LFS 1 - Air Train [END]

Von PrythaLize

1.1M 144K 6.3K

[Little Fantasy Secret 1] Pertama kali Tyara merasakan keberadaan kereta api itu adalah setelah malam tahun b... Mehr

PROLOGUE
The First Station - "Tears After The Day"
The Second Station - "Those Rain That Passes by"
The Third Station - "Unheard Voice"
The Fourth Station - "Passenger"
The Fifth Station - "Pretend"
The Sixth Station - "The Falling Name"
The Seventh Station - "Another Moment"
The Eighth Station - "Another Gift"
The Nineth Station - "The Miracle She Used to Wait"
The Tenth Station - "New Year Eve's Miracle"
The Twelfth Station - "The Second Message"
The Thirteenth Station - "The Second Entrance"
The Fourteenth Station - "I'm Not The Only One"
The Fifteenth Station - "Heartache"
The Sixteenth Station - "So Near Yet Nobody Could Reach"
-TUNNEL-
-A STOP-
The Seventeenth Station - "Hope in Nope"
The Eighteenth Station - "The Secret Miracle"
The Nineteenth Station - "How Do You Know?"
The Twentieth Station - "Night"
The Twenty First Station - "The Conversation"
The Last Station - "The Final"
EPILOGUE

The Eleventh Station - "TERROR"

35.1K 5K 99
Von PrythaLize

Lagu berjudul 'Happy Birthday To You' dinyanyikan oleh Papa dan Mama. Bersama dengan sebuah cake dan lilin yang berjumlah empatbelas menyala terang.Setelah lagu itu selesai, aku meniup lilin dengan penuh kebahagiaan.

Aku tidak peduli dengan kenyataan bahwa mereka baru kembali setelah pukul dua dini hari, dan ulangtahunku baru saja dirayakan barusan, pukul tujuh pagi.

"Selamat ulang tahun, nak."

Aku tersenyum menanggapi perkataan ayah. Aku merasa ulangtahunku tidak pantas dirayakan terlebih dulu daripada hari kepergiaan Kakek-Nenek. Tapi setelah kupikir-pikir, mungkin mereka melakukannya agar rasa bersalah mereka menghilang terhadapku.

"Terima kasih."

Memotong kue setelah mencabut lilin dari kue dan memindahkannya di sebuah piring lain. Aku tidak pernah lupa bahwa kedua orangtua-ku selalu menolak jika memakan cemilan. Padahal, aku menyukainya. Aku sampai bingung, sebenarnya dari siapa pengaruh itu diturunkan.

Setelah acara itu selesai, mereka berdua kembali ke kamar. Katanya harus menyelesaikan data untuk presentasi mereka. Aku hanya bisa menurut dan melihat punggung mereka berdua menghilang dibalik pintu.

Aku menyandari kursi saat tengah menikmati kue ulangtahunku sendiri. Aku menyukai rasanya. Fresh fruit cake memang kue yang paling kusukai karena rasa manis asamnya. Namun entah kenapa, rasa kue itu terasa sedikit hambar saat ini.

Aku merutuk kesal diriku yang begitu egois dan begitu sulit menerima rasa puas.

Lalu, ingatanku kembali pada kejadian kemarin malam, dimana aku memasuki kereta api dan bertemu dengan pemuda yang selalu membuatku bertanda tanya itu. Pemuda bermata biru, berambut coklat gelap, dengan wajahnya yang menyejukan diriku-Aetherd.

Setiap melihatnya, mata birunya itu selalu menuntutku untuk melihatnya kembali. Terang matanya menenggelamkan siapapun yang melihatnya.

Kulirik kemasan kembang api yang masih utuh di dekat sudut dapur. Dalam hati aku tersenyum menyayangkan, kalau saja saat ini sudah gelap, pasti aku akan memainkannya dengan senang hati. Tapi melihat cahaya terang diluar sana, membuatku lesu kembali. Tentu saja aku tidak bisa memainkan kembang api saat ini.

Setelah kejadian kemarin malam, aku memutuskan untuk berhenti membenci malam. Bukan hanya itu, aku akhirnya memutuskan untuk tidak lagi berbalik kebelakang sekedar melihat masa lalu yang sudah terlewat.

Karena waktu tidak akan pernah bisa terputar kembali bagaimanapun caranya.

Bunyi notifikasi beruntun membuatku melirik ponselku dengan penuh tanda tanya. Ternyata itu adalah pesan dari group kelasku yang semuanya mengucapkan 'Selamat Ulang Tahun' ketika Gracia memulainya.

Tanpa sadar ujung bibirku terangkat dengan sendirinya.

Terima kasih, semua.

.

.

Kami mengunjungi pemakaman Kakek dan Nenek pada sore hari. Papa dan Mama yang mengajakku setelah bahan presentasi mereka telah selesai. Hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit jika berjalan kaki untuk mencapai pemakaman umum itu.

Sesampainya disana, kami berjongkok dan diam dalam keheningan yang cukup dalam. Merenungkan setiap kenangan yang telah lewat. Sedangkan aku fokus pada pot bunga kecil yang kini hanya menyisakan tanah dan rumput liar.

Semua benih dandelion yang ada di dalam sana telah berpencar menciptakan kehidupan baru, memperbanyak bunga kecil yang rapuh namun begitu dalam maknanya itu. Sedangkan bunga melati putih yang dulu sempat kutaro di depan makam Nenek, kini telah menghilang. Entahlah diambil oleh oranglain, atau dibuang oleh petugas kebersihan makam. Aku tidak tahu.

Mereka berdua beranjak setelah mencabuti rumput-rumput liar yang mulai tumbuh. Sedangkan aku hanya diam saat melihat mereka mulai naik dan berjalan menuju tempat lain.

"Kamu disini dulu, ya. Kami ke makam Nenek Buyut dulu."

Aku mengangguk dan akhirnya diam saat mereka meninggalkanku sendiri disini.

Suasana hening, sangat hening sampai aku hanya diam disana, berjongkok dan memeluk lututku sendiri. Menikmati hangatnya matahari sore yang mengenai punggungku, menikmati kicauan burung yang berdecit ramah.

Moment itu berakhir dalam sekejap. Saat keheningan yang mendominasi itu ditenggelamkan oleh suara putaran roda besi dan suara knalpot yang melengking.

Ah, kereta itu datang.

Aku langsung bangkit berdiri, menengandahkan kepalaku ke atas mencari sosok kereta api itu. Tapi aku tidak bisa mencari titik dimana kereta api itu berhenti, sebab matahari sore hari ini begitu menyilaukan.

Bahkan saat aku memincingkan mataku agar dapat melihat sedikit, aku tetap tidak bisa melihat apapun kecuali terang yang berlebihan.

Aku mengucek mataku dan melihat keadaan langit kembali. Cahaya silau masih menguasai penglihatan, membuatku sejenak ingin menyerah tetapi disayangkan sekali. Apalagi saat suara itu terdengar semakin jauh, jauh..., jauh.

"Tyara!"

Suara keras dari arah gerbang keluar terdengar. Aku mengenali suara itu sebagai pemilik dari suara seorang wanita yang melahirkanku dan membesarkanku. Saat aku berbalik ke belakang, Mama mengerutkan keningnya bingung.

"Daritadi dipanggilin malah melamun. Ayo pulang."

Aku mengiyakan, melangkah ke arah Mama. Saat kupunggungi matahari, aku melihat lagi keadaan di atas sana.

Tidak ada apapun.

"Ya, ayo."

*

Kembali ke sekolah setelah liburan semester gasal berakhir dan semester genap dimulai. Semua orang mulai fokus pada Ujian Nasional yang akan diselenggarakan beberapa bulan lagi. Banyak dari orangtua yang meminta anak-anaknya untuk mengikuti les privat agar nilai anaknya terselamatkan dan dapat mencapai batas kepuasan yang diinginkan oleh si orangtua.

Salah satu orangtua yang melakukan itu adalah orangtua Gracia.

Orangtua Gracia menganggap bahwa putri semata wayangnya itu hanya menguasai nilai non-akademik saja. Gracia memang tidak dapat menangkap pelajaran dengan baik, tapi jika itu berhubungan langsung dengan praktik, Gracia pasti lolos.

Berbeda sekali denganku, yang hanya bisa pelajaran di dunia akademik dan sama sekali tidak dapat mendeskripsikan kemampuanku dibidang apapun. Orangtuaku kembali pada masa-masa mereka dimana mereka akan sibuk berbisnis, menjalani tugas dikantor, dan pulang larut malam setelah semua pekerjaannya selesai dengan sempurna.

Jujur, aku sedikit merasa iri dengan Gracia yang meskipun saat ini tengah mengomel-ngomel soal masalah les privatnya yang menurutnya sedikit 'boros'.

"Menyedihkan," ungkapnya. "Kau beruntung, Ra. Kau pintar dan tidak mendapat masalah sepertiku."

Kamu lebih, Cia, batinku menjawab.

"Omong-omong, ponselku bakal disita sampai kita selesai UN. Sungguh menyedihkan harus menunggu lima bulan," ungkapnya.

"Semangat, yah."

"Hm," Gracia menopang dagunya dengan kedua tangannya. "Kamu tahu? Sebenarnya akhir-akhir ini aku melihatmu lebih bercahaya."

Aku memincingkan mataku menatapnya curiga, "aku tidak ganti merek sabun."

"Siapa memangnya yang bilang kamu mengantinya?" cibir Gracia dengan sebelah alis terangkat.

"Ck, terus apa maksudmu?"

"Entahlah, aku melihatmu semakin..., ceria akhir-akhir ini."

Aku terdiam sejenak. Aku menunduk dan menerjapkan mataku, mencoba berpikir apakah yang dipikirkannya memang benar. Tapi sepertinya, tidak ada hal-hal menarik yang terjadi di dalam diriku beberapa hari ini.

"Apa ada hal bagus yang terjadi akhir-akhir ini?"

Tidak.

"Mungkin?"

"Aku pernah dengar kalau-"

Suara Gracia langsung terpendam dan tidak terdengar lagi saat terdengar suara kereta api yang suaranya sangat-sangat keras. Terus berulang kali, sampai kuintip jendela kelas yang tampak ditutupi oleh asap hitam.

Kereta api itu..., lewat.

"-Ra?"

"...Eh, eh, apa tadi?"

Wajah Gracia mengerut, lalu dia melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Itu..., aku pernah dengar kalau-"

Aku meringis saat mendengar kembali suara keras itu. Sudah dua kali kereta itu lewat dan tidak berhenti. Hanya mengeluarkan asap dari cerobongnya dan suara melengking seperti besi yang kekurangan oli dan digesekan sedemikian kerasnya.

"Ugh, Maaf Cia." Aku menghentikan Gracia yang glestur mulutnya terus bergerak, namun aku tidak dapat mendengarkan apapun selain suara kereta api itu. "Maaf Cia."

Dari glestur mulutnya, aku dapat membaca bahwa dia tengah mempertanyakan keadaanku. "Kenapa, Ra?"

Aku berjalan keluar meninggalkan kelas, menjauhi kelas secepat yang kubisa. Suara kali ini benar-benar keras dan menganggu pendengaranku. Begitu melihat pintu menuju ke toilet, aku langsung berlari masuk ke dalam sana, dan tidak akan keluar sampai suara itu benar-benar berhenti.

*

Berkali-kali, kejadian yang sama menimpaku dalam seminggu ini. Aku mencoba untuk tidak mempedulikan suara dan bentuk kereta api itu saat aku melihatnya. Bahkan saat siang bolong saat kereta api itu melewati atas kepalaku, menciptakan bayangan di bawah, seperti wujudnya memang nyata.

Aku ingin berkonsultasi pada seseorang, ingin bertanya apa yang harus kulakukan. Tapi, aku tidak yakin mereka akan mempercayai perkataanku.

Saat malam tiba, suara kereta api itu terdengar lagi, membuatku menutup telingaku dengan bantal yang sedikit meredam suara melengking itu.

Kereta itu seperti..., marah kepadaku, ingin membalas dendam kepadaku dengan menerorku akhir-akhir ini. Mungkin karena aku masuk ke kereta api itu tanpa izin?

Bukan saja kedatangannya yang kini lebih sering daripada biasanya, suaranya makin keras dan makin bergema dari biasanya.

Entahlah,

Tapi- tiba-tiba ada satu kata hatiku yang memintaku kembali ke kereta api itu. Ada firasat yang mengatakan bahwa...,

seseorang membutuhkanku disana.

***TBC***

12 Juli 2016

Cindyana's Note

Saya mikir apa ya pas bikin ni chapter? Kok ga penting banget kayaknya? -_____-

Klimax chapter 16, setelah klimax saya bakalan nambahin [SLOW UPDATE] di judul ceritanya. Sumpah ga bohong, Air Train susah banget buatnya. Full press otak mikir kejang-kejang dan saya masih ga bersyukur pula udah sampai sini, wkwkwk. Ga deng canda, saya bersyukur kookk...

Thanks for #40 FANTASY today--> Pull down Lost Memories #69 FANTASY.
No Comment, wkwkwk.

Ini bacaan ringan kok saya malah bikin pembacanya nyesek yaa? Maapin adek yaa...

[14/02/2016-01:27]

Salam, CINDYANA H

🎆

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

17.4K 2.6K 14
Cocok untuk kamu peminat cerita dengan genre #misteri dan penuh #tekateki, juga berbalut #action yang dilatarbelakangi #balasdendam. Kecelakaan yang...
17.8K 1.2K 65
Wu Ping bertransmigrasi ke dunia kultivasi dan menjadi murid sekte luar dari sekte Dao Iblis, Sekte Hujan Darah. Dia awalnya berpikir bahwa dengan ba...
119K 4.1K 52
21 + Reverse harem + fantasi + romantis Entah keberuntungan atau kesialan bagi Dea saat dia terbangun di tubuh Anne De Milerd seorang janda kaya raj...
Beauty Von Putrilagilagi

Jugendliteratur

2.1M 179K 36
"Woy! Nama lo?" teriak Gani dari depan pintu kelas. Cewek yang sedang berlari menjauhinya itu menoleh, tampak terkejut, namun sedetik kemudian ia ter...