Aku, Kamu Dan Dia

apriyana_cahyaputri

1.3M 46.2K 1.3K

"Saya terima nikah dan kawinnya, Aina Talita Zahran binti alm Agus Zahran dengan maskawin tersebut tunai," u... Еще

Prolog
1. I Love You
2. Awali Pagimu dengan Senyuman
3. Awal Dari Segalanya
4. Pertemuan yang Tak Terduga
5. Perkenalan yang berlanjut
6. Ancaman Yang Menjadi Kenyataan
7. Pilihan yang Sulit
8. Istri Kedua
9. Sah
11. Pulang
12. pulang II
13. Awal dari Sebuah Bencana
14. Pembohong
15. Terkuak
Pengumuman
OPEN PO
play store

10. Hamil

53.4K 2.9K 132
apriyana_cahyaputri

Aina menatap makanan didepannya, tidak berniat untuk menyentuhnya sama sekali. Bahkan aroma yang dikeluarkan tidak bisa menarik selera makannya. Biasanya, hanya dengan mencium bau aroma masakan yang dibuat, Aina akan merasa lapar dan akan langsung memakannya. Tapi tidak dengan ini, dia bahkan sudah membuat berbagai makanan tapi tidak ada satupun yang dapat membuat selera makannya meningkat.

Dengan kesal Aina membiarkan makanan itu tergeletak di meja makan. Dia menuju kulkas dan menemukan sebotol susu cokelat. Tanpa pikir panjang Aina mengambil dan meminumnya. Akhir-akhir ini tubuhnya memang sangat sulit untuk menerima makanan.

Aina berjalan kearah balkon apartemen. Melihat pemandangan kota Singapura malam hari mungkin dapat menghilangkan rasa asing yang dialaminya akhir-akhir ini.

Ingin sekali dia keluar dari apartemen ini, mengelilingi kota Singapura yang terkenal akan keindahannya.

Menjelajah setiap sudut kota, mengenal aneka ragam budaya yang ditawarkan dan tentunya menyicipi makanan khas Singapura. Mencari setiap hal yang dapat membuatnya melupakan kejadian yang akhir-akhir ini selalu menghantuinya.

Aina memejamkan mata menikmati semilir angin kota Singapura. Apakah dia harus terus terkekang dalam apartemen ini? Apakah dia harus selalu menerima semua kesalahan yang bahkan tak pernah dilakukannya? Kenapa? Kenapa dia yang selalu disalahkan. Bukankah ini kesepakatan bersama? Bukan hanya dia yang setuju akan hal ini, tapi mereka juga.

Dua bulan lebih sejak mereka tiba disini, tapi masih saja Meta mendiamkannya. Bukankah Meta yang membuat kontrak itu? Dan kenapa dia yang malah memusuhi Aina?

Aina masih mengingat apa yang Meta katakan ketika mereka masih di Villa.

*****

"Maaf," lirih Meta disela tangisnya. Zico tidak menjawab, tangannya masih bergerak. Aina tidak berani menatap Zico, dia hanya menundukkan kepala.

Setelah Aina sedikit tenang. Zico meninggalkan Aina begitu saja. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Zico.

Aina melihat punggung Zico yang semakin menjauh. Dugaannya ternyata salah, Zico bukanlah lelaki yang selama ini Aina pikirkan. Zico masih peduli padanya. Itu membuatnya lega, setidaknya Zico masih menganggapnya ada.

Aina sudah bertekad, jika dia tidak akan berdebat lagi dengan Zico seperti dulu karena sekarang Zico adalah suami, panutan dan kepala keluarganya walaupun hanya sebatas kontrak.

Aina ingin seperti mamanya yang selalu setia disamping papanya. Walaupun hanya setahun, dia akan berusaha menjadi istri yang baik.

Hal yang harus dipecahkan masalahnya adalah Meta. Dia ingin Meta kembali seperti dulu, kakaknya yang cerewet dan periang. Bukan Meta yang selalu menatapnya dengan pandangan sinis dan bahkan selalu mengeluarkan kata-kata pedas untuk Aina.

Aina sangat merindukan Meta. Dia rela melakukan apapun asalkan Meta menjadi Meta yang dia kenal. Rasanya sesak ketika orang yang kita sayangi menjauhi kita.

Dengan langkah gontai Aina menuju lantai dua, meringkuk diatas kasur. Memejamkan mata, mencoba untuk menghilangkan rasa sesak yang menghampirinya.

Brak

Suara pintu terbuka sangat keras, Meta berdiri disana dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Kak Meta," lirih Aina yang sudah duduk di ranjangnya.

Suara desiran Angin malam hari tidak terdengar  ketika suara gesekan kulit terdengar nyaring. Hanya keheningan yang tercipta. Keheningan yang menyayat hati.

"Sejak kapan kamu berubah menjadi jalang, Aina?" pekik Meta.

Aina memegang pipinya yang mulai terasa perih. "Apa maksud kak Meta?" matanya berkaca-kaca menahan sakit.

"Tidak usah belagak bodoh. Aku tahu kamu sedang mendekati Zico. Kamu ingin merebutnya dariku!!" teriak Meta.

Aina menggelengkan kepala, "tidak, kak Meta. Tidak pernah sama sekali aku berpikiran seperti itu. Aku tidak pernah berniat untuk merebut dia dari kak Meta." jelas Aina.

"Aku tidak percaya!" diam sejenak. "Ingat Aina, kedudukanmu hanya istri sebatas kontrak, setelah kamu melahirkan anak Zico, suka ataupun tidak kalian akan bercerai. Zico hanya milikku, dia hanya mencintaiku. Tidak ada seorangpun yang berhak bersanding didekatnya kecuali diriku." tanpa menunggu penjelasan Aina, Meta keluar kamar begitu saja.

Aina memegang dadanya yang lebih terasa sakit daripada tamparan yang diberikan oleh Meta. Di memang sedikit memiliki rasa pada Zico, tapi tidak pernah sama sekali untuk mendekatinya apalagi merebut Zico dari Meta.

Aina masih sadar diri. Dia hanya orang ketiga dalam biduk rumah tangga Meta dan Zico. Dia tidak akan pernah bisa menggantikan Meta disamping Zico karena dia tahu, Zico sangat mencintai Meta. Bagaimana cara dia memperlakukan Meta, melihat Meta dan gerak-geriknya seakan Meta adalah permata langka yang perlu dilindungi.

"Kamu tahu, Kak. Kamu adalah perempuan yang paling beruntung mendapatkan suami seperti Zico. Tapi sayang, kamu belum bisa melihat ketulusan yang diberikan Zico padamu."

*****

Aina memantapkan pilihannya, dia masuk kembali, meraih jaket yang tersimpan rapi dilemarinya. Dia butuh udara segar, dia tidak bisa terus seperti ini terpuruk dalam kesedihan.

Meta memang melarangnya untuk keluar dari apartemen yang ditempati Aina sampai Aina melahirkan. Meta melakukan ini semua karena dia tidak ingin wartawan mengetahui rencana mereka.

Hampir dua bulan Aina hanya menatap hingar-bingar kota Singapura dari balkon apartemennya. Dia tidak ingin terkekang lagi. Dia bukan binatang peliharaan yang selalu patuh pada majikannya. Agh, bahkan binatang peliharaan akan melakukan aksi protes pada majikannya.

Dengan perlahan Aina keluar dari apartemen.

Sesampainya diluar gedung, Aina menghirup udara sedalam-dalamnya. "Akhirnya aku bebas," teriak Aina semangat. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri jika dia akan bermain hanya satu jam saja, setelah itu dia akan kembali kekurungannya.

Aina berjalan tak tentu arah. Sesekali dia berhenti untuk menganggumi suasana kota Singapura malam hari.

Aina duduk diatas rumput sebuah taman, dia hanya memandang lurus kedepan, melihat orang-orang yang berlalu lalang.

Seseorang lelaki memandangi Aina dengan tatapan bingung, dia mengerutkan kening ketika mengingat sesuatu, "minimarket." ujarnya sangat keras sambil menunjukkan jarinya pada Aina.

Aina melihat kekanan dan kekiri memastikan bahwa dia orang yang ditunjuknya. Aina menunjuk pada dirinya sendiri, seolah mengatakan apakah dia yang dimaksud lelaki itu? Pria itu mengangguk, kemudian mendekat kearah Aina.

"Aku tidak salah lagi, kamu orang yang aku temui di minimarket. Kamu adalah orang yang menangis saat aku mengambil botol minumanmu." rincinya.

Aina hanya menatap pria itu bingung, sepertinya dia tidak pernah melihat pria itu. "Maaf, anda salah orang." ujarnya bangkit dan berlalu. Dia tidak ingin berurusan dengan orang asing. Walaupun hatinya senang ketika ada orang Indonesia disekitar apartemennya, dia seperti tinggal pulang ke Negaranya sendiri.

"Tunggu!" menarik lengan Aina. "Kamu belum minta maaf padaku." ujar lelaki itu masih memegang lengan Aina. "Kamu tahu? Gara-gara kamu, aku tidak berani kembali ke minimarket itu lagi. Semua orang menyalahkanku karena aku dianggap lelaki pengecut, membuat seorang perempuan menangis."

Aina menghadap kearah lelaki itu, melihat pergelangan tangannya yang dipegang oleh lelaki itu kemudian menatap lelaki itu. Memintanya untuk melepaskan tangannya.

"Maaf," lirihnya agak salah tingkah, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Daripada harus berurusan lebih lanjut, sebaiknya dia minta maaf saja. Dengan sedikit membungkukkan badannya. "Maaf," ujar Aina. Setelah itu pergi begitu saja.

Lelaki itu hanya tersenyum tipis, melihat Aina pergi menjauh. "Jika kita bertemu kembali, aku ingin mengenalmu lebih dekat." ujarnya pada diri sendiri.

"Apa yang kamu katakan, Nando?" ucap seseorang dari belakang lelaki itu.

"Agh, jangan mengagetkanku." berbalik badan dan mengelus-elus dadanya. "Kamu teelambat," melihat jam tangannya, "20 menit, Zico."

Zico hanya tertawa mendengar keluh sahabatnya itu. "Kamu sangat mendadak mengatakan akan bertemu. Aku tidak tahu kamu sedang berada di Singapura. Bagaimana seorang dokter bisa berkeliaran seperti ini?"

Nando mendengus kesal, "aku sedang ada seminar disini sekalian kabur dari omelan Mommy." ujar Nando.

"Kenapa kau tidak turutin saja kemauan Mommy? Menikah itu enak."

"Aku ingin menikah dengan orang yang kucintai dan aku belum menemukan orang itu. Hm, sebenarnya ada seorang perempuan yang aku sedang selidiki. Dia menarik." Nando tersenyum sambil memandang kearah depan, membayangkan perempuan tadi yang baru saja ditemaninya.

Zico kembali tertawa. "Alhamdullilah, akhirnya kamu terbebas dari julukan gay."

Nando memukul pelan pundak Zico. "Aku normal dan aku juga pernah jatuh cinta."

"Benarkah?" Zico terkejut mendengar penuturan Nando karena selama ini dia tidak pernah mengetahuinya.

"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya. Aku mendengar dari dokter kenalanku kamu sedang melakukan bayi tabung."

Zico sedikit terkejut, "ya, aku memang sedang melakukannya dan...."

"Itu bukan anak Mentari melainkan anak dari istri keduamu." lanjut Nando.

Zico mengangguk. Tidak ada percakapan lagi diantara mereka. Keduanya terdiam sepanjang perjalanan.

*****

"Darimana kamu?" tanya seseorang.

"A-aku baru saja keluar mencari angin." kata Aina gugup. Dia tidak menyangka Meta akan berada diapartemen pada jam segini.

"Bukankah sudah kubilang. Jangan pernah keluar sampai kamu melahirkan, Aina." kedua tangan Meta bersedekap.

"Aku tahu. Tapi, aku bosan. Aku butuh udara segar."

"Aina! Apa kamu sedang membantahku," bangkit dari duduknya, menghampiri Aina yang berdiri.

"Aku tidak membantah, Kak. Aku hanya ingin menghirup udara segar, aku...."

Meta melayangkan tangannya, dengan sigap Aina menahan tangan Meta. "Sudah, cukup Kak. Cukup! Aku tidak tahan lagi. Aku memang istri kontrak Zico, tapi aku juga punya kebebasan. Aku tidak ingin terus seperti ini, selalu disalahkan. Kita melakukan ini karena kita sudah sepakat." Aina menurunkan tangan Meta secara perlahan. "Tolong, hargai aku." Aina menatap Meta, seolah menyatakan ada Meta jika dirinya memang sedang serius.

"Kamu!!" geram Meta, menunjukkan telunjuknya pada Aina.

Aina hanya diam, tidak tahu mengapa pandangannya tiba-tiba menjadi kabur, bahkan suara Meta tidak terdengar jelas, hanya sepatah-dua patah kata yang terdengar.

Aina menggelengkan kepala, mungkin dapat memperjelas pandangannya. Tapi sia-sia saja, pandangannya semakin kabur dan suara Meta semakin tidak terdengar. Kemudian gelap.

Meta menjerit kaget ketika melihat Aina tergeletak tak berdaya. "Aina, bangun." ujar Meta sambil menepuk-nepuk pipi Aina.

Zico yang baru saja datang langsung mengangkat Aina, membawanya ke rumah sakit. Meta mengikuti Zico dari belakang.

"Bagaimana keadaannya, Paman?" tanya Zico.

Dokter itu tersenyum, mengulurkan tangannya. "Selamat, Zico. Sebentar lagi kamu menjadi ayah, 4 weeks." kata dokter itu.

Zico melihat pamannya yang menangani Aina. Melihat keseriusan pamannya itu. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Apakah dia harus merasa senang akan kehamilan Aina? Atau dia harus merasa sedih karena anak itu bukan darah daging Meta, wanita yang dicintainya.

"Terima Kasih, Paman." ucap Zico. Setelah kepergian pamannya, Zico mendekati Aina, berdiri disamping ranjangnya. Melihat wajah Aina, kemudian turun ke perut Aina yang dia yakini masih datar. Dengan gerakan ragu Zico memegang perut Aina yang tertutupi selimut. "Apakah kamu ada disana?" katanya lirih.

Meta tidak sanggup melihat suaminya yang berada disamping Aina. Dengan membekap mulutnya dia keluar dari kamar itu, dia luruh kelantai dengan kepalanya bersandar ke tembok, tangisnya pecah.

Kenapa? Kenapa hatinya begitu nyeri ketika dia melihat Zico bersama Aina? Bukankah ini yang dia inginkan? Aina mengandung dan melahirkan anak dari suami tercintanya. Bukankah ini memang akan terjadi? Bukankah dia sudah mempersiapkan hatinya? Tapi kenapa? Kenapa hatinya masih saja sakit.

Meta masih terisak-isak, sampai sebuah lengan menepuk bahunya. Meta menoleh, langsung memeluk pria itu.

"Aku merindukanmu."

×××××××××

Selamat membaca,,,
Maaf, jika alurnya lambat...

Sukabumi, 12 Februari 2017

Продолжить чтение

Вам также понравится

But I Love You! Kang Ddeulgi

Любовные романы

2.3K 234 11
Terinspirasi dari anime yang berjudul Citrus, ini versi seulrene nya Harap bijak dalam membaca Area g×g 🔞🔞
6.1K 1.9K 23
COMPLETED.Isinya cuma kemanja dan kekanak-kanakan Caca yang bisa saja bikin kamu muak. Atau justru gemes sampai pengin cekik mati. Setelah ditinggal...
Kita Tak Sama (LENGKAP) alfasyam

Подростковая литература

29K 5.3K 27
Namaku Radya Alluna, cewek biasa yang nggk ada istimewanya kecuali kesayangan ayah bunda. Usia tujuh belas tahun, bentar lagi aku lulus SMU dan berci...
235K 12.7K 35
[SELESAI || Romance - Spiritual - Travelling] Bandara, menjadi salah satu tempat bersejarah untuk seorang Najla Hilyah Mumtazah. Meski hampir tiap bu...