Dunia Kepenulisan II [TAMAT]

By Ariestanabirah

3.7K 421 91

Sinopsis : Seorang editor, Dilly Prawira tiba-tiba muncul dan memaksa calon penulis novel misteri, Srayli... More

Kata Penulis
Chapter I.A
Chapter I.B
Chapter II.A
Chapter II.B
Chapter III.A
Chapter III.B
Chapter IV.A
Chapter IV.B
Chapter V.A
Chapter V.B
Chapter VI.A
Chapter VI.B
Chapter VII.A
Chapter VII.B
Chapter VIII.A
Chapter VIII.B
Chapter IX.A
Chapter IX.B
Chapter X.A
Chapter X.B
Chapter XI.A
Chapter Final A
Chapter Final B
Chapter Khusus

Chapter XI.B

137 17 11
By Ariestanabirah

-Dilly Prawira-

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Ungkapan lama itu mencuat begitu saja tatkala melihat Erika menangis histeris, berteriak kalau putusan pengadilan terkait penjiplakan karya berakhir dengan bersalahnya Regie. Selain dihukum penjara, Regie dan penerbit diwajibkan membayar denda, ganti rugi terhadap korban plagiat. Beberapa kritikus sastra dan akademisi meninjau karya Regie dan karya yang diduga diplagiat, dan mereka menemukan bukti-bukti plagiat. Hakim memutuskan kasus ini berdasarkan temuan ahli sastra.

Aku dan rekan di penerbit X mendadak menyandang status 'penggangguran'. Surat pemberhentian baru saja dialamatkan oleh Anis yang kini resmi menjadi mantan sekretaris redaksi. Wajah cerianya mendekati Valak di The Conjuring 2. Seram.

Semua hening. Sibuk dengan pertanyaan mau ke mana setelah ini?. Mau makan apa bulan depan? Terutama yang memiliki tanggungan.

Meski sudah diwanti sejak bulan lalu mengenai kondisi terburuk yang bisa terjadi, kurasa tak secepat itu mendapatkan pekerjaan pengganti di negara yang melahirkan ribuan pencari kerja tiap kelulusan di institusi pendidikan.

Tak ada yang mengkhawatirkan penerbit X. Penerbit X sudah hancur. Meski karya Tery masih bisa mengisi pundi, tapi tidak cukup untuk menyeimbangkan neraca.

"Terima kasih atas kerja keras kalian selama di penerbit X." Erika membungkukkan tubuh, menahan derai air mata melihat hasil usahanya hancur. Kakak perempuanku satu-satunya itu melenggang, sepatu hak tingginya memecahkan kesunyian dan membuat kami tersadar bahwa waktu kebersamaan kami terputus sejak detik ini. Aku menoleh ke Cherry, menyampaikan terima kasih. Dia pun begitu, sembari tertawa dia bersyukur karena sudah ada pria yang akan menikahinya sehingga -setidaknya- kehidupannya cukup terjamin, beban dititipkan pada calon suami. "Meski begitu, aku pasti merindukan hari-hari sebagai editor, bau buku baru, acara kepenulisan, penulis-penulis yang aneh dan ajaib, tumpukan naskah... ah, ternyata aku memang mencintai tempat ini."

"Kurasa Erika tidak akan menyerah begitu saja, dia ambisius. Aku yakin penerbit X akan bangkit lagi." Aku merapikan barang-barangku ke dalam kardus, sesekali melirik ke arah kubikel asisten editor yang tak bernyawa, tak jauh dari kubikelku.

"Ya, nona Erika pasti membangun kerajaannya kembali." Cherry mengotak-atik ponselnya, mengalihkan pembicaraan ke ranah sayembara novel yang diadakan dewan sastra. "Dilly, naskah 6th Person... orang ke-enam punyamu, sudah selesai? Sayembara dewan sastra yang bergengsi ini cocok untuk naskah misterimu. Ya, kau harus manfaatkan waktu libur untuk karir sebagai penulis novel. Ehm, kau belum dapat tawaran kerja, kan?"

Aku tertegun, teringat seseorang yang menyampaikan hal senada. Oh benar, gadis yang membawa pergi hatiku itu pernah mengatakannya!

"Sebenarnya aku tidak pernah menyelesaikan naskah novel, aku tak percaya diri untuk ikut sayembara yang jurinya para ahli sastra. Tapi, untuk menjajal diri dan mengisi waktu, kurasa ide itu tak buruk. Ah, kau juga! Katamu ingin belajar sastra lebih dalam, kan? Bagaimana kalau mulai merancang untuk lanjut kuliah? Kejar beasiswa?"

Cherry membuka mulut, memukul angin. "Wow! Saranmu boleh juga! Jadi, waktu libur ini harus kumanfaatkan untuk belajar sastra lebih baik. Good job, Dilly." Gadis berambut pendek itu menatapku sekilas sebelum menyunggingkan senyum yang mencurigakan. Tepat seperti dugaanku, Cherry menodong bagaimana kabar hubunganku dan Sraylira semenjak gadis itu di luar negeri. Calon istri seseorang itu bahkan menyita ponselku -yang kuletakkan di meja- dan mengancam akan menelepon Sraylira apabila aku mendekat.

Brengsek!

Gadis itu tampak fokus pada layar ponsel, tangannya bermain-main diikuti kernyitan di dahi. Dia menghela napas, melempar ponselku seenak jidat -untung bisa aku tangkap. "Apa-apaan kalian berdua? Nggak ada perkembangan sama sekali? Di Jepang? Oh, Tuhan! Chat kalian sebatas selamat ulang tahun - selamat hari raya - dan beberapa hal formal lainnya. Terakhir chat... tiga bulan lalu?! Kau ini niat nggak sih mengejar Sraylira?"

Dia bawel, seperti Erika. Aku curiga... jangan-jangan aku punya dua kakak perempuan? Cherry memang memperlakukanku seperti adik kecil, well... usia kami terpaut lima tahun.

"Aku percaya kalau dua orang yang saling menyukai ditakdirkan bersama, maka mereka akan bertemu lagi." Kujawab setenang mungkin meski dalam hati aku skeptis. Terkadang aku memandangi nama Sraylira di ponsel, otakku berpikir untuk menelepon atau mengirim pesan tetapi logikaku memuntahkan pernyataan kalau ke-GR-anku tentang perasaan Sraylira hanyalah GR semata. Buktinya, tiga bulan semenjak terakhir bertukar kabar, dia tidak menghubungiku. Ketakutan - keraguan - atau tak tahu harus apa menggerogoti diri dan akhirnya aku tak melakukan apa pun. Satu hal yang aku sadari, tidak bertemu - tidak bertukar pesan ternyata tidak menghilangkan perasaanku padanya. Move on tidak semudah itu.

Cherry menggelengkan kepala, dia pasti ingin bilang kalau aku bodoh sekali memercayai 'pertemuan kembali' dan 'takdir'. Mungkin, aku sedang menguji seberapa dalam aku menyukai seorang wanita.

"Dilly, aku salut pada prinsipmu tentang takdir dan pertemuan kembali. Namun, wanita butuh kepastian. Kau sudah menyatakan perasaan?" Pertanyaan Cherry menyentak.

"Kurasa dia juga sepertimu, percaya pada takdir dan pertemuan kembali. Saranku, jujurlah dan mintalah ia menunggu sampai kau sanggup menjemputnya ke masa depan. Mungkin, dia juga menanti pergerakanmu, mengawasi perasaan selama kalian berpisah dan tanpa komunikasi."

Cherry menepuk pundakku, berbisik semoga aku berhasil.

****

Menyatakan cinta tak semudah menyelesaikan naskah. Aku yang skeptis dalam menyelesaikan naskah ternyata bisa melakukannya tapi urusanku dan Sraylira tidak ada kemajuan. Aku dan dia tidak ada yang memulai percakapan, bahkan di media sosial pun begitu. Sesekali aku memberi jempol atau suka pada status dan fotonya, tetapi dia tidak seperti itu padaku. Aku bertanya-tanya, apa di tempat yang berjarak ribuan mil itu dia menemukan seseorang yang ia sukai? Bagaimana kalau mereka memutuskan menikah setelah pulang ke tanah air? Bagaimana kalau ia menetap di sana? Spekulasi membuatku tak tenang dan cara melarikan diri dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah fokus bekerja pada naskah.

Oh ya, saat ini aku bekerja paruh waktu sebagai ojek online, sementara Erika menerima tawaran menjadi desainer di perusahaan kenalannya. Pak Yoe dan Joe sibuk mengurus perternakan dan Cherry... dia sudah melangsungkan pernikahan dan mendaftar sebagai mahasiswi pascasarjana. Beberapa penulis masih mengontak dan menawarkan naskah, bahkan Tery menyarankan agar penerbit X membangun sebuah penerbit online, menerbitkan naskah via online - digital seperti playstore. Para pembaca pun tetap membanjiri laman sosial penerbit X, suatu tanda bahwa penerbit X diterima di masyarakat. Tapi, Erika masih di tahap menenangkan diri dari kegagalan, dia belum mau memikirkan penerbit X -kedua.

Kemudian, tahun berganti.

Aku menghadiri malam penghargaan sayembara novel dewan sastra di sebuah balai besar. Semua penulis yang mengirimkan karya diundang ke acara tersebut. Aku bertemu Tery yang ternyata menjadi salah satu juri. Selain itu, nama-nama besar di dunia sastra dan kepenulisan memenuhi deret kursi. Ini surga sastra, salah satu sudut di hatiku berharap Sraylira bisa hadir di sini, setidaknya sebagai penulis yang nekat mencemplungkan diri ke sarang sastrawan dan kritikus sastra (juri).

Pembawa acara membimbing, hingga pada acara puncak, pengumuman nama pemenang. Satu hal yang tak pernah kuduga adalah namaku masuk sebagai pemenang favorit dan berhak menerima hadiah naskah diterbitkan serta uang tunai -yang aku rahasiakan jumlahnya. Tak ada nama Sraylira di daftar pemenang, aku sendiri tak tahu apakah ia ikut sayembara atau tidak. Beberapa pemenang ternyata orang lama, yang hebat... pemenang pertamanya adalah anak baru, seorang cowok yang mungkin masih S1 -dari tampilan, dia menawan dan cocok berperan sebagai protagonis drama Korea.

Sebelum tidur, aku memandangi sertifikat penghargaan dari dewan sastra. Diriku sedikit besar kepala karena novel pertama yang kuselesaikan memenangkan penghargaan. Dan, kebahagiaanku bertambah sewaktu sebuah pesan masuk, pengirimnya Sraylira Melati.

[Dilly, selamat naskahmu menjadi favorit di sayembara novel dewan sastra! Kalau sudah terbit kasih tahu ya.]

Entah kekuatan dari mana, aku menekan tombol telepon, tanganku gemetaran tapi suaranya sudah terdengar, segar. Oh, di sana sudah pagi. "Ya?" suaranya mengalun, aku kehilangan kata-kata. Sial! Apa sebenarnya maksudku menelepon? Tiba-tiba menelepon... rasanya sangat canggung.

"Terima kasih ucapannya. Oh, apa kabar, Sraylira?" aku berbasa-basi sementara dia hanya merespons seadanya, sesingkat mungkin seolah ingin segera menyudahi percakapan. Apa dia sedang buru-buru? Di dalam kelas, kah?

"Ah, temanku sedang ke sini..."

Sesuatu di dalam hatiku terasa remuk, otakku menyelidiki apakah yang ia maksud teman adalah laki-laki? Calon kekasih?

"Aku menyukaimu."

Kalimat itu mengalir, hal yang aku simpan selama ini.

"Aku tahu." Balasan Sraylira membekukan duniaku. Apa? Dia mengerti kan kalau aku sedang menyatakan perasaan? Mengapa jawabannya malah begitu? Ada pertanyaan tersirat dalam pengakuanku!

Ah, apa yang harus aku balas?

"Aku tahu kau tahu."

Sial!

Telepon terputus dan aku tak bisa tidur. Apa maksudnya? Karena dia tahu perasaanku lalu apa? Dia... benar-benar teka-teki untukku.

Tapi, aku menyukainya.

Continue Reading

You'll Also Like

26.1K 1.2K 10
That damn kiss. It seemed to have ruined everything for Jisoo. The second she pulled away, she saw Jennie's eyes explode with fear and confusion, an...
69K 1.2K 33
Jamie is one of the happiest trolls in Troll Village, along with her sister, Poppy (who is a couple days older than her) and their friends, DJ, Satin...
471K 25.8K 18
𝐒𝐡𝐢𝐯𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 𝐱 𝐑𝐮𝐝𝐫𝐚𝐤𝐬𝐡 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 ~By 𝐊𝐚𝐣𝐮ꨄ︎...
141K 2.5K 82
From the Skybox to the ground, Aiden slowly learns about who she really is. Her family and the others must learn to work together in order to survive...