RaLion

By haynett_

503K 35.9K 3.4K

Tahap revisi!! Amazing cover by @Melmelquen😘❤ Adelion Mahendra? Siapa yang tidak mengenalnya? Cowok selengek... More

2. He Different!
3. Kata Kayla
4. Lion dan Rasa Sakit
5. Ciuman?
6. Luka yang tak pernah sembuh
7. Tentang Kebaikan
8. Debaran Aneh
9. Halusinasi?
10. Cancer
11. Lala dan Rasa Sayang
12. Tak Terduga
13. Tantangan
14. Pertolongan Lion
15. Perasaan Aneh
16. Terpengaruh
17. Cemburu
18. RALION?
19. Amplop Merah
20. Gagal
21. Hanya Sebagian Dari Kenyataan
22. Terungkap
23. Boy vs Dad
24. Pemenang Dari Kebimbangan
25. Menemukan Airo Dan Kenyataan Baru
26. Masih Terlalu Membingungkan
27. Antara Tiga Gadis
28. Merindukan Sosok Bengal Itu
29. Takdir Yang Mengalahkannya
30. Melepaskan
31. Kebenaran Beberapa Tahun Silam
32. Menggenggam Perih
33. Menyelamatkan Tiga Bunga
34. Berkorban
35. Tenggelam Dalam Duka
🔒Q&A [Question]🔒
36. Perubahan
🔓Q&A [Answer]🔓
37. Painkiller
38. Topeng dan Perjuangan
39. Kencan
40. Pergi
Extra Part
BACA!
Bisa dong promosi
Lion di-copy😔

1. Pertemuan

37.8K 1.3K 143
By haynett_

Langkahnya yang ringan membawa seorang gadis cantik berambut pirang berjalan dengan semangat menuju sekolahnya. Iris matanya yang cokelat jernih bergerak memandang sekeliling dengan riang. Setiap apa yang gadis itu lihat berusaha ia rekam dengan apik menggunakan sorot matanya.

Di dalam hati tidak henti-hentinya Aira melafalkan kata syukur karena setelah hampir setahun ia menjalankan pertukaran pelajar di Jerman, akhirnya hari ini ia bisa menuntut ilmu kembali di SMA Pelita Bangsa.

Beberapa menit lalu ia menolak ajakan sang ayah untuk mengantarnya berangkat ke sekolah, Aira lebih memilih berangkat dengan menggunakan angkot dan turun sebelum sampai di depan gerbang sekolah. Aira ingin menikmati setiap menit yang ia habiskan saat berjalan menuju sekolah seperti saat ini.

Bayangan masa lalu mulai menyambangi pikiran gadis manis itu, semua hal yang pernah ia lewati waktu pertama kali masuk SMA tiba-tiba memenuhi pikirannya hingga membuat sebuah senyum teduh terbit di bibir tipis miliknya. Aira sudah tidak sabar untuk bertemu dengan teman-temannya, ia sudah tidak sabar ingin bercanda ria bersama mereka lagi.

Aira berbelok mengambil jalan pintas, mengingat teman-temannya membuat gadis itu ingin cepat-cepat sampai di sekolah.

Aira semakin mengembangkan senyum kala mengingat jalan yang ia lewati sekarang. Dulu waktu pertama kali masuk sekolah Aira masih sangat ingat, ia pernah membolos dengan ketiga sahabatnya di tempat ini, waktu itu mereka berempat masih dalam Masa Orientasi Siswa, mereka sama-sama terlambat dan tidak membawa salah satu alat MOS-nya, daripada kena hukuman dari sang ketua OSIS killer mereka lebih memilih untuk membolos, dan mulai saat itu mereka berempat bersahabat. Tuhan mempertemukan mereka dengan cara-Nya sendiri.

Aira terkekeh mengingat semuanya. Ia semakin mempercepat langkahnya, gadis itu semakin tidak sabar untuk bertemu dengan mereka, rasa rindu kepada ketiga sahabatnya membuatnya ingin cepat-cepat sampai di sekolah.

Langkah Aira seketika berhenti kala dirasakannya sebuah tangan mencekal pergelangannya kuat dan menariknya untuk bersembunyi di sebuah lorong kecil. Mulut gadis itu ditutup rapat dengan tangan seseorang yang berada di belakangnya.

Seseorang tersebut memaksa Aira untuk berjongkok dan bersembunyi di balik tong besar yang dapat menutupi tubuh mereka. Aira berusaha berontak namun tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan orang tersebut.

Bau rokok yang menyengat dari orang itu membuat Aira yakin bahwa orang yang mencekalnya sekarang adalah seorang lelaki.

Ia memaksa Aira untuk semakin merunduk saat segerombolan siswa SMA Merah Putih berlari sambil celingak-celinguk seakan mencari seseorang. Salah satu di antara mereka mengumpat kesal kala tidak menemukan apa yang ia cari, lelaki dengan seragam merah putih itu lalu berbalik meninggalkan tempat itu dengan diikuti oleh yang lainnya.

Lelaki di belakang Aira mendongak untuk memastikan gerombolan lelaki tadi sudah pergi, merasakan cekalan di kedua pergelangan tangannya dan dekapan di mulutnya meregang, Aira segera memanfaatkan situasi dengan menggigit tangan lelaki itu kencang-kencang.

Lelaki itu berjengit dan langsung melepaskan Aira, dengan gesit Aira berdiri dan melangkah menjauh darinya. Aira menatap nyalang ke arah lelaki yang tengah mengibas-ngibaskan tangan bekas gigitannya. Lelaki itu memakai seragam yang sama dengan Aira. Penampilannya begitu urakan, seragam putih yang ia gunakan terlihat lecek dan tidak dimasukkan ke dalam celana, seluruh kancing seragamnya ia buka dan memperlihatkan kaos putih yang digunakan, keringat mengucur di tubuhnya membuat kaos putih itu sedikit basah.

"Cowok berandalan!" teriak Aira kesal, air mata gadis itu hampir saja tumpah. Jantungnya berdetak kencang, ia pikir tadi ia akan diculik atau diperkosa, gadis itu begitu takut hingga tidak bisa mengontrol suaranya.

Lelaki yang masih berjongkok itu lantas berdiri-masih dengan mengibas tangannya ke udara. Seulas senyum tipis perlahan terbentuk di bibirnya, ia sama sekali tidak marah ataupun kesal saat Aira menggigit tangannya. Ia malah mengerling jahil kepada gadis itu.

Mata Aira melotot tidak percaya.

"Cowok sinting!"

****

"Ya udah, sih, Ra, jangan terlalu dipikirin," ujar Zilla sambil membuka tutup kotak bekalnya, gadis itu bermaksud ingin sarapan terlebih dahulu sebelum melakukan upacara bendera hari ini. "Dia juga gak ngapa-ngapain lo, kan?"

Setelah melakukan ritual peluk-pelukkan dengan teman-temannya, Aira langsung menceritakan kejadian yang menimpanya pagi ini. Bagaimana pertemuannya dengan seorang lelaki berandalan yang telah membuat mood gadis itu menjadi buruk.

"Eh, tapi gue kayak kenal, deh, sama ciri-ciri cowok yang lo sebutin tadi." Kini giliran Kayla yang menyahut, gadis itu mengetuk-ngetuk ujung pensilnya yang tadi ia gunakan untuk menyalin PR Matematika milik Zila.

Aira yang duduk di sebelah Kayla menoleh menatap gadis itu, menunggu Kayla untuk melanjutkan ucapannya.

Kemarin sebelum Aira masuk sekolah, Bu Anna-kepala sekolah SMA Pelita Bangsa-telah menghubungi orang tua Aira untuk memberitahukan di mana kelas gadis itu sejaligus mengucapkan selamat datang kembali kepada Aira.

Kelas 11 IPA 1 tidak cukup buruk bagi Aira, walaupun ada beberapa teman-temannya waktu masih kelas 10 tidak satu kelas dengannya karena rolling kenaikan kelas, tidak sedikit pun menyurutkan semangat Aira, ia masih bersyukur karena bisa satu kelas dengan ketiga sahabatnya lagi.

"Ada dua kemungkinan," kata Kayla, gadis itu mengangkat jari telunjuknya ke udara. "Yang pertama adalah Ray, cowok nakal dari kelas 10 IPS 3 yang selalu mencari perhatian dengan membuat kerusuhan." Kayla mengangkat jari tengahnya untuk menemani jari telunjuk tadi. "Yang kedua adalah Lion ...," Kayla menggantung perkataannya, gadis itu terlihat berpikir sejenak lalu kembali berbicara, "Ah, tapi kayaknya bukan Lion. Walaupun Lion sering buat onar, buat masalah sana-sini tapi dia nggak mungkin bersikap seperti yang lo bilang. Walaupun nakal tapi Lion cowok yang baik."

Kayla meneguk botol minuman Zila yang berada di atas meja, gadis yang duduk di bangku depannya itu mendorong kotak bekalnya ke arah kedua sahabatnya.

"Kenapa jadi ngomongin mereka, sih, sumpah ya itu nggak ada faedahnya sama sekali, mending sekarang kalian sarapan, deh, daripada ntar pingsang pas upacara," ujar Zila.

"Nggak, deh, tadi gue udah sarapan di rumah." Aira yang menjawab, sedangkan Kayla, gadis itu langsung memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya, kebetulan ia tidak sempat sarapan di rumah karena terlalu terburu-buru. "Gita sakit apa? Kok gue nggak tahu?"

"Cuma flu biasa, kemarin kita udah ke rumahnya, katanya besok dia udah bisa masuk."

Aira manggut-manggut mendengar jawaban Zila, setelah itu mereka hanya mengobrol ringan sampai bel menggema di seluruh penjuru sekolah membuat ketiga gadis itu segera menuju lapangan untuk melaksanakan upacara bendera.

***

Suasana pagi ini sangat panas tidak seperti biasanya, pembina upacara telah berceramah hampir sepuluh menit namun rasanya waktu berjalan dengan lambat untuk hari ini.

Keluh kesah para siswa sudah terdengar di setiap barisan kelas. Terik matahari yang menyengat membuat mereka merasa tidak nyaman.

Aira menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya, kepalanya yang ditutup oleh topi terasa begitu panas dan gerah terlebih lagi tadi ia tidak sempat mengikat rambutnya.

"Ih, ini kapan selesainya, sih?" keluh Kayla yang berdiri di sebelah Aira, gadis itu melonggarkan dasinya yang mendadak terasa mencekik leher.

Aira mendesah pelan, daritadi ia juga mengeluh di dalam hati.

"Eh, itu Lion, kan?" Zila yang berada di barisan belakang Aira menepuk bahu gadis itu, telunjuknya terarah kepada seorang lelaki yang tengah berjalan santai mengekori Pak Rudi.

Aira mengikuti arah pandangan Zila, mata gadis itu seketika membulat kala menatap lelaki itu. Dia! Dia lelaki yang tadi pagi.

"Kok Lion keren banget, sih. Ih, jadi gemes."

Aira melongo mendengar celotehan Kayla. Keren? Keren dari mananya? Dilihat dari sisi mana pun Lion itu tampak seperti berandalan, tidak ada unsur keren sedikitpun. Ia patut dijauhi bukan dipuji seperti tadi.

Lion berdiri beberapa meter tepat di depan Aira, mata lelaki itu menyipit karena silau diterpa sinar matahari. Penampilannya tidak beda jauh dari tadi pagi, ia sama sekali tidak menggunakan topi dan dasi. Sebagai pembedanya, sekarang lelaki itu mengancingi seragamnya namun tetap tidak memasukkan baju dan dua kancing teratas terbuka.

Lion mengangkat sebelah tangannya untuk menghalau sinar matahari, ia semakin menyipitkan mata memperhatikan seorang gadis yang berdiri bersebrangan dengannya. Setelah benar-benar yakin, senyum Lion seketika merekah menatap Aira. Ia sama sekali tidak memperhatikan pembina upacara yang tengah membahas tentang dirinya, menghimbau para siswa agar tidak mengikuti jejak Lelaki itu.

Namun apa pedulinya? Sepertinya Lion lebih tertarik dengan Aira.

Lion mengerling menggoda gadis itu, entah Aira melihatnya atau tidak, yang jelas gadis itu langsung membuang muka tidak ingin menatapnya, hingga mengundang gelak tawa Lion untuk mengudara.

****

Upacara telah selesai sejak 30 menit lalu, para siswa kembali ke kelas masing-masing dan mulai belajar, namun Pak Rudi masih menahan Lion di lapangan. Beliau menatap intens kepada Lion yang selalu membuat kepala pria paruh baya itu seakan ingin pecah dengan segala ulahnya.

Hari ini Lion datang dengan penampilan yang jauh dari kata seorang pelajar, ia tidak membawa tas, tidak menggunakan seragam dengan baik sesuai aturan, dan datang terlambat.

Jika saja ayah Lion bukanlah donatur terbesar di sekolah ini mungkin Lion sudah dikeluarkan sejak dulu. Kelakuan anak itu sudah kelewat batas. Dia nakal tapi tidak setengah-tengah.

Kulit Lion yang putih mulai terlihat pucat dan sedikit memerah akibat terpaan sinar matahari. Beberapa butir keringat menetes dari pelipisnya, lehernya pun sudah basah oleh keringatnya sendiri.

"Masukkan baju kamu!"

Pak Rudi sudah terlalu sering menghukum dan menceramahi Lion, namun ucapannya seakan angin yang berlalu, yang hanya lewat dan tidak membekas di telinga anak itu apalagi masuk ke otaknya.

Dengan malas Lion mengikuti perintah pria di depannya ini.

"Bapak antar kamu ke kelas."

Lion mendesah pelan. "Kok ke kelas, Pak? Nggak dikasih minum dulu, Pak? Saya berdiri hampir satu setengah jam, kalau saya pingsan kehausan gimana? Atau kalau saya dehidrasi gimana? Bapak mau tanggung jawab?" Enteng, tenang dan santai, suara Lion benar-benar jauh dari kata takut atau bergetar. Ia terlalu acuh tak acuh untuk menganggap serius apa pun yang menimpanya.

"Bapak antar kamu ke kelas. Setelah jam istirahat nanti kamu bisa minum sepuasmu!"

Tidak ada toleransi sedikit pun, Lion hanya bisa mengikutinya tanpa protes. Lagipula jika ia terus mengajak Pak Rudi berdebat maka ia akan lebih lama lagi terpanggang di tengah lapangan.

****

Lion mengulas senyum manis menanggapi pelototan dari Bu Yana, guru Matematikanya. Sesaat setelah Pak Rudi mengantarnya ke kelas, Lion harus dihadapkan lagi dengan guru paling killer yang sangat ditakuti seantero sekolah.

Lion tidak bisa dengan mulus mendudukkan pantatnya di bangku paling pojok tempat biasa ia duduk. Mendadak Lion jadi merindukan tempat duduknya.

"Mana tas kamu? Mana dasi kamu? Mana topi kamu? Kenapa kamu tidak menggunakan sabuk?" Lion meringis mendengar pertanyaan gurunya itu.

"Satu-satu dong, Bu, tanyanya. Saya bingung, nih, mau jawab yang mana dulu, ntar kalau saya jawab pertanyaan pertama pertanyaan kedua gak bisa saya jawab, soalnya ...,"

"Adelion!" teriak guru setengah baya itu, wajahnya sudah memerah menahan rasa kesalnya kepada Lion. "Duduk di tempatmu! Mendengar kamu bicara membuat saya tambah pusing."

Lion semakin mengembangkan senyumnya dan mengangguk tanpa malu-malu. "Terimakasih, Bu."

Lion segera berbalik dan berjalan menuju bangkunya, tidak menghiraukan tatapan dari seisi kelas.

Aira yang duduk di bangku urutan ketiga menatap tidak percaya kepada Lion. Bagaimana bisa anak sebengal dan berandal seperti itu bisa bersekolah di tempat ini?

"Kalau Lion kayak gitu, kok tambah ganteng ya?"

Aira menoleh, dilihatnya Kayla yang tengah menatap takjub ke arah Lion.

"Kay, lo kelilipan, deh, kayaknya."

💧To be continued 💧

Continue Reading

You'll Also Like

ARFANDI By L.Lstry

Teen Fiction

48.1K 2.4K 19
Di Benci Oleh Orang Tua kita sendiri adalah hal yang tidak di inginkan oleh Seorang Anak. Tetapi kenyataan itu harus di terima oleh Arfandi Alexel Sa...
17.5K 1.2K 20
Abrisam Abdar Aabid, remaja laki-laki tangguh sebagai pasien termuda di rumah sakit yang menderita penyakit tersebut. Hidupnya berada di ambang kemat...
5.6M 238K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
85.4K 3.9K 61
Follow dulu yuk baru baca! Untuk sebuah kisah yang hebat dan untuk kisah yang luar biasa, Terima kasih telah mencintaiku hingga akhir. ~SamuelAlexand...