kalinya Mine berteriak. Ia sudah tidak peduli lagi pada penilaian cowok keren yang dari tadi meliriknya dengan aneh. Sahabatnya ini benar-benar sudah membuatnya gemas.

"YURI CHAN ...!"

"Ehm ...."

Kepala Mine langsung menoleh, tangannya langsung membekap mulutnya sendiri saat melihat siapa yang tengah berdiri dibelakangnya.

"Hanowa ..."

"Pa-panggil sa-saja aku Mine," selanya gugup karena malu.

"Baiklah, Mine sebaiknya kau segera bersiap," Ryu mengalihkan pandangannya pada Yuri, "Gadis ini biar aku yang urus."

Mine memandang Yuri sejenak kemudian mengangguk gugup sebelum pergi menuju kamar mandi. Kepalanya terus menengok kebelakang karena penasaran, apa yang akan Ryu lakukan untuk membangunkan sahabatnya itu.

"Awas ...!" seru Kenzie.

'Jedug'

"Aww ..." Mine meringis gara-gara kepalanya membetur tembok.

"Hei, kau tidak apa-apa?" tanya Kenzie khawatir melihat keadaan keningnya.

Yang dikhawatirkan malah bengong dengan tatapan terpesona. Mine tidak dapat mengendalikan matanya kala Kenzie berada dalam jarak yang dekat dengannya seperti ini.

"A-aku ti-ti-tidak apa-apa," katanya sambil berlari ke kamar mandi.

Padahal keningnya agak memar sedikit.

Sementara itu Ryu tersenyum kecil melihat Yuri yang masih pulas dengan gaya kataknya. Perlahan ia menarik boneka beruang yang tengah dipeluk oleh istrinya itu.

Melihat Yuri masih saja pulas, Ryu kemudian ikut berbaring disampingnya. Ryu menyangga kepalanya dengan sebelah tangan sambil memerhatikan istrinya. Dengan lembut ia mulai membelai rambut panjang Yuri yang menutupi wajahnya. Mengelus pipi, menyentuh hidung dan bibir Yuri dengan jarinya. Langkah terakhir ia meletakan tangannya di belakang kepala Yuri kemudian mendekatkan wajahnya untuk mencium Yuri.

"Ya ampun ... Hei-hei ...! Apa yang kau lakukan!? Ryu, ini masih pagi, kenapa kau sudah berbuat mesum?!" protes Kenzie heboh.

Ryu tidak menghiraukannya, ia terus mencium Yuri walau orang yang diciumnya sudah membuka mata karena kaget.

Perlahan satu persatu tangannya menahan tangan Yuri.

"Hmm ... Jurus membangunkan yang baik," komentar Kenzie pelan sambil menikmati kopinya di tembok pembatas dapur yang merupakan pembatas antara ruangan tengah dan dapur. Ia tersenyum kecil.

Mata Yuri sudah membesar, wajahnya sudah semerah buah tomat karena malu, jantungnya terdengar berdebar sangat kencang.

Ryu menjauhkan wajahnya sedikit, "kau benar-benar putri tidur yah? Eit, tidak ada teriakan," katanya sambil mendekatkan wajahnya lagi membuat Yuri tidak jadi meneriakinya, "dan tidak ada aksi pemukulan atau aku ... tidak akan akan melepaskanmu. Mengerti?"

"Hmm ... Jurus mengancam yang hebat," komentar Kenzie lagi sambil berlalu dari sana menuju tempat pencucian piring. Senyumannya masih belum hilang.

Yuri terpaksa mengangguk walau tangannya sudah terasa gatal, Ryu tersenyum jahil seraya melepaskan istrinya.

Yuri segera bangkit setelah rasa kagetnya hilang dan napasnya normal kembali, "tidak ada teriakan atau aksi pemukulan?" tanyanya sambil mendelik, tiba-tiba matanya mulai menyipit, "kalau begitu ... "

Yuri menarik telinga Ryu, "rasakan ini ... dasar genit ...!" gemasnya sambil mencubiti pipi, lengan dan pinggang suaminya tanpa henti.

Tentu saja Ryu meringis, dan agak meronta meminta ampun.

Kenzie tertawa keras mendengarnya, "jurus menyerang yang pintar," komentarnya sambil mencuci tangan.

Diam-diam Mine menutup pintu kamar mandi tanpa suara.

Matanya masih membelalak, "ya ampun ... Apa yang aku lihat?" tangannya sibuk menggosok-gosok mata, sambil sesekali mengelus dada.

Ia masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Sensei Yoroshii Ryu yang tampan mencium Yuri chan yang masih tertidur hingga terbangun? Sungguh ia merasa tengah bermimpi. Mendengar pengakuan Yuri tadi malam saja sudah membuat jiwanya seakan melayang. Apalagi sekarang ia mendapat bukti nyata dan penegasan atas apa yang Yuri ceritakan padanya dengan melihat adegan seperti itu antara sahabatnya dan sensei Yoroshii. Ia merasa benar-benar melayang. Ia berpikir, berlari bolak-balik atau makan lima puluh buah cup cake sepertinya lebih baik dari pada rasa syok nya sekarang.

___

"Aaarrgh ...!" Sachiko sudah tidak sabar lagi menunggu.

Sudah hampir jam tujuh lebih tapi Yuri belum muncul juga. Ia sudah sangat kesal, menunggu adalah hal yang sangat tidak disukainya. Kalau bukan karena rencananya itu, dipaksa pun ia tidak akan mau menunggu orang selain dari pada Ryu berjam-jam seperti ini. Sungguh memuakan, pikirnya.

Di tengah gerutuannya itu, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Yuri berjalan keluar apartemen bersama seorang gadis berambut ikal dan seorang pria botak dan gendut setengah baya. Sachiko berpikir sejenak, melihat senyum paman botak itu sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan bila ia mendekati Yuri sekarang dan mengantarnya ke sekolah.

Menyadari itu semua senyum Sachiko pun langsung mengembang.

"Jalan pak, eh tunggu ..." katanya dengan mata melebar.

Sebuah mobil jeep kuning yang dikenalnya berhenti tepat didepan Yuri. Ia melihat gadis yang bersamanya membungkuk berkali-kali kepada paman botak itu sebelum keduanya masuk kedalam mobil.

"Kenzie ..." desisnya marah melihat seorang pemuda berkaca mata hitam yang mulai menjalankan mobil Jeep kuningnya meninggalkan halaman gedung.

"Berengsek, sungguh mengesalkan, waktu itu bocah posesif, kemarin si ceroboh Yoshi dan sekarang si tuan tidak sabaran Kenzie??! Sial, apa aku harus menyingkirkan mereka dahulu untuk dapat mendekati gadis ingusan itu hah?! Berengsek-berengsek-berengsek," geramnya sambil menendang-nendang jok yang ada di hadapannya.

Supir yang dari tadi duduk di joknya menoleh dengan khawatir, "nona muda ..."

"APA?!" bentaknya marah, "tunggu apalagi cepat ikuti mereka!"

"Ba-baik."

"Cepat ...!" bentak Sachiko lagi pada supirnya.

Mobil Mercy berwarna merah yang membawa Sachiko akhirnya pergi mengikuti mobil Kenzie.

Setelah mobil itu pergi, kaca jendela mobil sedan berwarna putih yang sejak tadi terparkir di sebelahnya terbuka lebar. Orang yang berada dibelakang kemudi memandang sengit ke arah mobil merah itu. Walaupun ia tidak dapat dengan jelas mendengar apa yang wanita kurang waras itu katakan karena kaca jendelanya tertutup. Tetapi ia dapat menerkanya dari setiap sikap dan gerak-gerik tubuh dan wajahnya. Untung saja hari ini ia membawa salah satu koleksi mobil jadul-nya sehingga wanita itu tidak dapat menyadari kehadirannya. Sudah sejak setengah jam yang lalu ia ada disana. Awalnya ia tidak menyangka kalau mobil merah tua yang terparkir disebelahnya adalah milik wanita itu. Namun seorang gadis sexy yang melewati mobilnya membuat pandangannya tanpa sengaja melihat supir pribadi wanita itu.

Tanpa menunggu lagi ia segera mengeluarkan ponselnya. Mengetikan beberapa kata peringatan agar waspada kepada Kenzie dan Kobe sebelum akhirnya turun dari mobil sambil membawa banyak buku ditangannya. Matanya mengedip nakal pada seorang pelayan cafe wanita yang tengah membersihkan kaca membuat lap yang dipegang pelayan itu jatuh.

Seorang gadis lain yang luluh oleh senyuman Yoshi bertanya, "mau aku bantu?"

"Boleh, namaku Yoshi, siapa namamu cantik?"

pipi gadis itu pun langsung merona.

Yah, begitulah Ando Yoshi.

Continue Reading

You'll Also Like

85.6K 3.7K 18
"Karena kamu manis dan pahit... seperti coklat"
1.7M 24.3K 41
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
19.7K 1.4K 5
"9 tahun kita sama-sama, apakah nggak ada kesempatan buat aku jadiin 9 tahun itu selamanya?" Tentang Ares dan Gia, serta 9 tahun persahabatan mereka.
76K 3.3K 20
~Kejarlah dia sesukamu. Kelak jika kau lelah, berhentilah. Aku yang akan memijit kakimu.~ ---------- Sudah bukan rahasia lagi kalau Pinky jatuh cinta...