Uptown Girl [COMPLETED]

By elship_L

47.2K 5.8K 775

[COMPLETED] ================================================== Apa yang ada dibenakmu ketika menden... More

Uptown Girl | BLURB
UG 1 | Sooji
UG 2 | Myungsoo
UG 3 | Sooji
UG 4 | Myungsoo
UG 5 |Sooji
UG 7 |Sooji
UG 8 |Myungsoo
UG 9 |Sooji
UG 10 |Myungsoo

UG 6 |Myungsoo

3.5K 503 69
By elship_L

Sudah berulangkali kutekankan jika aku memang telah kehilangan akal sehatku semenjak bertemu gadis itu. Dan sekarang aku tau jika apa yang telah kulakukan adalah perbuatan yang benar-benar gila.

Aku sadar dengan apa yang kulakukan pekan lalu ketika dengan bodohnya memberi kode pada Sooji jika aku ingin memiliki salah satu koleksi foto kecilnya, dan bagian yang paling mengejutkan adalah ketika ia dengan senang hati memberikannya untukku. Benar-benar gila.

Selembar foto itu kini telah berakhir didalam sebuah bingkai yang kini berdiri kokoh diatas meja kerjaku dan sekarang aku sedang menatapnya. Oh perlu kutambahkan sedikit informasi jika itu adalah salah satu kegiatan favoritku akhir-akhir ini.

Aku aneh? Tentu saja!

Siapa orang yang tidak akan meneriakiku dengan sebutan freak jika mereka tau bahwa aku terpesona pada sesosok gadis berusia lima tahun dalam selembar foto. Sooji juga pasti memikirkan hal yang sama tentang keanehanku, aku bahkan merasa seperti seorang psikopat namun aku tidak peduli. Selama hal yang kulakukan tidak melanggar hukum alam, aku tetap melakukan apa yang kuinginkan.

Ada satu hal yang membuatku semakin tidak merasa peduli atas keanehanku yaitu reaksi Sooji. Aku yakin jika ia memang merasa sikapku tidak wajar namun ia terlihat menghargai dan bahkan terkesan baik-baik saja untuk bergaul denganku setelah hari itu.

Itulah yang membuatku semakin tidak mempermasalahkan apa yang telah terjadi padaku. Karena sejujurnya aku memang tidak mengerti apa yang sedang terjadi padaku saat ini. Sangat asing namun terlalu nyaman untuk kuhindari.

Aku berharap Sooji juga merasakan hal yang sama.

"Kak?"

Aku langsung mengangkat wajahku ketika pintu ruanganku terbuka, Jiwon? Sesuatu yang sangat langka melihat wanita itu datang ke kantorku apalagi dihari sibuk seperti saat ini.

"Aku butuh bantuanmu," tanpa kusuruh untuk masuk wanita itu telah masuk lebih dulu dan duduk dihadapanku, aku menatapnya penuh tanya.

"Setelah sekian lama tidak bertemu kakakmu. Kamu datang hanya karena dalam masalah? Sudah lupa masih punya kakak?"

Ia tersenyum saat mendengar ledekan sarkasmeku, sebenarnya itu salah satu teguran untukknya karena tidak menemuiku setelah pulang dari perjalanan jauh.

"Ayolah kak, kamu tau aku sangat sibuk."

Aku menghela nafas panjang, Jiwon bekerja disalah satu hotel besar di Seoul. Pekerjaannya sebagai Human Resource Director mewajibkannya selalu standby jika dibutuhkan. Pekerjaan yang menyita banyak waktu namun sangat disenanginya.

"Ya sudah. Katakan apa masalahmu?"

"Kartu ATMku entah kemana. Mungkin aku kehilangannya saat di Jeju kemarin," ucapnya dengan wajah memelas.

"Kenapa bisa kehilangan benda sepenting itu Jiwon?"

"Jangan menceramahiku kak, please? Aku butuh ATMku diblokir dan gantinya secepat mungkin."

Aku berdecak, sudahkah aku mengatakan aku bekerja dimana? Yup, seperti yang dikatakan Jiwon, aku bekerja di sebuah Bank swasta ternama di negara ini dan aku bersyukur bisa menempati posisi yang cukup menjanjikan.

Sebagai Kepala Kantor Cabang. Itu adalah posisi yang tidak mudah untuk kuraih, bukan hanya setahun dua tahun aku habiskan untuk bisa sampai dititik ini. Setelah kuliah aku langsung magang di Bank ini dan bekerja sebagai CSO setelah dua tahun pangkatku naik menjadi Account Officer dan setelah mengabdi selama lima tahun baru akhirnya aku memikiki kualifikasi untuk menjadi kepala cabang, itupun kudapatkan tidak secara gampang. Banyak tes dan prasyarat yang diberikan namun beruntungnya aku melewati semuanya.

Dan inilah pekerjaanku, sama seperti Jiwon. Menyita waktu tapi menyenangkanku, aku bekerja sesuai apa yang kuiginkan jadi sesulit apapun pekerjaan itu tidak akan terasa jika kita lakukan dengan perasaan senang.

"Kamu ke bawah saja, itu urusan CSO Jiwon," ucapku mengingat apa yang diminta oleh adikku adalah tugas costumer service bukan tugasku.

"Tapi kalau melaluimu kan lebih cepat kak," aku menatapnya tajam setelah mengucapkan alasan itu.

"Ikuti prosedurnya Kim Jiwon. Tidak ada perlakuan istimewa sekalipun kamu adikku."

Ia mendengus dan menampilkan wajah kesalnya tapi ia masih cantik. Oh astaga, adikku memang sangat cantik dalam ekspresi apapun. Wajar jika sahabatku berkelahi untuk memperebutkannya.

"Baiklah. Aku tidak akan berbuat curang," ia mendengus dengan lucu membuatku tertawa kecil, "tapi ngomong-ngomong ibu mengatakan kamu sudah punya pacar. Apa itu benar?"

Aku berjengkit saat mendengar pertanyaan Jiwon. Pacar? Darimana ibu menyimpulkan hal sekonyol itu? Aku bahkan tidak sedang dekat dengan wanita manapun saat ini.

Yah, Sooji pengecualian.

"Ibu membual. Jangan mempercayainya."

"Benarkah? Aku percaya jika ibu mungkin sedikit berlebihan karena putranya masih lajang sampai saat ini. Tapi aku tidak yakin jika Sehun juga melebih-lebihkan ceritanya," Jiwon bergumam dengan kalimat yang panjang dan tentu membuatku terkejut.

"Apa yang dikatakan Sehun?" Tanyaku waspada. Aku belum bercerita apapun pada teman-temanku. Lagipula aku hanya menjemput Sooji yah meskipun mulai kemarin aku juga yang mengantarnya ke club tapi tidak mungkin jika Sehun akan mengetahuinya.

Kecuali Sooji yang memberitau dan aku yakin itu tidak mungkin terjadi.

"Dia mengatakan akhir-akhir ini kamu mengantar jemput pegawainya. Dan aku tidak perlu menanyakan jika dia seorang wanita atau bukan kan kak?"

Aku mendengus keras, Sehun pasti mengintip. Ah sialan. Melihat wajah geli Jiwon saat ini membuatku bisa menebak apa saja yang telah di umbar Sehun pada adikku.

"Tujuanmu datang kesini untuk mengganti kartumu atau menginterogasiku?"

"Kak--"

"Turunlah Jiwon. Dilantai satu ada CSO kami yang siap melayanimu." Ucapku menyela. Aku tidak ingin memperpanjang topik pembahasan ini jadi menyuruh Jiwon keluar adalah keputusan yang bijak menurutku.

"Aku pastikan kamu tidak akan berkelit akhir minggu ini," Jiwon beranjak dari kursi dan memberiku tatapan penuh ancaman, aku hanya mengangguk dengan tangan yang kukibaskan untuk mengusirnya.

"Katakan pada Haemi untuk mempercepat prosesku."

Aku menggelengkan kepala, Haemi adalah salah satu CSO disini dan Jiwon tau jika aku akan menyuruh Haemi untuk mengurus masalahnya karena biasanya seperti itu.

Huh, Kim Jiwon memang tau cara memanfaatkan kakaknya yang memiliki posisi berpotensi saat ini. Benar-benar cerdas.

***

Apa yang bisa kukatakan tentang insting pertemanan?

Entah itu adalah sesuatu yang patut kusyukuri atau sesali. Terkadang aku merasa lega memiliki teman sepermainan yang cepat menangkap situasi tapi tidak jarang aku menyesal seperti saat ini contohnya.

Ketika dengan bodohnya aku mau mengikuti Sehun yang tiba-tiba datang ke kantorku siang ini dan berakhir ditengah-tengah orang-orang aneh yang saat ini sedang menatapku.

Aku jengah berada dibawah tatapan penuh selidik mereka selama satu jam terakhir dan semua ini karena ulah Sehun dan mulut bodohnya.

Dasar brengsek.

"Aku harus kembali ke kantor," ucapku dengan cepat ketika hening masih menyelimuti ruangan ini. Sekarang kami sedang berada di salah satu rumah singgah milik Minho, tempat yang akan kami kunjungi jika sedang ingin berkumpul tanpa kebisingan club malam atau untuk membicarakan sesuatu yang lumayan serius.

"Kami tau 'mereka' tidak mengharuskanmu untuk tinggal dalam ruanganmu Myungsoo," Jongin menyahut memberikan delikan tajamnya. Mereka yang dimaksud pria itu adalah pekerjaanku.

"Jadi katakan pada kami brother, kebenaran mengenai kencan bersama si gadis bartender," aku berdecak menatap Minho yang sudah menggerling padaku, kemudian melirik Sehun yang hanya diam.

"Tidak ada kencan. Jangan berlebihan," ucapku meluruskan membuat tiga orang didepanku mendesah kecewa.

"You broke his heart!"

Kali ini suara dari pria berambut tembaga yang kudengar, aku menatap Kangjoon yang sedang merangkul pundak Sehun sembari menatap prihatin pada pria itu.

"Kangjoon aku tidak mematahkan hati siapapun. Mereka tidak sedang berkencan."

"You said there is no date."

Aku memutar mataku kesal, mereka sangat ahli dalam memojokkan orang hingga tidak memiliki pilihan lain selain menyerah.

"Aku belum berkencan dengan Sooji, jika itu yang ingin kalian dengar."

Keempat orang itu sontak menatapku, "apa? Ada yang salah?" Seketika tawa mereka terdengar memenuhi ruangan ini, aku menjadi semakin bingung. Apa aku baru saja mengatakan sesuatu yang lucu?

"Kamu bilang 'belum', apa itu artinya ada harapan?"

Jongin menaik turunkan alisnya dengan tatapan menggoda. Sial! Apa aku baru saja mengatakannya?

Apa aku memang sedang berharap?

"Sialan!" Aku mengumpati mereka lalu beranjak dari sana. Sudah kukatakan jika mereka tidak akan memberi solusi apapun dan berakhir mengolokku, percuma jika aku memberitau apa yang sedang kupikirkan saat ini karena mereka hanya akan menjadikannya lelucon bodoh mereka.

"Hei," aku menoleh dan mendapati Sehun yang menyusulku, ia tersenyum kecil lalu mendengus.

"Tawa mereka benar-benar mengganggu," ucapnya kemudian menghampiriku. Kami duduk berdampingan disalah satu undakan tangga diteras depan.

Aku menatap hamparan lapangan hijau yang membentang luas. Lokasi ini adalah salah satu aset milik keluarga Minho. Sebuah tempat yang bisa disewa jika sedang ingin menyegarkan pikiran. Terdapat jejeran rumah yang mengelilingi lapangan hijau yang luas itu.

Tiba-tiba terdengar helaan nafas panjang disampingku. Aku menoleh pada Sehun yang sedang menatap ke depan dengan pandangan menerawang.

"Do you really love her?" Tanyaku akhirnya. Sebenarnya pertanyaan ini sudah lama ada dikepalaku namun baru bisa mengutarakannya saat ini karena kesempatan yang ada.

"Her? Your sister or that girl?"

Aku bisa melihat tarikan sudut bibir Sehun ketika mengutarakan pertanyaan itu. Kami tidak sedang membicarakan Jiwon jadi mengapa ia melemparkan pertanyaan yang jawabannya sudah pasti.

"Beberapa tahun lalu aku mendengar pertanyaan yang sama darimu, 'Do you love her?', ingat?"

Aku memutar ingatanku saat sedang duduk berdua bersamanya di sebuah pub pinggiran. Menemaninya minum hingga mabuk akibat kemelut yang dialaminya saat itu.

"Remember what i've said that night?"

Aku termenung. Saat itu masalah yang terjadi adalah Jongin yang mengutarakan perasaannya pada Jiwon namun ia ditolak karena wanita itu memilih Sehun. Sedangkan Sehun yang merasa bersalah karena sahabatnya tidak mendapatkan wanita yang ia cintai karenanya memilih menyingkir dan berakhir di pub itu.

Awalnya aku mengira jika Sehun hanya merasa bersalah atas perasaan Jiwon padanya namun aku tau ada hal lain yang telah terjadi. Makadari itu aku menyusul Sehun dan menanyakan hal yang telah kusimpulkan saat itu, mengandalkan insting pertemanan. Apakah ia mencintai adikku atau tidak.

"You said, you do. You do love her." Gumamku menjawab pertanyaannya. Ya, aku ingat dengan sangat jelas jika Sehun mengatakannya secara lantang jika ia juga mencintai Jiwon sebesar wanita itu mencintainya. Sayang, ia tidak mungkin mengungkapkan perasaannya karena ada satu orang yang mungkin akan menderita karena itu. Jadi Sehun lebih memilih memendam perasaannya demi melihat Jongin tetap tertawa.

"Lantas mengapa kamu menanyakan hal ini lagi? I wont change my mind." Sehun menoleh membuatku bisa melihat seserius apa perkataannya saat ini, "Jiwon masih merajai hatiku Myungsoo, jika itu yang kamu khawatirkan."

Aku tidak bisa menahan untuk tidak mendesah lega ketika mendengarnya. Sehun tidak menaruh perasaan pada Sooji, bukankah itu artinya ia tidak harus menahan diri untuk menjaga perasaan siapapun?

"Sooji adalah gadis yang sangat malang ketika pertama kali kutemui," aku menatap Sehun, ia menceritakan tentang pertemuan pertamanya bersama Sooji, "aku bertemu dengannya sekitar empat setengah tahun lalu. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja dijalanan ketika melihat kedua mata yang sangat rapuh itu. Dia butuh perlindungan dan aku memberikannya."

Aku tertegun. Apakah seburuk itu yang dialami olehnya?

Mengapa dunia begitu tidak adil? Diluar sana banyak perempuan-perempuan modis yang menghamburkan uang mereka tanpa memiliki rasa syukur. Dan mengapa bahkan hanya mengulur untuk memberi bantuan mereka enggan?

Mengapa Sooji harus memiliki nasib seperti ini? Gadis sekecil itu--bagaimana ia bisa melewati semua masalahnya?

Tiba-tiba aku teringat akan foto yang berada diatas meja kerjaku, wajah yang membuatku terpesona. Senyum bahagia gadis itu yang membuatku tidak bisa menolak pesonanya. Disana ia terlihat sangat hidup dan bercahaya, tidak seperti sekarang.

"Apa kamu tau jika aku begitu bahagia saat melihatmu bersamanya?"

Aku mengerjap saat mendengar suara Sehun, ia tersenyum seakan memikirkan sesuatu.

"Semenjak bertemu denganmu dia berubah. Dia menjadi lebih hidup dan bersemangat, aku melihat semua perubahannya dan itu berkatmu Myungsoo."

"Aku tidak melakukan apa-apa," elakku. Sooji berubah atas kemauannya sendiri. Bukan karena diriku.

"Yes you are." Sehun tersenyum lebar sebelum merentangkan tangan untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya, "she deserves to be happy after all suffers that she had. And you the only one can make that happen. I trust you."

Aku termenung. Benarkah?

Aku memang setuju jika Sooji layak mendapatkan kebahagiannya namun aku masih ragu jika salah satu kebahagiannya adalah dengan memilikiku.

"Aku tidak tau Sehun."

"Kalau begitu cari tau sampai kamu mengetahuinya."

"Dan jika aku tetap tidak tau?"

"I'll kill you brother. Kurasa Jiwon tidak akan keberatan mengingat kakaknya sangat bodoh!"

Aku tertawa mendengarnya.

Apakah aku benar-benar bodoh?

***

Sooji.

Dia hanya seorang gadis belia yang telah melewati masa-masa suram dan saat ini sedang berjuang untuk mempertahankan hidupnya.

Dan....

Dia adalah seorang gadis yang berhasil merusak kinerja otakku. Entah apa yang telah dilakukannya terhadapku tapi aku tidak menyesalinya, karena ini adalah sesuatu yang menyenangkan.

Setelah lebih dari dua minggu rutin menemaninya, aku sudah tidak membantah lagi apa yang telah disimpulkan oleh ibuku dan membiarkan teman-temanku mengolokku karena perasaanku saat ini.

Aku tidak peduli lagi pada mereka. Terserah apa yang mereka ingin katakan, yang jelas aku tau apa yang kurasakan. Aku tau mengapa selama ini Sooji terlalu mempengaruhiku. Aku tau alasannya.

Dan dengan memegang teguh alasan itu, aku telah berjanji pada diriku sendiri untuk terus melindunginya. Mulai saat ini aku akan menjaga dan menjamin kebahagiannya.

Kenapa? Kenapa aku repot-repot untuk melakukannya?

Bukankah jawabannya telah jelas?

I fall in love with her. Much.

Hanya dengan perasaan itu dan aku yakin setelahnya kehidupanku benar-benar akan berubah. Aku bukan lagi sekedar seorang laki-laki yang mengurus ibu dan adiknya, namun aku juga seorang laki-laki yang akan menjamin kebahagiaan gadis yang dicintainya.

"Myungsoo," lamunanku terhenti saat mendengar sahutannya, apakah aku yang terlalu berlebihan atau memang suaranya terdengar sangat merdu saat memanggil namaku?

"Sudah siap?"

Ia tersenyum dan mengangguk membuatku kembali terpana. Oh ayolah mengapa semenjak menyadari perasaan itu aku menjadi laki-laki yang bodoh dan berlebihan?

Ini hanya Sooji.

Yeah, Sooji yang cantik, suaranya merdu bagaikan nyanyian surga, tatapannya menenangkan bagaikan danau dimalam hari dan langkahnya yang ringan bagaikan--

"Myungsoo!"

Ah sial! Aku sudah gila.

"Maaf."

"Apa yang kamu lamunkan?" Tanyanya membuatku menoleh menatap wajahnya yang terlihat cemas, "apa ada masalah dikantor?"

Aku tersenyum menggelengkan kepala. Apa jadinya jika aku mengatakan hal yang baru saja kupikirkan tentang nanyian surga dan danau? Dia pasti meneriakiku gila.

"Tidak ada. Jadi kita akan makan dimana?"

Kami sudah berada didalam mobil siap untuk berangkat. Yeah, malam ini adalah hari liburnya jadi aku berniat untuk mengajaknya keluar untuk makan dan jalan-jalan karena ia sempat mengatakan tidak pernah keluar selama ini selain ke club. Jadi tercetuslah ide untuk mengajaknya--hmm apa ini bisa dikatakan sebagai kencan?

Ah terserah. Apapun namanya yang penting aku berhasil membawanya keluar.

*

"Ini sangat cantik."

Ya, kamu memang cantik Sooji.

"Aku baru pertama kali kesini," ia langsung menoleh dan memergokiku tengah menatap wajahnya. Ia menyentuh pipinya lalu memberiku pandangan heran.

"Apa ada sesuatu diwajahku? Sejak tadi kamu terus melihatku."

Aku tersenyum mendengar pertanyaannya, dia terdengar begitu khawatir. Oh, sayang aku melihatmu bukan karena sesuatu menempel diwajahmu tapi karena kamu terlihat sangat cantik malam ini.

"Myungsoo?"

"Cantik--"

"Hah?"

Aku mengerjap. Bodoh! Apa yang baru saja kukatakan. Aku menatap Sooji yang masih menautkan kedua alisnya sembari menatapku.

"Mak--maksudku sungainya sangat cantik. Lihatnya, permukaannya terlihat berkilau saat malam," seperti matamu.

Oh astaga Kim Myungsoo. Berhenti mengeluarkan gombalan murahan seperti itu untuk Sooji.

Aku hanya mengutarakan apa yang ada dipikiranku. Apa aku salah?

"Darimana kamu tau jika aku suka melihat pemandangan sungai Han?"

Suara Sooji kembali terdengar dan saat ini aku harus fokus. Aku tidak mungkin membuat Sooji menyangkaku sebagai orang aneh. Yah meskipun aku memang aneh.

"Hanya menebak," jawabku sekenanya. Dia kembali tersenyum dan menatap kearah sungai.

"Terima kasih Myungsoo. Kamu sudah kubuat repot selama ini."

"Aku senang direpotkan olehmu."

Aku tersenyum saat gadis itu langsung menoleh dengan wajah terkejut, aku meraih salah satu tangannya dan menggenggamnya.

"Aku senang melakukan semua ini." Ucapku meyakinkannya.

"Tapi aku bukan siapa-siapa Myungsoo, aku hanya-"

"Hei," aku menggeleng menahannya untuk melanjutkan kalimat tidak berarti itu, "bagiku, kamu akan selalu menjadi seseorang yang penting Sooji. Percayalah."

"Myungsoo--"

Aku menatap matanya yang memancarkan raut tidak percaya disana, aku tersenyum lalu mendekatinya. Menyentuh wajahnya yang halus dan hangat.

"Ini mungkin terlalu cepat untuk kita. Tapi aku telah yakin pada apa yang kurasakan," aku mengucapkannya dengan menatap kedua bola mata gadis itu.

Kupikir ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan semua yang kurasakan terhadapnya saat ini dan aku berharap jika kami memiliki perasaan yang sama.

Sekarang atau tidak sama sekali.

"Aku tidak mampu membohongi diriku karena kenyataannya aku telah jatuh hati tepat ketika melabuhkan tatapanku untuk kedua kalinya padamu."

Aku memejamkan mata sembari menggenggam tangannya erat setelah mengatakannya dan keheningan menyelimuti kami yang mana itu membuatku semakin gusar. Apa Sooji tidak menerima perasaanmu atau ia tidak mengerti apa yang baru saja kukatakan?

Pertanyaan-pertanyaan itu menguap ketika aku mendengar sebuah isakan kecil yang kuyakini berasal dari gadis didepanku. Aku membuka mataku secara perlahan dan yang kulihat pertama kali adalah wajah Sooji yang bersimbah air mata.

Oh?

"Sooji?"

Dia masih terisak berusaha untuk meredam suaranya. Aku meringis lalu memberanikan diri untuk memeluknya, kupikir inilah yang dibutuhkannya saat ini.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu bersedih," aku bergumam pelan mengusap kepalanya, dan yang terjadi selanjutnya dia malah menangis semakin kencang.

Aku panik.

"Sooji, hei--tidak apa-apa. It's okay."

Oke. Mungkin saat ini Sooji shock setelah mendengar pengakuanku dan dia mungkin masih belum menerima perasaanku yang tiba-tiba ini.

Sepertinya aku baru saja ditolak. Tunggu sampai keempat orang bodoh itu tau dan aku akan jadi bahan ejekan mereka.

"Sooji, jangan menangis. Aku minta maaf jika perasaanku terhadapmu membuatmu sedih," aku mencoba untuk mengajaknya bicara lagi, "aku tidak menuntut apa-apa. Aku hanya ingin memberitaumu. Jadi jangan menangis lagi ya?"

Tidak menuntut apa-apa? Jangan membuatku tertawa Kim Myungsoo.

Aku mendesah mendengar batinku berseru. Baiklah aku memang berbohong. Maksudku, siapa yang tidak mengharapkan balasan dari orang yang kamu cintai? Aku hanya manusia biasa yang memiliki harapan tinggi jadi jangan mengira aku benar-benar tidak menuntut apa-apa.

Aku jelas sangat mengharapkan jawabannya tapi itu tidak mungkin kupaksa melihat kondisinya seperti saat ini.

"Ma--af," aku langsung melepas pelukanku saat mendengar suaranya yang parau. Dia menunduk sembari mengusap wajahnya yang basah.

"Aku membasahi kemejamu. Maaf," lirihnya lagi, aku menunduk dan melihat noda basah dibagian dada. Aku menggelengkan kepala mengerti.

"Itu bukan masalah. Jadi apa kamu sudah baik?" Tanyaku dengan hati-hati, aku tentu tidak ingin memicu topik yang membuatnya kembali menangis.

"Aku wanita buruk Myungsoo." Alisku berkerut saat mendengar gumamannya, "aku tidak baik. Pekerjaanku tidak baik." Lanjutnya lagi, dan seketika sebuah pemahaman menghampiriku. Jadi ini alasan dia menangis? Karena merasa tidak pantas untuk kuncintai?

"Kamu seharusnya mencintai wanita yang lebih baik dan terhormat."

Aku menggeleng keras, bukan ini yang kuinginkan. Aku menarik wajahnya agar tidak menunduk dan bisa menatapku.

"Hatiku memilihmu Sooji." Ucapku didepan wajahnya, ia memberiku tatapan penuh luka membuatku ikut merasakan sakitnya.

"Tapi aku tidak pantas."

"Aku yang menentukan siapa yang pantas untukku. Bukan orang lain." Tegasku, dia masih menggelengkan kepalanya. Apa sebenarnya yang ditakutinya? Selama ini kita baik-baik saja.

"Cukup katakan kamu juga memiliki perasaan yang sama. Cukup hanya dengan itu Sooji," ujarku akhirnya. Persetan dengan menahan diri, aku tidak bisa melakukannya jika itu menyangkut gadis ini.

Mau tidak mau aku akan mendengar jawabannya malam ini. Itu adalah keputusanku.

"Myungsoo--"

"Katakan ya atau tidak Sooji," tegurku dengan perasaan kalut. Bagaimana jika dia menolak dan mengatakan tidak? Apa yang harus kulakukan?

"Sooji, kumohon jawab aku,"

Sial! Ini pertama kalinya aku memohon pada seorang perempuan selain ibuku namun aku tidak merasa buruk. Aku tidak menyesal karena Sooji memang layak mendapatkan permohonanku.

"Kumohon," aku menatap pupilnya yang membesar, dia masih menggeleng namun aku bisa menangkap satu binar yang lain dari matanya. Dia menggigit bibirnya yang bergetar membuatku semakin merasa tersiksa menanti jawabannya.

Ya tuhan tolong berikan aku jawaban yang kuinginkan.

"Ya."

Aku melebarkan mata dan lirihan itu terdengar. Bergetar namun nada keyakinan terdengar dari sana.

"Thank you god. I love you." Aku menempelkan kening kami dan mendesah panjang dengan mata terpejam. Semua kekalutan yang kurasakan selama ini menghilang begitu saja, ketakutanku akan penolakan Sooji langsung menguap dan membuat pundakku merasa lebih ringan. Aku benar-benar merasa lega hanya dengan satu kata.

Dan malam ini aku berhasil menyimpan memori tentang wajahnya yang menampilkan semburat merah, mata yang dulunya redup kini bercahaya serta senyuman lebar yang persis seperti anak berusia lima tahun dalam selembar foto usang.

Aku mendapatkan gadis itu. Gadis berusia lima tahun yang membuatku jatuh cinta. Aku mendapatkannya dalam pelukanku saat ini.

Tbc.

Whahahah aneh ya aneh?

Ini akan selesai dengan cepat karena konfliknya gak akan kompleks. 😁😁😁

Thank.xoxo
elship_L
.
.
-21/01/17-

Continue Reading

You'll Also Like

8.1K 1.5K 39
Fan Fiction Jeon Jung Kook x Park Ji Hyo. Jeon Jung Kook, mahasiswa baru di K University. Laki-laki tampan dan digemari banyak perempuan. Selain tamp...
8.6K 1K 44
Perjalanan hidup, terutama tentang cinta dan patah hati, tidak ada yang tahu. Sama halnya dengan gadis dingin yang membekukan hatinya yang berte...
58.8K 3.1K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa๐Ÿ˜ธ (GirlxFuta)๐Ÿ”ž+++
192K 17.6K 30
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...