Loslaten

By longwinterr

214K 21K 1.4K

Rajendra tidak pernah tahu rasanya ditolak. Seumur hidupnya dia selalu diterima. Sampai suatu ketika dia mera... More

1. Perempuan Tanpa Nama
2. Target Baru
3. Penolakan
4. Perempuan Bernama Malya
5. Rumah
6. Tragedi Flat White
7. Takdir?
9. Alasan
10. Lebih Dekat
11. Mengunci Ingatan
12. Cemburu?
13. Kepercayaan
14. Sakit
15. Tentang Luka
16. Kali Pertama (1)
18. Keluarga

8. Satu Rahasia

10.8K 1.2K 88
By longwinterr

Ada aroma kenangan yang pekat setelah hujan menyapa permukaan tanah. Selalu terselip rasa sendu dan rindu yang jatuh beriringan dengan tiap tetes airnya. Malya yakin, hujan lebat sore ini adalah akumulasi dari setiap rindu yang tanpa sadar dilafalkan di setiap doa manusia, termasuk dirinya. Doa-doa yang bahkan dia tidak yakin apakah benar-benar sampai ke tujuan. Tetapi, dengan adanya jutaan atau bahkan miliaran tetes air hujan, perempuan itu percaya bahwa dia bukanlah satu-satunya orang yang berdoa untuk orang lain.

Perempuan itu mengulurkan tangannya, membiarkan sisa-sisa air hujan membasahi telapak tangan Malya. Udara dingin di desa Pangauban yang bercampur dengan angin selepas hujan tidak lagi membuatnya menggigil. Sebab, ada hal lain yang mendatangkan gemetar yang lebih hebat, yaitu kecelakan mobil setengah tahun lalu.

Di sela-sela pejaman matanya, Malya bisa merasakan tubuhnya menggigil tanpa sebab. Fragmen-fragmen kejadian itu menyesaki ingatannya, membuat napasnya tersekat. Lekas perempuan itu menarik tangannya dan berbalik, berencana untuk masuk ke dalam rumah Pak Rama.

"Kamu baik-baik saja?"

Malya mentap Rajendra tepat ke manik mata dan membungkamnya. Lelaki itu tertegun, dia bisa melihat sisi lain Malya yang baru dilihatnya sore ini. Tatapan penuh luka dan kehilangan, berbeda 180 derajat dengan sosok yang ditemuinya pagi tadi. Namun, itu terjadi hanya sepersekian detik, pada detik selanjutnya pandangan itu berubah menjadi lebih tenang dan dingin.

"Sejak kapan kamu di sana?" Malya bertanya, ada nada curiga didalamnya.

Rajendra sadar bahwa perempuan itu telah kembali memasang tembok tak kasat mata di antara mereka. Lelaki itu berdecak, merasa kesal dengan pertanyaannya yang diabaikan Malya.

"Kamu itu hobi banget jawab pertanyaan saya sama pertanyaan lagi. Saya baru aja ada di sini. Pak Rama minta saya manggil kamu."

Tanpa menunggu respon, Rajendra berbalik dan berlalu dengan langkah lebar, meninggalkan Malya yang masih bergeming. Perempuan itu memejamkan mata. Ini salah. Rajendra adalah sebuah kesalahan yang hadir dihidupnya.

Selain sama-sama menyukai kopi, Rajendra dan lelaki itu memiliki kemiripan lain. Perasaan itu, rasa nyaman yang tanpa sadar tersisip pada saat jabat tangan mereka, adalah hal lain yang membuat Malya resah sesorean ini.

Dengan langkah segan, Malya berjalan menuju ruang makan. Di ambang pintu, perempuan itu berhenti. Indra penciumannya dikacaukan oleh aroma kopi yang kental. Di depan Malya, dua lelaki berbeda generasi sedang asik bercengkrama tanpa sadar ada orang lain di sekitarnya. Tubuh Rajendra membelakangi Malya, tangan lelaki itu menggenggam gelas kopi, dan tepat di hadapannya Pak Rama sedang bercerita sambil sesekali menyesap gelas kopi yang hampir kosong. Samar-samar Malya bisa mendengar percakapan kedua orang tersebut.

"Harga biji kopi memang sedang naik, Dra. Tapi kamu tahu sendiri, kan, musim hujan sama kemarau sekarang ini nggak jelas. Imbasnya ya ke bunga kopi yang gagal jadi buah."

Rajendra mengaguk-anggukan kepalanya, Rambut ikal lelaki itu terlihat basah. "Tapi harga jual ke kami tetap ada diskon, kan, Pak?"

"Buat kamu sama Fatir mah, Bapak kasih harga murah terus, atuh."

Setelah mendengar jawaban Rama, bahu cegak Rajendra bergetar karena tawa. Sampai akhirnya Pak Rama menyadari kehadiran Malya, tangan lelaki paruh baya itu melambai.

"Loh, Neng, kenapa berdiri di depan pintu? sini duduk, Ibu lagi nyiapin makanan di dapur. Kita makan bareng."

"Iya... Pak." Malya bersyukur bukan Rajendra yang menangkap basah dirinya sedang memandang intens lelaki itu.

"Neng, mau kopi?"

Belum sempat Malya membuka mulutnya, Rajendra sudah mendahuluinya.

"Malya nggak minum kopi, Pak," tukas Rajendra.

"Masa sih, Neng?"

"Iya, Pak, saya tidak minum kopi." Malya berkata dengan rikuh. Matanya menangkap Rajendra yang tengah menyesap kopi tanpa peduli dengan Malya yang salah tingkah. Malya tahu, kata-kata Rajendra tadi benar benar tulus tanpa ada niat mengejek.

"Ya sudah minum teh aja ya, biar Bapak bilangin ke Ibu." Rama mendorong kursinya, hendak berjalan ke dapur.

"Saya juga tidak minum teh , Pak. Air putih aja."

Saat itulah Rajendra menengadah dan menatap Malya dengan air muka heran. Sebelah alisnya terangkat.

"Ya sudah kalau begitu, biar Bapak ambilin kamu air putih." Rama tidak bisa menyembunyikan nada jenaka dari suaranya. Pria paruh baya itu tersenyum hangat dan meninggalkan Rajendra serta Malya di meja makan.

Kedua siku Rajendra bertumpu pada meja. Matanya lekat memerhatikan Malya yang sibuk memandangi layar kameranya.

"Jika alasan kamu tidak minum kopi karena pahit, lalu, apa alasan kamu menolak teh?"

Malya mengangkat pandangannya ke arah Rajendra. "Karena saya tidak bisa memilih satu di antara dua itu."

Rajendra menggeleng kecil sembari mendengus. "Kamu aneh, Malya."

Perempuan itu hanya menagangkat bahu tak acuh. "Saya belum terima nomor rekening kamu, mana?"

"Aah, iya, saya lupa kirim pesan ke kamu. Tunggu." Rajendra merogoh kantung celana khakinya, mengeluarkan ponsel lalu mengetikan sesuatu. "Cek ponsel kamu."

Kening Malya berkerut dalam saat membaca pesan yang dikirimkan Rajendra.

"Maksud kamu apa sih?" tanya Malya geram.

"Sederhana, Malya, iya atau tidak?"

"Tidak!"

"Ok, tidak ada nomor rekening kalau begitu." Rajendra meraih gelas berisi kopi java preanger dan menyesapnya sampai tandas. Malya baru akan membuka suara ketika Pak Rama dan istrinya datang membawa hidangan sore mereka.

"Ayo kita makan," ujar Pak Rama.

Malya menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, perempuan itu lalu memberikan tatapan tajam kepada Rajendra yang berpura-pura sibuk menyantap makanannya. Malya masih jengkel setengah mati setelah membaca pesan Rajendra.

Cowok otoriter!

Rajendra : Pak Rama bilang, kamu datang ke sini naik angkutan umum. Pulang dengan saya kalau kamu mau tahu nomor rekeningnya.

"Neng, kenapa diem aja atuh, mau ikan bawal gorengnya?" tanya Aisyah, menyudahi rasa kesal Malya terhadap Rajendra.

***

"Tolong...tepikan mobilnya sebentar," lirih Malya. Keringat dingin mengalir deras di pelipis dan punggungnya. Napasnya tersendat-sendat, Malya menyatukan kedua telapak tangannya yang bergetar sejak dia duduk di kursi penumpang.

Rajendra memalingkan pandangannya dari jalan raya dan menatap Malya sekilas, ketika melihat kondisi perempuan itu, tanpa banyak tanya dia meminggirkan mobilnya.

"Kamu sakit? Muka kamu pucat, Malya," ujar Rajendra khawatir.

"Sa...saya mau turun." Malya berusaha membuka seat belt, namun gagal karena gerakan tangan perempuan itu terlalu lemah. Dengan gerakan cepat Rajendra meraih seat belt dan melepaskannya dari tubuh Malya. Dari jarak sedekat ini Rajendra bisa melihat wajah Malya yang pucat pasi, napas perempuan itu terdengar memburu. Setelah melepas seat belt nya sendiri, Rajendra memutari pajero sport miliknya dan menghampiri Malya yang tengah berjongkok dengan wajah tertunduk. Bahu perempuan itu bergetar dan kedua tangan yang memeluk lutut.

Rajendra merasakan ada bongkahan es membentur kepalanya. Seketika, sekujur tubuhnya menjadi dingin melihat kondisi Malya. Ada rasa khawatir dan iba yang bercampur menjadi satu. Lelaki itu ikut berjongkok dan menyentuh bahu Malya.

"Hei, lihat saya."

Malya bergeming, wajahnya masih tertunduk dalam tanpa suara.

"Malya lihat saya." Kali ini Rajendra menaikan nada suaranya. Karena tidak ada respon, Rajendra meraih dagu Malya, membuat perempuan itu mau tidak mau menengadah.

Rajendra duga dia akan melihat air mata di wajah Malya, tetapi yang didapatinya malah pandangan kosong di mata perempuan itu. Seolah darah surut dari wajah Malya. Perempuan itu seperti mayat hidup. Namun, Rajendra bisa merasakan tubuh Malya bergetar. Keningnya penuh dengan keringat.

"Malya, kamu kenapa?" Rajendra bertanya hati-hati.

"Aku bukan pembunuh," ucapnya datar, kepalanya menggeleng pelan. "Aku bukan pembunuh," racaunya sekali lagi, terdengar sangat lirih dan jauh sekali.

Kedua alis Rajendra bertaut. Rasa khawatir tidak bisa disembunyikan lelaki itu. Malya berkata sesuatu yang tidak dimengerti oleh Rajendra. Satu hal yang Rajendra sadari adalah, Malya tidak benar-benar berada di sini. Tubuhnya memang berada tepat di hadapan Rajendra, tetapi tidak dengan jiwa dan pikiran perempuan itu. Tidak ada binar di wajah Malya. Hanya tatapan mata kosong yang entah terarah ke mana. Kedua tangan Rajendra menangkup wajah Malya, menepuk pipinya sesekali.

"Malya, dengarkan saya, apa pun yang kamu katakan tadi itu tidak benar. Ok? Semuanya akan baik-baik saja."

"Kamu dengar saya?" Kali ini Rajendra mengguncang bahu Malya cukup kencang.

Detik selanjutnya terasa lambat untuk mereka berdua. Malya mengerjap, seolah baru sadar dari tidur panjangnya. Darah seolah-olah baru kembali mengalir ditubuhnya, wajah perempuan itu tidak sepucat tadi. Tanpa peringatan, isakkan kecil lolos dari bibirnya yang pucat, bahunya berguncang pelan.

"Saya tidak membunuh mereka. Bukan, saya...saya bukan pembunuh," ucapnya di sela-sela tangis, nada suaranya terdengar pilu. Kedua tangannya menutup telinga, terlihat sangat putus asa. Rajendra bisa merasakan kesedihan melingkupi perempuan itu. Bagaimana rasa bersalah dan duka bergumul menjadi satu dan menekan perempuan itu hingga jurang terdalam. Malya kehilangan jati dirinya.

Menit selanjutnya, tanpa dikomando Rajendra meraih tubuh Malya dan membiarkan perempuan itu menangis dalam dekapannya. Mereka bahkan belum menempuh setengah perjalanan. Hari sudah mulai gelap, warna langit yang berwarna keemasan mulai berganti menjadi hitam kelabu.

"Saya di sini, Malya," bisik Rajendra seraya mengusap lembut punggung perempuan yang tengah tenggelam dengan masa lalunya.

***
Catatan nggak penting :

Saya berhasil update dua kali dalam satu minggu. Ini prestasi terbesar saya setelah mandi dua kali dalam sehari nih. 😂 *abaikan

Jadi bagaimana part ini, feel nya berasa nggak sih? Maafkan ya kalau fail.

terima kasih buat kalian yang sudah baca.

Selamat bermalam jumat, gaes.

Salam,

Sarah.

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
17M 754K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
6.5M 336K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
2.5M 37.7K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...