SCARY BLACK PINK

By yoyossi

388K 31.5K 1.3K

[END] Bukan buku bergenre romance remaja kekinian. Hanya sebuah fantasi gue sendiri yang berimajinasi Black... More

PROLOG
#1 Jennie & Jisoo
#2 Lisa & Rose
#3
#4
#5
#6
#7
#8
#9 a
#9 b
#10
#11
Special Chap
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
#34
#35
#36
Epilog
sequel & series
THANK YOU 😭😍🎉
pls vote

#19

4.7K 560 15
By yoyossi

Setelah melihat kepergian Jennie yang tiba-tiba, Hanbin langsung mengikuti gadis itu diam-diam. Selain jago menggoda Jennie dia juga jago menyembunyikan diri dari pandangan Jennie. Nyatanya Jennie tidak mengetahui keberadaan Hanbin yang telah mengikutinya dari ruang bawah tanah toko roti, melihat aksi Jennie melempar kotak coklat, dan melihat Jennie yang mengobati dirinya sendiri.

Hatinya tergerak ingin membantu Jennie mengobati lukanya, namun sikap aneh Jennie setelah melihat detektif di depannya dan chat yang dikirim darinya membuat kakinya gatal ingin membuntuti Jennie.


Hanbin, aku ada urusan mendadak
Jangan hubungi aku sampai besok


Sekarangpun Hanbin masih mengikuti Jennie yang berjalan tanpa arah. Menyusuri jalanan kota yang tak berujung. Namun tiba-tiba Jennie berhenti dan menatap ponselnya. Hanbin langsung bersembunyi dibelakang bak sampah saat Jennie bergerak kebelakang. Pemuda itu melihat kepergian Jennie yang begitu cepat. Dia mengikutinya lagi, sampai di sebuah pabrik yang pernah ia kunjungi saat mengantar Jennie bulan lalu. Mereka masuk kedalam lalu langkah Hanbin terhenti saat Jennie sudah menemui seseorang.

Perlahan Hanbin memposisikan dirinya di belakang semak-semak. Matanya melebar saat mengetahui temannya itu menemui pamannya. Telinganya pun dipasang dengan benar, menguping setiap pembicaraan mereka.

Dia tidak kaget sama sekali dengan pembicaraan mereka mengenai penyamaran Jennie namun saat namanya disebut dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak keluar.

"Aku harap paman merahasiakan semua ini. Terlebih pada keponakan paman, Hanbin"

Perlahan Hanbin melangkahkan kakinya mendekati mereka. Joohyuk yang tahu langsung menggelengkan kepalanya. Pria itu tahu kalau Hanbin pasti mengetahui pembicaraan mereka.

"Jangan_"

Jennie yang hendak memperingati Joohyuk lagi justru tubuhnya diputar oleh Joohyuk. Seketika tubuhnya bergetar melihat sosok di depannya telah menatap dirinya penuh kekhawatiran.

"Kamu tidak perlu menyembunyikannya"

Jennie menoleh ke belakang, berusaha mencari penjelasan ke Joohyuk. Namun pria itu justru memberikan sebuah note lalu pamit pergi.

Aku akan melakukan yang kamu ucakan. Dan selesaikan masalahmu dengan Hanbin sekarang.

Tubuh Jennie perlahan melangkah mundur menjauhi Hanbin. Dia sangat takut mengetahui Hanbin yang sudah tahu penyamarannya. Dia juga merutuki dirinya yang sembrono kali ini.

"Kamu tidak perlu takut"

Jennie tidak sanggup lagi berdiri, kakinya terlalu lemah menopang tubuhnya sekarang. Ingin sekali dia mengulang waktu untuk melihat keadaan sekitar dan memastikan tak ada seorangpun disekitarnya. Tapi semuanya terlambat.

"Aku tahu semuanya, jauh sebelum kamu mengatakannya pada paman tadi"

Kenyataan Hanbin sudah mengetahuinya jauh-jauh hari membuat lidah gadis itu kelu, dadanya juga merasa sesak.

"K-kamu_"

"Kurasa kamu belum pro, aku yang selalu mengikutimu saat beraksi saja kamu tidak menyadarinya" Hanbin berbicara dengan santai, dia tidak mau membuat suasana semakin mencekam.

Hanbin menggigit bibir bawahnya.

"Maaf jika aku mengganggumu, sebenarnya aku masih ingin diam sampai kamu mengatakannya langsung padaku. Tapi, saat kamu menyebut namaku tadi, kurasa memang sudah saatnya aku muncul"

Hanbin menggenggam kedua tangan Jennie. Jennie sempat memberontak, namun tenaga Hanbin lebih besar darinya. Ini baru pertama kalinya Jennie merasa lemah.

"Kurasa Jennie yang tangguh, Jennie yang tidak punya ampun pada setiap tawanannya, Jennie yang selalu membuat tawanannya tidak berani menatapnya, sekarang tidak perlu lagi ditampakkan. Sudah cukup gayamu yang sok kuat, sok melindungi temanmu kalau dirimu sendiri saja tak ada yang melindungi"

Air mata sudah membendung di pelupuk mata Jennie, dia menahannya agar tidak pecah.

"Selama ini kamu sudah menderita, bahkan kamu tidak berani mengeluarkan air matamu. Menangislah, seorang manusia juga menangis"

Hanbin menggiring tubuh Jennie ke pelukannya, memberikan kehangatan dan rasa aman disana. Dia tidak ingin Jennie terus melakukan hal yang membahayakan nyawanya sendiri.

Akhirnya air mata mengalir turun ke pipinya.

"Aku tahu keberanianku tidak sebanding dengan keberanianmu, tidak banyak yang bisa aku lakukan untuk melindungimu dari bahaya diluar sana selain mengawasi dari jauh dan memastikan kamu selamat sampai di rumah"

Mendengar ucapan Hanbin membuat Jennie semakin mengeluarkan airmatanya, bahkan seragam Hanbin sudah basah karena air matanya.

"Aku tak pernah ingin menghentikanmu, karena aku selalu menyukai saat kamu terbang tinggi dari atap ke atap, atau tatapan matamu yang sangat membunuh. Dan aku juga tidak bisa mengerti kenapa aku sangat mengagumi aksimu saat tangab mungilmu itu menghasilkan lebam disetiap wajah tawananmu"

Hanbin mengelus rambut Jennie dengan lembut. Menyalurkan kasih sayangnya pada temannya itu.

"Terkadang aku takut saat kamu menyentuh Hanbyul, tapi aku lebih takut lagi saat topeng sudah menutupi wajahmu. Akankah aku melihat wajah itu lagi?"

Jennie semakin terisak, tangannya mencengkeram kuat baju Hanbin.

"Aku senang bisa melihatmu menangis seperti bayi"

Hanbin terkekeh lalu semakin mengeratkan pelukannya, dia tak ingin melepaskan Jennie.

-oOo-

Jisoo turun dari motor Yunhyeong, dia memberikan helmnya.

"Kamu tunggu disini" cegat Jisoo saat Yunhyeong beranjak dari motor.

Jisoo tahu kalau Yunhyeong tidak akan membiarkan dirinya memasuki rumah di depan mereka sendirian. Dengan cepat Jisoo menuju lockdoor lalu memencet password dengan buru-buru. Dia sedikit kaget karena password gerbang tak pernah diganti sejak dia pergi. Masih menggunakan hari ulangtahun ibunya.

Tanpa ragu Jisoo melangkah memasuki rumah itu. Lengang, tak ada seorangpun yang terlihat di dalam ruangan yang baru ia singgahi. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan yang sering digunakan untuk menerima tamu. Perabot dan aksesoris ruangan tak banyak berbeda di sana, bahkan figura besar yang menontonkan dirinya yang berada di gendongan ibu dan ayahnya masih tertempel manis di dinding.

Meski memori mengerikan tentang ibunya dan dirinya yang disiksa disana terputar kembali, Jisoo menguatkan dirinya untuk melenyapkan ingatan itu.

Greb

Tubuh Jisoo sudah berada di rengkuhan pria paruh baya yang bertahun-tahun tak pernah ia panggil sebagai Ayahnya.

Jisoo tidak tinggal diam, dia membalas pelukan ayahnya dengan erat. Air mata mengalir membasahi pipi dan kemeja ayahnya.

"Maaf. Maafkan Jisoo, ayah"

"Tidak. Ayah yang seharusnya meminta maaf. Ayah tak bisa melindungimu, ayah justru menyakitimu"

Jisoo yang tak ingin memperpanjang sesi saling menyalahkan diri sendiri langsung melepas rengkuhannya di dada ayahnya. Dia juga mengusap air matanya yang membasahi pipinya.

"Lupakan ayah, aku sudah memaafkan ayah"

Seketika hening.

"Bagaimana kabarmu?" Pertanyaan basi keluar dari mulut CEO Kim untuk menetralisir suasana.

Jisoo mengadahkan tangannya ke samping sambil mengangkat bahunya. "Seperti yang ayah lihat, aku masih bernafas di depan ayah"

Gemas mendengar balasan Jisoo, CEO Kim mencubit pelan hidung gadis yang berstatus anaknya itu.

"Bagaimana kalau kita saling menceritakan kehidupan kita saat berpisah? Aku ingin mendengar cerita anakku"

"Ayah dulu, kenapa ayah menikahi keponakan ibu?"

CEO Kim sedikit bergeming.

"Itu karena penyakitku" CEO Kim menunduk lesu.

"Apa sangat parah? Sudah sembuhkah?" Tampak kekhawatiran di wajah Jisoo.

"Baru saja sembuh"

Jisoo susah payah mencerna ucapan ayahnya.

"Hanya depresi karena berpisah denganmu. Saran yang diberikan psikiater tak ada yang berhasil, justru semakin memperparah. Yang paling buruk saat dokter menyarankanku menikah lagi dan membuat keluarga baru. Begitulah aku bisa menikahinya. Saat itu kamu semakin membenciku, aku tidak tahu harus bagaimana lagi dokter juga sudah menyerah. Hingga saran terakhir yang dokter itu berikan"

Jisoo mendengarnya dengan seksama, seolah setiap ucapan ayahnya adalah materi yang akan diujikan di ulangan besok.

Dirasa ceritanya tidak dilanjutkan akhirnya Jisoo bertanya. "Apa sarannya?"

"Stalker"

"Aku membuntutimu, mengawasimu dari jauh. Bahkan harus berpura-pura sebagai pelanggan buta yang sedang sekarat hanya untuk mencicipi hasil masakanmu"

Jisoo menerawang, otaknya berputar mencari ingatan tentang setiap pelanggan di restoran.

"Ne? Kakek tua bertompel itu? Jadi dia ayah?"

CEO Kim mengangguk. Jisoo mengerjapkan matanya, mulutnya juga terbuka lebar tak percaya. Sampai Jisoo mengulang kembali ucapan ayahnya dan berhenti di kata 'mengawasi'.

"Ayah"

"Hm"

"Ayah pasti tahu siapa aku kan?"

CEO Kim mengernyitkan dahinya, dia juga terkekeh. "Apa maksudmu? Tentu saja kamu anak ayah"

"Bukan, bukan itu"

"Lalu?"

"Malam itu, ayah tahu siapa aku kan?"

CEO Kim menunduk, ingatannya kembali di malam dia diserang oleh tiga orang bertopeng disusul seorang lagi. CEO Kim menelan salivanya sendiri. Bertahun-tahun mengawasi Jisoo membuatnya mengenali sosok Jisoo. Semua aktifitas dan kebiasaannya, bahkan CEO Kim hapal ciri-ciri tubuh Jisoo. Hanya dengan melihat mata indah turunan sang ibu dibalik topeng pink dan bibir mungil yang bebas dari penutup, dia langsung mengenali sosok anaknya itu.

"Melihat reaksi ayah yang diam, bisa kutebak kalau ayah pasti sudah tahu. Maaf ayah"

Jisoo menunduk.

"Maaf jika aku sudah menjadi seorang yang buruk, pembunuh. Aku tidak bisa menjadi anak yang membanggakan ayah"

CEO Kim menggeleng, dia menangkup pipi anaknya.

"Tidak, kamu tidak mengecewakan ayah. Kamu hanya tidak tahu melakukan apa. Dan sekaranglah waktunya"

Tangan CEO Kim turun ke tangan Jisoo.

"Tolong cari Yang sajang"

Mata Jisoo membulat sempurna. Bagaimana bisa mereka saling mencari orang yang sama.

"Untuk apa?"

"Tentu saja untuk membalaskan dendamku. Dia yang membuat nyawaku hampir celaka dan tidak bisa melihat perkembangan anakku lagi"

Jisoo hanya terdiam.

"Sebenarnya aku juga ingin meminta bantuan ayah. Mencari Papa, Yang sajang"

"Apa? Kenapa?"

"Aku tidak bisa menjelaskannya secara rinci. Tapi itu misiku kali ini"

"Ah, aku ingat sekarang. Black Pink sang pemberantas kejahatan itu kan? Aku tahu pria busuk itu memang harus segera dimusnahkan"

"Ayah, aku tidak punya banyak waktu. Beritahu aku dimana saja ayah bertemu dengan Papa"

"Kami hanya bertemu di ruang kerja ayah di kantor. Tapi ada satu tempat yang sedang dia cari saat itu"

"Dimana?" tanyanya penuh semangat.

"Aku akan memberitahumu asalkan kamu berhenti memanggilnya Papa. Aku yang Ayahmu"

Jisoo menyenggol pinggang ayahnya.

"Idih, udah tua masih aja cemburu"



••••


Gue ganti jadwal update epep ini

Tenang aja enggak slow update kok

Karna gue bakal sibuk bulan depan,

So,








Gue mau ngebut

Continue Reading

You'll Also Like

122K 8.8K 56
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
85.7K 16.7K 181
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
612K 61.1K 48
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...
432K 34.6K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"