30 DAYS FOR LOVE

De yerinneri_jk

118K 5.7K 214

Resivia Ruth Cordelia. Seorang cewek yang sangat anti dengan yang namanya "JATUH CINTA", mendadak dikabarkan... Mais

PROLOG
CHAPTER 1 : Who Are You ? (1)
CHAPTER 2 : Who Are You ? (2)
CHAPTER 3 : Perjanjian Alvia
CHAPTER 4 : Nano-Nano
CHAPTER 5 : Pemberontakan Sivia
CHAPTER 6 : Awal cerita dimulai
CHAPTER 7 : Alvin vs Cakka (Salah sasaran)
CHAPTER 8 : Peduli
CHAPTER 9 : Absurd Moment
CHAPTER 10 : Journey to the Camp (In the Bus)
CHAPTER 11 : Insiden tak terduga
CHAPTER 12 : Are you okay ?
CHAPTER 13 : Worried
CHAPTER 14 : Hujan dan Pelangi
CHAPTER 15 : Pajamas Party
CHAPTER 16 : Quality Time (1)
CHAPTER 17 : Quality Time (2) - The real fact
CHAPTER 18 : Trouble
CHAPTER 19 : Heal the hurt
CHAPTER 20 : Guardian Angel (1)
CHAPTER 21 : Guardian Angel (2)
CHAPTER 22 : Perseteruan sengit
CHAPTER 23 : Yang sesungguhnya
CHAPTER 24 : Perjanjian? Lagi? - Complicated
CHAPTER 25 : Melted
CHAPTER 26 : She's not your girlfriend?
CHAPTER 27 : Bimbang
CHAPTER 28 : A Choice
CHAPTER 29 : Bertemu
CHAPTER 30 : Jealous?
CHAPTER 31 : Wedding Party
CHAPTER 32 : Shocked!
CHAPTER 33 : Crazy and Protective boy
CHAPTER 34 : Man in Love
CHAPTER 35 : Hari ke-30
CHAPTER 36 : Dibalik alasan
CHAPTER 38 : Kesalahan tak disengaja
CHAPTER 39 : A Trap? (1)
CHAPTER 40 : A Trap? (2)
CHAPTER 41 : Not fine at all
CHAPTER 42 : Sadness, Hurt, and Hope
CHAPTER 43 : Luapan emosi dan Sebongkah penyesalan
CHAPTER 44 : Are the reason to start again (Last Chapter)
CHAPTER 45 : EPILOG
JUST INFO!!! (Sequel 30DFL)

CHAPTER 37 : Cinta yang rumit

1.7K 102 19
De yerinneri_jk

Ketika semua menunjukkan antusiasmenya setelah libur sekolah selama tiga hari, Via malah tak bersemangat. Di sepanjang koridor kelas, ia terus menunduk tanpa menghiraukan sapaan dari teman-temannya. Setelah melewati masa sakitnya, nyatanya tak membuat Via sehat sepenuhnya. Hatinya terasa kosong. Menolak seseorang yang ia sayangi, malah membuatnya terkena syndrome broken heart. Aneh bukan?

Via menatap kosong ujung sepatunya tanpa harus menghentikan langkahnya. Namun siapa sangka, ujung sepatu lain yang tidak asing baginya membuat langkahnya terhenti. Cukup lama Via terdiam mengamati sepatu itu. Jantungnya berdebar. Ia tau siapa pemilik sepatu yang ada di hadapannya. Itulah sebabnya ia enggan untuk sekedar mengangkat wajahnya. Bukannya sombong, ia hanya tidak sanggup melihat wajah seseorang yang ia patahkan hatinya. Dia... Alvin.

"Hai, Sivia." Sapa Alvin, seolah berbisik padanya.

Kedua tangan Via sudah terkepal kuat. Padahal ia berharap jika Alvin tidak menyapanya dan berlalu begitu saja dari hadapannya. Ia pikir setelah kejadian malam lusa, Alvin membencinya. Dengan begitu, ia tidak perlu bersusah payah untuk menghindarinya.

"Sorry gue buru-buru!" Alibi Via tanpa menatap wajah Alvin yang sudah menunjukkan ekspresi terlukanya. Ia melewatinya dan hendak berlalu dari hadapan Alvin masih sambil menundukkan kepalanya.

"Tunggu!" Teriak Alvin seraya menahan lengan Via. Alhasil Via pun terpaksa menghentikan langkahnya. Tanpa membuang kesempatan, Alvin menarik lengan itu hingga Via berbalik dan tanpa sengaja menubruk tubuhnya.

Hening selama beberapa saat.

Via masih tenggelam di dada bidang Alvin. Terdengar jelas detak jantung tak beraturan di dada Alvin. Sama seperti halnya dengan detak jantungnya yang ia rasakan sampai saat ini. Namun Via tidak cukup bodoh untuk kembali terbuai saat berdekatan dengan Alvin. Sadar akan hal itu, Via pun akhirnya menghentakkan tangannya kasar hingga ia terlepas dari kukungan Alvin, lalu menjauhkan tubuhnya.

Kilat kemarahan bercampur kesedihan begitu jelas terlihat sesaat Via mengangkat wajahnya untuk bertatap langsung dengan Alvin. "Kita udah selesai vin. Jadi tolong jangan ganggu gue lagi, please." Pintanya dengan nada memohon.

Alvin terdiam. Ia memang sudah memperkirakan konsekuensi yang akan di terimanya. Meski begitu, ia tak boleh patah semangat. Selama Via menolaknya masih dalam hitungan jari, ia akan tetap terus berusaha.

Alvin menghela nafasnya singkat sambil berusaha tersenyum simpul. Berpura-pura bahwa apa yang dikatakan Via bukanlah menjadi masalah yang berarti baginya.

"Iya, gue tau kok. Tapi, kita masih bisa jadi sahabat kan?"

Via menggigit bibirnya. Ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Alvin. Kenapa cowok itu begitu bodoh sih!

"Eumm.. i-- iya sih. Tapi--"

"Jadi sekarang lo mau nolak gue lagi? Bahkan disaat gue minta jadi sahabat lo?" Alvin menaikkan sebelah alisnya. Ia tau bahwa Via sedang berpikir karena ragu dengan tawarannya. Pasti di pikiran gadis itu, Alvin adalah orang yang begitu bodoh. Mana mungkin ada orang yang kembali menjatuhkan dirinya ke lubang yang sama? Hanya Alvin dan orang bodoh lainnya -- tentunya--.

"Oke, kita jadi sahabat sekarang." Jawab Via akhirnya.

Alvin tersenyum menyeringai. Lalu menggaruk pelipisnya. "Jadi gimana? Lo.. kemaren sakit apa? Terus sekarang udah sembuh?" Tanyanya bertubi-tubi membuat Via menganga tak percaya. Apa dia gak sadar diri kalo dia juga sakit?

"Gue cuma kecapean aja kok. Sekarang udah mendingan." Alvin mengangguk. "Eumm.. lo sendiri?" Via melirik Alvin ragu. Jauh dalam lubuk hatinya, sejujurnya ia juga mencemaskan Alvin.

Alvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dalam hati ia berharap bahwa Via pure perhatian padanya dan tidak berbasa-basi. Namun sepertinya ekspetasinya jauh dibandingkan dengan kenyataan.

"Ya seperti yang lo liat, gue baik-baik aja dan kegantengan gue masih terjaga kok. Hehehe," kekeh Alvin setengah bergurau. Via menahan dirinya untuk tidak terkekeh pun akhirnya hanya menyunggingkan senyumnya sebagai gantinya.

"Pede lo masih akut, vin."

"Gapapa, yang penting itu adalah fakta yang sebenarnya. Hehehe.. eh btw lo mau ke kelas kan? Gue anterin yuk! Kita ke kelas sama-sama," tawar Alvin bersemangat. Via hanya mengangguk singkat. Lantas, mereka berdua pun akhirnya berjalan beriringan menuju kelas.

---

"Astaga tuh guru emang gak ada rasa berkeperihatinan yaa ngeliat anak muridnya tersiksa gara-gara ulangan Kimia mendadak. Lo tau gak sih, otak gue lama-lama kayak cairan kimia ber-toxic yang di kasih api. Meledak otak guee astaga! Nilai gue apa kabar?!" Cerocos Prissy panjang lebar mengelurkan uneg-unegnya setelah beberapa menit lalu mengerjakan soal ulangan harian kimia. Ia bahkan tidak peduli jika sekarang tengah berjalan di sepanjang koridor. Tak menghiraukan tatapan-tatapan aneh yang menyerangnya.

Berbeda halnya dengan Via dan Ify yang hanya menghela nafasnya pasrah mendengarkan celotehan Prissy yang agak drama queen. Padahal korbannya bukan hanya dia seorang. Tapi sifat lebaynya seperti minta ruqiyah 10x.

"Yaampun Priss. Lo gak bosen ngoceh-ngoceh sambil jalan kayak gini? Gue aja yang jadi sahabat lo malu, tau." Protes Ify. Prissy mengerucutkan bibirnya.

Via pun yang tadinya terkekeh setelah Ify mengutarakan perasaannya, kini angkat bicara. "Eh fy, perasaan lo baru dua hari deh jadian sama kak Rio. Kok kemajuan otak lo bisa berkembang pesat gitu sih?" Sindir Via. Kini gantian Ify yang mengerucutkan bibirnya.

"Ih Via kok gitu sih sama gue. Apa yang kamu lakukan ke aku itu, JA-HAT!"

"Lho kok lo jadi drama queen kayak Prissy gini sih? Efek kebanyakan nonton film AADC 2 sih lo. Lo pikir gue si Rangga apa?"

"Bukan.. bukan. Tapi lo jahat sama Alvin,"

Via mengernyit, "Lho kok jadi Alvin sih?!" Sewotnya kesal.

Ify menghentikan langkahnya dan menatap Via berani sambil berkacak pinggang. "Iya, kan lo yang udah putusin Alvin."

Prissy yang menjadi penyimak, hanya menatap keduanya bergantian. Kan tadi gue yang mau cerita, kenapa jadi gue yang jadi nonton mereka debat?

"Lho kok malah bahas gue sama Alvin sih, fy?! Tadi kan kita ngomongin Prissy. Baru aja gue muji lo tadi, eh otak lo balik lagi."

"Itu mah bukan muji, Viaa! Tapi nyindir gue secara gak langsung."

"Ish! Kok lo jadi nyebelin sih, fy!"

"Lho kok jadi gue?!" Balas Ify polos.

Via menghentakkan kakinya kesal sambil menghempaskan tangannya di udara. "Ah tau ah! Bete gue sama lo!" Sungutnya seraya meninggalkan keduanya yang melongo melihat kepergian Via.

Ify menoleh pada Prissy, "Lho kok Via ngambek sih Priss? Emang salah gue apaan?" Tanyanya innocent.

Sama seperti Via. Prissy juga kesal karena kelemotan Ify yang kambuh setelah sekian lama sifat itu tidak muncul. Ia mendengus kasar.

"Ah semerdeka lo aja deh fy!" Prissy berlalu dari hadapan Ify mengikuti jejak Via yang sudah jauh di depan.

Ify menggaruk kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya.

"EH TUNG--"

"PERHATIAN-PERHATIAN! KHUSUS UNTUK GADIS BERNAMA RESIVIA RUTH CORDELIA, HARAP KE LAPANGAN BASKET SEKARANG JUGA! SECEPATNYA!"

"--GU!" Ify termangu sesaat begitu suara speaker sekolah menggema di area sekolah. Bahkan telinganya sampai mendengung mendengar pengumuman itu.

Di kejauhan, Via pun menghentikan langkahnya. Prissy yang sudah berdiri sejajar dengan Via ikut terdiam. Ia melirik Via seolah mencari jawaban. Namun gadis itu hanya diam mematung. Terkejut mungkin?

"VIAAAA!!!" Teriakan Ify yang lantang sukses membuat Via maupun Prissy tersadar dan refleks menoleh ke arah Ify yang sudah berada di sisi kiri Via. Ia sibuk mengatur nafasnya yang terengah-engah.

"Nama lo vi! Lo dipanggil kak Cakka, vi! Cepetan gih!" Desak Ify menggoyang-goyangkan lengan Via. Ia gemas sendiri karena sahabatnya itu tak kunjung merespon ucapannya. Jangankan pergi ke lapangan, menjawab pertanyaannya saja tidak.

Sementara Prissy yang berada di sisi kanan Via hanya memandang sahabatnya dengan tatapan yang penuh arti. Daripada harus mendesak Via seperti apa yang di lakukan Ify, Prissy lebih memilih untuk memahami perasaan Via. Pikirannya tertuju pada isi pesan Cakka yang mengundang tanda tanya. Apakah itu ada hubungannya dengan pesan kemarin?

"Apa sebenarnya isi perjanjian Via dan kak Cakka ya?" Pikirnya dalam hati sambil mengusap-usap dagunya.

Via diam bukan berarti menjadi orang bodoh karena tak mengindahkan ucapan Ify. Hanya saja ia sedang berpikir apa yang akan terjadi setelahnya. Apa perjanjian ini di lakukan hari ini juga?

---

"Udahlah pasrah gue sama ulangan kimia. Pasti hasilnya nananana deh!" gerutu Gabriel mengacak-acak rambutnya frustasi. Membayangkan nilainya terjun bebas, membuatnya sakit kepala.

Alvin meringis mendengar curhatan Gabriel yang agak lebay. Matanya menatap miris batagor hasil cabikkan garpu Gabriel yang sadis. "Batagor lo yang nananana iel. Sadis lo!" Celetuknya.

Gabriel mengernyit. Lalu lekas melirik piringnya yang berisi batagor dan kembali menatap Alvin balik sambil cengengesan. "Hehehe," kekehnya. Ia kembali melahap batagornya yang hampir separuh porsinya.

"Eh lo berdua itu masih enak cuma ulangan harian. Lah gue? Demi apapun UN itu ulangan terkutuk yang pernah gue kerjain. Pengen muntah gue rasanya," gerutu Rio kali ini. Ia lantas menyeruput jus alpukatnya hingga tandas.

Mereka bertiga memang sedang ada di kantin. Namun diantara ketiganya, hanya Alvin lah yang tidak memesan makanan. Entah kenapa ia tak berselera karena hatinya mendadak tidak enak.

"Kalian gak makan bareng pacar-pacar lo pada?" Tanya Alvin menyilangkan tangannya di atas meja.

Gabriel dan Rio saling pandang. Berkomunikasi lewat kedua matanya, lalu serempak menggeleng.

Gabriel lalu meletakkan sendok dan garpunya di atas piring. Mengalihkan perhatiannya pada Alvin. "Kita kan mau nemenin lo yang lagi patah hati. Ya kan io?" Ia menggerdikkan dagunya kepada Rio dan tersenyum menyeringai.

"Yoi!"

Alvin mendengus kesal. Ia merasa menjadi orang mengenaskan diantara keduanya. Padahal kemarin-kemarin ialah yang tersenyum penuh kemenangan karena suka menggoda mereka berdua. Apa ini semacam karma?

"Lo berdua terlalu lebay! Jijik gue!" Alvin menggerdikkan bahunya dan memeluk dirinya sendiri.

"Yee masih untung punya kita berdua yang selalu care dan sayang sama lo."

Alvin mendelikkan matanya sebal, "Bahasa lo kayak orang yang lagi ngerayu gue tau gak iel."

"Emang!"

Pletak!

Gabriel meringis kala Alvin melayangkan toyoran indah di kepalanya. Melirik sengit kepada sang pelaku tanda tidak terima.

"Mampus lo! Hahaha," celetuk Rio tertawa terbahak melihat penderitaan sahabatnya sendiri.

"Kalian itu saudara sepupu tersinting yang pernah gue kenal!"

"Plus terganteng!"

"NAJIS!"

Alvin dan Rio bertos ria merayakan kemenangannya. Tawa membahana keduanya pun menggema di penjuru kantin membuat ketiganya menjadi sorotan. Gabriel sendiri mengerucutkan bibirnya sebal. Merutuki kedua pasang sepupu sinting itu.

"PERHATIAN-PERHATIAN! KHUSUS UNTUK GADIS BERNAMA RESIVIA RUTH CORDELIA, HARAP KE LAPANGAN BASKET SEKARANG JUGA! SECEPATNYA!"

Suara speaker yang menggema seantero sekolah, kontan saja membuat Alvin, Rio, maupun Gabriel serempak mengatupkan mulutnya rapat-rapat hingga tawa mereka berhenti. Tak hanya mereka, semua anak yang berada di kantin pun melakukan hal yang sama. Tidak ada yang berbicara satupun. Mereka malah mendengarkan dan menyimak dengan seksama. Ada yang terkejut, mengerjapkan mata, ada pula yang sampai tersendak makanannya sendiri. Bukan hanya karena kalimat yang diucapkan di speaker. Namun sang pemilik suaralah yang menjadi sorotan.

Dalam diam, Rio melirik Alvin lalu ke Gabriel. Kedua cowok itu menunjukkan raut wajah yang sangat berbeda. Gabriel yang terkejut dengan mulut setengah menganga. Sedangkan Alvin dengan raut wajah yang super datar. Sulit terbaca. Rio tau bahwa Alvin begitu terkejut mendengar sang pemilik suara dan nama gadis yang disebut dalam serangkaian kalimatnya.

"Iel," Rio menyikut lengan Gabriel dengan cukup keras sehingga Gabriel pun kembali menormalkan raut wajahnya. "Io, itu.. suara Cakka kan?" Bisik Gabriel sangat pelan, meminta pendapat pada Rio.

Rio mengangguk lalu menggerdikkan dagunya ke arah Alvin, "Lo liat ekspresi Alvin deh,"

Gabriel melirik Alvin. Pendapatnya sama seperti apa yang Rio pikirkan.

"Vin? Lo... lo gapapa?"

Bodoh! Itu adalah pertanyaan yang Gabriel lontarkan. Jelas Alvin tidak sedang 'tidak apa-apa'. Rio sendiri bahkan merutuki diri Gabriel karena pertanyaan bodoh itu.

Alvin tidak menjawab. Ia hanya mendesah pelan lalu menggebrak mejanya. Refleks, Rio dan Gabriel yang setengah mati penasaran menunggu jawaban Alvin, terkejut untuk kedua kalinya. Hampir saja kata kasar mereka lontarkan pada Alvin jika tidak mengingat suasana hati Alvin saat ini.

Alvin bangkit dari duduknya. Ia melangkahkan kakinya ke samping kiri. Keluar dari tempat persinggahannya. Berlalu begitu saja meninggalkan Rio dan Gabriel yang masih duduk di tempatnya.

"Njir bakalan kiamat nih!"

^_^

Pikiran Via kalut saat ini. Dengan tergesa-gesa, ia melangkahkan kakinya menuju tempat yang di tujukan padanya. Namun beberapa meter dari lapangan, langkahnya perlahan-lahan melamban. Ia terkejut melihat kerumunan orang yang berada di sekeliling lapangan. Mereka berdiri tepat di tepinya.

Via menghentikan langkahnya saat berhasil membelah kerumunan itu. Tak jauh dari tempat yang ia berhasil pijaki, tepat di depan matanya ia melihat Cakka berdiri di atas kursi dengan tangan yang masih memegang speaker, menatapnya penuh arti. Bibir itu membentuk sebuah seringaian. Ia menatap sekitarnya yang kini sudah menatapnya aneh.

Cakka loncat dari kursinya. Kakinya bergerak menghampiri Via yang ada nampak bingung. Matanya tak lepas dari pandangan Cakka.

Via masih celingukan. Bahkan ia tak sadar Cakka kini sudah ada di hadapannya.

"Hai, Via! Nice to meet you," sapa Cakka sambil melambaikan tangannya. Kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan seperti senyuman.

"Kak-- ehh..."

Belum selesai dengan kalimatnya, Cakka tau-tau sudah menarik tangan Via untuk mengikutinya. Inilah yang terjadi. Mereka berdua menjadi pusat perhatian semua siswa VHS di tengah-tengah lapangan.

Hening...

Setelah menghentikan langkahnya, Cakka mengangkat speaker yang ada di tangannya ke depan mulutnya. Via menautkan kedua alisnya. Menatap curiga pada Cakka. Apa harus sekarang?

"Buat semua anak VHS, mohon perhatiannya. Gue.. Cakka Arsenio Geraldy, ingin menyatakan perasaan gue yang sesungguhnya kepada Resivia Ruth Cordelia..." ucap Cakka sambil melirik Via yang kini menatapnya datar. Ia menggenggam sebelah tangan Via.

Tepat saat Cakka berkata demikian, seluruh siswa yang melihat adegan romantis antara Cakka dan Via, mendadak riuh. Mereka berbisik-bisik. Entah apa yang mereka perbincangkan.

"Via, gue tau lo itu baru putus sama Alvin. Tapi--"

Bisik-bisik semakin keras terdengar di telinga Via. Ia memejamkan rapat-rapat begitu teman-temannya tengah menatapnya sinis dan lain sebagainya. Ia juga menangkap sepasang mata sosok yang selama ini mengisi hatinya. Ya, itu Alvin. Tatapan Alvin yang begitu rapuh, membuatnya tak sanggup untuk sekedar membalas tatapannya.

Di lain sisi, Cakka mengeratkan genggamannya sebagai isyarat agar Via mau mengangkat wajahnya dan menatapnya. Dan terbukti cara itu berhasil. Via menatapnya dengan tatapan terpaksanya.

Cakka menghela nafasnya sebelum melanjutkan perkataannya. "Vi, lo sama seluruh anak VHS juga mungkin udah tau kalo gue udah suka sama lo sejak lama. Gue bahkan rela nolak semua cewek demi lo. Cuma lo yang ada di hati gue, vi. Cuma lo yang gue sayang. Cuma lo yang gue cinta. So... eumm... lo liat ke atas sana deh." Cakka menunjuk ke atas tepat ke arah gulungan banner di atas ring basket. Via pun ikut menoleh ke arah yang ditunjukkan Cakka.

Prok! Prok! Prok!

Banner terbuka lebar begitu Cakka menepuk tangannya tiga kali sebagai isyarat. Rangkaian kata sangat jelas terpampang di banner itu. Seluruh siswa ikut memandang ke atas dan menatap penuh takjub. Beberapa diantaranya berteriak histeris layaknya menonton drama korea.

Via tercengang. Rangkaian kata yang ada di hadapannya cukup membuatnya merasa tersanjung sekaligus terancam.

I Love You. Would you be mine, Via?

"Sekarang lo jawab..." ucap Cakka lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Via. "...atau lo akan tau apa yang terjadi dengan Alvin," bisiknya sarat akan ancaman. Ia tersenyum miring.

Kedua tangan Via terkepal kuat menahan amarah. Cakka menjauhkan wajahnya begitu Via meresponnya dengan delikkan tajam dari matanya. Seolah ingin menantang, tapi tidak berdaya.

"Terima! Terima! Terima! Terima!"

Koor heboh dari seluruh siswa yang mengerumuni keduanya, menyudutkan posisi Via. Ia merasa tertekan. Namun... bukankah ini konsekuensi atas keputusannya?

Via menghirup udara sedalam-dalamnya dan mengeluarkannya dengan nafas panjang. Ia melirik Alvin dari kejauhan. Berharap cowok itu pergi dari tempatnya agar tidak menyaksikan adegan dramanya ini.

"Oke, gue mau." Jawab Via akhirnya.

---

Sejak awal Cakka mengutarakan perasaannya pada Via, Alvin tak bergeming dari tempatnya. Matanya masih menatap lurus-lurus Via yang sebelah tangannya digenggam Cakka. Hatinya terasa terbakar melihat pemandangan menyakitkan di sana. Matanya memanas. Alvin cemburu.

Selama itulah Alvin merasakan kecemburuannya sendirian. Meski ada Rio dan Gabriel di sisinya untuk memberi dukungan batin padanya, kenyataannya hal itu tak berefek apapun. Rasa cemburunya terlalu besar hingga ia tak sadar masih ada yang peduli padanya, bahkan sangat mencemaskannya.

Alvin semakin mengepalkan kedua tangannya saat Cakka memerintahkan teman-temannya untuk membuka sebuah banner yang ada di atas ring basket.

"Please vi, tolak Cakka. Jangan lo terima!" Harapnya dalam hati.

Puncaknya, hati Alvin benar-benar hancur berkeping-keping saat Via menerima pernyataan cinta Cakka. Alvin jatuh ke dasarnya. Kakinya seakan mati rasa untuk sekedar berpijak. Pikirannya benar-benar kacau. Ada rongga besar yang menganga di dalam hatinya. Rio dan Gabriel yang peka dengan suasana hati Alvin, hanya menepuk-nepukkan bahu Alvin dengan tatapan nanar dan prihatin.

"Gue sakit, Sivia." Batinnya.

Tak tahan melihat situasi itu, Alvin lekas pergi dari tempatnya. Rio dan Gabriel tak bergerak dari tempatnya. Tidak berniat untuk mengejar kepergian Alvin. Mereka tau bagaimana rasanya menjadi Alvin. Melihat gadis yang dicintainya menerima pernyataan cinta orang lain, pastilah sakit rasanya. Jadi mereka mengerti bahwa Alvin butuh menenangkan dirinya sendiri.

---

Ashilla membasuh wajahnya dengan air di wastafel, lalu melihat wajahnya yang basah dengan air melalui cermin. Kedua tangannya yang sudah lemas, memaksanya untuk menyangga tubuhnya di tepi wastafel. Masih terngiang jelas di ingatannya beberapa menit saat ia menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri, Cakka menyatakan cintanya pada Via di hadapan semua orang. Yang lebih mengejutkannya lagi, Via malah menerima pernyataan cinta Cakka. Sungguh tidak terduga sama sekali.

Menghadapi kenyataan bahwa Cakka dan Via sudah resmi menjadi sepasang kekasih, membuatnya frustasi. Kekuatan yang ia bangun sedemikian rupa selama ini, hancur seketika.

"Mereka gak beneran pacaran kan?" Tanyanya pada cermin. Gue... enggak! Gue pasti mimpi!" Ashilla mengepalkan kedua tangannya. Memukul marmer wastafel. Tidak peduli dengan tangannya yang sudah memerah. Ashilla terlalu rapuh untuk menghadapi kenyataan itu.

Bruk!

Ashilla terduduk lemas di lantai. Tangisnya pecah begitu saja. Ia bergeser menempel ke dinding dan menekuk lututnya. Melipat tangannya di atas lutut. Menenggelamkan wajahnya di sana sambil terisak.

"Cakka.. kenapa lo gak pernah ngerti kalo cuma gue yang cinta sama lo, Kka! Kenapa?!" Teriaknya histeris sambil mengangkat wajahnya. Ia menjambak rambutnya frustasi lalu terisak lagi.

"Gue... hikss.. gue terlalu sakit, Kka!" Ia terus memukul dadanya yang sudah nyeri. "Apa sekarang gue harus nyerah, Cakka?"

---

"AAAAAAAA!!! GUE CINTA SAMA LO SIVIAA!! GUE CINTAAA!!" Teriak Alvin keras bersahutan dengan suara gemuruh angin yang menerpa wajahnya.

Sejak Alvin pergi dari lapangan, ia lebih memilih menenangkan dirinya di rooftop sekolah. Tempat yang menjadi saksi awal bertemunya lagi antara Alvin dan Via. Tempat yang menjadi saksi perjanjian 30 hari. Tempat yang menjadi saksi... terakhir kalinya ia mempunyai hubungan dengan Via. Jika di simpulkan, tempat ini merupakan kenangan terbesar bagi Alvin karena bisa memiliki Via walau hanya 30 hari saja.

Alvin mengadahkan wajahnya ke atas menatap langit dan awan. Detik berikutnya, ia pejamkan matanya rapat-rapat. Kedua tangannya ia rentangkan bebas.

"Lo tau vi, gue gak pernah menyesal jatuh cinta sama lo. Ada satu hal yang gue inget dari omongan lo waktu kita di rooftop ini. Cinta itu ribet. Cinta itu awalnya aja yang indah, tapi selalu berakhir dengan sakit. Lo bener vi. Gue berakhir dengan sakit. Gue.. sakit hati! Sekarang, gue gak tau harus melangkah kemana lagi. Gue gak tau apa gue sanggup melihat lo sama Cakka. Apa sekarang gue harus mundur?"

***

Alohaaa guys! Sorry to say karena author nge-postnya ngaret :'(
Ada semacam kendala teknis beberapa hari ini, so.. maklumin yaa~

Gimana? Makin baperkah? Hahaha :p

Tengkyuuu untuk kalian yang sudah mampir membaca cerita ini :*

Jangan lupa vote+comment yaa~ see yaaa~

*TBC











Continue lendo

Você também vai gostar

92.8K 6.2K 40
Cerita ini melanjutkan dari Jingga sebelumnya. Tentang tiga sahabat dan tiga mahasiswa bernama Yasa, Indra dan Evan yang menempati kostan dengan ban...
Bisik Sendu De Unknown

Literatura Feminina

6.1K 511 189
Perlu kata-kata? Silahkan mampir dan membaca di lapak saya. Mungkin sebagian kata mewakili perasaan anda:)) Happy Reading #1 penikmat kata (1/1/2021)...
4M 311K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
1.7K 67 60
Cerita menceritakan tentang seorang anak yang payah kurang berguna dan dijauhkan oleh orang-orang. Tapi dia punya takdir yang harus diselesaikan yai...