SAKA - SILVIA : SELALU BERSAM...

By momomalili

1M 124K 7.8K

Forever, we will be Together, just you and me The more I get to know you, the more I really care With all of... More

PROLOG : Incredible Thing
Silvia : Magic, Madness, Heaven, Sin
Saka : Oh My God! Look At That Face!
Silvia : My Next Mistake
Saka : Love's A Game
Silvia : Suit and Tie
Saka : I Can Read You Like A Magazine
Silvia : Ain't It Funny?
Saka : Rumor's Fly
Silvia : I Know You Heard About Me
Saka : Let's Be Friends
Silvia : I'm Dying To See How This One Ends
Saka : Grab My Hand...
SIlvia : I Can Make A Bad Guys Good For A Weekend
Saka : It's Gonna Be Forever
Silvia : It's Gonna Go Down In Flame
Saka : It's Over
Silvia : If The High Was Worth The Pain
Silvia : Young and Reckless
Saka : Nasty Scar
Silvia : Stolen Kisses
Saka : Pretty Lies
Silvia : The Worst is Yet To Come
Saka : Screaming, Crying, Perfect Storm
Silvia : Rose Garden Filled with Thorns
Saka : I Get Drunk on Jealousy
SIlvia : Nightmare Dressed Like a Daydream
Saka : Insane
Silvia : Way Too Far
Numpang Lewat
Saka : It'll Leave You Breathless
Silvia : It's Torture
Numpang Iklan 😄
Saka : Don't Say I Didn't Warn Ya
Epilog : I'll Write Your Name

Saka : Long List of Ex-Lovers

34.6K 4.4K 227
By momomalili

Author's Note :D

Cerita ini masih puaanjjaaaaang... Sampe bingung dewe. Tapi pasti diselesaikan kok, hanya saja yah demikianlah. Sesempatnya update-nya. Jadi ya mohon bersabar. Terima kasiiihhh semwaahhh.... :*

____________________________


Aku terbangun, dengan lengan yang terasa sangat kaku. Wangi bunga yang mirip-mirip melati menyerbu penciumanku. Enak sih, baunya. Ini wangi Laksmi. Aku baru menyadari apa yang membuatku lenganku kebas. Laksmi membaringkan kepalanya di sana. Tertidur dengan pulasnya.

Semalam, setelah Laksmi memelukku begitu erat, dan mengatakan kalau dia merasa sangat terberkati dengan memiliki aku, aku jadi terharu. Seharusnya aku yang bilang begitu! I'm so blessed to have her as my wife. Namun aku hanya terdiam. Sebagai gantinya, aku meminta Laksmi untuk tidur bersamaku. Dia tampak terkejut, tapi mengiyakan tanpa banyak tanya. Walaupun sempat terjadi perselisihan, tidurnya di kamar siapa, di kamar dia atau di kamarku, yang sudah jelas dimenangkan telak olehnya. Tapi aku tetap senang. Entahlah, aku hanya sangat ingin bersamanya. Memeluknya seperti sekarang.

Pelan aku menyingkirkan kepala Laksmi. Sebenarnya aku mau saja begini terus. Persetan dengan lenganku yang kesemutan. Tapi kan udah masuk waktu shubuh. Nanti saja habis sholat diterusin...

"Mmmh..." Laksmi mengerang pelan saat aku memindahkan kepalanya ke bantal.

"Jam berapa, Ka?" tanyanya dengan suara serak karena baru bangun tidur. Muka bantalnya terlihat menggemaskan.

"Morning, sleepy head. Udah jam 5. Shubuh yuk," ujarku. Laksmi menggeliat, lalu berusaha bangun. Aku tertawa, Laksmi terlihat lucu sekali. Buru-buru aku meraih tangannya, dan membantunya duduk.

"Aku berasa kaya' paus terdampar di pantai..." gerutunya.

"Paus yang cantik," ujarku. Laksmi mendelik.

"Jadi menurut kamu aku kaya' paus?" rajuknya manja.

"Yeei, tadi kan kamu sendiri yang bilang, kalau kamu kaya' paus..."

"Yaaa, dihibuuur dooong. Bilang, nggak Sayang, kamu nggak kaya' paus... Kamu kaya' ikan koi..."

Aku tergelak. Laksmi bisa ngelawak juga ternyata.

"Malah ketawa..." omelnya. Aku membantunya bangun dari kasur, dengan tawa yang masih tersisa. Sungguh menyenangkan bangun di pagi hari dengan cara seperti ini.

"Morning kiss for my whale..." Secepat kilat aku mendaratkan kecupan di pipi Laksmi yang langsung merona. Dia menatapku.

"Pipiku masih bau iler, Ka..." ujarnya malu-malu.

"Berati kamu punya iler paling wangi sejagat raya," ujarku sambil nyengir.

"Ck, kamu tuh. Aku kan jadi mupeng pengen nambah..." Laksmi tertawa. Aku mengacak rambutnya, gemas.

"Udah yuk, sholat dulu. Keburu terang," ujarku. Laksmi mengangguk.

"Aku tunggu di musholla ya ..." ujarku sambil keluar dari kamarnya.

Dan pagi yang menakjubkan itu diakhiri dengan sholat bareng, lalu menemani Laksmi senam pagi sambil ngemil pisang goreng panas yang dibuatkan oleh Mbok Siti di samping kolam renang dan menikmati udara pagi yang sejuk menyegarkan.

Menyenangkan kalau ini berlangsung selamanya.

***

"Kamu tuh bego, payah, nyebelin, egois, nggak peka, jahat, eeeng..." Nania kehabisan kata-kata. Aku nyengir.

"Udah ngomelnya? Heran deh, Bima betah banget sama kamu," ujarku. Nania melotot.

"Biar gitu, Bima suami yang seribu kali lebih baik daripada kamu! Bima lebih peduli, lebih sayang, dan lebih jago menyenangkan hati istri!" omel Nania lagi.

"Apa susahnya sih, Ka, nyenengin Silvia dengan bilang kalau kamu juga sayang sama dia. Kalau kamu tuh beruntung banget punya istri yang udah cantik, kaya, nerima kamu apa-adanya. Kurang apa coba, dia?"

Aku terdiam. Karena ucapan Nania sama sekali tidak salah. Laksmi tidak kurang apapun. Aku yang kurang, dan aku sangat menyadari itu.

Sore ini, aku dan Laksmi diajak double date sama Bima dan Nania. Alasan Nania waktu mengajakku adalah agar aku lebih dekat dengan Laksmi. Seharusnya aku tahu itu hanya akal-akalan Nania jadi dia bisa ngomelin aku sepuas hati. Tapi aku pasrah. Aku memang pantas diomeli.

Aku dan Nania sedang duduk di Coffee Bean. Bima sedang membeli Param Kocok karena Nania mengeluh kakinya sakit. Sementara Laksmi pergi ke kamar mandi. Aku sudah akan mengantarnya, tapi Laksmi menolak, membuatku terjebak di sini bersama Nania. Akhirnya aku bercerita soal kejadian semalam. Dan berakhir dengan Nania yang mengomeliku habis-habisan.

"Mbok yaaa sekalian gitu lho. Udah tidur bareng tuh, lo apain kek si Silvia. Kasihan tauk!" dumel Nania.

"Semalam dia bilang, dia nggak papa kok, Nan... Dia ngerti..." Aku membela diri. Nania mendelik.

"Iya, di mulut sih dia ngomongnya gitu! Tapi ini masalah hormon, Saka!"

"Beda kali, Nan. Dia sama kamu," ujarku kalem. Nania makin melotot.

"Pokoknya yah, nanti jangan ngadu sama gue kalau misal Silvia bosen terus lo ditinggalin!"

"Siapa yang ditinggalin?" tiba-tiba Bima muncul.

"Tuh, Saka! Kalau dia nggak sadar-sadar juga, Silvia bakalan ninggalin dia!"

"Ah, Silvia cinta mati sama lo, Ka! Dia pasti ngerti, kok. Walaupun kelihatan manja gitu, sebenernya Silvia itu dewasa banget. Pengalaman hidupnya banyak," ujar Bima sambil menepuk pundakku.

"Dewasa nggak ada kaitannya sama kebelet!" sembur Nania. Aku meringis.

"Sekarang lo tahu kan, Ka, kenapa gue maksa lo untuk ikut jalan sama kita... Nggak sanggup gue ngadepin Nania yang lagi panas karena kurang jatah begini..." keluh Bima. Nania langsung menoyor kepala Bima dengan gemas. Aku tertawa terbahak-bahak.

"Sekarang lo bisa ketawa! Awas aja nanti!" ancam Nania.

"Udah, udah. Ka, mendingan lo janjiin Nania apa kek, gitu. Beliin berlian atau apa. Biar dia nggak sewot. Omongan ibu hamil tuh biasanya manjur," ujar Bima sok tahu.

"Ish! Lo aja beliin sendiri, biar lo nggak diomelin tiap hari!" ujarku. Bima meringis.

"Btw Laksmi lama banget," ujarku lagi sambil melongok melihat sekeliling. Laksmi belum kelihatan.

"Susulin, gih!" perintah Nania.

Aku sudah berdiri dari sofa, siap menjemput Laksmi, saat aku melihat Laksmi muncul di depan pintu café. Tertawa-tawa dan terlihat begitu gembira. Matanya menatap hangat... Ke seorang laki-laki yang berjalan beriringan dengannya. Tiba-tiba jantungku terasa seperti diremas.

"Sama siapa tuh si Silvia? Kaya'nya mukanya familiar," ujar Bima sambil mengernyitkan kening.

"Bim! Lihat aku nemu siapa!" ujar Laksmi riang. Bima langsung tersenyum lebar saat akhirnya ia mengenali laki-laki yang diseret Laksmi mendekati meja kami.

"Astagaa! Kale! Akhirnya kelar juga kuliah lo?" Bima tertawa terbahak-bahak sambil menepuk pundak laki-laki itu keras-keras.

"Sialan! Iya, akhirnya. Buset, nggak lagi-lagi kuliah deh," omelnya sambil tos dengan Bima. Bima tertawa terbahak mendengar omelan Kale. Aku dan Nania menatap laki-laki itu. Aku menatap kesal, entah kenapa, dan Nania menatapnya penasaran.

"Lo kapan pulang? Kok nggak datang ke nikahan Silvia? Padahal bokap lo dateng," ujar Bima.

"Baru seminggu gue di Jakarta, Bim. Pas Silvia nikah gue masih nyiapin publikasi jurnal segala macem," jawab laki-laki itu sambil tersenyum. Bima manggut-manggut. Aku jadi makin bingung. Siapa sebenarnya laki-laki ini? Gimana ceritanya Bima bisa sampai kenal bapaknya segala?

"Hai, aku Nania, istrinya Bima," Nania mengulurkan tangan, yang langsung disambut laki-laki itu (siapa tadi namanya?).

"Kale," ujar laki-laki itu. Ah ya, namanya Kale. Nama yang aneh,batinku sinis.

"Ini suami aku, Le. Kenalin," Laksmi menghampiriku dan meraih lenganku, lalu memeluknya. Aku balas merangkul pinggang Silvia. Posesif.

"Kale," laki-laki itu mengulurkan tangan. Aku menjabat tangannya. Genggamannya mengerat. Ia menatapku penuh penilaian.

"Saka," ujarku, balas menatapnya tajam.

"Kale ini temenku, Ka..." ujar Laksmi sambil tersenyum manis sambil kembali duduk di kursinya, tak menyadari ketegangan di antara kami.

"Temen? Auch, you break my heart," laki-laki itu pura-pura memegang dadanya sambil menatap Laksmi memelas. Laksmi tertawa.

"Habis apa dong? Bodyguard?" Laksmi mengerling manja. Aku menatapnya dengan amat kesal.

"Ya kalau konteks bodyguard-nya kaya Whitney Houston sama Kevin Costner sih gue mau-mau aja," Kale mengedipkan mata. Laksmi terbahak-bahak.

"Heh, heh. Udah ada pawangnya, Le. Lo nggak liat apa Saka udah berasep gitu?" Bima terkekeh sambil melirikku. Nania juga melirikku. Aku balas melotot padanya. Nania nyengir. Sialan!

"Sorry, bro. Suka kebawa becanda. Gue sama Silvia udah kenal sejak masih pakai popok," Kale tersenyum sambil menatapku. Apa? Mereka teman sejak kecil?

"Kale anaknya Om Rustam, Saka. Pengacaranya Om Danar, pengacaranya Papa juga. Mmm... Dokter Haris," Laksmi meringis saat menyebut nama (mantan) ayahnya.

"Kale pengacara juga. Dia yang bantuin waktu aku ngurus pembatalan nikahku sama Mas Bayu," lanjut Laksmi lagi.

Wah. Aku menatap Kale yang sedang menatap Laksmi hangat. Hey, man! It's my wife!

"Duduk Le, ambil kursi gih," ujar Bima. Hadheh, apaan sih Bima ini!

"Nggak deh, Bim. Gue harus balik ke kantor. Lembur gue hari ini. Banyak banget kerjaan gue, mentang-mentang gue baru masuk kerja langsung dikasih kerjaan seabrek sama bokap. Gue kan bukan CEO-CEO macem lo-lo pada yang bisa nyantai-nyantai sore-sore begini," Kale tersenyum.

"Gue mah kacung kampret! Silvia noh, mau nyantai kaya' apa juga bakalan tetep terjamin hidupnya," Bima meledek Laksmi, yang langsung menjulurkan lidahnya ke arah Bima.

"Kapan-kapan kita hang out bareng ya, Le!" ujar Nania yang sedari tadi diam. Kale mengangguk mengiyakan.

"Ajak cewek lo," ujar Bima.

"Cewek yang mana? Masih shock nih gue, patah hati! Pulang kampung langsung disuguhin pemandangan cewek idaman abadi gue perutnya melendung!" Kale tertawa. Laksmi melemparnya dengan tissue sambil tertawa juga.

"Heh! Behave, please! Lagian sapa suruh diundang ke kawinan gue lo nggak datang!" omel Laksmi sambil mendelik pura-pura. Kale terbahak lalu mengacak-acak rambut Laksmi, membuatku mendelik.

"Maap ya, Ka. Gue becanda kok," Kale tersenyum. Tapi senyum itu jelas tidak sampai ke matanya. Matanya menatapku tajam.

"It's okay. Maaf juga udah bikin cewek idaman abadi lo melendung," ujarku kalem sambil membalas tatapan tajamnya. Laksmi mencubit pipiku sambil melotot gemas.

"Saka!" rajuknya. Aku mengelus lengan Laksmi.

"Cabut dulu, ya. Bye," Kale melambaikan tangan kepada kami semua, tapi tatapannya terpaku pada Laksmi yang balas melambaikan tangan sambil tersenyum ceria. Lalu dia berlalu pergi.

"Tadi sempet pangling gue, Kale kelihatan kurus," ujar Bima, lalu dia menatap Laksmi.

"Lo tinggalin sih, Sil," goda Bima sambil mengedipkan mata. Laksmi melotot.

"Apaan sih, Bim! Jangan mulai, deh!" Laksmi menyeruput teh peppermintnya, salah tingkah.

"Story, please..." Nania ikutan menyeruput teh cranberry-nya sambil melirikku. Wajahnya jahil sekali.

"Hmmm... Silvia aja noh, yang cerita," ujar Bima.

"Kok gue? Ya kan tadi udah bilang, dia anaknya Om Rustam," ujar Laksmi.

"Yang nggak dibilang Silvia adalaaah... Kale itu mantannya," Bima tertawa terbahak-bahak. Muka Laksmi memerah.

"Bohong! Jangan percaya, Ka! Bima jangan didengerin," Laksmi langsung meraih lenganku lagi dan memeluknya erat-erat. Tapi terlambat. Aku sudah terlanjur percaya. Meskipun Bima suka bercanda, aku yakin kali ini dia serius.

"Ya kalau mantan emang kenapa? Lo udah kawin ini," ujar Bima cuek. Laksmi cemberut.

"Kok kamu tahu, Babe, kalau Kale mantannya Silvia?" tanya Nania.

"Ya tahu lah. Kale tuh awalnya kuliah S2 di Perancis. Terus, Silvia nyusul kuliah juga di Sorbonne. Karena Silvia baru mulai, dan Kale sebenernya udah kelar, akhirnya Kale ngambil S3, biar bisa nemenin Silvia. Eehhh, ternyata malah ditinggalin sama si Eneng egois ini! Ck ck ck..." Bima menggelengkan kepalanya sambil menatap Laksmi jahil. Laksmi nyengir.

"Aku kan nggak nyuruh dia begitu," Laksmi membela diri.

"Seringnya sih kalau Silvia main ke London, Kale ngintilin. Biasanya kita double date, plus Gerald sebagai obat nyamuk," Bima tertawa. Senyum Laksmi merekah.

"Dan Gerald pasti sebel kalau gue sama Kale," ujar Laksmi.

"Gue sih curiganya, Gerald justru naksir Kale. Jadi dia sebelnya sama lo," Bima terbahak-bahak. Laksmi ikut tertawa. Nania juga. Hanya aku yang tidak.

"Beneran dia mantan kamu, Laksmi?" tanyaku. Laksmi menatapku. Senyumnya memudar.

"Ih! Dibilangin, jangan percaya Bima!" rajuknya.

"Lupa kali dia, Ka, Kale termasuk pacar atau bukan! She's got a looooong list of ex-lovers!" ledek Bima lagi. Laksmi mendelik. Aku terdiam. That's absolutely right. Laksmi pernah bilang dulu.

"Kaya' lo nggak aja! Pacarnya Bima tuh kalau dijejerin nih, Nan, udah sepanjang pagernya Buckingham Palace!" balas Laksmi. Nania tertawa.

"Oh ya? Bener, Babe? Oke, malem ini kamu tidur di luar aja! Di teras!" Nania pura-pura memelototi Bima.

"Kalau gue masuk angin, lo tanggung jawab, kerokin gue!" omel Bima ke Laksmi. Laksmi terkekeh.

Di tengah canda riang penuh cela-celaan antara Bima dan Laksmi, aku hanya termenung. Entah kenapa perasaanku tiba-tiba tidak enak. Dan saat aku tak sengaja menangkap tatapan Nania yang begitu intens padaku, aku menelan ludah. Nania tersenyum puas.

Dan aku sama sekali tidak suka melihatnya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

3K 421 12
Ini bukan cerita... isinya hanya berupa kerandoman sayah, si tukang ngarang amatir yang suka oversharing.
8.5K 1.2K 25
Romansa metropolitan// Langit tidak selalu menampakan cerahnya, terkadang langit memunculkan awan mendung menemani manusia penuh harap. Seperti Langi...
9K 1K 11
Joka Manurung menyukai kestabilan. Deretan mantannya adalah pria-pria yang memiliki title yang sama. Pekerja kantoran dengan karier yang gemilang da...
32.9K 5K 17
Amiya Chairani (24) harus segera move on! Hubungan gelapnya dengan Raditya Putera (28) harus segera berakhir. Ketika Amiya dihadapkan dengan hubungan...