End And Beginning (Re-write)

By hyptin

511K 58.5K 16.3K

Jimin pikir keputusannya untuk pergi dari Busan, meninggalkan kampung halaman termasuk cinta pertamanya untuk... More

Trailer
Prologue
01. Two People Were Hurt
02 . Crying A Lot
03. Who is to Blame
04. Try To Fixed
05. Unilateral Decision
06. Hidden Trust
07. Rumors
08. A Decision
09. News Paper
10. From a Death Heart
11. Deep Pain
12. The Strongest Side
13. Last Warning to Stop
15. Life is a Choice
16. Hidden Something
17. Trying To Tell The Truth
18. The End of Us
19. Everything Is Really Over
20. A Fact That Revealed Itself
21. Dear, Broken Heart
22. Uncontrollably
23. Impulse
24. Get To Know
25. Multiplied Shock
26. Behind The Tragedy
27. When Lose Something Cannot Replace
28. Given All My Feelings Away
29. Destroyed, Destruction

14. Our Last Memory

9.4K 1.7K 593
By hyptin

Taehyung masih ingat kapan terakhir kalinya Jimin menyentuh makanan yang ia bawa ke dalam kamar. Satu minggu yang lalu? Atau mungkin beberapa hari yang lalu? Ya, mungkin sekitar seperti itu. Bahkan dia dapat mengingat setiap rentetan kalimat yang akan Jimin keluarkan jika Taehyung mengajaknya untuk makan.

Satu penolakan cukup tegas, tetapi tidak begitu bersemangat. Seolah-olah untuk beradu argumen kecil sekalipun Jimin benar-benar sudah tidak memiliki tenaga lagi. Jadi, terkadang ketika Taehyung sudah mengetuk pintu kamar, kemudian mendorongnya pelan dengan sebuah nampan besar berbahan kayu yang diletakkan begitu banyak piring berisi makanan, sup hangat, buah juga air putih, Jimin hanya akan menggeleng pelan, kemudian kembali melakukan hal yang ia senangi─menatap keluar jendela kemudian menemukan dirinya menjadi sedikit bebas.

Tetapi kali ini berbeda. Kemungkinan Taehyung akan bergegas menuju sebuah gereja dan melipat kedua tangan untuk berdoa setelah selesai melihat Jimin makan dan menghabiskan satu mangkuk penuh sup kacang merah yang ia bawa malam itu; ketika cuaca mendadak menjadi semakin dingin. Dia harus berterimakasih pada pemilik semesta yang kemungkinan sudah bekerja keras untuk menjawab doa-doanya yang ia kirim secara beruntun bahkan di dalam igauan tidurnya, ya, malaikat bahkan menghabiskan berlembar-lembar kertas banyaknya untuk menulis setiap doanya.

Tetapi tidak apa-apa, sebab ketika Jimin menatapnya dengan tatapan dalam saat ia mendorong pintu kamar, berhenti seperti biasa di antara celah pintu yang terbuka dengan menggengam nampan besar sembari menahan napas─merasa sangat was-was dengan jawaban yang akan Jimin lontarkan kali ini─faktanya pemuda itu hanya menunduk sebentar kemudian mengangguk tanpa menatap Taehyung yang berhasil meloloskan napas kemudian sukses tersenyum begitu lebar seperti orang bodoh saat buru-buru menutup pintu, kemudian mengambil tempat di sisi Jimin yang duduk di atas lantai beralaskan karpet.

Taehyung menyodorkan nampan dengan aroma yang lezat, nasi pulen juga sup kacang merah yang memenuhi mangkuk terlihat mengepulkan uap panas yang sukses menggugah rasa lapar. "Hari ini mereka menyediakan sup kacang merah lezat. Aku mencicipinya sekali dan sulit untuk berhenti. Aku yakin kau akan menyukainya, jadi aku mengambil sedikit lebih banyak. Makanlah selagi hangat."


Jimin yang hari ini mengenakan kaus putih kebesaran terlihat sedikit berbeda. Entahlah. Apakah Taehyung yang terlampau gembira karena akhirnya Jimin mau memakan makanan yang ia bawa hari itu sehingga mengatakan bahwa Jimin sedikit terlihat bersemangat dari hari sebelumnya atau memang seperti itu kenyataan.

Saat Jimin hanya diam kemudian menerima sendok juga sumpit dari tangan Taehyung, berpikir sejenak saat menatap kepul uap panas yang menyentuh wajahnya, ia kemudian benar-benar menyendok sesuap besar nasi ke dalam mulut, mengambil sepotong daging untuk dijejalkan ke dalam mulut, kemudian menyeruput kuah sup kacang merah dengan lahap.

Jika kau pernah mendengar sebuah kiasan tentang perasaan seorang ibu yang begitu bahagia ketika melihat anaknya menyantap masakan yang ia buat, kemungkinan besar Taehyung benar-benar tengah merasakannya kali ini. Ia mengintip Jimin yang makan sambil menunduk, beberapa kali tatapan mereka bersirobok, Jimin hanya menggigit bibir bawah canggung saat melihat wajah Taehyung yang berbinar ketika menatapnya, jadi dia hanya akan kembali menunduk dan menyendok makanannya sekali lagi ke dalam mulut, mengunyahnya cepat lalu merasakan makanan itu bergerak melalui tenggorokan tanpa benar-benar merasakan lezatnya.

Sementara Jimin dengan lahap menghabiskan makanannya, Taehyung berulang kali berusaha untuk mengontrol senyuman di atas bibirnya. Bohong jika Taehyung tidak bahagia ketika melihat sahabatnya terlihat jauh lebih baik, bahkan mau menelan lebih dari dua sendok nasi malam ini.

"Bagaimana keadaan Seolbi?" Taehyung bertanya dengan sangat hati-hati─setengah mengecilkan suara agar Jimin tidak terkejut kemudian tersedak.

Jimin tidak cepat menjawab. Ia hanya menggantung sendok berisi nasi juga sepotong kimchi di atasnya, terlihat berpikir sebentar sebelum kembali meletakkan makanannya demi menarik satu hela napas yang cukup panjang. Ia terlihat membasahi bibirnya sendiri dengan cara yang aneh, kemudian beralih menatap Taehyung dan untuk sepersekian detik membuat Taehyung tertegun, menyadari bahwa ada rasa kehilangan yang besar pada sudut mata Jimin dan ia menemukan mata sembab itu berusaha terlihat baik-baik saja di hadapannya.

Jimin mungkin tidak mengatakan hal yang menyedihkan, hanya saja, ketika ia mengungkapkannya dengan sedikit kesulitan, Taehyung hanya berusaha sekuat tenaga untuk tidak ikut tenggelam di dalam kubangan rasa putus asa yang sama.

"Aku sudah memikirkannya selama beberapa hari." Jimin menarik satu hela napas saat kembali melanjutkan dengan sedikit meredam suaranya yang nyaris bergetar, mencetak sebuah senyum tipis pada sudut bibir saat mendorong nampan berisi makanan yang tersisa nyaris sedikit ke arah Taehyung yang menunggu kelanjutan kalimatnya dengan napas yang ditahan. "Aku akan melakukannya. Sesuai keputusan perusahaan. Aku akan mencoba melindungi Seolbi melalui bagian tak terlihat dari pandangannya."

Dan ketika Jimin tersenyum semakin lebar saat ia menunduk lebih dalam dengan surai yang terlihat nyaris sangat berantakan, Taehyung kemudian menyadari dengan begitu baik bahwa ia hanya berusaha melihat Jimin terlihat jauh lebih baik, nyatanya, Jimin nyaris hancur menjadi bagian terkecil hari itu ketika mendung di musim dingin merangsek turun dan menimbulkan sepercik hujan kecil melalui kaca jendela yang Taehyung lihat. Tidak. Nyatanya ia hanya melihat Jimin terisak kecil dengan menyeka hidungnya yang berair menggunakan ujung lengan kausnya yang kebesaran.

Jadi... keadaan tidak menjadi lebih baik di sana. Hanya saja, Jimin berusaha untuk tidak semakin memperkeruh suasana. Kini Taehyung menjadi sangat paham dan mengerti mengapa akhir-akhir ini Jimin menjadi sangat senang menggunakan kaus berlengan panjang. Ia suka mengenakannya untuk mengusap air matanya.

"Hei, Jim, kau tahu," Taehyung menjeda kalimatnya, membuat Jimin mengangkat kepala demi menatap pemuda yang terpaut beberapa bulan darinya tengah menatap keluar jendela, persis seperti apa yang biasa ia lakukan dengan pandangan serius. "aku akan membantumu." Ia mengalihkan tatapannya, mengulas sebuah senyum kecil pada bibir kotaknya saat memegang tangan Jimin pelan kemudian mengusap punggung tangannya lembut. "Aku akan membantumu melakukan apapun yang ingin kau lakukan. Aku berjanji, bung. Kita akan melakukannya dengan baik ketika bersama. Jadi, ajak aku jika ingin mengacaukan suasana."

Jimin mendadak terkekeh mendengar lawan bicaranya tiba-tiba terlihat sangat serius. Terlihat seperti bukan seorang Kim Taehyung, jadi dia bisa terkekeh-kekeh sebentar kemudian mengangguk dengan air mata yang mendadak luruh pada kedua sudut matanya, jatuh menuruni pipi kemudian berhenti pada puncak dagunya yabg tirus kemudian meluncur jatuh dari atas sana saat ia mengangguk beberapa kali. "Tentu. Kau akan menjadi satu-satunya bagian terbaik di sini ketika keadaan menjadi jauh lebih buruk, bung."

Taehyung ikut terkekeh pelan, menunduk sebentar demi mencoba mengatur perasaannya untuk tidak ikut tenggelam lebih hebat saat melihat Jimin mencoba terlihat baik-baik saja di hadapannya dengan senyuman aneh pada bibirnya.

"Habiskan makananmu. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit ketika kita kembali menuju Seoul."

Jimin menyahut dengan anggukan kepala. Menggenggam kembali sendoknya, terlihat bingung harus memulai menyendok makanannya darimana.

Aku benar-benar akan membantumu melakukan apa yang kau inginkan, Jim. Sungguh, aku akan melakukannya bersamamu.

***

Sampai sekarang, Seolbi masih dapat mengingatnya dengan sangat jelas. Kedua mata Jimin yang sembab kemerahan, bibirnya yang mencetak senyum tipis, wajahnya yang lelah, juga napasnya yang terdengar sulit. Atau juga tentang bagaimana pemuda itu menangis diam-diam di sisi tempat tidur saat ia berpura-pura terlelap. Tatapannya terlihat lemah, sepasang netranya redup kehilangan binar cantik yang biasa terlihat berkilau ditimpa cahaya. Dia juga membutuhkan banyak waktu untuk mengatakan dan berbisik di telinganya ragu, "Aku akan kembali dalam satu pekan."

Seolbi bahkan masih ingat kalau saat itu ia hanya meremat jemari sendiri di bawah selimut saat merasakan Jimin merangsek mendekat, mengecup keningnya dengan lembut sebelum suara langkah kakinya mendadak menghilang ketika suara derit pintu habis ditelan senyap yang merambat.

Setelah Jimin pergi, mendadak dunianya menjadi begitu sepi. Bahkan suara denting benda kesehatan yang terbuat dari alumunium menjadi tidak terdengar sama sekali pada gendang telingnya. Seolbi nyaris setenang orang bisu, hanya menatap keluar jendela ketika siang hari, kemudian akan tidur lebih awal ketika malam. Berharap ketika ia terjaga, Jimin akan berada di sana dengan dekapan hangatnya. Tetapi hari ini berbeda, mungkin Seolbi akan melewatkan malam yang baik jika ia terlelap lebih awal. Sebab ketika ia hendak memejamkan kedua netra, suara derit pintu yang dibuka hati-hati, kemudian sosok Jimin yang muncul melalui celah pintu dengan wajah yang nyaris sekarat juga berat badan yang banyak menghilang membuat Seolbi mendadak menjadi sangat khawatir.

Tetapi faktanya, ketika Seolbi terisak pelan melihat Jimin yang berjalan cepat ke arahnya dengan langkah tertatih, wajahnya mendadak sendu, kemudian dengan cepat meraih tubuh gadis itu untuk dipeluk sangat erat dengan tubuh bergetar setengah gelisah. "Aku merindukanmu." Hanya itu yang dapat Jimin dengar saat suasana menjadi sangat tenang. Hanya tersisa suara derit tempat tidur saat mereka bergerak pelan, juga penghangat ruangan yang mendesis rendah.

Sepi yang merambat dengan begitu cepat membuat Jimin nyaris tenggelam ke dalam kubangan kesedihan tak berdasar. Tetapi sebelum hal itu benar-benar terjadi, sebelum ia kembali melarikan diri dari sebuah keputusan yang baik yang sudah ia ambil, Jimin buru-buru menarik tubuhnya menjauh, menciptakan sedikit sekat diantara mereka saat ia berusaha memenuhi seluruh isi kepalanya dengan wajah Seolbi.

Dia menggenggam pipi gadis itu lembut, menggerakkan ibu jarinya beberapa kali di atas sana kemudian berusaha untuk tidak menangis. "Kau makan dengan baik saat aku pergi?"

Seolbi mengangguk pelan, merasakan dekapan Jimin yang aneh. "Ya. Aku makan setidaknya setengah dari yang mereka berikan setiap harinya." Berusaha menatap Jimin lekat saat kembali melanjutkan, "bagaimana denganmu? Apa kau juga makan dengan baik di sana?"

Pemuda tersebut mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan lawannya. "Apa kau baru saja hendak tidur saat aku datang?"

Menggeleng cepat sebanyak dua kali, Seolbi justru menjawab, "Tidak. Aku menunggu kau datang."

Ada jeda yang cukup panjang saat Seolbi selesai dengan kalimat terakhirnya. Jimin tidak meresponnya dengan cepat, seolah-olah isi kepalanya sedang tidak berada di sana. Tetapi sepersekian detik saat Seolbi hendak membuka mulutnya, pemuda itu merangsek naik ke atas tempat tidur, membawa tubuhnya berbaring di sisi gadis itu dengan nyaman, mengecup pipinya lembut kemudian menatap ke dalam kedua bola mata Seolbi yang redup saat bertanya dengan nada yang sangat aneh. "Apa kau akan tetap menungguku seperti apa yang sudah kau lakukan kemarin?"

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti, Jim. Kau bersikap sangat aneh kau tahu."

Jimin terkekeh pelan hingga kedua matanya mengecil, membasahi bibir bawahnya saat menjawab, "Kau yang terlihat aneh Nona. Aku meninggalkanmu selama satu pekan dan kau menjadi sangat banyak bicara. Ini tidak seperti kau yang kutinggalkan satu pekan yang lalu kau tahu."

Di atas tempat tidur yang sempit itu, Jimin menemukan sebuah kebahagiaan kecil yang meletup-letup pelan di dalam dadanya. Ada sepercik kebahagiaan saat melihat gadisnya terlihat jauh lebih baik─setidaknya saat mengkhawatirkan dirinya.

"Bi-ya," Jimin berkata lirih. Suasana di dalam sana menjadi jauh lebih hangat, entah karena pemanas ruangan yang bekerja dengan sangat baik atau karena mereka tidur berdekatan dalam jarak yang tak terhitung, Jimin tidak tahu dengan pasti. Hanya saja seolah ada bom matahari yang meledak di dalam ruangan tersebut, mengirimkan rasa hangat yang bahkan cukup sukses merambat ke penjuru ruangan.

Tempat tidur terdengar berderit pelan saat Jimin merangsek lebih dekat, mengulurkan tangan pada wajah Seolbi kemudian tersenyum samar saat melanjutkan dengan suara parau, "boleh aku menciummu?"

Jimin pikir dia tidak membutuhkan jawaban apapun saat mendekap erat tubuh Seolbi, mengikis jarak dengan pasti, kemudian menempatkan kedua bibirnya dengan sangat hati-hati di atas bibir Seolbi yang mendadak berjengit terkejut, buru-buru menutup kedua mata saat merasakan sesuatu yang lembab menyentuh permukaan bibirnya dengan sangat pelan.

"Hapus semua kenangan buruk di dalam setiap celah ingatanmu. Kau bisa mendorongku menjauh kalau kau memang tidak suka."

Seolbi diam. Isi kepalanya buntu. Itu jelas hanya sebuah bualan. Bagaimana bisa ia melakukannya? Tetapi nyatanya, bahkan saat ia dapat merasakan kembali bibir Jimin menyentuh miliknya begitu lembut, mengecupnya pelan dengan napas tertahan kemudian menghisapnya lembut secara bergantian, atas dan bawah, dalam tempo yang ringan juga terkesan lembut, ada sedikit ingatan yang perlahan menguap menjadi sebuah kabut pekat yang kemudian terbawa angin. Menyisakan sudut perasaan yang berubah hampa, mendadak merasakan seluruh dunia nyaris runtuh di atas kaki mereka untuk kesekian kalinya saat gadis itu merasakan rasa asin tercecap lidah di dalam ciuman mereka.

Buru-buru membuka kedua netra kemudian menemukan Jimin yang berusaha sekuat tenaga untuk tidak terisak pelan sementara sudut matanya mengeluarkan air mata membuat Seolbi benar-benar kehilangan akal. Nyaris menjatuhkan kesadarannya lalu kembali menutup kedua matanya, membalas ciuman Jimin dengan imbang, lantas terisak cukup kuat ketika Jimin berbisik lembut di sisi telinganya. "Aku mencintaimu." <>





a/n: next chapter sisi jungkook mulai terlihat dan sisi jimin mulai menghilang ya hehe.

Continue Reading

You'll Also Like

309K 27.1K 53
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
1.1M 100K 57
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
452K 30.3K 33
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
530K 25.4K 35
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...