DAITYA: Awakening The Demon P...

By Ayriana_Ren

45.1K 4.8K 1.9K

Helios, Tanah Terlarang tempat suci para Guardian Knight's, seharusnya menjadi tempat teraman di dunia Erstle... More

《1》Bukit Arkanos
《2》Tumpukan Pekerjaan
《3》Serangan Kejutan
《4》Pesona Sang Kesatria
《6》Siapa Wanita Xi?
《7》Penyamaran
《8》Penyamaran 2
《9》Mansion Seribu Bunga
《10》Pertemuan

《5》Putri Aerith

3.4K 507 243
By Ayriana_Ren


Seorang gadis cantik bersurai emas berjalan anggun menuju ruangan Raja Helios. Manik amber-nya berkilau indah, membuat siapa pun takluk dalam pesonanya.

"Apa Ayahanda ada di dalam?"

Suara merdu bagai gema lonceng perak menyapa dua penjaga yang menatapnya tak berkedip. Gadis itu tersenyum tipis. Ini bukanlah kali pertama orang-orang terjerat dalam pesona kecantikannya sampai menjadi dungu.

Dalam kondisi normal, sudah tentu ia akan mendelik dan memberikan hadiah berupa dua puluh cambukan bagi siapa pun yang berlaku tak sopan padanya. Tapi tidak untuk kali ini. Ia sedang terburu-buru karena ada hal penting yang harus ia lakukan.

"Putri Aerith, saat ini Yang Mulia sedang kedatangan tamu penting. Beliau berpesan kalau tak boleh ada yang mengganggunya," kata salah satu penjaga sambil membungkuk hormat.

"Tamu penting? Siapa?"

Kedua penjaga itu saling bertukar pandang. "Kami tidak tahu, tapi sepertinya sangat penting."

"Sangat penting?" Gadis yang bernama Aerith itu berpikir sebentar. Siapa tamu penting itu? Biasanya sang Ayah tak pernah melarangnya untuk berkunjung walau sedang rapat istana sekalipun.

"Aku akan bertemu Ayahanda," ucap Aerith tak acuh sambil memegang gagang pintu--berusaha membukanya.

"Putri, jangan!"

Aerith mengerutkan keningnya. Berani sekali para penjaga ini! Ia jadi semakin penasaran, sebenarnya siapa tamu itu?

"Aerith? Sedang apa kau di sini?" Pintu terbuka. Seorang pria awal tiga puluhan muncul dari balik pintu.

"Kak Aland, kau juga sedang di sini? Aku ingin menemui Ayahanda," kata Aerith sambil memasang wajah paling manis yang biasa ia gunakan pada kakak sulungnya itu.

Aland mendesah lalu menggeleng pelan. "Ayah sedang sangat sibuk. Kau tak boleh mengganggunya. Kalau kau ada perlu sesuatu, nanti akan aku sampaikan," kata sang kakak lembut.

Putri cantik itu mengerucutkan bibirnya tak suka. "Tapi aku ingin bertemu Ayaaah," rengeknya dengan tampang memelas.

Pria itu tersenyum kecut. Jika sudah ada sesuatu yang diinginkan putri bungsu ini, maka ia tak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Apa ini menyangkut calon Light Knight itu? Jika iya, aku hanya ingin bilang kalau kondisi beliau sudah lebih baik," kata Aland dengan wajah malas. "Besok Kyle akan menjenguknya sebagai perwakilan kerajaan."

"Benarkah?" Manik amber itu berbinar. "Apakah aku--"

"Kau boleh ikut asalkan tak mengganggu kami hari ini," potong sang kakak penuh peringatan.

Aerith mencebikkan bibirnya. Kakaknya yang satu ini memang lebih keras dari kakak-kakaknya yang lain. Ia sulit ditaklukkan dengan rayuan ataupun senyum manis mematikan miliknya. Kadang Aerith penasaran, "Wanita mana yang bisa menaklukan kakaknya ini?"

"Ada apa lagi?" tanya Aland dengan wajah datar, "Cepat kembali ke paviliunmu, di sini bukan tempat yang cocok untuk seorang putri sepertimu."

Aerith semakin kesal dan menghentakkan kakinya. Tanpa memedulikan sopan santun pada kakaknya, gadis itupun langsung pergi tanpa berkata-kata.

"Dasar, gadis itu!" gumam Aland sambil menggelengkan kepalanya. Setelah memastikan bayangan Aerith tak terlihat lagi, tatapan sang pria langsung berubah tajam pada kedua penjaga yang masih setia berdiri di tempatnya.

"Jangan sampai hal ini terjadi lagi. Tamu Raja kali ini bukanlah orang sembarangan. Aku sendiri tak bisa apa-apa jika sudah menyulut amarahnya. Jadi, kerjakan tugas kalian dengan baik!"

"Kami mengerti, Pangeran."

Berjalan riang ditemani dayang-dayang, Aerith mulai tak sabar menunggu hari esok. Ia sibuk memikirkan baju apa yang harus dikenakan, atau apa yang harus dibawanya sebagai buah tangan. Jika tak salah ingat, sudah dua bulan lebih ia tak bertemu dengan pria pujaannya itu.

Sibuk, sibuk, sibuk, itulah alasan yang selalu didengarnya jika berkunjung ke Kuil Guardian Knight. Padahal, untuk pergi ke luar istana bukanlah hal yang mudah. Aerith harus membujuk sang Ayah dan memaksa salah satu kakaknya agar mau mengantar. Tapi tak apa, walau banyak rintangan, cinta memang harus diperjuangkan, bukan?

"April, aku ingin kau menyiapkan sebuah buket mawar merah yang besar dan indah untuk besok," kata Aerith mulai memberi perintah pada dayangnya.

"Baik, Tuan Putri."

"Dan kau Mercy, siapkan gaun merah muda yang kemarin baru selesai di jahit. Aku ingin tampil cantik saat bertemu dengan Kak Xi nanti."

"Baik, hamba laksanakan."

"Jangan lupa, siapkan juga acar timun mas, sirup ubur-ubur, dan manisan kaki gurita yang terbaik. Ah, aku tak bisa membayangkan bagaimana bahagianya Kak Xi jika menerima semua barang itu," ucap Aerith sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada dengan mata yang berbinar-binar.

"Tentu Beliau akan sangat senang, Tuan Putri," sahut April memberi semangat. "Barang-barang yang Tuan Putri sebutkan adalah barang langka dan mahal yang ada di Helios. Dengan memakannya, hamba yakin Tuan Xiriu pasti akan cepat sembuh."

"Apa kalian yakin?" Seebuah suara menginterupsi.

Aerith menoleh. Seorang wanita bergaun ungu berjalan santai mendekati mereka. Rambut coklat terang yang tergerai melambai tertiup angin. Mata ruby-nya yang bening begitu memesona. Cantik. Hanya kata itu yang terlintas dalam benar Aerith.

"Salam, Putri Aerith," ucap wanita itu tanpa membungkuk hormat.

Aerith tersenyum tipis--penasaran. Wanita ini tahu kedudukannya sebagai seorang Putri, tapi ia tak mau memberi hormat? Menarik.

"Ah, sepertinya aku baru pertama kali melihatmu, Nona. Boleh kutahu siapa Anda?" tanya Aerith sopan dengan penuh wibawa. Ia tak ingin harga dirinya jatuh hanya karena seorang wanita tak dikenal. Sedikit banyak, ia ingin menegaskan kedudukannya di istana ini.

Tanpa diduga, wanita cantik itu malah terkekeh pelan. "Kau tak perlu tahu siapa aku. Aku hanya ingin memberi saran, daripada kau membawakan barang-barang tak berguna itu pada dia, lebih baik kau memberikan ini." Wanita itu mengeluarkan sebuah kantung beledu berwarna hitam, lalu memberikannya pada Aerith. "Dia sangat menyukai ini," bisik wanita itu lalu melenggang pergi.

"Eh? Benarkah?" Aerith memandang kantung di tangannya penasaran. "Tunggu! Siapa kau sebenaranya?!"

Tak ada jawaban. Wanita itu hanya tertawa riang, sebelum benar-benar hilang di balik kelokan.

"Tuan Muda ...." Vireha menatap Xi dengan wajah datar. Yang ditatap hanya tersenyum tipis sambil bangkit dari tempat tidurnya.

"Aku baik-baik saja. Luka itu sudah menutup, dan aku harus kembali bekerja karena upacaranya tinggal tiga hari lagi."

Xi melepas pakaian tidurnya sambil memunggungi Vireha. Luka di punggung pemuda itu memang sudah menutup sepenuhnya. Bahkan, punggung itu sudah kembali mulus seakan tak pernah ada luka besar yang menganga di sana.

Walau demikian, Vireha tahu betul kalau tubuh tuannya itu belum sembuh. Tidak, tubuh tuannya tidak pernah sembuh. Perlahan tapi pasti, kondisi tubuh itu semakin memburuk. Ia bahkan tak tahu sampai kapan tuannya ini akan sanggup bertahan.

"Apa kau hanya akan terus melamun seperti itu, Piranha?" tegur Xi yang mulai tak sabar karena orang yang selalu membantunya berpakaian ini hanya terdiam.

Salahkan pakaian kesatrianya yang begitu rumit dipasang. Ia tak bisa memakai pakaian itu sendiri tanpa bantuan. Andai boleh mengutuk, ingin rasanya ia mengutuk orang pertama yang mendesain pakaian merepotkan ini.

"Kak Xi, kejutan!" Pintu didobrak. Seorang gadis berambut pirang memaksa masuk tanpa mengetuk. Dua penjaga yang bertugas di depan pintu kamar itu hanya menatap Xi dengan permohonan maaf. Ah, lagi pula siapa yang bisa menahan putri bungsu Raja Helios ini?

Beberapa detik berlalu. Aerith yang semula ingin memberi kejutan justru dikejutkan dengan pemandangan Xi memakai kemeja tipis dengan seorang gadis yang sedang melingkarkan tangannya di pinggang Xi.

"Kak Xi, kau! Kau!" Air mata menggenang. Aerith langsung menerjang Xi dan memukul-mukul dada pemuda itu. "Kak Xi, kau jahat! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku? Pantas saja selama ini kau tak mau menemuiku, jadi ini alasannya? Kau bersama wanita ini dan bersenang-senang?"

Xi yang tak mengerti apa salahnya hanya bisa berkedip polos. Pukulan Aerith memang tidak terlalu kuat, tapi dalam kondisinya yang sekarang, bukan tidak mungkin kalau sebentar lagi ia akan muntah darah.

"Tuan Putri, hentikan!" Vireha menahan kedua tangan Aerith lalu menatapnya tajam. "Aku tak akan segan-segan membunuhmu jika kau berani menyakiti Tuan Mudaku lebih dari ini."

"Kau! Beraninya kau!"

"Aku pelayan pribadi Tuan Muda Xiriu," jelas Vireha sambil menghentakkan tangan yang ada dalam genggannya.

Mendengar kata "pelayan pribadi", Aerith pun membulatkan mulutnya. Ia merasa malu karena sudah cemburu buta. Agak takut, ia pun melirik Xi yang terlihat kepayahan sambil mengatur napasnya.

"Putri Aerith, ada apa Anda kemari pagi-pagi sekali?" tanya Xi sambil kembali melanjutkan proses berpakaiannya. "Jika ada hal penting, Anda bisa menungguku di ruang tunggu. Aku akan ke sana setelah selesai berpakaian."

Aerith mengerucutkan bibirnya tak suka. Ia sudah susah payah menerobos ke tempat ini lalu diusir begitu saja? Tidak! Ini adalah kesempatan berharga untuk mengetahui keseharian pria pujaannya itu lebih dekat.

"Putri?" tegur Xi membuyarkan khayalan aneh gadis itu.

"Kudengar kau sakit parah. Apa itu benar?" tanya Aerith berubah sendu.

"Tidak begitu parah, Arrgghh!" Xi langsung mendelik pada Vireha yang mengikatkan sabuknya terlalu kuat. Si tersangka terlihat acuh, tak peduli dengan tatapan Tuannya.

"Kau baik-baik saja, Kak?" Vireha khawatir.

"Ya," Punya pelayan seorang wanita memang merepotkan. Salah ucap sedikit saja, maka kau bisa mati di tangannya, gumam Xi dalam hati.

Vireha mendongakkan kepalanya. Xi langsung memalingkan wajah. Ia kadang lupa kalau gadis yang satu ini bisa membaca pikirannya.

"Oh iya, aku membawa beberapa oleh-oleh untukmu," dengan riang Aerith memberikan sebuah keranjang yang dihias bunga dan pita warna warni kepada Xi. Xi mengambil keranjang itu dan melihat isinya.

"Wah, Anda baik sekali, Tuan Putri," kata Xi tersenyum walau di dalam hati ia merinding ngeri. Barang-barang yang dibawa sang putri memang barang mahal dan sangat baik untuk kesehatan, tapi tidak untuk kesehatan Xi.

"Syukurlah kalau kau suka." Aerith tersenyum malu-malu.

"Hmm, ini apa?" Xi mengambil sebuah kantong beledu berwarna hitam. Polos, tak ada nama atau ukiran apapun di kantong itu.

"Oh, itu...."

Mata Xi langsung membulat saat membuka isi kantong tersebut.

"Ini...."

Hayooo "ini" apa? 😆

Sesuai janjiku, apdetnya gak begitu lama, kan?

Thanks buat teman-teman atas semua dukungannya. (Bow)

Alurnya agak beda dari yang pertama, ya? Iya, kan Ren sudah bilang kalau ini direvisi total. Kemarin terlalu cepat jadi flownya gak enak (menurutku).

Yosh, sampai jumpa lagi
Kedip-kedip imoet

Ren (020318)

Re-Up 240721

Continue Reading

You'll Also Like

535K 49.9K 20
[BUKAN TERJEMAHAN!] Deenevan Von Estera adalah Grand duke wilayah utara yang terkenal tertutup. Dia adalah pemeran antagonis dari cerita berjudul "Be...
226K 17.3K 18
[SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR!!] Jiwanya berpindah memasuki raga permaisuri didalam novel? Bukankah terdengar aneh dan gila? Tentu saja, t...
2.9M 226K 44
Kalisa sungguh tidak mengerti, seingatnya dia sedang merebahkan tubuhnya usai asam lambung menyerang. Namun ketika di pagi hari dia membuka mata, buk...
119K 3.8K 55
Bagaimana rasanya menikah dengan iblis? Kenyataan itu benar benar gila DEVIL Denial Villen adalah nama siluman yang menjadi pengantar dongeng anak-an...