Airisya,

By rendezvaults

6.9K 639 44

( Proses Revisi Alur Selanjutnya) Airisya, Aku berterima kasih pada senja yang mempertemukan kita, dan Tuh... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24

BAB 8

262 23 0
By rendezvaults

Gilang tertawa sambil memutar stir kemudinya, membelokkan mobilnya ke pusat perbelanjaan. Aira mengacak rambut kedua sahabatnya, " AAA KANGEN BANGET JALAN SAMA KALIAN!" jeritnya histeris, dalam hitungan detik Angkasa mengomel, suara jeritan Aira sama seperti kelelawar yang mencapai 20.000 hz.

Gilang menjerit, " Ya gak harus teriak juga kali, jing," Gilang mengumpat di akhir kata. Aira mendecakkan lidahnya sambil memajukan bibirnya. Ya teriaknya kelewatan mau gimana lagi? Aira berada dalam posisi dimana dialah paling annoying diantara Gilang, Angkasa, dan dirinya.

Aira menyipitkan matanya, lalu segera keluar dari mobil, menghiraukan dua sahabatnya. Padahal ia excited, dan benar-benar rindu menghabiskan waktu hanya bertiga di luar sekolah. Di sekolah saja Aira lebih menghabiskan waktu mengerjakan berbagai jenis tugas, maklum kelas 11 dan sebentar lagi menghadapi yang namanya pendidikan yang paling Aira tunggu, kuliah.

Rencananya, Aira ingin mencoba jalur prestasi di beberapa universitas bergengsi di luar negeri, makanya Aira keseringan belajar. Meskipun masih dua tahun lagi, Aira harus mempersiapkan sematang mungkin agar mentalnya cukup menjadi salah satu mahasiswa universitas bergengsi tersebut.

" Udah dong, ngambek mulu."

Aira melotot. " Heh! Ngaca, lo yang bikin gue ngambek mulu, tai," Aira melengos, meninggalkan dua temannya yang sangat hafal sifat Aira, dan tahu apa yang harus dilakukan.

" Segelas aceh gayo dan nonton film," seru Gilang dan Angkasa serentak.

" Eh tapi ini bocah udah ngilang, apa di telen crank dari maze runner." Gilang bertanya sambil mengernyitkan dahinya.

Angkasa tertawa, " Ya kalo gak ke toko baju, ya ke kafe, ya kalo enggak ke bioskop beli tiket film horror."

***

Aira memasukkan lengan piyamanya ke kedua lengan mungilnya. Dan mata Aira kini menatap layar laptopnya yang terisi oleh file yang isinya beberapa bab cerita yang kini sedang ia jalani. Entah Aira kesambet apa, tiba-tiba saja Aira mengetik sesuatu, membuat outline dan alur cerita. Bahkan Namira saja bingung, selama pelajaran jika Aira yang biasanya bosan menggambar sesuatu atau mendengar lagu, sekarang malah mengetik laptopnya, menulis suatu cerita fiksi yang Namira baca sepotong terlihat menarik.

" Aduh, writers block," Aira menepuk dahinya pelan sambil menenggelamkan wajahnya di selimut. Arga yang datang tak di undang menyahut, " Halah, sok kece lo pake segala writers block."

Aira menyindir, " Yaudah sih, daripada elu, kerjaannya baperin anak orang."

Lelaki yang berbeda beberapa tahun dari Aira itu berdeham kencang seolah menyindir balik adiknya. " Yaudah sih, daripala lo, kerjaannya buat dua sahabat cowok lo jatuh cinta sama lo."

Dan kini Aira membeku.

Mengapa kakaknya itu harus mengungkit kata-kata menyebalkan itu?

***

Aira turun dari motor Angkasa sambil melepas helm hitam milik lelaki tersebut. " Duluan aja, gue ada urusan osis sebentar," perempuan itu menyerahkan benda yang di gunakan untuk melindungi kepala itu pada Angkasa. " Kek gak tau aja ruang osis sejalan sama gedung bahasa," celetuknya sambil menggamit tangan Angkasa membuat lelaki itu menatap Aira datar, namun kini jantungnya kini rasanya ingin copot dari tubuhnya, saking berdetaknya lebih cepat dari biasanya.

Sialnya, tubuh Angkasa menegang.

" Angkasa!" sapa Vivi, sekretaris osis yang kebetulan lewat. Aira berteriak, " Angkasa lagi mikirin cewe bugil, Vi! Jangan di ganggu," Vivi memasang wajah menahan tawa, namun sialnya tawanya meledak, begitupun siswa-siswi yang mendengar teriakan Aira.

Angkasa mendelik, " Bego ish," umpatnya melirik Aira tajam, namun Aira tertawa dan membuat semua amarah yang Angkasa rasakan hilang di bawa angin, matanya menatap ke tangannya yang masih digamit erat oleh Aira, sementara tangan Aira yang satunya gadis itu gunakan untuk menutup mulutnya yang terus mengeluarkan suara tawa yang meledak-ledak.

" Ketawa aja, gue seneng liat lo ketawa," gumam Angkasa membuat Aira menoleh. " Ngomong apa barusan lu?"

Sudah bisa di tebak, Angkasa salah tingkah. " Enggak, tadi gue bilang bel udah mau bunyi, mending masuk, gitu." Aira mengangguk ngerti, sebenarnya ia tahu apa yang tadi Angkasa katakan, tetapi ia bungkam agar Angkasa tidak menginterogasinya. Apa yang Arga bilang bener gak sih? Tanya Aira pada diri sendirinya dalam hati.

" Sa, sumpah gue lagi nge-crush sama salah satu anak angkatan kita, ih tapi dia keliatannya pacarannya ama buku doang." Aira bercerita. Pantas jika Angkasa akhir-akhir ini sering melihat Aira yang menengok kanan-kiri depan-belakang dengan sorot mata teduhnya, mencari seseorang yang Angkasa bisa seratus persen yakin adalah orang yang sedang ia sukai. Paham kan?

" Trus?"

Aira mendesah, " Ya kasih saran."

" Gue jarang main sama laki-laki lain kecuali Gilang." Angkasa menjawab. Aira sudah tahu pasti Angkasa akan menjawabnya dengan kata-kata itu, saking galak, dingin, dan nyebelinnya si ketua osis ini.

Baik kalau guru nyuruh. Totalitas sebagai seorang ketua osis.

Bahkan beberapa perempuan yang sempat menyatakan cinta pada Angkasa menangis ketika balik dari pertemuannya dengan Angkasa secara empat mata maupun adanya Gilang dan Aira. Dan jawaban dari Angkasa ialah, " Gue hargai rasa lo ke gue, tapi asal lo tahu, gue itu homo, dan gue gak suka cewek deket sama gue. Ralat, cewek-cewek alias cabe sekolah, liat dong lu roknya di jahit lagi jadi kek pake rok anak sd, kemeja di crop kek kekurangan bahan, beha keliatan, mending lo pacarannya sama cogan nakal yang duduk di sana, pasti lu pulang-pulang udah positif hamil."

Pedes.

Sempat ada beberapa anak yang gak masuk spesies cabe menyatakan perasaan mereka pada Angkasa, bahkan anak alim sekalipun juga pernah dan tahu apa yang Angkasa katakan? " Gue makasih banget lo udah ngasih hati lo ke gue, tapi ngaji yang bener dulu, belajar yang bener dulu, kita SMA aja masih dianggap bocah ingusan kata orang tua. So, mending lo belajar buat ulangan atau ngerjain PR daripada belajar mencintai tapi akhirnya lo sakit sendiri and then lo nangis ngurung gak mau makan. Cih, miris gue."

Rasanya Aira mau menjahit mulut pedas Angkasa agar tahu sopan santun. Ada pernah bahkan terhitung tiga orang perempuan masuk rumah sakit, karena Angkasa. Bukan di notabenenya dibuat selangkangannya sakit, tapi nangis dan gak makan berhari-hari karena sakit hati dan katanya sih, gak bisa move on.

" Aduh, keingetan dulu kakak kelas yang ngelabrak gue, kak Anzira gara-gara salah gue karena lu nolak cinta dia, wkwk, untung lo sama Gilang dateng sebelum dia nampar gue. Tapi kata-katanya nusuk woi waktu itu ampe seharian gue ngurung diri."

Angkasa melanjutkan, " Dan tangisan lo berhenti ketika gue dan Gilang manjat ke lantai dua dan bawa makanan banyak varian dan kaset film-film romantic. Dan gue dan Gilang berakhir tidur di lantai sampe pagi," Aira terbahak. Mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Kini Anzira sudah diam dan keduanya sudah lama tidak mendengar kabar kakak kelas yang populer karena kecantikannya itu.

" Eh woi udah bel anjir!" jerit Aira histeris langsung menarik tangan Angkasa menuju koridor yang hanya sedikit siswa yang berlalu-lalang, kemungkinan beberapa siswa-siswi itu adalah anak terpilih untuk kegiatan olimpiade, O2SN, FLSN, dan lainnya.

" Aira!" panggil seseorang dari belakang. Suaranya mirip guru seni budaya dan Aira menggigit kukunya, ketakutan. Sementara Angkasa menatap guru tersebut sedikit tajam, memberi perlindungan pada Aira.

Guru yang sudah berkepala enam itu menepuk bahu Aira sambil berkata, " Angkasa gak usah natap saya begitu dong." Aira tertawa kecil sambil menghembuskan napasnya lega.

" Kenapa pak Edi?"

Pak Edi tersenyum, " Tolong bawain buku tugas ini ke Adito Bagaskara anak XI-2 IPA ya, sama nanti dari sana minta guru yang jadwal sekarang untuk dispen, saya mau liat kamu main piano sambil nyanyi," guru yang seharusnya sudah pensiun itu menyerahkan buku tulis bersampul cokelat dan plastik bening pada Aira. Aira membeku, sambil meraih buku tersebut dengan kaku lalu pamit.

Angkasa bingung dengan tingkah Aira ketika mendengar nama 'mantan' sahabat ketika di bangku sekolah SD dan SMP itu langsung membeku atau salah tingkah. Ada apa antara keduanya?

Angkasa mengikuti derap langkah Aira menuju gedung IPA yang terletak cukup dekat dari gedung bahasa, memudahkan Aira untuk meminta izin dispen pada guru yang mengajar di kelasnya saat ini. " Lo kenapa sih? Pas nama Bagas disebut langsung aneh begitu." Aira menahan senyumnya, nama yang membuatnya bahagia, walau hanya sebatas secret admirer, Aira tak patah semangat untuk mengenal Bagas lebih dekat, bahkan ia sampai menanyakan Bagas lewat Rizky, pacar Namira yang kebetulan teman curhatnya Bagas.

" Emang kenapa? Sabodo teuing lah." Aira membuang muka lalu meletakkan kepalan tangannya di pintu kelas XI-2 IPA. Kini jarak kepalan tangan kanannya dengan pintu kisaran dua senti, dan berhenti. Angkasa membasahi bibirnya, " Kenapa?"

Aira menggeleng, melawan rasa gugupnya lalu mengetuk pintu kelas tersebut.

" Masuk," ucap seseorang yang membukakan pintunya. Mata Aira membulat, menyiratkan rasa gugupnya setengah mati pada lelaki yang membukanya, susah-susah ia menelan ludahnya.

Aira menggigit bibirnya, " I–ini dari P–pak Edi," katanya sambil tergagap, membuat Bagas yang membukakan pintu tertawa kecil sambil tersenyum tulus pada gadis di depannya.

Angkasa melengos, tak sudi melihat mata Aira menyiratkan rasa yang tersembunyi pada Bagas.

" Angkasa," tegur Aira.

Angkasa berdeham, " Paan? Cepetan kek ah," Aira memberikan sorotan tajam membuat Angkasa tersenyum miring dan menatap sekeliling. Aira tersenyum pada Bagas, " Dia Angkasa, emang nyebelin." Bagas melirik Angkasa sambil tertawa, " Gue udah terbiasa sama sifatnya yang nyebelin begitu."

" Dih, nyolot, kek yang tau idup gue aja." Angkasa menyahut pedas.

Bagas tersenyum kecil, " Thank's ya, lo Aira kan? Anak XI-1 Bahasa?" Aira mengangguk pelan sambil menunduk, matanya tidak sanggup melihat Bagas yang menatapnya dengan senyuman tulusnya.

" Udah, lo gak usah goda sahabat gue. Sahabat gue maunya sama Song Joong-ki doang."

" Angkasa!" desis Aira kesal. " Maaf ya, suka begitu emang, makanya gue bingung sendiri ngapa dia jadi ketos," ucap Aira membuat Bagas mengangguk ngerti, " Gak apa-apa."

Angkasa menggamit tangan Aira, " Heh bocah, udeh belajar, katanya anak kesayangan guru, katanya anak MENSA, katanya otaknya superior, superior pala lu peyang, superior mantan alias kebanyakan mantan ampe kapasitas melebihi bobot," nyinyir Angkasa pedas sambil menarik Aira. Bagas tidak menyangka teman yang menemaninya dulu selama 9 tahun sudah berbeda 180 derajat.

" Cih, sia maneh belajar dipitak guru baru nyari alasan, maneh gelo," kata Nida, ketua murid kelas Bagas yang murid pindahan sejak kelas sepuluh semester dua itu sambil memarahi Bagas yang terlalu lama mengambil buku tugasnya. Bagas memberi lambaian tangan ketika Aira menengok ke belakang.

Nida memelintir daun telinga Bagas hingga lelaki itu meringis, " Sia katanya anak MENSA, belajar!"

Bagas meringis, " Cicing geura." Nida memelintir semakin kuat, sundanya yang kental membuat siapapun yang kena ceramahnya langsung gak kuat walau ceramahnya gak panjang.

***

Aira menjerit, " Semangat Gilang!!" Audra melirik Aira tajam, " Heh, udah maen biasa doang, tibang deuh," sindirnya membuat Rama menceletuk. " Nanti kalo lo lebam gegara Aira, gue gak mau ngobatin apalagi beliin album Yellow Claw yang terbaru."

Audra histeris memohon ampunan pada Rama. Sudah tidak di ragukan, Rama dan Audra penikmat musik EDM akut paling populer di sekolah, bahkan jika di sekolah ini terdengar suara lagu EDM mengalun di speaker-speaker yang terletak di tiap kelas, kantin, sampai koridor pasti ulah mereka, sampai-sampai mereka sering kabur keluar sekolah karena guru BK memburu keduanya.

" Yaudah, makanya diem."

Angkasa menatap Aira sambil melukiskan sesuatu di buku sketsanya. Rambut keriting gantung yang ada di sisi kanan di biarkan menyelip di belakang telinga, bulu mata lentik seperti unta, bibir merah mudanya yang alami dan terlihat proporsional membuat siapapun lelaki yang ada di sekolah ini baper seketika. Aira terkenal akan kecantikan luarnya, juga hatinya.

Awal kepopulerannya ialah ketika ia menemukan beberapa pengamen yang masih berusia di bawah 10 tahun terlihat lusuh, dan ia membawa empat pengamen cilik pinggir jalan itu menuju gerai fastfood dan membawanya juga ke sekolah pada hari Senin, ia sempat memberikan pidato untuk siapapun orang yang memiliki baju yang bekas agar di berikan padanya untuk di donasikan di panti asuhan, dimana keempat pengamen cilik itu tinggal.

Pantas banyak yang menyukai Aira. Sayangnya, tidak ada yang setia dan nyantol di hatinya.

Aira berjalan ke tengah lapangan outdoor sambil menatap Gilang, namun nahas, Aira terlalu bahagia sehingga teriakan Gilang tidak terdengar olehnya.

" Awas bola Ra!!"

***

Aira mengerjapkan matanya sambil menahan rasa sakit yang ada di kepalanya. Tadi ia ada di lapangan basket, dan tiba-tiba ia kini ada di UKS. Siapa yang membawanya?

" Mendingan?" tanya Bagas sambil memegang kening Aira yang hangat. Aira mengangguk, namun matanya mendelik ketika melihat Bagas di sampingnya sambil memeras sapu tangan dan meletakkan lipatan sapu tangan tersebut ke dahi Aira.

" Lo," Bagas mengangguk. " Tadi gue lewat, pas liat lo gak sadar, gak berpikir apa-apa gue bawa ke UKS, Sekarang sih sudah jam terakhir, dan guru biarin gue nemenin lo sampe bangun."

Aira menatap Bagas tidak percaya, " Gue udah sadar, jadi lo ke kelas aja."

Bagas menggeleng, " Lo belum sadar sepenuhnya." Bagas mengambil buku tulisnya dan menghitung rumus fisika dan dalam lima menit, Bagas menyelesaikan lima soal yang seharusnya ia kerjakan di rumah. Aira bingung, mengapa otak Bagas bisa sejenius itu, mengapa ia tidak bisa?

Aira memposisikan dirinya untuk duduk di tepi kasur UKS sambil menaruh sapu tangan tersebut ke dalam baskom. " Gue pulang."

Namun kini Aira merasakan suatu benda yang terasa nyata menggenggam tangannya, dan terasa hangat

1"1sB

Continue Reading

You'll Also Like

206K 10K 56
ငယ်ငယ်ကတည်းက ရင့်ကျက်ပြီး အတန်းခေါင်းဆောင်အမြဲလုပ်ရတဲ့ ကောင်လေး ကျော်နေမင်း ခြူခြာလွန်းလို့ ကျော်နေမင်းက ပိုးဟပ်ဖြူလို့ နာမည်ပေးခံရတဲ့ ကောင်မလေး နေခြ...
159K 958 31
spoiler "Berani main-main sama gue iya? Gimana kalau gue ajak lo main bareng diranjang, hm? " ucap kilian sambil menujukan smirk nya. Sontak hal ter...
8.6K 266 8
A transformers animated fanfic (Tfa Jazz X Reader) You were the brand new recruit on the Autobot Elite Guard. Under the command of Ultra Magnus an...
1.1M 61.2K 39
Millie Ripley has only ever known one player next door. Luke Dawson. But with only a couple months left before he graduates and a blackmailer on th...