RaLion

By haynett_

503K 35.9K 3.4K

Tahap revisi!! Amazing cover by @Melmelquen๐Ÿ˜˜โค Adelion Mahendra? Siapa yang tidak mengenalnya? Cowok selengek... More

1. Pertemuan
2. He Different!
3. Kata Kayla
4. Lion dan Rasa Sakit
5. Ciuman?
6. Luka yang tak pernah sembuh
8. Debaran Aneh
9. Halusinasi?
10. Cancer
11. Lala dan Rasa Sayang
12. Tak Terduga
13. Tantangan
14. Pertolongan Lion
15. Perasaan Aneh
16. Terpengaruh
17. Cemburu
18. RALION?
19. Amplop Merah
20. Gagal
21. Hanya Sebagian Dari Kenyataan
22. Terungkap
23. Boy vs Dad
24. Pemenang Dari Kebimbangan
25. Menemukan Airo Dan Kenyataan Baru
26. Masih Terlalu Membingungkan
27. Antara Tiga Gadis
28. Merindukan Sosok Bengal Itu
29. Takdir Yang Mengalahkannya
30. Melepaskan
31. Kebenaran Beberapa Tahun Silam
32. Menggenggam Perih
33. Menyelamatkan Tiga Bunga
34. Berkorban
35. Tenggelam Dalam Duka
๐Ÿ”’Q&A [Question]๐Ÿ”’
36. Perubahan
๐Ÿ”“Q&A [Answer]๐Ÿ”“
37. Painkiller
38. Topeng dan Perjuangan
39. Kencan
40. Pergi
Extra Part
BACA!
Bisa dong promosi
Lion di-copy๐Ÿ˜”

7. Tentang Kebaikan

12.1K 904 80
By haynett_

Bel masuk sudah berdering sejak 15 menit yang lalu, namun Pak Tano selaku guru Seni yang mengajar di kelas 11 IPA 1 tak kunjung menampakkan kumis hitamnya. Anak-anak lelaki tak seriuh beberapa hari lalu saat Pak Rehan tidak masuk, tentu saja karena si biang keributan sudah hampir seminggu tidak terdeteksi di belahan bumi mana ia menghirup udara, begitupun dengan ketiga temannya.

"Airo sebenernya sekolah nggak, sih, Ra, dari rumah?"

Aira yang tadinya fokus menyalin catatan Sejarah milik Kayla menoleh saat mendapati lengannya disenggol pelan. Ia hanya mengangkat bahu tak acuh dan melanjutkan aktivitasnya. Jujur saja saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah setelah absen tiga hari, hal yang paling Aira hindari adalah pembahasan tentang Lion. Mengingat lelaki itu hanya akan membuat ia malu sekaligus marah setengah mati. Apa yang dilakukannya kemarin tak bisa Aira terima begitu saja.

"Lo masih kesal, ya, sama Lion?"

Zila dan Gita yang duduk di bangku depan lantas menoleh saat mendengar pertanyaan Kayla.

"Siapa juga coba yang nggak kesel, orang dibuat malu kayak gitu." Desis runcing itu ke luar dari bibir Zila, bahkan ia yang terlihat lebih kesal daripada Aira.

"Git, Randi nggak bilang apa-apa sama lo soal dia nggak masuk selama seminggu ini?" Kayla memilih untuk tidak memedulikan ucapan Zila, ia malas jika harus berdebat lagi dengan gadis itu.

"Dia bilang Lion sakit, demi hubungan persahabatannya dia rela nggak masuk buat jagain Lion." Gita menjawab sesuai apa yang Randi ucapkan sewaktu terakhir kali mereka saling hubungi.

"Sakit?" Kayla membeo. "Tapi kok Kak Lintang kayak biasa-biasa aja kalo Lion sakit, dia juga tetap masuk sekolah, kan?" Pikiran Kayla mulai merambat dengan kemungkinan-kemungkinan apa yang terjadi.

"Kak Lintang, kan, kelas dua belas, ya kali aja dia mau fokus belajar, lagian Randi juga bilang mereka nggak di rumah Lion."

"Nggak di rumah Lion?" Kayla kembali membeo, kali ini dengan kening yang berkerut bingung.

Gita hanya mengangguk menanggapi ucapan Kayla, lagipula ia juga tidak tahu banyak soal Lion, Randi terlalu rapat menjaga privasi sahabatnya itu.

"Lo kenapa, sih, Kay? Kayaknya tertarik banget sama kehidupan Lion, sumpah ya itu nggak ada faedahnya sama sekali. Ngapain juga lo repot-repot ngurusin hidup dia?" Zila menatap tak suka kepada Kayla jika sudah membahas tentang Lion, entah mengapa ia sangat sensi bila nama Lion disebut-sebut. "Apa jangan-jangan lo suka sama cowok bengal itu?"

Seketika Aira yang tadi memilih untuk bersikap tak acuh langsung menoleh menatap Kayla, mengamati mimik wajah gadis itu yang mulai memerah. Bukan, bukan karena ia malu atau merasa tertangkap basah, melainkan ada gurat amarah yang tergaris jelas di paras cantik itu.

"Zil, lo itu nggak tahu apa-apa tentang perasaan gue, nggak usah sotoy, deh." Tampak jelas kekesalan dalam nada suara Kayla.

"Ya terus ngapain selama ini lo kayak peduli amat sama dia, setiap apa yang lo bicarain selalu lo kait-kaitkan dengan Lion. Gue curiga dong, jangan-jangan lo naruh hati sama dia." Zila tak kalah kesalnya, ia gemas sendiri, harusnya kalau Kayla suka sama Lion, gadis itu bercerita dengan teman-temannya bukan malah dipendam kayak gini.

"Bukan gue suka sama Lion kayak yang lo kira, gue cuma mau ngelurusin jalan pikiran lo tentang dia, Lion nggak kayak yang kalian nilai selama ini, karena gue tahu Lion bukan cowok kayak gitu."

"Dari mana lo tahu kalo Lion cowok baik-baik? Udah jelas, kan, Lion itu cowok bengal yang nggak tahu aturan, bahkan kemarin lo lihat sendiri bagaimana dia mempermalukan Aira di depan kita, dia nyium Aira tanpa permisi, apa itu yang lo bilang cowok baik-baik?"

Selalu seperti ini, jika nama Lion sudah dibawa-bawa pasti akan menimbulkan perdebatan antara Kayla dan Zila.

"Karena lo nggak pernah lihat Lion dari sisi baiknya, Zil. Lo selalu nilai Lion buruk karena lo terus menutup mata dan nggak mau mengenalnya lebih jauh."

"Mau dilihat dari sisi manapun, Lion itu tetap cowok bengal, berandalan, perusuh, lo bilang gue nggak pernah liat dia dari sisi baiknya. Sisi baiknya yang mana yang harus gue liat karena selama ini dia sendiri nggak pernah bersikap baik."

"Lo itu pura-pura nggak liat atau emang nggak sadar, sih? Lion udah bantu lo, bantu lo lepas dari Rafa, dia nggak tega liat lo terus dibohongi sama Rafa, tapi apa yang lo lakuin untuk membalas kebaikan Lion? Lo malah jelekin dia terus. Dan gue tegasin sekali lagi, gue nggak naruh hati sama Lion, gue peduli sama dia karena dia juga peduli sama gue, gue hutang nyawa sama Lion!"

Semua tertegun mendengar pernyataan Kayla. Hutang nyawa? Apa yang telah dilakukan Lion hingga Kayla berkata seperti itu?

Mulut Aira terbuka hendak melontarkan pertanyaan kepada gadis itu, namun segera diinterupsi oleh suara Dini yang memanggil namanya dari ambang pintu.

"Aira! Ada yang nyariin lo, nih."

Aira terpaksa mengurungkan niatnya dan menoleh ke sumber suara, ia kemudian kembali melirik teman-temannya sekilas sebelum akhirnya bangkit dan berjalan menuju pintu.

"Lo Aira, kan?"

Aira mengangguk, senyum gadis itu tercetak manis menatap sesosok lelaki berpakaian rapi di depannya, tipikal siswa baik-baik yang menaati aturan.

"Kenalin, gue Nuggy, tadi Bu Anna minta gue buat manggil lo, beliau menunggu di kantor kepala sekolah."

Aira mengangguk, walaupun masih sedikit bingung kenapa kepala sekolah memanggilnya.

"Ada apa, Ra?" Zila tiba-tiba saja berada di belakang Aira. "Lho, Nuggy? Lo ngapain di sini?" Senyum Zila seketika mengembang kala menangkap sosok Nuggy-teman satu kompleknya berdiri tepat di depan Aira.

Nuggy balas dengan menarik kedua sudut bibirnya. "Gue diminta kepsek buat manggil Aira."

"Lho, kenapa?" Pandangan Zila kemudian beralih menatap Aira. "Lo nggak ngelakuin apa-apa, kan?"

Aira segera menggeleng. "Enggak. Seingat gue enggak." Jawab Aira sedikit ragu, ia sempat berpikir apa ini soal Airo yang nggak pernah masuk, atau insiden ciuman beberapa hari lalu. Aira kembali menggeleng keras. Jangan sampai kepsek tahu soal itu. "Ya udah gue ke ruang kepala sekolah dulu," ujarnya kemudian dan langsung melangkah meninggalkan Zila.

Sepanjang selasar ada bungkam yang cukup lama menemani mereka, sampai Aira memberanikan diri untuk membuka suara. "Kira-kira Bu Anna manggil gue karena apa, ya?"

Nuggy menoleh menatap Aira yang terlihat sedikit cemas. "Gue juga nggak tahu. Gue dengar-dengar lo siswi yang mewakili sekolah kita untuk pertukaran pelajar di Jerman itu, kan?"

Aira mengangguk, gadis itu pun ikut menoleh menatap Nuggy. "Emang kenapa?"

"Mungkin aja Bu Anna mau ngomong soal itu."

Aira menghela napas Semoga aja.

Tak lama kemudian mereka sampai di depan ruang kepala sekolah. "Lo juga ikut masuk?" tanya Aira saat melihat tangan Nuggy memegang knop pintu.

"Iya, kepsek juga manggil gue."

Aira hanya mengangguk kemudian masuk bersama dengan Nuggy.

"Permisi, Bu." Aira yang berucap.

Bu Anna yang tadi melotot menatap empat siswa yang berdiri di depan mejanya lantas menoleh. Pelototan wanita paruh baya itu seketika berubah menjadi tatapan lembut kala menangkap sosok dua orang yang telah mengharumkan nama sekolah memasuki ruangan.

"Aira, Nuggy ayo sini." Nada suara Bu Anna berubah drastis, sejalan dengan bagaimana raut sangar itu melembut.

Keempat lelaki yang terlihat berpakaian urak-urakan itu lantas ikut menoleh menatap ke arah pandangan Bu Anna.

Aira sedikit tersentak melihat mereka. Tentu saja karena keempat lelaki itu adalah Lion, Airo, Randi dan juga Fero, dengan beberapa luka lebam di wajah mereka.

Lion tersenyum kala pandangannya dan Aira bertemu namun gadis itu malah melengos.

"Tadi kata Nuggy, Ibu manggil saya." Dengan suara sesopan mungkin Aira mulai berbicara.

Bu Anna tersenyum lembut. "Iya, Ibu manggil kamu sama Nuggy, ada yang Ibu mau berikan sama kalian. Tunggu sebentar ya Ibu ngurus empat perusuh ini dulu."

"Bukan perusuh Bu, tapi pahlawan SMA Pelita Bangsa." Sanggah Lion dengan tampang polosnya, lelaki itu mengembangkan senyum menatap Bu Anna yang sudah melotot lagi kepadanya.

"Pahlawan-pahlawan, kalian itu lebih pantas disebut perusuh. Lihat Nuggy, dia yang sepantasnya disebut pahlawan, Nuggy sudah mengharumkan nama sekolah dengan menyandang juara satu olimpiade Matematika tingkat Nasional. Bukannya kalian, bisanya tawuran saja, udah nggak masuk selama seminggu lagi," ujar Bu Anna kesal, matanya melotot hampir ke luar saat mendapati Lion yang hanya tersenyum menanggapi kemarahannya.

"Ya udah besok saya bawa parfum sepuluh ember terus saya siram di sekolah ini biar harum, Bu."

Airo, Randi dan Fero terbahak mendengar ucapan Lion tanpa melihat situasi sekitar yang sebenarnya sedang mencekam. Ayolah, di sini Bu Anna sedang memarahi mereka.

Aira dan Nuggy melongo melihat tingkah keempat perusuh SMA Pelita Bangsa tersebut, tidak habis pikir kenapa bisa-bisanya mereka tertawa dan malah menganggap lelucon ucapan Bu Anna.

Tawa mereka seketika berhenti kala mendengar gebrakan meja dari Bu Anna, wajah wanita itu memerah, amarahnya kian memuncak.

"Diam! Kalian ini sudah seperti anak tidak terpelajar! Saya akan memanggil orang tua kalian!"

Ancaman Bu Anna berhasil mengubah raut wajah mereka menjadi tegang, terutama Airo.

"Yah, kan, kita cuma becanda, Bu, masa sampai bawa-bawa orang tua." Airo memasang wajah memelas andalannya.

"Kamu pikir saya bercanda, hah?!"

Airo meringis mendengar nada suara Bu Anna yang semakin meninggi, lelaki itu mengusap tengkuknya, mengalihkan pandangan dari wajah Bu Anna yang sudah merah padam.

Tak lama kemudian Bu Anna memanggil guru BK dan memintanya untuk menelepon orang tua keempat siswa ternakal di SMA Pelita Bangsa.

Airo mencuri pandang menatap Aira yang sudah menggeleng kecewa melihatnya, lelaki itu meringis, mulai hari ini ia sudah bisa menduga, pasti hidupnya tidak akan pernah tenang saat di rumah.

Sedangkan Fero, lelaki itu bergerak-gerak cemas. Bagaimana tidak? Jika kedua orang tuanya dihubungi tentang Fero yang kembali tawuran, pasti mereka tidak akan pernah mengiriminya uang bulanan lagi. Ayolah, di sini ia disekolahkan untuk menuntut ilmu bukan malah jadi berandalan seperti ini.

Sementara Randi, ia terlihat terdiam dengan rahang yang mengatup keras, entah siapa yang akan datang hari ini, mamanya sudah bisa dipastikan tidak bisa hadir, wanita itu selalu sibuk dengan pekerjaannya. Papanya? Jangan ditanya, Randi pun tak tahu keberadaan pria itu.

Berbeda dengan ketiga sahabatnya, Lion malah terlihat tidak peduli dengan gertakan Bu Anna, karena bagi Lion mau orang tuanya dipanggil atau tidak, semuanya akan tetap sama, tidak akan pernah merubah apapun.

Karena hanya dengan begini, Lion bisa melupakan semua masalahnya.

Bola mata Lion bergerak melirik Aira yang juga tengah menatap kesal ke arahnya. Lion tahu pasti gadis itu berpikir bahwa ialah penyebab semua ini.

Lion dengan santai mengambil ponselnya dari saku celana, lalu menyentuh-nyentuh layarnya untuk beberapa detik. Setelah selesai ia kembali menatap Aira dengan senyum yang terkembang.

Aira melengos tak ingin menatap wajah tengil Lion, tak sampai semenit kemudian ponsel gadis itu bergetar, sebuah pesan mengisi notifikasi bar.

From : +6281992xxx

Jgn trllu bnci ya nnti jdi cinta.
Di save nmr gw, Lion, kalo mau ditmbh embel2 syg jga nggk apa2:)

Aira mendengkus, bahkan ketikan pesannya saja seperti ceker ayam.

Dasar cowok bengal!

🍃To be continued🍃

(Rakayla Anandita)

(Sagita Requeenza)

(Syakira Zilalia)

Continue Reading

You'll Also Like

8.7K 169 18
Cerita ini adalah pengalaman pribadi saya sebagai bapak, yang mendampingi hari-hari terakhir anak saya yang divonis Leukemia. Ingin saya buang kenang...
301K 20.4K 48
#71 in teen fiction 31 maret 2017 Aku ingin seperti saudara kembarku yang bebas melakulan apapun tanpa hambatan__Bintang Nararya Abrahan Ahh, kenapa...
149K 5.5K 50
"Kau yang membuatku terbang disetiap harinya tetapi kau juga yang menjatuhkanku kedasarjurang yang paling dalam dengan cara kau meninggalkanku untuk...